Knock
by Chohana
.
.
.
.
.
"Ya baiklah. Sekali lagi maafkan aku."
Aku memutuskan sambungan telepon dengan hati tak enak. Baru saja aku menolak ajakan Sehun untuk ikut ke pesta barbeque yang diadakan di rumah temannya—Chanyeol. Sebenanya aku sangat ingin bergabung ke acara itu, sayangnya keadaan tubuhku sekarang sedang tidak mendukung. Suhu tubuhku saat ini begitu tinggi membuat diriku terasa lemas.
Setelah menelan beberapa butir obat dari dokter, aku memutuskan untuk kembali ke ruang tidurku. Melanjutkan pekerjaanku yang sedikit tertunda. Biar tubuhku sedang dalam keadaan tidak baik, aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku ini. Aku tidak ingin mendengarkan omelan si tua itu. Lagipula aku bisa beristirahat seharian besok jika pekerjaan ini selesai.
Suara ketukan terdengar dari arah pintu utama saat aku sedang berkutat pada pekerjaanku. Kulirik jam yang bertengger di atas pintu kamarku—menunjukkan waktu tengah malam. Aku melangkah malas ke arah pintu utama untuk melihat siapa yang berkunjung di malam hari seperti ini. Kubuka pintu utama itu dengan perlahan. Yang kudapati hanyalah pemandangan teras rumahku yang kosong. Sedikit kucondongkan tubuhku ke luar memperhatikan sekitar dengan teliti. Namun yang kudapati hanya pemandangan pekarangan rumahku tanpa adanya sosok seseorang.
Kututup pintu itu seperti semula. Kupikir barusan hanya halusinasiku karena terlalu kecapaian. Sudah kuputuskan setelah kembali ke kamar, aku akan langsung pergi tidur. Sayangnya semua itu hanya sebuah rencana yang seketika hancur. Belum sempat aku membuka pintu kamar, suara ketukan kembali terdengar dari arah pintu depan. Dengan berat hati aku melangkah kembali melewati anak tangga untuk menuju pintu depan.
Semua terasa seperti de javu. Yang kudapati saat membuka pintu hanyalah sebuah kekosongan. Tak ada seorangpun di luar sana. Angin malam meniup lembut tubuhku. Kuusap daerah tengkukku yang terasa dihembus angin kemudian menutup kembali pintu itu.
Aku bukan seseorang yang percaya akan hal-hal spiritual atau semacamnya. Aku tak pecaya adanya hantu. Namun saat ini entah mengapa pikiranku membawaku pada sosok-sosok mengerikan itu.
Rumahku yang kosong itu terasa sangat sunyi. Saking sunyinya, aku dapat mendengar deru napasku sendiri.
Tiba di kamar tidur, aku mematikan laptopku yang masih dalam keadaan menyala. Lalu aku langsung menaiki ranjangku. Kutarik selimut hingga menutupi hampir seluruh tubuhku. Aku memejamkan mataku berusaha untuk segera terlelap.
Lagi, suara dari pintu depan kembali terdengar. Seketika darah dari seluruh tubuhku mendesir ke arah kaki. Bersiap untuk melarikan diri seperti seorang pengecut. Namun, jiwa kelelakianku sedikit lebih besar. Tak ada yang namanya hantu.
Sebentar lagi sudah menginjak musim dingin, namun saat ini tubuhku basah oleh keringat. Dengan seluruh keberanian, aku membawa langkahku menuju pintu depan dengan sebuah benda tajam di belakang tubuhku.
Aku menarik pintu itu dengan tangan sedikit bergetar.
"HAI, LUHAN!" Aku mendengus mendapati sosok Sehun dari balik pintu. Ia tertawa keras sambil memandangiku.
"Kau pasti memikir jika aku hantu."
"Aku tidak percaya hantu." Sudah kubilang hantu itu tidak ada.
Dalam hati aku menertawakan diriku yang beberapa saat lalu terlihat begitu memalukan.
Sehun masih saja tertawa. Aku menghela napasku berat, menunggu lelaki itu menyelesaikan tawanya.
"Sudah selesai tertawanya? Jadi apa yang membawamu ke sini setelah lewat dari tengah malam?"
"Aku hanya mampir untuk memberikanmu barbaque. Maaf mengganggu tidurmu, Lu. Aku pamit." Sehun pergi meninggalkan rumahku dengan Volkswagen miliknya.
Aku merasakan lelah yang teramat sangat. Yang kuinginkan saat ini hanya tertidur dengan lelap hingga mentari datang menyapa. Aku membaringkan tubuhku di atas ranjang dengan perasaan lega. Aku benar-benar akan beristirahat sekarang. Namun sayangnya telingaku kembali menangkap sebuah suara. Tidak seperti sebelumnya, suara itu terdengar lebih dekat. Suara itu berasal dari jendela kamarku.
Aku mendudukkan tubuhku dengan perasaan kesal. Tidakkah cukup bagi Sehun telah menggangguku selama hampir satu jam?
Dengan perasaan kesal bercampur lelah, aku melangkah gontai mendekati jendela. Menarik gorden yang menutupi jendela. Gorden itu terbuka, menampilkan sosok seseorang dari balik jendela.
Sepersekian detik yang lalu, aku baru saja tersadar jika kamarku berada di lantai dua.
Dan kupikir hampir setengah jam aku membatu saat menyadari sosok itu bukan dari balik jendela, tetapi dari balik tubuhku.
.
.
.
.
.
hai? gue gatau gue nulis apaan. intinya tolong kasih kritik ato saran ya. siapa tau ke depannya bisa lebih baik lagi tulisan guenya.
Published on ffn
20 July, 2017
10.53 PM
-hana
