"Jadi, jika kalian ingin membuat bayangan pada suatu sketsa, kalian cukup mengarsir tipis pada arah yang berlawanan dengan cahaya…" Seorang guru pria berdiri di depan kelas seraya mempraktekkan apa yang dia titah dengan kanvas lumayan besar.
Untuk apa lelah-lelah berdiri, hey Sensei? Perhatikanlah seluruh siswamu!
Sebagian besar dari seisi kelas lebih memilih untuk melakukan aktivitas yang tidak seharusnya dilakukan ketika ada seorang guru yang tengah menerangkan suatu pelajaran. Tidur, saling melempar surat berisi gosip, ngemil, dan mendengarkan musik dari earphone. Ya, kegiatan yang paling disukai oleh remaja berusia labil pada umumnya lah, yang dilakukan oleh mereka. Poor, teacher!
"Ssst… Ino! Apa kau tidak merasa bosan?" tanya seorang gadis bersurai merah muda pada sahabatnya dengan suara yang sangat lirih.
"Kuharap kau sedikit pintar, Sakura. Lihat, bagaimana aku selalu menelungkupkan wajahku di dalam lipatan tangan ini?" jawab gadis itu yang ternyata bernama Ino—meskipun jawabannya juga berupa pertanyaan—seraya menggoyangkan lipatan tangannya yang berada di atas meja.
Gadis yang dipanggil Sakura hanya membalas tatapan malas sahabatnya dengan cengiran yang sangat konyol dan terlihat terlalu dipaksakan. Mendengus pasrah, kemudian gadis bubble gum itu memutar kepalanya sehingga menoleh ke arah yang berbeda, melihat sahabatnya yang lain di sebelah kirinya.
Membuka mulut untuk bertanya tentang keadaan gadis lemah lembut tersebut, kemudian Sakura kembali mengatupkan mulutnya. Merasa tidak enak untuk mengusik sahabat bermata lavender itu ketika dilihatnya dia begitu serius memperhatikan sang guru.
"Kenapa Hinata bisa begitu rajin?" gumam Sakura pada dirinya sendiri. Menghela nafas sejenak, gadis itu kemudian menjatuhkan dagunya dengan perlahan di atas punggung tangan yang berada di atas meja.
Baru saja Sakura hendak memejamkan matanya berniat untuk memasuki alam mimpi, bel sebanyak tiga kali terdengar memekakan telinga. Namun begitu, tetap saja menjadi musik paling merdu bagi sebagian siswa yang menginginkan waktu bebas.
'Rest time…!' teriak inner masing-masing individu ketika mendengar suara bel. Begitu pun dengan Sakura, Ino, tak terkecuali Hinata.
"Baiklah. Kurasa, pertemuan kita kali ini cukup sampai di sini. Sampai jumpa di pertemuan selanjutnya." Guru yang memiliki goresan di hidungya itu berkemas dan berjalan menuju pintu keluar, diiringi kebisingan dari semua orang yang berada di dalam kelas.
Baru saja tangan guru tersebut menyentuh pintu geser, dia berbalik seraya mengucapkan kalimat pendek yang cukup membuat semua siswa menegang. "Aku hampir lupa," ucapnya disertai senyum. "Haruno, Kurenai-sensei menunggumu di kantor."
Menegangkan? Apanya yang menegangkan, eh?
Oh, Ayolaaah…! Semua siswa di Konoha Perfect High School tahu bahwa guru beriris semerah darah itu adalah guru cantik ter-killer dalam sejarah mereka.
"Glek!" Bahkan suara saliva Sakura yang ditelannya terdengar oleh Ino dan Hinata.
"Seharusnya aku bangun lebih pagi hari ini. Sehingga aku tidak mungkin terlambat saat jam pelajarannya," ucap Sakura pasrah. Ino dan Hinata hanya mampu menepuk pundak sahabatnya demi memberi semangat pada gadis Haruno itu.
.
.
Naruto is Masashi Kishimoto's
Main Pair: SasuSaku
50 Days With Mr. Arrogant
(Terinspirasi dari K-Film 100 Days With Mr. Arrogant)
Collaboration Fiction by: Voila Sophie and Natchii
HSAU, OOC, Typo(s), Minim Deskripsi, Sederhana, EYD berantakan.
Genre: Humor and Romance
Rate: Teens
Summary:
~Happy Reading^^~
.
50 Days With Mr. Arrogant
.
"Ada apa Sensei memanggil saya?" tanya Sakura dengan nada sesopan mungkin, dan tentu saja dengan menyembunyikan ketakutannya.
Sebagai jawaban, Kurenai menaruh beberapa lembar kertas yang dipenuhi dengan angka-angka berukuran sekitar sembilan sampai sepuluh pt dengan agak kasar, di atas meja.
Emerald Sakura berhasil membulat sebagai respon dari gerakan gurunya. "Oh, Kami-sa—"
"Kerjakan semua soal itu dan kau harus mengumpulkannya padaku besok pagi."
"—ma…"
"Ada pertanyaan?" tanya Kurenai tanpa memandang Sakura. Tangannya sudah sibuk membolak-balik buku yang sempat tertunda satu menit yang lalu.
Cepat-cepat Sakura menggeleng dan segera mengambil tumpukan kertas yang diberikan Kurenai tadi seraya menggumamkan 'Tidak ada, Sensei'. Bisa-bisa Kurenai akan memberikan lebih banyak hukuman lagi pada Sakura jika gadis itu lebih lama di dalam ruang guru.
.
.
.
"Benarkah?" tanya Ino takjub. Detik berikutnya, dia tertawa keras setelah mendengar cerita sahabat merah mudanya saat di ruang guru tadi. Ya, mereka memang sedang berada di kantin, sekarang. Sehingga jangan heran kenapa Ino bisa tertawa selebar itu tanpa takut dimarahi oleh guru yang mengajar. Tidak ada guru di sini.
Sementara itu, Hinata hanya tersenyum prihatin sembari menggenggam erat tangan Sakura pertanda Ia berusaha memberi kekuatan pada gadis bermata sehijau batu emerald itu.
Sakura yang awalnya mendelik pada Ino, langsung menoleh ke arah Hinata demi membalas senyum meneduhkan sahabatnya.
"Aku ucapkan selamat padamu, Sakura." Ino kembali berujar dan tertawa. Membuat Sakura muak dengan kelakuan sahabat Barbie-nya itu.
"Hentikan, Ino," ucap Sakura pelan dengan tatapan menusuk. "Sebaiknya kau membantuku," dengusnya.
"Gomenasai, Sakura." Ino mulai berhenti tertawa dan menyeruput orange juice-nya dari sedotan. Menelan minuman itu, kemudian dia kembali berbicara. "Untuk masalah ini, aku angkat tangan. Kau tahu aku lemah dalam matematika, bukan?"
Oh, yeah! Jawaban tersebut membuat Sakura sedikit kecewa dan merasa bodoh. Kenapa dia bisa lupa bahwa sahabatnya itu—ehem!—lebih bodoh darinya?
"Tapi setidaknya," Ino melanjutkan. "Aku bisa menemanimu sampai tugasmu selesai. Dengan begitu, kau tidak akan merasa bosan."
"Bagaimana denganmu, Hinata? Seingatku, kau cukup pintar menghadapi angka-angka menyeramkan itu." Ino kembali mengeluarkan suara setelah sebelumnya sempat hening beberapa saat.
"Se-sepertinya aku bisa membantumu, Sakura-chan," tutur Hinata terbata seraya mengerling Ino dan Sakura bergantian dengan mata sewarna lavender-nya.
Hufft… Save by best friend! Mendengar kalimat yang terlontar dari sahabatnya, membuat Ino terlebih Sakura bisa menghembuskan nafas lega. Itu artinya, ada yang membantu Sakura untuk menopang beban tugasnya.
"Tapi…" Hinata melanjutkan kalimatnya. "Se-sepertinya aku hanya bisa membantumu selama dua jam, Sakura-chan," katanya seraya menundukkan kepala dalam-dalam. Tidak mau melihat wajah kecewa dari kedua sahabatnya. Dan benar saja, bahu kedua gadis cantik itu sempat menegang kemudian melemas lagi beberapa detik sesudahnya dengan memasang raut kecewa.
"Adakah yang mau memberiku saran alternatif?" tanya Sakura dengan wajah kusut, membayangkan akan menjadi apa bentuknya jika mendapat amukan dari Kurenai, besok. Setelah itu Ia menenggak liquid merah di gelas dalam genggamannnya tanpa menggunakan sedotan.
"Ba-bagaimana jika kau meminta bantuan Sasori-nii saja?" saran Hinata.
Sakura hampir saja menyemburkan jus stroberi dalam mulutnya ketika mendengar saran dari gadis lembut itu. "Sasori-nii?" tanyanya tidak percaya setelah berhasil menelan minuman yang tadi hampir disemburnya. "Dia tidak mungkin membantuku," lanjut Sakura sembari meraih selembar tisu.
"Kenapa tidak bisa? Sasori-nii kan Nii-san-mu," timpal Ino bingung.
"Sasori-nii itu sangat pelit. Lagipula, dia juga sangat sibuk."
"Hey! Jangan berprasangka buruk dulu, Sakura. Mungkin saja kali ini dia mau membantumu. Apa salahnya kau mencoba meminta bantuannya?" usul Ino, menatap manik mata Sakura intens. Sementara itu, yang ditatap hanya memutar bola matanya jengah.
"Tidak mungkin," cibir Sakura seraya berdri dari duduknya, menimbulkan gerakan mundur pelan pada kursi kayu tersebut karena tindakan itu. "Ayo ke kelas. Sebentar lagi waktu istirahat habis. Aku tidak mau mendapat hukuman lagi dari guru yang berbeda karena terlambat," ajak Sakura, diikuti gerakan berdiri dari kedua sahabatnya.
"Setidaknya, hukuman dari Kurenai-sensei bisa sedikit merubah sifat malasmu," sindir Ino dengan tatapan jahil.
"Aku mendengarmu!" seru Sakura seraya mendelik kejam. Sementara itu, Hinata hanya mampu menatap keduanya bergantian tanpa berniat melerai mereka. Oh, ayolaah… Hinata hapal betul atas tingkah sahabat-sahabatnya yang tidak jarang bertengkar hanya karena hal sepele.
Dan Hinata tidak mau mengambil resiko dengan mencoba melerai mereka karena bisa-bisa Hinata lah yang akan menjadi korban atas kekesalan mereka berdua.
Cari aman lebih baik. Benar kan, Hinata?
.
.
.
Keadaan kelas sudah sepi dan kini hanya menyisakan tiga gadis saja yaitu Sakura, Ino dan Hinata.
"Oh, Kami-sama! Kenapa soal-soal ini begitu susah?" geram Sakura frustasi seraya menatap lembaran kertas yang memiliki jumlah soal sebanyak tujuh puluh lima buah itu.
Ino menggerakkan tangan halusnya untuk menjangkau kertas yang berhasil membuat Sakura gila—mungkin. "Soal ini tidak susah kok," komentar Ino dengan wajah innocent yang dibuat-buat.
"Ew! Memuakkan," ketus Sakura. "Jangan hanya bisa komentar tanpa berniat membantuku, Ino. Seenaknya saja mengatakan soal ini mudah padahal kau tidak bisa mengerjakannya."
"Oh, hallo… Sakura!" Ino mengibaskan tangan di samping wajahnya sendiri. "Aku sama sekali tidak salah dalam mengucapkan setiap kalimat," memberi jeda sejenak untuk bernafas, Ino melanjutkan. "Soal-soal ini sungguh mudah, tapi jawabannya… Aku yakin pasti sangat susah."
Kalimat yang mengalir dengan lancar dari bibir tipis Ino, kontan membuat Sakura sukses membelalakkan matanya. Hell! Sempat-sempatnya Ino bercanda dalam suasana hati Sakura yang tidak mendukung.
"Kau—"
Baru saja Sakura hendak memaki Ino, cepat-cepat Hinata mengambil tindakan dengan memutus kalimat Sakura yang baru sempat terucap satu kata itu. "Kurasa soal yang diberikan Kurenai-sensei ini adalah soal-soal milik kelas tiga, Sakura-chan."
"Benarkah?" tanya Sakura heran seraya mengerutkan alis, lupa pada niat awalnya untuk memaki Ino. 'Untuk apa Kurenai-sensei memberi soal yang belum diajar oleh dirinya sendiri?' lanjut Sakura dalam hati.
"Aku sama sekali belum pernah melihat jenis soal seperti ini," lanjut Hinata.
"Sudahlah Sakura, Hinata, menyerah saja. Kalian tidak akan bisa menyelesaikan soal-soal tersebut jika kalian tidak tahu rumusnya. Itu hanya akan membuang-buang waktu, bukan?" nasihat Ino bijak yang dibenarkan oleh kedua sahabatnya dalam hati mereka masing-masing.
Merasa tidak akan mendapat respon yang berarti dari gadis-gadis di hadapannya, Ino kembali menasihati Sakura dengan tulus tanpa membuang ciri khasnya dalam berbicara. "Lebih baik kau rayu saja Nii-san-mu, Sakura." Ino melipat tangannya di depan dada kemudian bersandar pada kursi yang Ia duduki.
"Lebih memilih mana? Kelimpungan sendiri tanpa bisa menyelesaikan tugasmu atau dibantu oleh Sasori-nii yang pintar itu?" Gadis Yamanaka itu bersuara lagi dengan menekankan kata 'pintar' di akhir kalimatnya. Menyindir Sakura, eh?
Sakura menggigit bibirnya seraya bergumam. "Err—"
"A-aku mendukung Ino," sahut Hinata tanpa diminta.
"Baiklah. Aku akan mencoba munghubunginya dulu," ucap Sakura mantap seraya merogoh saku baju, bertujuan mengambil ponsel soft pink-nya. Setelah ponselnya berhasil Ia jangkau, gadis itu menekan-nekan tombol keypad sebentar kemudian menempelkan ponsel tersebut di telinga kanannya.
Dua detik berlalu dan bunyi 'Tuut…' pun sudah terdengar pertanda panggilan berhasil tersambung.
"Moshi-moshi. Ada apa, Sakura-chan?" terdengar suara yang sangat familiar di seberang sana.
"Sasori-nii, err—bisakah kau menolongku mengerjakan tugas matematika nanti di rumah?" tanya Sakura setelah sebelumnya merasa sedikit ragu. Sementara itu, Ino dan Hinata menatap Sakura dengan tatapan berapi-api, memberi semangat kepada sahabat merah jambunya yang sedang harap-harap cemas menunggu jawaban dari Sasori.
"Hah? Err— boleh!" Jawaban Sasori sontak membuat mata Sakura membulat sempurna. Ino dan Hinata yang tidak mengerti maksud dari keterkejutan Sakura pun kini bertemu pandang dan akhirnya sepakat memutuskan bahwa Sasori menolak membantu sahabatnya itu.
"Be-benarkah? Kau serius mau membantuku, Nii-san?" tanya Sakura takjub yang mendadak tertular penyakit gagap salah satu sahabatnya. Ups!
"Tentu saja, tapi—"
Belum selesai Sasori mengucapkan kalimatnya, Sakura sudah lebih dulu bersorak sumringah. "Ah, senangnya! Sankyuu, Nii-san," ucap Sakura tulus. Ingin rasanya saat itu juga dia memeluk erat Sasori dan mencium kedua pipi mulus lelaki itu dengan sangat bangga dan penuh rasa syukur.
Namun, belum sampai satu menit Sakura merasa lega, bahu gadis itu harus kembali menegang setelah Sasori melanjutkan kalimatnya yang sempat terputus oleh ketidaksabaran Sakura.
"—tapi, kau harus pulang dalam jangka waktu kurang dari lima belas menit dari sekarang karena satu jam lagi aku harus ke Universitas."
Krik…
Krik…!
"Lima belas menit?" Sakura mengulang angka yang tadi disebutkan oleh kakak kandungnya dengan sedikit memekik, membuat dua sahabat yang hampir terlupakan tadi mengerutkan alis tidak mengerti.
"Benar. Kau perlu tahu bahwa aku sudah agak lupa dengan pelajaran SMA. Jadi, perlu waktu sedikit lama untuk membangkitkan memori itu kembali," jelas Sasori ringan.
"Err—bisakah kau menambahkan waktu untuk aku pulang menjadi setengah jam, Sasori-nii?" pinta Sakura penuh harap.
"Teserah! Jika kau ingin aku mengajarimu setengah jam saja, tidak masalah."
Dan obrolan mereka harus berakhir ketika Sasori memutuskan sambungan secara sepihak.
'Oh, Kami-sama! Apalagi setelah ini?' batin Sakura mengerang.
"Ino, Hinata, Aku harus pulang!" tutur Sakura terburu-buru seraya bergegas mengemasi buku-bukunya lalu dengan cepat berlari menyusuri koridor sekolah.
Ino dan Hinata yang hanya sempat mengangkat tangan berniat memberi lambaian sampai jumpa, kini menatap gadis bubble gum tersebut dengan tatapan cengo mereka. "Fighting…" ucap mereka bersamaan dengan nada yang sangat datar.
.
50 Days With Mr. Arrogant
.
Sakura melangkahkan kakinya secara bergantian dengan langkah yang konstan. Kini, kedua kaki jenjangnya tengah menyusuri jalan pintas terdekat menuju rumahnya.
'Untung saja aku sering melewati jalan ini, waktu kecil,' gumam Sakura dalam hati seraya melirik layar ponsel yang menunjukkan waktu pukul empat kurang lima menit.
"Gawat! Lima menit lagi. Aku harus cepat!" seru Sakura sambil mempercepat langkah kakinya.
"Hampir sampai! Hanya perlu belok kiri dan—gotcha!—aku akan langsung sampai di seberang rumah," seru Sakura dalam hati seraya menghapus jejak peluh di pelipis dengan tangan kanannya.
Akhirnya terlihat juga ujung jalan itu. Terimakasih, Kami-sama. Batin Sakura bersorak dengan senyum manis berkembang di bibirnya. Tidak sabar, gadis sugar plum itu semakin mempercepat larinya.
Tinggal lima langkah lagi, setelah itu Sakura akan keluar dari lorong sempit tersebut.
Sakura sempat berpikir setelah dia berhasil keluar dan melihat halaman depan rumahnya, dia akan terbebas dari kesialannya pada hari itu. Pasti!
Namun, apa yang diperkirakan olehnya hanya perkiraan belaka. Gadis itu tidak bisa menghindar dari kenyataan yang sebentar lagi akan dia hadapi, bukan?
.
.
"BUKH!"
.
.
"Aw!"
.
.
"Ugh!"
.
.
Pandangan Sakura menggelap selama lima detik penuh setelah dia merasa sedikit terpental hingga terduduk di atas jalan yang tidak empuk sama sekali.
'Great! Sial lagi. Sakit,' umpat Sakura dalam hati.
Setelah berhasil mengusir bintang-bintang yang mengitari kepalanya, Sakura kembali berdiri tanpa berniat mencari tahu siapa laki-laki yang dia tabrak sehingga lelaki tersebut juga terduduk karena insiden kecil tadi. Darimana Sakura tahu bahwa lawan jatuhnya adalah laki-laki? Ya, tentu saja dia tahu dari suara baritone-nya ketika mereka bertabrakan barusan.
Namun begitu, dia tidak mau bersikap tidak sopan karena bagaimanapun juga, dia ikut bersalah karena lari dengan sangat cepat sehingga tidak sadar jika akan ada lelaki yang lewat. "Gomenasai," ucap Sakura seraya membungkuk sembilan puluh derajat.
Tidak ada respon yang berarti dari lelaki yang ditabrak Sakura. Tidak masalah! Bagi gadis itu, sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk memikirkan mengapa lelaki itu tidak mau membalas permintaan maafnya.
Yang harus Sakura lakukan ialah, secepatnya sampai di rumah untuk menemui Sasori.
Namun ketika Sakura sudah berhasil melewati lelaki itu sepanjang satu langkah, tiba-tiba Ia merasakan ada sesuatu yang melingkari pergelangan tangannya. Membuat gadis itu berbalik secara otomatis dan menundukkan kepala untuk melihat apa yang melingkari tangannya.
"Kau harus ganti rugi," tutur pria berambut raven itu singkat. Oh, ternyata tangan kekar lelaki tadi lah yang menggenggam erat pergelangan tangan Sakura.
Alis Sakura berkerut samar pertanda Ia tidak mengerti dengan apa yang dimaksud lelaki itu. Seakan mengerti, lelaki itu langsung mengangkat jari telunjuknya lalu menunjuk ke arah arloji hitam berbahan logam yang saat ini sudah tidak berbentuk lagi.
Pikiran Sakura tiba-tiba menjadi kacau. 'Ampun. Kenapa lagi ini?' batin Sakura kalut sembari melirik layar ponselnya. 'Sudah tidak ada waktu lagi. Aku harus cepat sampai ke rumah!' lanjutnya masih dalam hati.
"Maaf. Tapi bisakah kau menunggu sebentar saja? Aku ada urusan penting. Aku akan kembali lima menit lagi. Lima menit!" Sakura mengulang kalimat terakhir seraya mengacungkan kelima jari lentiknya kepada lelaki itu. "Ambil ini," lanjutnya seraya menyerahkan ponsel.
"Jika aku tidak kembali dalam waktu lima menit," Sakura mulai melangkahkan kakinya ke belakang, mengambil ancang-ancang untuk kembali berlari. "Kau bisa ambil ponselku dan kau bisa mendatangi rumahku." Dan kini, Sakura sudah berlari.
"Ini rumahku!" seru Sakura yang sudah berjarak sepuluh meter dari lelaki itu seraya menunjuk rumahnya. Lalu bergegas masuk ke dalam rumah tanpa menunggu respon dari lelaki bermata obsidian itu.
"Hn. Dasar gadis bodoh. Ponsel ini tidak berharga sama sekali dibanding benda yang Ia pecahkan barusan," gumam lelaki itu dengan seringai meremehkan seraya memasukkan ponsel Sakura ke dalam saku celananya.
"Awas saja kau!"
To Be Continued
Authors Bacot Area:
Voila: Aku nggak ikut andil apa-apa dalam pembuatan fict ini selain mengoreksi tulisan dan memberi ide kepada Natchii-chan. Tapi karena Natchii-chan ngotot katanya ini adalah collab, ya udah deh! Pasrah aja ngeladenin anak manja ini. #ditabokNatchii
Yup! Cukup aja bacotan nggak bermutu dari aku. Giliran Natchii buat ngoceh. Review and Concrit? #wink!
Natchii: Aku bukan anak manjaa!TT" perlu diketahui aku gamaksa, tapi Cuma mengajak dengan sedikit unsur pemaksaan! Hahhaha#Devil laugh
Ask your wish kakakk~#tabok kakvoila
Review and Concrit please?:3
