Hari senin,
Hari yang paling dibenci oleh hampir semua umat, terutama para manusia berstatus pelajar. Hari luar biasa sibuk dan menjadi akar dari segala masalah. Bukan, bukan harinya yang salah, melainkan manusia-manusianya yang terlalu santai di hari libur mereka yang mungkin hanya satu hari atau kurang.
Di senin kali ini sepertinya jalanan tidak akan terlalu padat karena hujan yang mendera kota Daegu cukup deras dan tampaknya akan berlangsung agak lama. Alasan yang baik untuk membolos bukan? Ya, setidaknya itu yang ada di pikiran seorang Min Yoongi, mahasiswa semester 3 di Hanlim University. Dibandingkan harus ber- repot-repot -ria untuk menembus hujan menuju ke kampus tercintanya, ditambah bayangan akan hukuman yang akan diberikan sang dosen killer bernama Mr. Park Jinyoung jika ia terlambat cukup kuat untuk tetap membuatnya berbaring malas-malasan di lantai beralaskan kasur busa setipis karpet.
Rambut tosca miliknya acak-acakan karena kepalanya yang tak bisa diam, mengguling kesana-kemari demi mendapatkan posisi nyaman untuk segera terlelap. Bibirnya mendesah gusar, membuat tubuhnya sukses berada di posisi terlentang.
Tak biasanya ia sulit tidur seperti ini. Apa lagi hari ini senin, dan di luar hujan, sangat cocok untuk bergelung dalam selimut dan menjelajah alam mimpi bukan? Namun tampaknya kali ini si surai tosca harus mencari tahu kegundahan yang melanda dirinya ini.
" Ahh... Begopa... " lirihnya dalam posisi meringkuk. Dirinya baru ingat kalau ia belum makan apa pun sejak kemarin, sesuatu terakhir yang masuk ke mulutnya adalah asap rokok yang kemarin ia sesap selama berjam-jam demi menghilangkan stres yang melanda.
Bangunlah pemuda berkulit pucat tersebut dari surpet miliknya, berjalan ke arah dapur untuk mencari barang sebungkus mie instant. Pemuda bernama Yoongi itu mengutuk dirinya sendiri yang terkadang kelewatan batas jika dalam kondisi tertekan, semalaman menyesap batang nikotin itu hingga tersisa dua batang lagi pagi ini.
" Sial! " umpatan pertamanya untuk pagi ini. Jemari kurusnya mengepal kuat ketika mendapati stok mi instan miliknya habis di pertengahan bulan oktober ini. Yoongi mengapai sisa nikotin yang dimilikinya, berniat menyesapnya demi mengganjal lapar yang melanda namun tak dilakukannya. Pemuda itu berjalan menuju sofa tua dengan hiasan sobek dimana-mana yang terletak di samping surpet kesayangannya. Dilihatnya sebuah coat hitam tergeletak di atas kursi busa itu. Yoongi menyeret paksa satu-satunya coat mahal yang ia miliki itu, dibawanya menuju keluar rumah dan digunakan untuk menembus hujan yang mengguyur sepanjang jalannya menuju super market.
" Hyung! "
Gema dari suara panik itu mengejutkan seseorang yang ada di dalam ruangan kesehatan. Pria berkaca mata yang sedang menghirup inhaler itu menatap pemuda berambut oranye yang datang dengan wajah dan tubuh penuh peluh.
" Kenapa? " Tanya pria berkaca mata itu tanpa mengalihkan pandangannya dari si rambut oranye.
Yang lebih muda masuk lebih dalam, berhenti di depan kasur yang diduduki kakaknya lalu menunjukkan layar ponsel yang menampilkan sebuah percakapan di salah satu grup chating berjudul " kelas C "
Miss Hana
Mom, hari ini anak-anak dipulangkan lebih cepat karena adanya rapat dadakan untuk kelulusan. Anak-anak mohon dijemput karena di luar sedang hujan. Trims~
Satu pesan paling atas yang membuat si kaca mata reflek menyemburkan teh hangatnya tepat ke ponsel canggih milik Jimin si rambut oranye. Tak ambil pusing untuk meminta maaf pada sang adik, dirinya langsung menyambar tas yang tergeletak di kasur seberangnya, bersiap untuk menjemput adik kecilnya yang lain.
" Hyung, biar aku yang jembut Joseph. " ucap Jimin menahan lengan sang kakak untuk tidak pergi dari ruang kesehatan. Kakak kandungnya itu menatap dirinya dengan satu alis yang mengangkat, meragukan pernyataan dari sang adik bertubuh mungilnya itu.
" Yakin? " tanyanya dibalas anggukan cepat oleh Jimin. Melihat reaksinya yang terlihat senang, membuat sang kakak menyipitkan matanya dan menatap tajam ke arah sang adik. " Kau mau bolos ya? " tuduhnya menyadari gelagat Jimin yang begitu ingin dibiarkan keluar dari area kampus.
Yang berambut oranye menggigit bibir menahan senyum, ditariknya lengan sang kakak lalu dibuatnya sang kakak duduk kembali di kasur. " Hyung kan sedang flu, kalau kehujanan nanti bisa demam lho, " ujar Jimin dengan wajah khawatirnya yang dibuat-buat. " lagi pula Hyung kan ada kelas hari ini, jadi biar aku saja. Oke? " Jimin menyodorkan kembali gelas teh milik kakaknya hati-hati karena takut disembur untuk kedua kalinya. Wajah sang kakak menekuk tajam, menatapnya penuh kecurigaan yang sebenarnya sudah jelas terjawab.
" Hahh... oke... " sang kakak berucap lirih lalu memijat keningnya yang terasa berdenyut. Tangan kirinya dikibaskan di hadapan wajah Jimin, memberikan gestur seperti mengusir hewan pengganggu sambil memalingkan wajah. " pergilah, nanti kuurus izinmu. "
Ucapan dari sang kakak membuat Jimin melesat secepat kilat ke luar gedung universitas. Ditembusnya hujan menggunakan motor merah yang dinamainya James. Sempat tertahan di gerbang karena pertanyaan dari satpam, namun lolos begitu mengatakan alasannya yang ditambah sedikit bumbu-bumbu kebohongan agar mendramatisir situasi.
Perjalanan menuju Sekolah adiknya hanya memakan waktu lima menit dengan James, namun Jimin harus kembali menancap gasnya lebih cepat karena mendapati sang adik yang katanya sudah pulang duluan. Mata sipitnya yang terhalang helm terus mendeteksi semua pinggir jalan, mencari-cari sosok bertubuh setinggi pendek dengan gaya rambut mangkok yang sudah mulai panjang.
Dan James ia berhentikan di depan super market. Helm berwarna senada dengan James itu pun tergantung begitu saja di spion motornya sementara dirinya berlari kencang menuju meja-meja yang ada di depan bangunan super market itu.
" Ya! Park Joseph! " bentaknya ketika melihat sang adik sedang memakan snack dengan santainya di atas kursi yang bahkan lebih tinggi dari tubuhnya. Panik yang melanda Jimin sebelumnya bercampur dengan amarah karena sang adik yang nekat pulang sendiri di tengah hujan deras yang sedang melanda kotanya.
" Minmin! " pekikan bahagia sang adik membuat rasa kesalnya hampir meluap begitu saja. Dipeluknya sang adik dengan begitu erat, mencumbui rambut mengkilap adiknya sambil memberikan cubitan di pinggang kecil sang adik.
" Kenapa tidak tunggu di sekolah? " tanya Jimin sambil membersihkan jemari sang adik yang terlumuri oleh bumbu dari makanan ringan yang disantapnya. " Aku tadi ke sekolahmu tahu, tapi Nana bilang kau pulang duluan. " lanjut Jimin kini menatap sang adik serius, memasang wajah marah yang dibuat-buat agar adiknya mau mengaku.
Joseph menunjuk tasnya yang ada di atas meja, lalu mengangguk-angguk seperti sedang berdendang. " Pororo jam 8! " jawabnya polos. Jimin terkekeh geli, nekat hujan-hujanan demi menonton kartun kesukaannya? Oh adiknya ini sangat mewarisi sifat dirinya di masa lampau. Direngkuhnya tubuh sang adik, kemudian berdiri dan menyampirkan tas gendong bergambar pororo milik adiknya di satu tangan. Niatnya untuk langsung membawa pulang sang adik terhenti saat dirinya menyadari snack yang sudah dimakan adiknya merupakan sebuah Lays rasa ayam bumbu yang tak mungkin bisa dibeli dengan uang jajan adiknya.
" Kamu dapat dari mana ini? "
Sesi interogasi kembali di mulai, Jimin mendudukkan Joseph kembali di kursi. Menggebrak kecil sisi kursi yang kosong untuk menggertak adiknya agar mau berbicara jujur. Joseph kembali menunjuk ke arah yang sama, namun tak ada tas di atas sana karena Jimin sendiri yang memegang benda tersebut.
Bingung dengan tingkah adiknya yang tiba-tiba berdiri di atas kursi dan naik ke meja untuk merangkak menuju seorang pria di ujung sana, membuat Jimin ikut bangkit demi menjaga keselamatan adiknya. " Jo-Joseph! " Jimin berdesis memperingati karena adiknya tiba-tiba duduk dan mengguncang lengan seorang pria yang sedang menenggelamkan kepalanya di lipatan tangan.
" hentikan, Joseph! Kau tidak sop- "
Pria itu bangun, rambut acak-acakannya yang berwarna tosca terlihat begitu mengilap dan halus. Jimin sibuk dengan dunianya, sedangkan Joseph kini sudah tertawa melihat si rambut tosca tersebut sedang mengerjapkan matanya yang masih terasa berat.
" Oh kau, Hyung mu belum datang? " pria yang tak lain adalah Yoongi itu terbangun total dari tidur kilatnya dan sibuk menyugar tataan rambutnya yang pasti sangat amburadul. Belum Joseph menjawab, anak itu tiba-tiba ditarik oleh si rambut oranye ke dalam pangkuannya.
Yoongi mengerenyit bingung melihat pemuda lain yang kini memangku Joseph dan menatapnya dengan tatapan suram. Oh Yoongi paham! Ia berdecih dengan tawa kecil di akhirnya karena mengerti tatapan dari orang yang diduga merupakan kakak dari anak berambut lucu dengan tas pororo yang semula ditemuinya di dalam supermarket sedang menonton tayangan film Pororo. Pasti dia dikira pencuri atau pedofil kan? Ingin sekali Yoongi meneriaki pria yang lancang menatapnya serendah itu, andai ia tahu kalau anak penyuka pororo itu telah menguras isi dompetnya untuk jajan selagi menunggu dirinya, Yoongi dengan senang hati ingin menertawakannya paling keras jika pria itu minta maaf nanti.
" Aku bukan penculik atau pedofil, bangsat. "
" Ya! Jaga bahasamu! "
Yoongi pergi begitu saja setelah mengumpat di hadapan dua bocah berwajah mirip itu. Mengabaikan ucapan Joseph yang terus memanggilnya dan memilih masuk kembali ke dalam supermarket untuk membeli isi kulkas. " hahh... Aku jadi lupa kalau aku sedang sekarat. " gumamnya selagi berjalan mengambil keranjang untuk menampung belanjaannya hari ini.
Memang benar adanya, ia melupakan kondisinya yang sedang sekarat itu saat mendapati seorang anak menggunakan tas Pororo sedang menonton TV yang ada di sudut supermarket sambil mendongkak karena tingginya yang begitu berbeda.
Dihampirinya anak itu walaupun sempat tak mau berbicara dengannya. Dan ketika Yoongi membantunya duduk di atas kursi yang ada di dalam supermarket, barulah anak itu mau berbicara dengannya. Yoongi membelikannya susu kotak dan roti, kemudian menemani anak itu setidaknya hingga ada orang tua yang kehilangan anak.
Tapi ketika tayangan pororo berganti dengan berita tentang pengumuman Asian Para Games dan tayangan ulang dari Closing ceremony yang tayang tadi malam, anak itu merengut malas dan bilang ingin pulang. Yoongi yang awalnya mengira anak ini sedang menunggu orang tuanya belanja pun bingung, kelabakan saat tiba-tiba anak itu meloncat dari kursi dan berjalan keluar begitu saja. Yoongi tak membiarkannya hujan-hujanan, ditahannya anak itu dengan sebungkus Lays yang sebelumnya ia beli untuk dirinya itu. Setelah itu mereka sepakat bekerja sama; Yoongi menunggu Joseph dijemput kakaknya dan Joseph berhenti mengoceh dan mengomel.
Yoongi memasukkan sekitar 10 bungkus mi instan ke dalam keranjangnya, kemudian berjalan ke area daging dan sayur. Mata tajamnya menyeleksi jenis makanan apa yang akan dimasukkannya ke dalam keranjang, dan pilihannya jatuh pada ayam bumbu pedas kemasan yang siap masak. " Oh, ini surga! " ucapnya memasukkan makanan kesukaannya itu ke dalam keranjang.
Perburuannya berlanjut ke sisi minuman, memilih-milih jenis minuman bersoda yang ingin ia gunakan untuk mengisi kulkasnya.
" C-chogiyo... "
Yoongi terguncang kaget karena tiba-tiba seseorang sudah berada di sampingnya, menyentuh pundaknya dan tersenyum bak orang kikuk. Yoongi membuang muka, mengambil asal soda yang ingin dibelinya dan melanjutkan langkahnya menuju ke rak berisi makanan ringan.
Pria itu mengikutinya, mencoba berbicara namun tak ada kata yang keluar selain permisi. Yoongi berbalik dan hendak menuju kasir, namun pemuda itu sudah menjegal tubuhnya, memberikannya ruang yang terlalu tipis dan tak membuatnya banyak bergerak. " Bikyeo. " desis Yoongi merasa tak nyaman dengan keberadaan pemuda di hadapannya yang tak lain adalah Jimin.
Alih-alih menyingkir, pemuda basah kuyup itu justru tersenyum manis dan menggaruk tenguknya. "Aku ingin meminta maaf, kurasa perlakuanku tadi kurang sopan. " katanya dengan matanya yang tenggelam hilang dibalik senyuman. Yoongi membalasnya dengan anggukan singkat dan mendorong tubuh pemuda itu begitu saja demi mendapatkan jalan.
Tapi sepertinya Jimin belum puas dengan reaksi yang diberikan Yoongi, ia mengekor dan menyejajarkan tubuhnya dengan si rambut Tosca kemudian kembali mengajaknya berbicara. " A-aku juga ingin berterima kasih, Joseph bilang kau membelikannya makanan, jadi... " Jimin berhenti sejenak untuk mengambil dompetnya di saku belakang, namun ketika ia selesai mengambil selembar uang seratus ribuan, pemuda itu sudah menghilang dan berada jauh di ujung lorong. Jimin tak semudah itu menyerah, setidaknya ia harus mengenal pemuda itu untuk ia mintai bantuan lain kali mungkin?
" Berhenti mengikutiku! " Ucap Yoongi menjaga jarak dengan Jimin, diambilnya sebungkus sosis berukuran besar dan kembali berjalan menuju kasir.
Jimin mengikutinya lagi, kali ini menjegal langkahnya hingga Yoongi terlihat mendesis geram. "Setidaknya, tolong terima ini. " Jimin menyodorkan uang seratus ribuannya itu pada Yoongi. Namun jelas Yoongi menolak, mana mau ia menerima uang seratus ribu setelah harga dirinya dihina tadi, setidaknya jangan seratus ribu lah...
" Tidak butuh. " Jawab Yoongi singkat dan memilih berbalik arah untuk mencapai jalan lain menuju kasir, walaupun tahu langkahnya akan kembali dijegal oleh pria jeruk. Yoongi jadi bingung, kenapa kakak beradik itu punya gaya rambut yang konyol? Setidaknya Yoongi terlihat makin swag dengan warna rambutnya yang kinclong ini.
Yoongi mendesah frustasi karena keberadaan Jimin yang berdiri menghalangi jalannya, lagi. Yoongi mengacak surainya gusar, dirinya lapar dan ingin segera menikmati mi hangat. Dan Jimin dengan lancang telah memperlambat dan menyiksanya dengan terus membuat dirinya terjebak di sini.
" Kau ingin minta maaf? " Tanya Yoongi akhirnya. Jimin mengangguk dengan wajah lugunya, satu tangannya masih menggenggam uang yang sempat disodorkan padanya tadi. " Ingin berterima kasih juga? " Yoongi bertanya lagi, dan Jimin mengangguk lagi.
Diberikannya keranjang belanja miliknya pada Jimin, kemudian dirinya dengan santai memasang senyum licik dan berjalan menuju kasir. Jimin tidak terlalu bego memang, ia paham Yoongi memintanya membayarkan semua belanjaannya untuk permintaan maaf dan terima kasih, tapi Jimin merasa telah dibodohi karena meminta maaf dan berterima kasih pada pria berambut tosca ini.
Mengumpat dalam hati karena Yoongi seolah dengan sengaja memasukkan apapun benda yang dilihatnya saat melewati rak-rak di sepanjang jalannya, bahkan tangannya dengan santai memasukkan bathrobe dan boneka saat ia melewati rak berisi pakaian dan perlengkapan sejenis lainnya.
Bisa saja Jimin berteriak tidak terima dengan pemerasan tidak langsung yang dilakukan oleh pria di hadapannya itu, tapi Jimin cukup pintar untuk tetap menjaga harga dirinya, lagi pula Jimin tidak ingin beradu mulut dengan pemuda itu, dia terlihat pedas bung!
Keranjang belanjaan sudah penuh dan melambung, namun Yoongi terus berjalan-jalan dan sengaja membuat tangannya pegal karena menungguinya mengeksekusi barang di sepanjang rak.
Perburuan itu berakhir dengan Yoongi yang melemparkan sebungkus kopi instan ke arahnya dan menyuruhnya berjalan lebih cepat. Sial, Jimin dapat karma berkali-kali lipat!
Mereka berdiri dan mengantre di salah satu kasir dengan antrean paling panjang, tentu saja kelakuan si rambut Tosca yang ingin menyiksanya. Jimin memohon untuk pindah antrean karena alasan Joseph sendirian di luar, dan Yoongi mengizinkannya, menarik Jimin ke arah antrean yang kini sudah kosong.
" Ada kartu membernya, Tuan? "
" Tidak. " Jimin menjawab cepat, menaruh keranjang tersebut di meja kasir sedangkan dirinya mengecek isi dompet. Ada tiga lembar seratus ribu won, dan sisanya jika di total hanya ada sekitar dua puluh lima ribu. Jimin mendesis ngilu, rasa mual seketika menyerang dirinya membuatnya ingin lari saja.
Jimin yakin belanjaan ini harganya dua kali lipat dari pada isi dompetnya, dan Jimin lebih yakin kalau si rambut tosca sialan itu tidak mau tahu tentang kondisi dompetnya yang sedang kritis itu. Jimin mau tak mau membuka ponselnya, berniat menggunakan uang di rekening kakaknya dulu untuk menyelesaikan masalah ini sebelum datang masalah baru.
" Sekalian isi pulsanya, Tuan? "
" Tidak, terima kas- "
" Boleh, tolong isi yang lima puluh ribu. "
Mulas, kali ini Jimin mulas. Perutnya bergejolak ingin mengeluarkan teriakan pedas untuk pemuda kurang ajar itu. Jimin total menyesali tindakan baiknya yang dibalas perlakuan kurang ajar oleh Yoongi, berharap tak ada siapa pun di dalam sini demi bisa menonjok pemuda berwajah suram tersebut.
" di sini bisa isi kuota wifi tidak? "
Jimin menggenggam pergelangan tangannya, menggeleng dengan wajah memelas pada Yoongi. Pemuda itu terkekeh melihatnya, pemandangan baru bagi Jimin yang sedari tadi mengutuk wajah kurus dan pucat itu. " Aku hanya tanya. " jawab Yoongi membuat Jimin mendesah lega. Bisa mati dirinya jika uang kakaknya ludes untuk hal yang tidak jelas, alasan apa yang akan diberikannya nanti? Joseph diculik?
" Total semuanya tujuh ratus sembilan puluh dua ribu lima ratus, Tuan. "
Tujuh ratus...
Sembilan puluh dua...
Lima ratus?
Ternyata lebih besar dari dugaan awalnya. Bersyukur karena sang kakak yang tak banyak bertanya langsung memberikan digit angka nomor rekeningnya. Jimin meneguk ludah dan mengusap keringat di kening sempitnya.
" Ah bisa berikan itu? "
Jimin mengumpat dalam diam, menepak kening karena lagi-lagi membeli barang, mau berapa banyak uang yang dikurasnya astaga?! Satu juta?! Jimin akan menjual Yoongi di pasar gelap kalau benar itu yang terjadi, Jimin bersumpah! Jimin bahkan tidak sanggup untuk membuka matanya karena takut melihat nominal yang akan bertambah.
" Anda memiliki resep dokter,Tuan? "
Tapi pertanyaan dari kasir wanita itu membuat Jimin membuka mata dan menoleh pada Yoongi, mengintip kertas yang diserahkan pad wanita kasir itu kemudian dikembalikan lagi pada pemilik aslinya, si pemuda Tosca. Jimin melihat benda berbentuk tablet dimasukkan ke dalam kantung plastik kecil secara terpisah, lalu dimasukkan kembali pada kantung belanjaan di satukan bersama belanjaan yang lainnya.
" Marlboro 1 bungkus, Tolong. "
Jimin melotot horor kali ini saat menoleh pada Yoongi, memastikan bahwa memang Yoongi lah pemilik suara yang meminta sebungkus rokok pada si nona kasir. Tunggu- dia perokok? Astaga Jimin tidak menyangka akan hal itu karena dirinya yang terbiasa tumbuh dilingkungan yang menganggap rokok itu bukan hal yang baik bagi tubuh.
' Kenapa dia merokok walaupun sudah sakit? ' batin Jimin mengingat adanya obat yang dibeli oleh pemuda di sampingnya itu. Jimin nekat bertanya pada pria itu, dan mendapat jawaban yang kurang mengenakkan darinya.
" Kenapa bertanya? Semua pria memang merokok. " jawabnya. Tapi Jimin tidak, Jimin bukan perokok. Begitu juga kakak dan teman-temannya yang laki-laki. Jimin akhirnya menyesali keputusannya untuk bertanya, lagi pula kenapa ia harus peduli pada orang yang sudah memerasnya ini? Jimin jadi emosi lagi kan!
Sampai pada sesi pembayaran, Jimin menekan digit nomor yang diberikan sang kakak kemudian mengembalikan benda untuk membayar itu kembali pada sang Nona kasir. Kini Jimin harus berusah-susah mengangkut belanjaan milik pemuda tersebut keluar. Oh shit, Jimin tidak keberatan jika ia diperlakukan seperti ini oleh kekasih atau istrinya karena jelas ia akan mendapat keuntungan baik dalam hal kasih sayang maupun nafsu. Sedangkan ini, ia dipekerjakan dan juga malah ia yang harus keluar uang sebanyak ini. Ia akan bilang pada kakaknya kalau tadi Joseph diculik dan dimintai tebusan agar ia tak diamuk oleh kakaknya.
Sesampainya di luar, ditemukannya Joseph sedang mengunyah sisa Lays tadi sambil bersantai di atas kursi. Yoongi mengambil salah satu kresek yang ada di tangan Jimin, membawanya pada Joseph dan tersenyum pada anak itu.
Pemandangan baru lagi untuk Jimin.
" Wahh! Pororooo! " anak itu bersorak riang saat membuka isi kresek yang tak lain adalah boneka penguin yang besarnya hampir menyamai tubuhnya. Dipeluknya erat-erat boneka tersebut membuat Yoongi lagi-lagi tersenyum, dan Jimin terpaku melihat senyuman tersebut. Ditambah lagi wajah pucat Yoongi yang tiba-tiba memerah saat Joseph mencium pipinya dan mengucapkan sebuah kalimat yang tak dapat didengarnya. Wajah merona itu terlihat begitu manis saat Yoongi dengan gugup menutupi sebagian wajahnya namun memaksa untuk terus berwajah datar karena menyadari kehadiran Jimin.
" Berikan aku uang taksi. "
Jimin melongo, bisa-bisanya ia masih meminta uang pada Jimin setelah perlakuan kurang ajarnya. Namun Jimin bagaikan terhipnotis, tangannya merogoh saku celana dan memberikan selembar seratus ribuan yang memang sebelumnya ingin diberikan pada Yoongi. Lalu tanpa maaf tanpa terima kasih, Yoongi mengambil seluruh belanjaannya dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan apapun padanya.
Hal terakhir yang Jimin sadari adalah Joseph yang melambai pada pemuda yang sudah berada dalam taksi tersebut.
" Tunggu... Uangku... " Jimin merogoh kantong celananya lagi, memastikan bahwa uang seratus ribu tadi tidak benar-benar ia berikan pada si pemeras tersebut. Tapi nihil, hanya tersisa uang yang ada di dalam dompetnya yang sudah kita ketahui nominalnya di dalam market tadi.
Tak ingin mendapat kesialan lagi, Jimin menarik Joseph beserta boneka dan tas penguinnya menuju motor dan segera melesat pulang ke rumah yang tak terlalu jauh dari tempatnya saat ini. sempat memiliki ide untuk menyalip taksi yang ditumpangi Yoongi, namun urung karena selain membahayakan fisiknya bisa-bisa Yoongi menghasut sopir taksi tersebut untuk meminta ganti rugi nanti.
Next jangan? :V
Terinspirasi dari :
Saya mau beli mi ke supermarket, ketemu anak kecil nangis karena lupa jalan pulang.
Saya tanya daerah rumahnya, saya yang gak tahu jalan :V
Pada akhirnya saya jajanin tu anak, biar gak nangis.
Katanya kakaknya biasanya jemput dia jam 12, tapi jam 10 sudah pulang jadi gak ada teman di sekolah, makanya pulang sendiri.
Saya bawa dia balik ke sekolahnya dan nungguin kakaknya jemput sampe berjam-jam.
Sudah datang, malah nuduh saya culik :] adiknya di suruh jauh-jauh dari saja.
Lalu akhirnya minta maaf dan ngasih saya duit, tapi saya tolak.
Eh ngotot, malah nawarin buat traktir saya.
Yaudah saya beli chitato yang gede :V sekalian mi instan sama sosis :V (Saya tidak sekejam suga kok)
Eh berakhir dengan dia tiba-tiba ngajak temenan. Wajar kan saya ngira dia mau modus nyuruh saya jagain adiknya lagi kalo dia telat Jemput?
Oke cukup. Intinya, Next Jangan? :V
Satu lagi,
MinYoon;
Jimin (seme) tapi lembut, Yoongi (uke) tapi kasar.
Atau
YoonMin;
Yoongi (seme) tapi tsundere, Jimin (uke) tapi gentle.
Atau dua duanya gantian? Saling menusuk?
:V
