Tak kusangka kehidupanku akan ku akhiri seperti ini. Ku sudah terduduk sendiri disini dengan pisau yang menempel di dekat nadi kiriku. Pisau yang biasa kupakai sehari-hari sebagai tukang mie ini yang akan menjadi saksi. Setelah kujalani kehidupanku yang panjang yang penuh dengan suka duka, tidak, kufikir hanya duka. Kecuali, ketika ku masih bersamanya, Hikari.

Kuingat masa-masa ketika ku masih berjuang bersama kawan-kawan di dunia digital maupun di Odaiba. Ketika ku bertarung bersama Veemon menyelamatkan dunia ini, bersama dengan teman seperjuanganku Ken dan juga yang lain. Bersama dengan Seorang yang kucinta, Hikari. Namun Hikari bukanlah milikku, Ia memilih bersama Takeru yang sudah bersamanya sejak kecil.

Hikari, sedang apa Ia sekarang? Terbersit wajahnya, begitu manis. Namun kubayangkan sekarang Ia bersama Takeru. Ia sedang berada di dalam pelukan Takeru. Hal ini semakin membuatku sakit. Bersama dengan sentuhan pisau di tanganku.

Apakah Hikari akan menolong aku disaat seperti ini. Ken juga, apakah Ia masih mengingat diriku. Miyako, sekarang sudah menjadi istri Ken. Kuharap mereka bahagia, tidak seperti diriku disini, sendiri, bersama dengan kedai berjalanku. Bukan, kedai perlarian mungkin lebih tepat. Karena bukan kedai yang menetap dan juga kedai yang dicari-cari para lintah darat penagih hutangku. Iori, sukseskah kau disana, sebagai atlet kendo.

Para Senpai ku, Kak Taichi, Yamato, Sora, ku tak tahu sekarang Kak Sora bersama yang mana. Kak Koushiro, terakhir kudengar ia bersama Kak Mimi, sungguh tidak kusangka. Mimi yang cantik ternyata suka kepada seorang seperti Koushiro, sedangkan ku hanya tetap sendiri disini. Kak Joe sukses sepertinya. Takeru, semoga tetap dapat membahagiakan Cintaku, Hikari. Hikari, teman-teman, selamat tinggal.

Mungkin ini jalan terbaik bagi hidupku, akhiri kehidupanku saja. Perih terasa pisau di lenganku, darah mulai menetes dari dagingku. Terasa begitu sakit, tak kusangka akan sesakit ini. Haruskah ku berhenti dan meilih jalan yang lain. Loncat dari Tokyo Tower atau menabrakkan tubuhku ke shinkansen.

Tiba – tiba kulihat bayangan menuju diriku. Mataku memang berkunang-kunang karena darah yang keluar dari lenganku. Namun, ku tahu pasti yang datang itu adalah Hikari. Hikari, cintaku. Menemuiku disaat ajal menjemputku, sungguh memalukan.

"Daisuke, Apa kau baik-baik saja. Tenang Daisuke, kau akan baik-baik saja."

Suara Hikari terus terngiang ditelingaku, di fikiranku. Kurasakan lembut tangannya menggenggamku. Mimpikah ini.

Satu suara lagi, "Daisuke bodoh, kau akan baik-baik saja". Miyako datang dari belakangku.

Apakah ini nyata adanya. Apakah hal yang kurasakan ini.