Hari ini Jihoon sengaja datang lebih lama dari hari biasa, toh hari ini mau ia datang atau tidak, tidak akan berpengaruh pada nilai di raport. Niatnya mau berangkat bersama Mamanya, tapi tepat satu jam sebelum berangkat, ternyata sang Mama terkena diare. Jadi mau tidak mau yang akan datang ke sekolahnya ya Papanya.
Setelah membayar uang kepada supir taksi, Jihoon segera berlari menuju kelasnya yang ada di lantai dua. Celana seragamnya terkena noda lumpur di beberapa bagian, membuatnya sedikit kesal. Mulutnya menggerutu saat kakinya mulai bergetar kedinginan, dalam hati ia mengumpat pada beberapa teman kelasnya karena semalam mereka berdoa hujan agar bisa tidur nyenyak, dan hujan malah turun pada pagi hari.
"Jihoon-i."
Jihoon mendongakkan kepalanya, tersenyum saat seseorang melambaikan tangan padanya. Ia dengan segera menghampiri kekasihnya itu, ya seseorang yang melambaikan tangan itu adalah Jinyoung Bae.
Jinyoung menepuk bangku disebelahnya, bermaksud menyuruh Jihoon duduk disampingnya. "Cemberut aja, kenapa?"
"Aku kedinginan nih, Bae." Jihoon mendudukkan bokong berisinya tepat disebelah Jinyoung, "Aku nggak pakai sepatu soalnya."
Jinyoung mengerutkan keningnya, lalu mengusap surai Jihoon yang terkena tetesan air hujan. "Udah tahu hujan pasti dingin, kenapa malah pakai sandal?"
"Sepatuku udah kucuci semua kemarin, sudah bersih di kotak sepatu. Kan sayang kalau dipakai becek-becekkan."
Jinyoung tertawa pelan lalu melepaskan sepatu birunya, berjongkok di depan Jihoon yang masih cemberut. Perlahan ia melepaskan sandal hitam yang dipakai Jihoon, membuat si pemilik sandal melotot pada lelaki yang lebih muda setahun darinya itu. Tapi belum sempat protes, Jinyoung lebih dulu berbicara. "Tadi kamu ngeluh kedinginan, yaudah pakai aja sepatuku dulu, biar aku pakai sandalmu." Jinyoung menatap Jihoon, "Dan aku tidak menerima penolakan."
.
.
Jihoon menggigit kuku jarinya, pertanda jika ia mulai gelisah. Pasalnya Papanya belum muncul juga dari satu jam lalu.
"Sudah kasih tahu papamu? Benar?" tanya Jinyoung yang dijawab anggukkan oleh Jihoon. Jadi sebagai pacar yang baik, Jinyoung harus menenangkan Jihoon. Ia mengelus pundak Jihoon lembut, "Sabar deh, mungkin kejebak macet di jalan."
"Bae-ya."
"Hm?"
"Gimana nilai raportnya?"
Jinyoung tersenyum bahagia, lalu menatap Jihoon. "Bagus kok, kata Papaku aku boleh minta apa aja gara-gara masuk tiga besar." Jihoon balik menatap Jinyoung. "Jadi, minta apa?"
"Minta nikah sama kamu."
"Heh!"
.
.
"Yaudah, Om duluan ya Jinyoung."
Jinyoung tersenyum, "Iya om."
"Papa balik ke kantor dulu ya, jangan ngerepotin Jinyoung kamu."
Jihoon merengut, "Iya iya pa."
Selepas papanya pergi, Jihoon mencibir. "Yang anaknya itu aku atau kau sih?"
Jinyoung tertawa, "Kan aku nanti jadi anak Papamu juga."
Jihoon hanya memutar kedua matanya malas. Tapi kemudian ia senyum iseng. "Bae-ya."
Jinyoung menoleh pada Jihoon, "Ya?"
Jihoon menatapnya tanpa dosa. "Kamu nggak mau ambil raport?"
Jinyoung mengerutkan dahinya. "Raport siapa, Ji?"
"Raport anak kita. Ehehehe."
"Tapi kan kita belum punya anak, gimana dong?"
"Yaudah buat sekarang yuk Bae, mumpung lagi dingin-dingin."
"Oh jadi kamu mancing ya? Yaudah, ayo sekarang buat di kamarku."
Dan setelah itu terdengar riuh suara dibelakang mereka.
"ANJIR TELINGA POLOS GUEEE..." ㅡHyeogseob.
"WAH WAH ASIK TUH DINGIN-DINGIN DI KAMAR..." ㅡWoojin.
Dan suara suara riuh yang lainnya.
.
.
.
.
.
.
[3/4]
Bakal kangen jaman degdegan nunggu raport dikasih, terus sampe rumah diceramahin:)))
Maaf untuk typo. Dan review?
