First Anxiety: FLESH
Rate: Mature (for gore and violence)
Genre: Slasher, Horror, Thriller, Science Fiction
Disclaimer: Vocaloid by YAMAHA
Pertama bikin fanfic, bertema vocaloid pula. Idenya didapat waktu abis nonton film Rumah Dara dan dengerin lagu Kiyoteru ft. Big Al - Psychopath. Selamat menikmati mimpi buruk...
WARNING: Rate M for explict gore, violence, and mutilation!
Kiyoteru, Miki, dan Yuki mendekati rumah besar di depan mereka. Rumah Miku. Rumah yang dijadwalkan sebagai tempat merayakan pesta BBQ itu tampak sepi dan terisolasi. Apa benar ini rumah Miku? Kiyoteru berinisiatif mengetuk pintu rumah sebanyak tiga kali. Selang beberapa menit kemudian, Kaito, pacar Miku, membukakan pintu.
"Silahkan masuk," ujar Kaito, dingin.
Dengan wajah bingung, Kiyoteru, Miki, dan Yuki memasuki rumah tersebut. Interior rumah tersebut dipenuhi nuansa klasik Eropa dengan lampu kristal sebagai ornamen paling mencolok. Tak lama kemudian, muncul Miku yang tampil anggun dengan gaun panjang berenda. Mirip pakaian ala era Victoria.
"Selamat datang," sambut Miku. "Maaf, pesta BBQ-nya tidak bisa dilaksanakan. Sebagai gantinya, aku dan Kaito sudah membuatkan makanan spesial untuk kalian."
"Te...terima kasih," ucap Kiyoteru, gugup. "Ehm... yang lain tidak datang?"
"Tadi kami mendapat kabar kalau mereka sangat sibuk hari ini," jawab Kaito. "Tapi syukurlah kalian bertiga bisa datang."
"Ah, iya...," Miki tersenyum. Kiyoteru ikut tersenyum kecil, sementara Yuki justru bergidik ketakutan. Kiyoteru bisa menebak bahwa ada yang ganjil dari semua ini. Miku dan Kaito yang mendadak menjadi dingin dan tanpa ekspresi, padahal biasanya selalu ceria. Ketiga orang itu tidak pernah menemui mereka selama sebulan lebih karena Kaito dan Miku sibuk dalam perilisan album duet mereka. Dan sekarang, mereka tiba-tiba mengajaknya, Miki, dan Yuki untuk ikut pesta, yang justru terlalu sederhana untuk disebut pesta?
"Ayo," ajak Miku. "Kita ke ruang makan."
Di ruang makan, mereka disuguhi sajian daging panggang dan minuman berwarna merah yang katanya dibuat dari campuran berbagai sari buah. Yuki dan Miki tampak tenang sewaktu menyantap hidangan tersebut. Tapi, entah kenapa Kiyoteru merasakan keganjilan sewaktu suapan daging pertama masuk ke mulutnya. Begitu pula minumannya, yang ketika diteguk, terasa sedikit amis. Perutnya terasa mual, sehingga ia hanya menghabiskan setengah dari makanan yang dihidangkan.
"Sensei?" tanya Yuki tiba-tiba. "Kenapa?"
"Ah, enggak. Nggak apa-apa...," sahut Kiyoteru.
"Nggak apa-apa?" tanya Miki. "Tapi, kok nggak makan lagi?"
Miku rupanya mengetahui hal ini. Ia berkata, "Kalau begitu, kalian harus beristirahat dahulu. Rumah kalian jauh dari sini, bukan? Simpan dulu energi kalian untuk sementara."
Mereka pun mengiyakan. Kaito pun membimbing mereka menuju kamar kosong di lantai atas. Sementara itu, Miku mengeluarkan ekspresi ganjil yang tidak diketahui mereka bertiga, tersenyum seperti sedang merencanakan sesuatu.
Di dalam kamar, Kiyoteru dan yang lainnya sedang tertidur pulas. Kiyoteru dan Yuki tidur di satu ranjang sementara Miki di ranjang terpisah, tak jauh dari ranjang mereka. Awalnya, tidak ada hal aneh yang terjadi. Sampai suatu saat, terdengar suara berisik yang aneh. Kiyoteru terbangun setelah tubuhnya diguncang-guncang Yuki yang anehnya langsung menangis tidak jelas.
"Sensei... Sensei...," Yuki terisak-isak.
"Huaaahhh...," Kiyoteru menguap dan mengambil kacamatanya. "Ada apa, Yuki-chan? Kenapa kamu nangis gitu?"
"Sensei... Kak Miki... huhuhuhu..."
"Ada apa sama Miki?"
Sambil menangis, Yuki menunjuk ranjang yang ditempati Miki. Anehnya, ranjang itu sudah kosong.
"Mungkin dia lagi ke kamar mandi...," ujar Kiyoteru santai, sambil mengelus rambut Yuki.
Yuki tetap menangis. "Nggak, sensei! Tadi aku lihat Kak Miki diseret-seret sama dua orang, gak tau siapa..."
Belum sempat Yuki meneruskan ucapannya, terdengar suara deru gergaji mesin dari suatu ruangan, disertai jeritan yang tak asing lagi.
"SAAAKKKIIIITTTTT! TOLOOOOONNNGGGG!"
"Miki?!" Kiyoteru terbelalak kaget. Ia bangkit dari ranjangnya sambil membawa Yuki dan keluar dari kamar, mencari Miki. Mereka berlari mencari sumber jeritan tersebut, sampai akhirnya mereka berhenti di depan pintu yang terkunci rapat. Kiyoteru lalu mendobrak pintu sekuat tenaga, sampai terbuka pada dobrakan yang ketiga.
Alangkah terkejutnya pria itu, begitu melihat kondisi Miki yang sangat mengenaskan; Kedua tangan dan kakinya putus tak jauh dari tubuh, namun Miki sendiri masih hidup. Cipratan darah segar membanjiri ruangan itu. Dan yang lebih mengejutkan lagi adalah kehadiran Miku dan Kaito yang memegang golok, pisau, dan gergaji mesin yang suaranya terdengar tadi. Yuki ketakutan, sementara Kiyoteru kaku dan tak sanggup berbuat banyak.
"Kiyoteru-kun...," desis Miki sambil menangis. "To..."
KREK! Miku memelintir leher Miki sampai sejajar dengan punggungnya. Mata Miki langsung terbalik dan mulutnya mengeluarkan darah. Setelah itu, Miki sudah tidak bernyawa lagi.
Kiyoteru bergidik ngeri, namun tubuhnya sudah terlanjur kaku. Dengan sadisnya, Kaito menghantamkan pisau ke leher Miki, memenggal kepala dan memotong perutnya sampai usus Miki terburai keluar. Tak cukup sampai di situ, kepala Miki dihantam dengan martil sampai tengkoraknya pecah dan cairan pelindung otaknya keluar. Bau amis darah, daging, dan cairan dari kepala Miki memenuhi seluruh ruangan. Yuki bergidik ketakutan sambil menutup hidungnya, tak kuat mencium aroma mengerikan tersebut. Dengan kasar, otak Miki diambil dan matanya dicungkil.
"Ka, kalian...!" Kiyoteru pun mulai bersuara. "Kenapa kalian membunuh Miki?!"
Miku tersenyum misterius. "Bukan cuma Miki, kok."
Lalu, dia memberi isyarat pada Kaito untuk membuka lemari yang ada di sudut ruangan itu yang ternyata adalah ruangan jagal. Begitu Kaito membuka lemari, terlihat koleksi potongan tubuh dan kepala manusia yang Kiyoteru dan Yuki kenal. Gakupo, Meiko, Luka, si kembar Len dan Rin... mereka semua mati mengenaskan dengan beberapa organ tubuh yang hilang. Dan dengan sekejap Kiyoteru mulai paham situasi yang menimpanya; ia dan Yuki adalah korban selanjutnya...
Kiyoteru berusaha berpikir cepat. Nyawanya dan Yuki terancam oleh tajamnya pisau dan gergaji mesin Kaito dan Miku. Bau amis darah makin tercium tajam, membuat Kiyoteru dan Yuki semakin mual. Yuki terus- menerus menutup hidungnya dengan satu tangannya sembari mengeratkan genggaman tangan yang lainnya pada tubuh Kiyoteru yang berdiri kaku, namun dari raut mukanya, ia tampak menahan jijik, takut, sekaligus marah.
"Kaget?" Kaito tertawa. "Mereka datang ke sini beberapa hari sebelum kalian datang. Yah, Gakupo-lah yang paling menyusahkan. Dia jago bela diri, tapi hanya sampai kedua tangan dan kakinya kami gilas. Benar-benar menu yang istimewa."
"Kejam...," desis Kiyoteru. "Apa kalian sadar kalau yang kalian bantai adalah teman-teman kalian sendiri?!"
"Teman?" Miku mendelik, menatap Kiyoteru tajam. "Ini cuma permainan. Siapapun yang bertahan hidup akan jadi pemenangnya. Kalian tinggal pilih, membunuh atau dibunuh."
"Kau...," Kiyoteru menggeram, namun tubuhnya tetap kaku.
"Ya. Daging mereka lezat sekali. Beruntung juga kali itu dan sekarang. Kau, Yuki, dan Miki adalah menu istimewa kami."
DEG! Jantung Kiyoteru berdegup kencang. Mereka kanibal? Tak bisa dibayangkan dua orang yang selama ini tampak biasa-biasa saja adalah pemakan daging sesamanya. Mata Kiyoteru kembali menatap tubuh Miki yang sudah terpotong-potong dan kepalanya hancur. Rasa mual itu kembali hadir, melebihi rasa mualnya ketika ia menyantap daging dan meminum sirup merah saat makan malam. Perutnya kembali bergolak dan kepalanya merasakan pening yang luar biasa.
"Dan beruntung juga," Kaito menatap Kiyoteru dan Yuki bergantian, juga melirik jasad Miki. "Kalian telah mencicipi daging lezat dan darah serta cairan tubuh mereka, sebelum kalian menemui ajal."
UGH! Kiyoteru merasakan gejolak di perutnya semakin hebat. Kepalanya semakin pening. Ia pun menengok ke arah samping kiri tubuhnya dan muntah. Daging yang ia makan beserta minuman yang ia minum keluar bersama cairan-cairan lambungnya. Ia mengernyit jijik ketika melihat sekelompok belatung menyembul dari balik onggokan daging tersebut. Belatung-belatung itu tidak hancur oleh asam lambung karena waktu masuk ke dalam daging masih dalam wujud telur. Yuki yang semakin mual pun ikut memuntahkan seluruh isi lambungnya, yang juga terdapat sekelompok kecil belatung. Untuk menambah efek menjijikkan, Kaito mengambil lambung Miki dan membelahnya. Ada sekelompok kecil belatung juga di situ.
"Wah, sayang sekali, daging orang-orang yang kami bantai sebelumnya sudah terkontaminasi," desis Kaito. "Oke. Dari pada berlama-lama, kalian juga akan kami kirim ke akhirat."
Otak Kiyoteru berusaha berpikir cepat. Ia juga berusaha menggerakkan kakinya. Kaito dan Miku sudah siap dengan senjata masing-masing. Dan pada detik ke empat puluh, ia berhasil mengumpulkan keberaniannya, menggendong Yuki, dan keluar dari kamar jagal tersebut.
"Sialan!" dengus Miku. "Kaito-kun, kita juga harus bergerak cepat! Ayo!"
"Oke," Kaito mengangguk dan mereka pun berlari mengejar Kiyoteru dan Yuki.
Aksi kejar-kejaran tak terelakkan. Kiyoteru dan Yuki harus segera kabur dari rumah jagal ini, apapun caranya. Mereka pun menuruni tangga, nyaris meluncur karena kaki Kiyoteru yang membopong Yuki nyaris tidak menyentuh anak tangga. Tapi tepat ketika akan mencapai anak tangga terakhir, Kiyoteru mendengar bunyi tusukan dan melihat cipratan darah, yang datang dari belakang tubuhnya. Alangkah terkejutnya pria itu begitu melihat Yuki menangis kencang sambil memegang telinga kirinya yang tertusuk anak panah.
"Sensei... saaa...kiiittt...!" jerit Yuki. Kiyoteru pun berhenti dan langsung mencabut anak panah yang menancap di telinga Yuki. Darah menetes dari telinga kiri gadis kecil tersebut. Yang lebih parah, saluran telinganya robek dan gendang telinganya pecah.
"Tenang, Yuki-chan...," Kiyoteru mengecup pipi Yuki dan mengelus rambutnya dengan lembut. "Tahanlah sebentar. Kita akan segera kabur dari sini..."
Suara gergaji mesin itu terdengar kembali. Kaito dan Miku muncul di hadapan mereka. Kali ini, Miku memegang busur dan panah. Kiyoteru dan Yuki mundur beberapa langkah.
"Kalian tidak akan bisa kabur dari sini!" Miku tersenyum mengerikan.
Kiyoteru menjadi panik. Ia meraih vas bunga yang berada di dekatnya dan melemparnya. Vas bunga itu tepat mengenai kepala Kaito sampai mengeluarkan darah. Anehnya, Kaito seolah mati rasa. Ia kembali menatap Kiyoteru dan Yuki penuh nafsu.
"Gila! Bagaimana mungkin dia tidak kesakitan?" batin Kiyoteru. Ia berniat menyuruh Yuki mundur, tetapi ia kaget begitu mengetahui Yuki sudah dibekap Miku yang kini mengarahkan tang ke kuku jari Yuki.
"Jangan bergerak," desis Miku. "kalau kau tidak ingin anak ini celaka."
Kiyoteru semakin kaku. Ia pun diam di tempatnya. Kaito sudah mengarahkan gergaji mesin ke perut Kiyoteru, membuat niatnya untuk lolos sirna begitu saja. Maut sudah akan menjemput mereka. Kiyoteru hanya bisa pasrah melihat Yuki menangis ketakutan sekaligus menahan sakit di telinga kirinya.
Miku tersenyum misterius, seraya menjepit ujung kuku jari Yuki dengan tang tersebut, dan secara kasar menariknya sampai kuku Yuki terlepas. Yuki menjerit kesakitan.
"Yuki-chan!" Kiyoteru menjadi panik.
"Diam!" Kaito mendekatkan gergaji mesinnya ke perut Kiyoteru. Kiyoteru jadi tak bisa berbuat banyak, bahkan sampai kesepuluh kuku jari Yuki tercabut dari jari-jarinya. Kiyoteru hanya bisa pasrah sembari menahan kemarahan di hatinya. Matanya tanpa sengaja beradu dengan mata Kaito. Kiyoteru menyadari bahwa di dahi Kaito ada bekas luka. Sepertinya bekas tusukan. Ia pun menoleh kepada Miku. Ada bekas luka yang sama di dahinya. Kiyoteru berpikir, apa jangan-jangan kepala mereka berdua pernah tertusuk sesuatu? Terbesit pernyataan guru Biologinya waktu SMA dulu sewaktu menerangkan materi sistem koordinasi manusia.
"Otak besar manusia terdiri atas empat bagian utama, yaitu lobus frontalis, lobus temporalis, lobus parientalis, dan lobus oksipitalis. Lobus frontalis terletak pada bagian depan dan berperan penting dalam kecerdasan, memori, dan kepribadian. Pada kasus Phineas P. Gage, yang kepala bagian depannya tertusuk besi, diketahui bahwa kerusakan pada bagian lobus frontalis dapat mengakibatkan perubahan perilaku manusia..."
"Oh, begitu...," pikir Kiyoteru. "Mungkin kepribadian mereka berubah gara-gara tertusuk sesuatu pada otak depan mereka."
Kiyoteru tersadar dari ingatannya saat melihat perut Yuki ditusuk pisau yang dipegang Miku. Cipratan darah Yuki pun keluar dan sebagian kecil masuk ke mulut Kiyoteru yang menganga karena kaget. Mendadak, Kiyoteru merasakan pening yang luar biasa, seolah-olah ada yang berusaha memberontak dan mengambil alih tubuhnya. Ia pun jatuh ke lantai sambil memegang kepalanya. Pandangannya kosong.
"Hei, kau kenapa?" Kaito merasakan keganjilan pada diri Kiyoteru.
"Mungkin dia shock," Miku mencabut pisau dari perut Yuki. Gadis kecil itu rubuh dan terbatuk-batuk. Mulutnya mengeluarkan darah.
"Se-sensei...," air mata Yuki berlinang. Ia menahan sakit yang luar biasa sekaligus ketakutan melihat kondisi Kiyoteru. Tapi, beberapa detik kemudian, Kiyoteru bangkit dan mengangkat wajahnya yang seketika tanpa ekspresi. Bola matanya pun berubah menjadi merah darah. Ia meraih leher Kaito yang berdiri kaku menatap perubahan yang drastis pada dirinya, dan memelintirnya sampai patah. Kaito menjerit kesakitan dan menjatuhkan gergaji mesinnya. Diseretnya Kaito ke sudut ruang tamu yang terdapat koleksi katana. Diambilnya salah satu katana dan dihunuskannya ke arah Kaito.
"Ka...Kau...," Kaito berdesis lirih, dan...
JRASSSSHHH!
Kiyoteru menebas leher Kaito sampai putus dan tewas. Melihat itu, Miku semakin emosi dan mengacungkan pisaunya ke arah Kiyoteru.
"Kurang ajar!" bentak Miku. Kau sudah membunuh Kaito! Kau juga akan mati!"
"Oke," Kiyoteru mendekati Miku. "Kita bertarung. Membunuh, atau dibunuh, seperti yang kau katakan."
Keduanya pun bertarung sengit. Miku menodongkan pisaunya berkali-kali, berusaha menebas Kiyoteru. Kiyoteru pun sama, mengayunkan katananya berkali-kali. Pertarungan sengit itu berlangsung selama hampir lima belas menit, sebelum akhirnya katana Kiyoteru dihujamkan ke jantung Miku hingga tewas. Kiyoteru tahu, dia sudah menang, walau sekujur tubuhnya juga terluka.
"Sensei...," Yuki masih menangis menahan sakit. Kiyoteru pun langsung menggendong Yuki.
"Ayo kita pulang," bisik Kiyoteru, sebelum akhirnya meninggalkan rumah tersebut.
RnR, minna~~ Gomen kalau banyak kesalahan, maklum user baru. ^^
