"I HATE RAIN"


.

.

.


"I Hate Rain Chapter 1"

Disclaimer: Eyeshield 21 © Riichiro Inagaki & Yusuke Murata

Genre : Romance, Humor, Friendship

Story : I Hate Rain © Bebek L Dark Evil


.

.

.


Saya author baru disini jadi mohon bantuannya #nodong bazoka (PLAK)

Warning : Gaje, OOT, OOC, Ancur, Tak memperhatikan EYED and Etc ^,^v

Selamat menikmati cerita yang di buat oleh author bebek gaje ini.


.

.

.


"RAIN"


.

.

.

"Hujan, aku benci ini." Ia menatap langit yang menangis itu.

"Kenapa gadis itu?" Cowok SMA dengan seragan Seibu itu mengamati seorang gadis yang berdiri di bawah hujan.

Payung hitam yang ia pegang menemaninya mendekati gadis itu.

"Kau bisa sakit kalau berdiri disini terus."Ia meletakkan payung itu diatas kepala gadis berambut orange nan panjang.

"Bukan urusanmu." Ia menatap cowok yang tak dikenalnya.

"Eh.. memang ini bukan urusanku, tapi aku tak mau melihat seorang cewek pingsan disekitar sekolah ini.

"Riku Kaitani, Runing back tim Seibu. Sebaiknya kau tak mengurusi urusan orang lain."

"Ehh... bagaimana dia bisa mengenalku? Setenar inikah aku hehehe." Pikirnya.

"Ya baiklah, aku akan pergi tapi boleh kutahu siapa namamu?"

"Haruna, Haruna Aoi. Sekarang pergilah dan singkirkan payungmu." Ujarnya ketus.

"Okey, sayonara Aoi-chan."

Cowok yang bernama Riku itu berjalan meninggalkan Aoi. Gadis yang cukup manis dengan pony rambut yang sedikit menghalangi matanya.

"Apa dia sekolah di Seibu ya?" gumamnya lirih.

Ia terus melangkah, diambilnya ponsel kesayangannya. Dilihatnya jam kecil dilayar ponselnya.

"Latihan hari ini melelahkan sekali, hufffttt... capeknya." Gerutunya.

Senyum tipis terlihat diwajahnya. Ia cukup lama berjalan dan sampailah ia di sebuah rumah.

Dibukanya pagar berwarna putih di depannya. Di masukannya sebuah kunci ke sebuah lubang yang sesuai.

"Aku pulang!" ia memasuki rumah sederhana itu.

Kedua orang tuanya sedang tak dirumah dalam jangkah waktu yang lama. Ia menaiki anak tangga satu persatu.

Diletakkannya tas yang sedari tadi berada dibawah ketiaknya. #PLAK

Ia merebahkan diri di tempat tidur kesayangannya. Rintik hujan mengalun di telinganya, suaranya semakin lama semakin keras.

"Sepertinya hujannya akan lama. Apa dia tak apa-apa ya?"

Ia bangkit dan berlari menuruni tangga. Di pijaknya jalanan basa yang akan membawahnya kesuatu tempat yang ia tujuh.

Ia menaikkan kecepatan larinya, sampai akhirnya ia sampai di tempat yang tak asing baginya.

Dia semakin menaikkan kecepatan larinya saat dilihatnya seseorang yang tergeletak di dekat SMA Seibu.

"Sudah ku duga."

Riku membalikkan wajah gadis yang ia temuinya tadi sore ke arahnya.

"Aoi-chan."

Dipanggilnya nama depan sang gadis. Badannya yang lemas menghadapnya.

"Dia pingsan. Menyusahkan saja."

Ia mengangkatnya, meletakkan badan Aoi yang mungil itu di punggung belakangnya.

Kini Riku tak pulang sendiri, ia pulang dengan Aoi. Gadis manis dengan rambut panjang berwarna orange yang terherai.

Ia terus melangkah. Hujan yang semakin deras membuatnya memperlambat jalannya.

10 menit kemudian mereka sampai dirumah Riku.

Ia mengendongnya menaiki tangga dan membuka sebuah pintu kamar sebelah kanan tangga itu.

Air hujan yang menempel di baju mereka membasahi lantai kayu khas rumah orang jepang.

Kreeekkk... suara pintu dibuka terdengar.

Ia melangkah masuk dan meletakkan tubuh gadis yang ditemuinya tadi sore di ranjangnya.

Matanya yang terpejam, bibirnya yang merah dan keharuman badannya yang khas membuah wajah Riku memerah.

"Cantik." Pikirnya.

"Tidddaaaakkkkk.. apa yang ku fikirkan seh!" tangkisnya.

"Kalau dia tak ganti baju bisa masuk angin dia nanti, bagaimana ini?. Apa aku masukkan dia ke perapian saja ya? Ahh... jangan, itu terlalu kejam bodoh!."

"Kalau cuma aku selimuti itu masih tak cukup. Apa aku peluk saja biar dia hangat."

"Itu ide yang bagus tapi bagaimana dengan image-ku!"

"Aku panggil dia sajalah." Ia berjalan menuju sebuah kamar bercat biru di sebelahnya.

Tok tok tok...

"Rika, boleh kakak masuk?"

"..." tak ada jawaban.

"Rikkaaa... apa kau tidur?" ia mengeraskan suaranya.

"Hemm.. tunggu sebentar kak!" jawabnya lirih.

Riku mundur selangkah. Seorang cewek manis berambut sebahu di kuncir dua membuka pintu kamarnya.

Ia mengucek-ucek matanya yang masih ngantuk.

"Ah.. maaf menganggumu. Bisa minta tolong sebentar."

"Tentu."

Riku mengandeng tangan adiknya dan menyeretnya kekamarnya.

"Siapa cewek itu kak?" mata dengan iris emerald itu menagkap kejadian yang tak biasanya terjadi.

"Dia, aku sendiri baru bertemu tadi sore dengannya." Jelasnya.

"Apa...? aku kira dia pacar kakak." Ujarnya.

Jeduaakkkk... Riku menjitak adiknya.

"Sakit kak!" keluhnya.

"Sekarang pinjami dia bajumu dan tolong gantikan bajunya." Perintahnya.

"Heemmm... baiklah. Tapi ada syaratnya."

Riku mengangkat sebelah alisnya.

"Baiklah. Apa boleh buat." Jawabnya pasrah.

"Yosshhhh... sekarang kakak tunggu saja di ruang tamu ya." Ia mendorong Riku keluar kamar.

"Iya."

.

.

.

-xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx-

.

.

.


30 MENIT KEMUDIAN


"Kakak kemarilah." Rika berteriak dari lantai atas.

Tanpa menjawab Riku berlari menuju kamarnya.

"Dia demam." Ujar Rika saat Riku berdiri di depan pintu kamarnya.

"Apa kita bawa kedokter saja?"

"Tapi bagaimana caranya?"

"Akan ku gendong dia."

"Tapi diluar masih hujan."

Ia menundukkan kepalanya.

"Apa boleh buat aku akan minta bantuannya."

Riku mengambil ponsel di tas sekolahnya.

"Moshi-moshi, Hiruma-kun?"

"Ada apa bocah sialan?"

"Bisa minta tolong. Bisa kau suruh dokter kerumahku sekaran. Disini ada orang yang terserang demam dan diluar hujan lebat. Jadi, bisakah kau membantuku." Jelasnya dengan suara ragu-ragu.

Setan di balik telefon itu mengangkan sebelah alisnya kemudian menyeringai lebar setelah perkataan tim Seibu itu berhenti.

"Akan ku bantu kau. Tapi, ada syaratnya!" ia menyeringai.

"Ba-baiklah. Sudah kuduga hal ini akan terjadi. Huffttt..."

"Okey, syaratnya akan kukasih tau lain kali. Seorang dokter 10 menit lagi akan sampai dirumahmu."

"Arigatou Hiruma-kun."

"Bagaimana kak?" Rika bertanya setelah kakaknya menutup percakapan di ponselnya.

"Dokter akan kesini 10 menit lagi, kau tak usah khawatir Rika." Ia tersenyum hangat dan mengelus rambut adik kesayangannya.

10 MENIT KEMUDIAN

Tok tok tok...

"Mungkin itu dokternya, Rika bukakan pintunya." Perintah sang kakak.

"Baiklah, apa boleh buat." Rika beranjak dari kursinya.

Ia membuka pintu dengan pelan, ia menuruni tangga dan berlari menuju depan pintu.

Pelan tapi pasti ia membuka pintu itu.

"Apa ini kediaman keluarga Kaitani?"

"Ia betul, silakan masuk dokter."

Rika mempersilakan laki-laki dengan seragam putih panjang itu masuk kerumahnya.

"Kemari dokter, ikuti saya."Riku berjalan menuju kamar kakaknya.

"Ia disana dokter!" perempuan sebahu itu menunjuk seorang gadis yang tertidur di ranjang kakaknya.

Dokter yang tak diketahu namanya itu berjalan menuju ranjang dan memeriksa keadaan pasiennya.

Di ambilnya peralatan yang dibutuhkan dan beberapa obat-obatan diserahkan kepada Riku.

"Dia akan baik-baik saja. Biarkan dia istirahat sekitar 4-5 hari dan dia akan kembali seperti biasanya." Ujar sang dokter.

"Baik dok."

"Aturan pemakaian obatnya diminum 1 hari 3 kali setelah makan. Saya permisi dulu."

Dokter itu berjalan melati Riku dan keluar kamar. Rika mengikutinya dibelakangnya.

"Terima kasih untuk semuanya dokter." Rika menundukkan badannya 900

Dokter itu mengaguk dan masuk kedalam mobil dan berlalu pergi.

Rika kembali ke kamar kakaknya.

"Kak, Rika mau tidur lagi. Ini sudah malam dan Rika besok berangkat pagi." Ujarnya.

"Baiklah. Oyasumi Rika-chan."

"Hoammm..." ia menguap dan berjalan menuju kamar disebelah kamar sang kakak.

Dilihatnya jam kecil di dinding dekat pintu keluar.

10.00 PM

"Sebaiknya aku juga tidur, besok aku juga ada latihan. Hoaamm..." ia merebahkan dirinya di ranjangnya.

Riku tidur seranjang dengan Aoi. #Oh tidak... Riku T-T

Aoi masih tertidur pulas dengan suhu badannya yang dingin.

.

.

.

-xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx-

.

.

.


KEESOKAN PAGINYA


Riku membuka matanya pelan-pelan dan beranjak dari tempat tidurnya. Dibukanya gorder yang menghalangi cahaya mentari menerobos masuk ke kamarnya.

Pagi yang dingin menyelimuti suasana hari ini. Burung bernyanyi melantunkan sebuah lagu yang tak diketahui maknanya.

Lagu yang merdu yang mampu memberikan semangat baru di pagi ini.

Di lihatnya sosok gadis yang masih tertidur pulas di ranjangnya.

Cowok terkenal itu mendekati gadis manis itu. Di robohkannya tubuhnya keatas badan gadis itu.

Ia menempelkan dahinya dengan dahi Aoi.

"Masih belum membaik keadaannya." Gumamnya.

Aoi pelan-pelan membuka matanya. Iris mata orangenya menatap dalam-dalam iris mata emerald di depannya.

Mari kita hitung mundur.

3

.

.

2

.

.

1

.

.

"Hentaaaiii..."Aoi menjerit tak karuan.

"Ehhhhh..."

"Aduh..." Riku terjatuh kelantai karena kaget dengan teriakan Aoi.

"Apa yang kau lakukan padaku cowok hentai?" jari telunjuknya menunjuk kearah Riku yang terduduk kesakitan di lantai.

"Kau ini berisik banget, masih pagi tau." Katanya ketus.

"Aku tak perduli."

"Kakak ada apa? Berisik sekali pagi-pagi begini." Rika berdiri di depan pintu, ia masih mengucek-ucek matanya yang masih tak mau terbuka sepenuhnya.

Aoi dan Riku menatap kedepan pintu masuk.

"Apa dia kakakmu?" tanya Aoi tiba-tiba.

"I-iya." Jawabnya heran.

"Kau punya kakak yang hentai." Katanya ketus.

"Huuuaaaapppaaaa... Apa kau bialang?" Rika sangat terkejut.

Kedua matanya kini menatap Aoi tajam.

"Apa maksudmu kakakku hentai. Jelaskan?" kedua tangannya di letakkan di sebelah pingangnya.

"Saat aku bangun tadi pagi aku melihat dia menempelkan dahinya di atas badanku dan kedua tangannya diletakkan di samping badanku." Jelasnya.

Rika menatap Riku tajam.

"Huhh.. begitu. Kakakku Cuma mengecek keadaanmu."

"Eh apa maksudmu?"

"Semalam kau demam dan mungkin kakak berniat mengecek suhu badanmu dengan menempelkan dahinya di atas dahimu. Dia juga selalu seperti itu saat aku terkena demam." Rika menjelaskan dengan cepat.

"Oh.. begitu. Baiklah maaf Riku Kaitani sudah menuduhmu yang bukan-bukan." Gadis berambut panjang itu menatap Riku.

Riku hanya menangapinya cuek.

"Aku mau mandi. Hari ini aku tak masuk sekolah. Aku akan menemanimu. Rika sebaiknya kau cepat siap-siap." Perintahnya.

"Baik kak." Rika keluar kamar kakaknya dan masuk kekamarnya.

Riku sendiri masuk ke kamar mandi. Tapi sebelum ia masuk lengannya di tahan oleh Aoi.

Riku menatap lengannya kemudian beralih kewajah orang yang menahannya.

"Apa?" tanyannya singkat.

"Maaf merepotkan. Aku akan pergi dari sini sekarang. Jadi kau bisa masuk sekolah hari ini."

Ia melepaskan tangannya dari bahu Riku.

"Hemm..." Riku menatapnya heran.

"1,2, dan..." ia mengantungkan kalimatnya ketika Aoi sekarang terjatuh lemas kearahnya.

"Merepotkan saja, sudah tahu sakit masih saja sok kuat." Riku mengendong Aoi keranjangnya.

Wajah Aoi memerah. Perasaannya menjadi hangat dan tak karuan. Jantungnya berdugup kencang. Ia berharap Riku tak mendengar dekat jantungnya yang kencang ini.

"Kenapa kau berdiri di sana saat hujan deras seperti itu?"

Riku membaringkan Aoi di ranjangnya yang empuk.

"Aku menunggu seseorang." Jawabnya lirih.

"Menunggu. Aku punya saran untukmu jika kau telah berusaha untuk mengubah sesuatu namun tetap tak berhasil, cobalah untuk mengubah cara pandangmu."

"Ehh..."

"Hemm, jika kau menunggunya disana dan dia tak datang, carilah cara lain agar bisa bertemu dengannya." Riku melangkah pergi dan masuk ke kamar mandi pribadinya.

"Sebaiknya kau menginap disini sampai sembuh, aku tak akan mengizikanmu pulang sampai saat itu tiba." lanjutnya

"Tapi dia," ia mengantungkan kata-katanya.

"Kau tak mengerti sama sekali Riku Kaitani." Ia berteriak dengan keras.

Kristal bening kini menetes di kasur yang dominasi dengan warnah putih itu.

"Kau tak mengerti, hiks.. hiks..."

.

.

.

-xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx-

.

.

.


Heemmm... Baru Chapter 1, masih lama dan masih banyak hal seru lainnya.

Wekwekwek... XP


Masa lalu Aoi, mungkinkah Riku akan suka dengan Aoi..?

Dan kenapa Riku ngasih nasehat ke Aoi, apakah yang akam terjadi di rumah Riku kalau Aoi harus menginap di rumahnya sampai sembuh ?


Waduhhh... saya iri ama Aoi T_T


.

.

.

R

E

V

I

E

W

.

.

.