Kim Hanbin menghilang! Nomornya tidak aktif dan semua chat online-nya pending. Terakhir dia pergi, dia terombang-ambing di laut Jeju. Sekarang?
#binhwan #bjin #ikon #t #yaoi
FF GIFT BUAT AUTHOR SILVIEVIENOY96 YANG NAMBAH UMUR HARI INI
HEPIBESDEH~*tabur confetti*
.
.
.
LOST
Kim Hanbin menghilang!
Nomor ponselnya tidak aktif, semua chat online-nya pending, bahkan keberadaan androidnya tidak terdeteksi oleh GPS dan Jinhwan berharap kekasihnya itu mati saja sekalian. Sudah tak terhitung berapa kali Hanbin lenyap tanpa bekas dari peredaran radar Jinhwan. Terakhir kali dia pergi tanpa pamit adalah saat dia ikut teman-teman sekelasnya memancing di perairan sekitar Jeju. Sehari semalam tak ada kabar, tahu-tahu jam tiga pagi dia muncul di depan pintu kamar apartemen Jinhwan dengan badan bau amis dan tangan menenteng satu karung berisi kerang, ikan, serta gurita.
"Oleh-oleh!" serunya saat itu dengan wajah lecek berhiaskan senyuman lebar tanpa dosa, membuat darah Jinhwan mendidih seketika dan tanpa dia sadari tinjunya sudah melayang sebelum mulutnya bertindak. Pagi-pagi buta mereka dicaci maki seisi apartemen karena membuat gaduh di koridor.
Dan kali ini entah kemana lagi manusia tiang itu pergi. Alih-alih membuat kejutan atau apapun yang sering dikatakan teman dekat Jinhwan setiap kali dia mengeluh soal Hanbin yang doyan menghilang, setelah hampir setahun menjalin hubungan dengan namja yang dia kenal melalui salah satu temannya itu Jinhwan tidak mau lagi berharap muluk-muluk. Sebab Hanbin selalu di luar ekspektasi, jalan pikirannya tidak bisa dinalar oleh manusia biasa, dan akhir dari tingkahnya pasti hanya akan membuat emosi.
Jinhwan lelah dengan kekasihnya dan semua kebiasaan lamanya yang sukar diubah bahkan setelah mereka jadian. Berkali-kali dia mengingatkan namja itu kalau ingin pergi kemana-mana setidaknya harus memberi kabar tapi dengan santainya Hanbin beralasan jika dia terbiasa menerima ajakan dadakan dari teman-temannya. Komunitas fotografi dan kelas desain grafis yang diambil pemuda tersebut memang penuh dengan momen kejutan tak diduga. Bisa saja matahari terbit dengan tenang di pagi hari, membangunkan Jinhwan di pelukan kekasihnya bersama kicauan burung dan ponsel yang berbunyi. Awalnya dia kira itu suara alarm, tapi ternyata telpon masuk.
"KIM HANBIN, NELAYAN DI BUSAN BARU SAJA MENANGKAP IKAN RAKSASA DAN AKAN DIBEDAH DI TEMPAT! KUMPUL DI KAMPUS SETENGAH JAM LAGI!"
Dan di detik selanjutnya, 'Kim Hanbin not found'. Baru kemudian di siang hari pemuda itu tergoboh-goboh menemuinya di kantin yang sedang nongkrong sambil makan dengan beberapa teman dekatnya, langsung dengan bangga Hanbin memamerkan jepretan demi jepretan kameranya memperlihatkan bagaimana ikan raksasa yang ditangkap nelayan Busan pagi tadi dipotong, dikeluarkan isi perutnya, dibersihkan, dan Jinhwan menendang kekasihnya langsung dari kursi sampai dia terjungkal. Mempertontonkan gambar seperti itu saat seseorang sedang makan, MENJIJIKKAN!
Itu belum seberapa, di peringatan dua ratus hari mereka menjalin kasih, Jinhwan bermaksud untuk melakukan pesta kecil-kecilan. Candle light dinner antara dia dan Hanbin. Oleh karenanya sejak pagi, seharian penuh namja mungil tersebut berkutat di dapur, membuat kue, memasak makanan kesukaan sang pacar sambil mengupas buah untuk dijadikan manisan. Dia bahkan meletakkan meja serta kursi, menata dan mendekornya di atap apartemen sebab Hanbin bilang dia ingin menghabiskan waktu di atap semalaman. Sore yang dijanjikan tiba dan tumben sekali pemuda jangkung itu datang tepat waktu ... bersama segerombol teman sekelasnya lengkap dengan tripod, kamera, dan beberapa tumpuk laptop.
"Kami dapat info dari kelas astronomi kalau malam ini akan ada hujan meteor," ujar namja yang lebih muda tidak menjelaskan apapun. "Kali ini aku tidak hanya akan memfotonya, tapi aku akan merekamnya dan membuat film untukmu, Jinan," sambungnya lalu mencubit pelan hidung Jinhwan yang hanya dapat memberikan tatapan antara hidup dan mati. Jadilah, semalaman penuh pria mungil itu tidak tidur, bukan karena merayakan momen dua ratus hari jadiannya dengan Hanbin tapi sibuk menepoki nyamuk serta mengurus sepuluh laki-laki yang ternyata sama saja dengan kekasihnya, sekali sudah duduk menghadap tripod tidak akan beranjak lagi kemana-mana dan akan lupa segalanya.
"Mungkin Kim Hanbin tidak serius pacaran denganmu, Jinan." Adalah kalimat yang sering didengar Jinhwan bercampur dengan saran teman-temannya setiap kali dia mulai membahas soal Hanbin.
Di awal jadian, Jinhwan tidak menggubris godaan seperti itu, dia hanya beranggapan mungkin saja Hanbin belum bisa menyesuaikan diri dengan status barunya yang sudah memiliki kekasih. Karena tak bisa dipungkiri, hidup sendiri sebagai single yang biasa luntang-lantung sesuka hati memang sangat berbanding terbalik dengan mereka yang kemudian punya seseorang yang selalu menanyakan sedang apa dan sedang ada dimana. Jinhwan juga tidak mengelak kalau ada yang mengatainya posesif sebab bukti nyata alasan dia putus dengan pacar terdahulunya juga adanya keluhan soal dirinya yang terlalu cerewet ingin tahu kekasihnya sedang apa, dimana, dan dengan siapa.
Belajar dari pengalaman masa lalu, Jinhwan tak ingin terlalu ikut campur pada kegiatan pribadi Hanbin, sebisa mungkin dia selalu memberinya privasi terutama pada hobi jalan-jalannya untuk mencari objek foto. Tapi di situlah letak permasalahannya, di saat Jinhwan menahan diri untuk tidak bersikap posesif, justru kekasihnya tidak mengimbangi dengan kepekaan akan semua kodenya. Kim Hanbin adalah tipe orang yang kalau tidak ditampar tidak akan sadar jika pipinya sedang digigit nyamuk dan Jinhwan dilema antara harus terus membiarkannya asyik dengan dunianya sendiri yang membuat jarak di antara mereka semakin lebar ataukah harus bersikap egois lalu mengomelinya panjang lebar dengan resiko Hanbin juga akan menuduhnya cerewet lantas berakhir meninggalkannya. Meski bukan yang pertama, Jinhwan tak ingin kehilangan Hanbin.
Memang benar Kim Hanbin adalah yang pertama yang punya usia lebih muda setelah sebelumnya Jinhwan hanya mau berkencan bersama mereka yang seumuran maupun lebih tua dengan alasan dia tipe yang cukup manja. Tapi Hanbin, walau lebih muda, sikapnya sangat dewasa. Terlepas dari bagaimana dia ngotot dan ingin menarik perhatian Jinhwan seperti murid PAUD ingin menyenangkan hati ibu gurunya, dia adalah orang yang santai, simpel, akan tersenyum saat suka, dan protes waktu tidak suka, namun dia tidak pernah sekalipun marah setiap kali Jinhwan tersinggung lalu balas mengamuknya. Hanbin lebih sering bercanda karena tahu Jinhwan orang yang serius. Dia akan memberikan kritikan sambil meledek ataupun balik menggoda namja yang lebih pendek setiap kali Jinhwan merasa bersalah dan mau minta maaf, dengan sengaja membuatnya marah lalu lupa dengan penyesalannya, secara instan mengakhiri aura kaku di antara mereka.
Dengan semua sikap lunak dan kesabaran Hanbin yang seperti itu, Jinhwan merasa tamak jika dia meminta lebih. Tapi tetap saja, siapa yang akan tahan jika mendadak ditinggalkan tanpa kabar seperti ini. Selama berhari-hari. Bahkan Jinhwan sampai enggan pergi ke kampus karena tidak mau ada orang yang bertanya padanya soal keberadaan namja yang lebih muda sementara dia hanya bisa menjawab, "Aku juga tidak tahu". Orang-orang akan meragukan kepastian hubungan mereka dan Jinhwan tidak mau hal tersebut mempengaruhi kepercayaannya pada Hanbin.
Bodoh, kau pergi kemana? Desis Jinhwan dalam hati, meletakkan ponsel di samping bantal dan kembali meringkuk di atas sofa, sama sekali tidak mengindahkan tumpukan buku literatur sastra di samping lembaran kertas kosong di atas meja yang seharusnya menjadi tugas kuliah dan dikumpulkan nanti siang jam dua.
-o-
Matahari tepat di atas kepala saat Jinhwan keluar dari lift dan berjalan di koridor menuju kamar apartemennya dengan langkah terseok-seok. Sepanjang jalan dia merutuki musim panas, matahari yang terik, cuaca yang gerah, bajunya yang basah oleh keringat, rambutnya yang lepek, ditambah tas yang seperti berisi arca budha belasan kilogram terwakili oleh lima buah kitab suci literatur Korea yang merupakan referensi dari tugas akhirnya di semester ini.
Namja itu sudah berhenti mempermasalahkan kemana Hanbin pergi setelah untuk kesekian kalinya dia menelpon rumah kekasihnya dan yang terakhir diangkat oleh Hanbyul, adik perempuan Hanbin. Bocah tersebut mengatakan kalau satu minggu kakaknya tidak kembali, anggap saja dia sudah mati dimakan beruang ataupun tergulung ombak. Bahkan seorang bocah nyatanya bisa lebih sangar menanggapi Hanbin ketimbang pacarnya sendiri.
Hari ini genap delapan hari Hanbin tidak dapat dihubungi dan Jinhwan memutuskan untuk menganggap si tiang itu sudah hilang diculik alien ke planet Neptunus. Lagipula, dia tidak ada banyak waktu untuk mengkhawatirkan kekasihnya yang sudah biasa menghilang tanpa jejak dan berpetualang seolah ingin menyaingi mereka yang kecanduan main game Pokemon Go di saat tugas kuliah serta jadwal penelitian sedang padat merayap mencekik benak seperti ini.
Kim Hanbin akan baik-baik saja, Jinhwan percaya itu. Dia bahkan pernah pergi ke hutan dan bertemu dengan beruang tapi tetap pulang dalam keadaan utuh bernapas normal, masih sempat juga memamerkan foto-fotonya tentang beruang yang dia lihat waktu menjelajah hutan. Orang yang melihat beruang dan bukannya lari tapi malah mengambil foto, orang yang seperti itu Jinhwan yakin meski dia tertangkap oleh alien dan dibawa ke planet Jupiter sekalipun pasti tetap bisa pulang dengan ribuan gambar hasil selfie-nya bersama para alien.
Benar, daripada mencemaskan Kim Hanbin akan lebih baik untuk memikirkan cara bagaimana menyelesaikan seluruh agenda kuliah sebelum ujian akhir dimulai.
Tangan Jinhwan memegang knop pintu—akhirnya—dan otaknya tidak dapat berhenti memikirkan tempat tidur yang nyaman dengan udara sejuk dari AC, tidur setelah melepas semua bajunya yang basah. Ah, betapa nikmatnya. Pria mungil tersebut mendorong pintu hingga terbuka setelah sebelumnya menekan tombol password untuk membuka kunci.
Jinhwan menanggalkan sepatu di beranda, berjalan melewati ruang tengah menuju kamarnya, ketika dia baru menyadari...
Namja itu melangkah mundur dan melongokkan kepala ke ruang tengah.
"Hai, Sayang. Aku pinjam laptopmu," sapa Hanbin dengan senyuman lebar mengembang hingga tulang pipinya terlihat sambil dia melambaikan tangan.
Jinhwan tertegun. Sejenak dia bertarung dengan batinnya sendiri.
Apakah dia asli? Apakah dia Hanbin yang asli? Ataukah dia hanya alien yang menyamar? Atau jangan-jangan dia Hanbin yang sudah diprogram ulang oleh alien lalu dipulangkan ke bumi? Atau jangan-jangan dia roh? Bisa saja Jinhwan hanya berhalusinasi dan sekarang dia seolah melihat Hanbin tapi sebenarnya Hanbin itu tidak ada, tidak sedang duduk di sofa ruang tengahnya sambil menghadap laptop dan kamera SLR berada di sampingnya dengan kabel USB tertancap. Benar, mungkin saja ini hanya fatamorgana. Pasti karena pengaruh panas matahari dan rasa lelahnya. Oh, dia juga lapar. Pasti karena lapar itu dia kemudian berhalusinasi.
"Jinan, kau baik-baik saja?" tegur Hanbin ketika melihat kekasihnya hanya berdiri di depan pintu tanpa bicara, tak bergerak sedikit pun. Dia juga cuma menatap Hanbin dengan hanya berkedip beberapa kali sama seperti saat dia memastikan apakah yang dia lihat itu hantu atau manusia asli.
Hanbin berdiri, menegakkan kedua kaki panjangnya yang masih mengenakan celana jeans lusuh yang kelihatannya sudah dipakai selama beberapa hari tanpa dicuci sekalipun, dan beranjak mendekati Jinhwan.
"Hei, kau tidak melamun 'kan?" Hanbin mengibaskan tangan di depan wajah tertegun kekasihnya. "Kau pucat. Kau sakit!?" mata monolid lelaki itu terbeliak dan dengan segera dia meraih kedua pipi Jinhwan.
Telapak tangan Hanbin terasa sejuk di wajah Jinhwan yang memang terasa panas karena terpanggang matahari, lebih dari itu dia terasa nyata, seperti manusia asli, membuat pria yang lebih tua yakin jika yang sedang berada di depannya sekarang benar-benar Kim Hanbin, kekasihnya yang sudah delapan hari menghilang tanpa kabar.
Brengsek!
BUK! Dengan sekuat tenaga Jinhwan memukulkan tasnya ke arah Hanbin, tepat mengenai perutnya membuat namja jangkung itu mengaduh sambil terjajar ke belakang. Belum cukup dengan hanya menghantamkan tas berbobot belasan kilogram, Jinhwan masuk mengayunkan kakinya, menendang Hanbin hingga dia jatuh ke lantai dengan punggung lebih dulu.
"BRENGSEK! PERGI KEMANA KAU SELAMA INI!? KENAPA TIDAK MEMBERI KABAR!? KAU PIKIR AKU TIDAK MENCEMASKANMU!? KAU PIKIR AKU TIDAK MENCARIMU!? HAH!? AKU PIKIR KAU SUDAH MATI! AKU SAMPAI BERPIKIR KAU SUDAH DICULIK ALIEN! KAU KETERLALUAN! KAU MENYEBALKAN! MATI SAJA SANA! AKU MEMBENCIMU, KIM HANBIIIIIN!" teriak Jinhwan putus asa, mencoba untuk memukul Hanbin namun dengan gesit kekasihnya sudah mengelak menyelamatkan diri. Tak mau berhenti begitu saja, Jinhwan membuka tasnya dan mulai melemparkan apapun isinya ke arah Hanbin yang mengambil jarak lebih dari tiga meter untuk melindungi diri.
"Ampun, Jinan! Maafkan aku! Aku bisa menjelaskan semuanya—aduh! Jangan kamus, jangan kamus! Itu berat! Itu sakit! JINAN!" Hanbin memekik ketika dengan nekat pacar mungilnya melemparinya dengan buku literatur Korea ribuan halaman beberapa kali. Dia melompat, berlari cepat mengambil jalan memutar dan akhirnya berhasil mendapatkan tubuh Jinhwan dari belakang, memegang kedua tangannya dengan kuat, membuatnya membuang tas serta buku yang tersisa.
"LEPASKAN AKU! AKU MEMBENCIMU! LEPASKAAANNN!" Jinhwan meronta.
"Sayang, Sayang, aku bisa menjelaskannya. Aku bisa—" Hanbin mencoba bicara.
"AKU TIDAK BUTUH PENJELASANMU!" Jinhwan masih belum mau menyerah dan orang di belakangnya sudah kewalahan. Dengan cepat Hanbin memutar tubuh mungil itu untuk berhadapan dengannya.
"LEBIH BAIK KAU MATI SA—umph!" suara Jinhwan menghilang seketika begitu mulutnya ditutup dengan cepat oleh mulut Hanbin. Kedua tangan namja itu masih berusaha lepas tapi lumatan Hanbin terlalu kuat memperangkap bibirnya hingga kepalanya tidak dapat berkutik sama sekali. Perlahan pemberontakannya terhenti dan begitu tangannya tidak lagi bergerak, Hanbin melepaskannya, beralih untuk meraih bagian belakang leher kekasihnya dan memeluk pinggangnya.
Satu menit mereka habiskan dengan saling mengisi rongga mulut, Hanbin yang pertama mengakhiri ciuman. Dia menatap dalam pada wajah Jinhwan yang memerah serta napasnya yang terengah. Pemuda itu tersenyum.
"Aku pulang," ucapnya yang langsung membuat dua mata kecil di depannya berkaca-kaca.
"Eeeehhh, jangan menangis dulu. Tunggu sebentar, tunggu sebentar!" cegah Hanbin dengan cepat, membuat kekasihnya hanya bisa mengerjabkan mata. Namja jangkung tersebut beranjak dari depan Jinhwan, berjalan ke arah tas ransel besar yang berada di salah satu kursi sofa. Dari dalamnya dia menarik sebuah kotak kardus.
"Untukmu." Hanbin menyerahkan kardus itu pada Jinhwan yang balik memberinya tatapan penuh tuduhan.
"Ini bukan prank. Tidak ada kepala badut yang akan menyembul keluar ataupun boneka Annabelle. Aku berani bersumpah kali ini aku tidak mengerjaimu," ujar Hanbin langsung mengerti arti tatapan mata pacarnya.
"Kalau kau berbohong aku akan membunuhmu," ancam Jinhwan sekejab membuat orang di depannya nyengir ciut. Dengan hati-hati dia membuka kotak kardus yang terasa berat di telapak tangannya itu. Yang pertama dia lihat adalah lapisan stereoform dan selanjutnya ... mata Jinhwan terbeliak. Reflek dia berlutut, meletakkan kardus ke lantai dengan hati-hati. Dengan pelan juga kemudian namja tersebut mengeluarkan sebuah pot kecil dari dalamnya. Pot porselen itu begitu mungil dan ramping, memiliki lukisan pemandangan langit tiga warna dengan titik-titik serupa bunga serta goresan cat mirip kaligrafi yang sepertinya hasil karya tangan sendiri. Jinhwan menatap benda tersebut dengan penuh kagum, menelusurkan ujung jarinya pada permukaan mengkilap yang terasa halus, mengamati setiap lekuk yang terbentuk cermat, dan tatapan matanya tiba pada empat huruf yang dia tahu merupakan tulisan tangan siapa.
HBJH
Jinhwan segera mencari manik mata Hanbin yang sudah menunggunya dengan kedua tangan terbuka.
"Happy anniversary, Sayang. Terima kasih karena sudah tahan bersamaku selama satu tahun ini." Namja yang lebih muda tersenyum lembut. Jinhwan tidak ingin air matanya jatuh dan ingusnya keluar sebelum dia bisa mengelapkannya pada baju Hanbin, namun kenyataannya dia sudah menangis lebih dulu sebelum dapat menyambut uluran tangan kekasihnya.
"Thanks for always be my side and welcome me home," bisik Hanbin di telinga Jinhwan, membuat namja di dekapannya terisak semakin keras.
-o-
"Kau menghilang membuatku lupa sekarang anniversary kita dan aku tidak menyiapkan apa-apa," gerutu Jinhwan dengan beberapa sedu sedan kecil di antara kata-katanya dan mata yang masih membengkak basah. "Aku bahkan membawa pulang bukuku untuk mengerjakan tugas. Berantakan, semuanya berantakan. Menyebalkan. Kau memang sangat menyebalkan, Kim Hanbin," lanjut namja itu sambil menendangkan kaki pada Hanbin yang hanya terkekeh seraya mengaduk cangkir berisi kopi instan.
"Aku sudah menyiapkan semuanya, kau tenang saja," ujar pria yang lebih muda dengan percaya diri. "Film, hadiah, dan makanan. Ah, kita bisa memesan chicken dan pizza nanti."
Jinhwan mendecih. "Yang seperti itu mana bisa disebut perayaan."
"Aku sebenarnya mau saja mengajakmu dinner di luar. Tapi dengan mata bengkak itu, apa kau mau ke restoran?" Hanbin memberi kode dengan menyentuh kedua matanya sendiri dan seketika Jinhwan melotot.
"Kau masih berani mengejekku!? Kurang ajar!" dia kembali menendang Hanbin. Luput kali ini. Pacarnya cuma tertawa.
"Ngomong-ngomong, kemana kau pergi kemarin? Kau tidak ke hutan untuk menangkap harimau atau ke laut untuk menangkap paus 'kan?"
"Tentu saja tidak. Kenapa aku harus seperti orang kurang kerjaan begitu?"
Kau memang selalu seperti itu, batin Jinhwan keki.
"Aku pergi ke vila temanku. Kau ingat aku pernah cerita kalau punya teman yang orang tuanya berbisnis pajangan porselen 'kan? Salah satu tempat produksinya ada di vila dan aku ke sana. Tapi vilanya itu benar-benar terpencil dan ada di puncak gunung. Hampir tak ada sinyal telpon apalagi internet. Aku serasa pindah tempat ke jaman Korea masih Joseon."
"Kau membuat pot itu sendiri?" mata Jinhwan membeliak kaget, tak mengindahkan informasi tambahan Hanbin.
"Aku juga ikut membakarnya dan melukisnya," angguk namja yang lebih muda dengan santai.
Jinhwan tak tahu harus berkata apa.
"Kebetulan aku juga ada tugas soal sumber daya manusia jadi yaa sekalian saja aku gunakan kegiatan ini sebagai laporan." Hanbin tersenyum lebar.
Oh begitu, Jinhwan tidak jadi kagum.
-o-
Malam itu berakhir romantis. Hanbin berhasil meyakinkan kekasihnya untuk tidak mengerjakan tugas dan memilih duduk dengannya di tempat tidur, dengan bantal sebagai sandaran, menunggu film yang dimaksud Hanbin diputar di pantulan layar proyektor. Jinhwan menyandarkan kepala di dada bidang kekasihnya, merasakan pipi Hanbin juga mengenai ubun-ubunnya dan lengan pemuda itu memeluk tubuhnya erat dengan kedua kaki mereka saling terkait di bawah selimut. Video mulai masuk ke intro, baru scene pertama dan Jinhwan langsung tertawa. Hanbin tersenyum-senyum di sampingnya.
"Apa itu?" tunjuk Jinhwan di dinding kamarnya yang sedang menampilkan pemandangan hujan meteor dari atap apartemennya yang berhasil diabadikan oleh Hanbin beberapa minggu lalu. Tak hanya itu, scene demi scene yang kemudian muncul juga sukses membuat Jinhwan menutupkan tangan ke mulut tidak dapat menahan tawa.
Video yang dimaksud Hanbin tak lain adalah potongan-potongan rekaman yang dia ambil selama ini bersama dengan teman-temannya ketika melakukan perjalanan. Hujan meteor, sunrise di batas horisontal laut Jeju, beruang yang sedang mencoba mencuri madu dari kawanan lebah, hingga keceriaan pesta bakar ikan oleh para anak-anak nelayan di Busan. Tidak ketinggalan slide show beberapa foto hasil bidikan kamera yang menurut Hanbin adalah yang terbaik di galerinya.
"KIM JINHWAN! AKU AKAN MENANGKAP RAJA GURITA UNTUKMUUU!—ebuset kapalnya eh—kamera? Yah yaH YAH, KAMERAKU! ANDWEEE!" salah satu scene yang diambil Hanbin di atas kapal setelah dia berhasil mengabadikan sunrise dan mendadak kapal oleng digoyangkan ombak membuat temannya yang sedang memegang kamera hilang keseimbangan, nyaris menggelindingkan benda tersebut ke laut.
Melihat itu semua, Jinhwan tersenyum. Memang benar pacarnya sangat gemar menghilang, mencari obyek foto tanpa pamit, dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman komunitasnya daripada dia. Namun sesibuk-sibuknya Hanbin, seasyik-asyiknya dia dengan pekerjaannya, dia tidak pernah melupakan Jinhwan. Selalu ingat untuk membawakan sesuatu dan membagi kenangan akan pemandangan indah yang telah dia lihat. Hanbin tidak pernah menikmati kebahagiaannya sendirian. Jinhwan baru sadar, kekasihnya itu sebisa mungkin selalu ingin berbagi dengannya. Terlebih saat dia ke perairan Jeju, walau tidak sampai mendarat di pulaunya tapi dia berusaha keras untuk membawa seafood dari sana hingga sekarung karena tahu Jinhwan sangat merindukan tempat kelahirannya tersebut.
"Kenapa dulu kau bisa putus dengan pacarmu, Bin-ah?" tanya Jinhwan.
"Hm? Aku belum cerita ya?" balas Hanbin. "Dia marah."
"Kenapa?"
"Karena aku pergi tiga hari tanpa memberitahu dia."
Sudah 'ku duga, batin Jinhwan. Dia memang tidak pernah bisa berubah...
"Aku pergi ke gunung untuk berburu kunang-kunang. Dia sangat suka dengan binatang apalagi yang sudah jarang ditemui dan kebetulan ada teman yang memberitahuku dia pernah memfoto kunang-kunang di sebuah gunung. Aku bermaksud untuk berkemah satu malam saja, tapi di malam pertama hujan lebat dan tidak ada kunang-kunang keluar. Jadi aku memutuskan untuk tidur semalam lagi. Waktu aku pulang ke Seoul, dia malah mengirimiku pesan tidak perlu menemuinya lagi."
Itu cerita yang sedih, desis Jinhwan dalam hati. Tapi entah kenapa aku tahu perasaan mantannya dan malah ikut merasa marah.
Hanbin memandang Jinhwan dengan senyuman. "Aku senang sekarang aku punya Jinan. Kau satu-satunya yang tidak marah—"
"Aku marah," koreksi Jinhwan dengan cepat.
"Kau marah, tapi setidaknya kau masih mau menungguku dan menanyakan alasanku." Hanbin memperbaiki kalimatnya.
"Jangan banyak berharap. Aku bisa saja bosan dan langsung meninggalkanmu seperti mantanmu yang lain."
"Dan aku sukaaa sikapmu yang jujur begitu." Dengan manja Hanbin menjatuhkan kepala di pangkuan Jinhwan, membuat kekasihnya terkekeh kecil. Dia mengalihkan pandangan untuk melihat kembali ke pantulan proyektor yang masih menampilkan video buatan Hanbin dan seketika senyuman Jinhwan pudar.
Saat ini video sudah sampai di highlight-nya yang menunjukkan satu per satu foto Jinhwan yang sedang melamun, bengong, tidur dengan mulut terbuka, mengupil, zoom maksimal pada tahi lalat di bawah matanya, bahkan momen ketika dia mau bersin. Kebanyakan merupakan foto derp yang diambil Hanbin tanpa sepengetahuannya. Wajah Jinhwan memerah seketika.
"Temanya adalah inner beauty of Jinan," jelas Hanbin tanpa diminta. "Aku paling suka kau yang tidak jaim seperti itu," cengirnya kemudian.
Tidak jaim? TIDAK JAIM GIGIMU!
"OCK! Ji...na...an...nn..." Hanbin meronta sekuat tenaga ketika tiba-tiba saja lehernya sudah berakhir di tikaman kuat jemari tangan Jinhwan.
KAU MEMANG SEHARUSNYA MATI SAJA DIMAKAN BERUANG, KIM HANBIN!
-END-
FF debut di fandom baru dan langsung nistain anak orang
Demi apa tolong ampuni Myka, huhuhu
Hepibesdeh sekali lagi buat SilvieVienoy96 dan kegigihannya minta BinHwan sebagai hadiah
Nih, gue kasih *sodorin Hanbin*
Begitu lu selesai sama dia langsung balikin ya, fufufu
Salam kenal, fans iKON~
Author multifandom di sini, panggil aja "Myka" atau "Myka Imut" gak pa pa :**
