MEMORY
Naruto hanya milik Masashi Kishimoto
Sebuah cerita yang terlintas dikepala
Warning : OOC, Typo dimana mana
Chapter 1 : Keputusan
Pernahkah kalian merasa dibedakan? Merasa kalau kalian tidak bisa diandalkan? Buruk dalam segala hal? Merasa dianak tirikan? Kurasa semua pernah merasakannya.
Namaku Namikaze Naruto, anak dari Namikaze Naruto dan Uzumaki Kushina. Aku lahir dengan dominan gen miik ayahku, rambut berwarna pirang dan mata berwarna biru. Banyak yang bilang kalau aku kembaran ayahku, tapi itu salah. Aku lahir kembar, dia sangat mirip denganku. Warna rambut membedakan kami, kembaranku memiliki warna rambut segelap langit malam.
Namikaze Menma, ia lahir terlebih dahulu dariku tapi aku tak tahu harus memanggil dia dengan panggilan kakak atau tidak karena hanya selang beberapa menit darinya. Yah, kalau aku boleh jujur kalian bisa sebut aku dengan "kegagalan" dan bisa menyebut Menma dengan "keberhasilan" .
Kami sangat bertolak belakang. Sifat, kemampuan, serta cara berpikirpun sangat berbeda, semua memandangku sebelah mata karena begitulah kenyataannya
Tak jarang jika Ayah dan Ibu sering memberikan hadiah untuk prestasi menma. Semua dimulai saat natal, saat itu usia kami baru menginjak 7 tahun. Ayah dan Ibu menanyakan apa yang Menma inginkan untuk hadiah natal. Menma berkata kalau apa saja boleh asal jangan buku tulis, Ayah dan Ibu kecewa karena tidak tahu apa yang Menma inginkan.
Mereka terus bertanya sepanjang waktu saat mereka bertemu dengan Menma, tapi hal itu tidak berlaku bagiku. Natalpun tiba, Menma mendapat sebuah kado dengan ukuran yang lumayan besar. Menma dengan cepat membuka dan mendapat sebuah Mobil RC yang bagus, Menma terlihat sangat senang waktu itu. Sedangkan diriku hanya mendapat bungkus kecil yang bisa aku tebak isinya, ya satu pack buku tulis dengan tulisan "Merry Christmas" yang kutahu itu bukan tulisan Ayah ataupun Ibuku.
"Maaf Naruto, Ibu dan Ayah tak tahu apa yang kau inginkan. Jadi itu tidak apa kan?" ucap Ibuku dengan senyum kecil diwajahnya
"Tak apa, aku senang kok" jawabku apa adanya
"Syukurlah kalau kau senang" balasnya
Aku hanya bisa diam waktu itu, aku berpikir kalau itu memang pantas untuk Menma dan untuk dirinya sendiri. Ayah dan Ibu kemudian berjalan mendekati Menma, mereka bertanya apa Menma senang dengan hadiahnya, saat itulah dia terlihat sangat bahagia. Dia adalah pemeran utama dalam keluarga ini, dan aku hanyalah seorang pemain yang menjadi pohon.
Semua orang kagum dengan Menma, tak terkecuali teman satu kelasku saat SD. Semua berkata "Enaknya punya saudara Menma, aku harap aku jadi kau" aku tersenyum saat mereka berkata seperti itu.
Setiap kenaikan kelas Ayah dan Ibu selalu menanyakan apa yang diinginkan Menma sebagai hadiah, tapi Menma hanya menjawab seperti dulu, apa saja boleh asal jangan buku tulis. Ayah dan Ibu selalu memberikan hadiah yang bisa membuat Menma senang, mereka ikut tersenyum saat Menma tersenyum. Aku hanya bisa mengintip dari balik pintu melihat kebahagian mereka, sempat terlintas dipikiranku apakah aku bisa mengalahkan Menma, tidak maksudku sejajar dengan Menma. Aku hanya ingin mendapat senyuman selebar itu dari Ayah dan Ibu
Lama ku berfikir sampai aku lupa aku tidak bisa berfikir, sejajar dengan Menma adalah hal yang mustahil. Suatu hari Ayah, Ibu dan Menma pergi untuk mengantar Menma menerima penghargaan sebagai murid terbaik, yah kalian tahu aku ditinggal dirumah. Perutku lapar saat itu, aku mencari sesuatu yang bisa dimakan, tapi aku tak menemukan apapun. Didalam kulkas hanya ada telur, sayuran mentah, dan juga beberapa daging beku
"Apa yang Anda lakukan malam malam begini?" tanya Shizune salah satu pembantu
Aku hanya diam saja, aku tak berkata apapun tapi perutku lah yang berbicara. Suara lapar dari perutku terdengar jelas waktu itu. "Eh? Apa mungkin Anda lapar? Mau saya buatkan sesuatu?" tanyanya dengan nada cemas
Saat aku akan menjawab, suara mobil terdengar didepan rumah. Dengan cepat Shizune segera berlari untuk membukakan pintu, saat itu aku segera berlari kekamar dan menutup pintu serapat rapatnya dan mematikan lampu
Yang ada didepan pintu waktu itu adalah Ayah, Ibu dan Juga Menma yang baru saja pulang. Terdengar jelas derap kaki mereka melewati kamarku dan langsung menuju kamar Menma, sepertinya Menma sudah tidur saat itu
Kami pun menginjak SMP, Ayah dan Ibu menyarankan Menma untuk masuk SMP populer dikota ini tapi Menma menolak, Menma memilih SMP yang dekat dengan rumah. Dan akupun hanya bisa pasrah dengan Nilaiku yang pas – pas'an, aku satu SMP lagi dengan Menma
Setidaknya aku bersyukur kami beda kelas, tapi itu tidak dipungkiri kalau Menma terkenal satu 2 tahun kami berada di SMP,pernah ada kejadian lucu waktu itu, seorang gadis memberikanku surat untuk bertemu dibelakang sekolah saat istirahat. Yah akupun memenuhi isi surat itu, terlihat murid manis dari kelas C yang sedang membawa sepucuk surat ditangannya
Aku tidak mau kepedean soal hal seperti ini, aku langsung bertanya apa tujuan sebenarnya. Dia langsung menyodorkan surat itu kearahku, aku bertanya apa ini. "To- tolong kau berikan surat ini pada Menma-kun?" GETHUK!, apa yang kupikirkan ternyata tepat, saat itu aku merasa aku adalah peramal
"Tidak mau" jawabku dengan santai, gadis didepanku melongo tak percaya. "KENAPA?! KENAPA TIDAK MAU?!" gadis itu berteriak cukup keras. Aku hanya diam tak mau cari keributan, "JANGAN DIAM SAJA! PADAHAL KAU INI SAUDARANYA, TAPI KENAPA TIDAK MAU MELIHAT MENMA-KUN SENANG?!" lagi-lagi dia berteriak
*SLEEP* Aku membungkam mulutnya dengan telapak tanganku, "Melihatnya senang? Kau fikir berapa kali aku melihatnya senang? KAUTIDAK TAHU APA-APA!" tanpa sadar mataku mengeluarkan air yang tak kutahu apa itu. Gadis itu hanya diam tak bisa berkata apa-apa
Sial bagiku, entah teriakanku atau teriakan gadis didepanku mengundang perhatian. Beberapa murid yang berada dekat belakang sekolah memergoki kami, "Mereka tidak tahu apa-apa" itu yang aku fikirkan waktu itu
Dengan cepat aku melepas tanganku yang membungkam mulut gadis didepanku saat ini, "Lapor guru, cepat" aku mendengarnya dari salah satu murid yang memergoki kami, dan dengan capat salah satu dari mereka segera berlari menuju ke ruang guru.
Dan hasilnya aku berada diruang guru, mereka memanggil kedua orang tuaku. Kau tahu apa yang terjadi setelah itu? Aku di-skors selama satu minggu, Aku langsung disuruh pulang oleh guru didepanku dengan alasan supaya aku menenangkan diri.
Sesampainya dirumah seharusnya kalian tahu apa yang terjadi, aku dimarahi habis-habisan. "Ya ampun, harus bagaimana lagi aku mendidikmu" ucap Ayahku sambil memegang dahinya
"Maaf"
"Kau ini kenapa Naruto?! Kenapa kau tidak mau menurut? Sekali saja jadilah seperti Menma"
"Maaf"
"Untunglah kau Cuma di-skors satu minggu, kau harusnya tahu betapa malunya Ayah dan Ibumu ini"
"Maaf"
"JANGAN CUMA MINTA MAAF SAJA!" *PLAAK* dengan keras ibu menamparku waktu itu
Itu sangat sakit, bahkan aku sampai terjatuh dari posisi berdiriku. Tamparan itu membekas merah dipipiku, Ayahku hanya diam tak melakukan apa-apa
"Aku Pulang" terdengar suara Menma dari pintu. Menma langsung menuju dimana aku, Ayah, dan Ibu berada. Menma menatapku iba, Ibu yang menatapku dengan marah, Ayahku yang seolah tak peduli dengan diriku
"Lihatlah, kenapa kau tidak bisa seperti Menma" Ibu terus mengulangi kata-kata seperi itu. Jadiah seperti Menma, Contohlah Menma, Belajarlah dari Menma.
"Apa Ibu dan Ayah pernah tersenyum bangga padaku seperti kalian tersenyum bahagia dengan Menma?"
"Apa kalian pernah memprioritaskan diriku diatas Menma?"
"Kemana kalian saat aku dengan sakit? Aku hanya dirawat Shizune dan yang lain. Tidak seperti Menma yang hanya jatuh dari sepeda saja kalian bawa ke rumah sakit"
"Apa kalian pernah memuji diriku?"
"Apa Ibu dan Ayah pernah bertanya apa hadiah yang kuingnkan seperti kalian bertanya pada Menma?"
"TIDAK PERNAH!"
Setelah semua yang aku ucapkan itu aku segera berlari menuju kamar, menutup pintu rapat-rapat dan ku kunci dari dalam
Menma yang membujukku untuk keluar pun tak ku gubris. "Hoi Naruto, semua ini cuma salah paham kan? Ayo keluar dan berbaikan dengan Ayah dan Ibu" begitu ucapnya
"Biarkan aku sendiri dulu" begitu ucapku pada Menma
"Baiklah" jawab Menma sambil pergi berlalu dari depan kamar
"Bohong"
/
/
/
/
/
Malam harinya aku kabur dari rumah, tapi sayang beribu sayang, Security memergoki diriku sedang lompat dari pagar. Aku tak akan kembali kerumah ini lagi, Aku pergi membawa beberapa pakaian dan beberapa lembar uang yang aku tabung dibawah tumpukan pakaian
Aku terus berlari melewati gang-gang sempit, aku terus berlari entah mau menuju kemana yang penting aku harus menghilangkan jejak terlebih dahulu
Aku terus pergi entah kemana, dari satu stasiun ke stasiun lain. Selamat tinggal hidupku yang suram, mulai saat ini aku akan mencari diriku yang sebenarnya.
Tanpa sadar aku sudah sangat jauh dari rumah dan sekarang aku berada di kota besar,TOKYO AKU DATANG!
.
.
.
To Be Continued?
Tinggalkan Review, Flame, Kritik Pedas, Or anything else
I will read it, yes i do
