Bau besi berkarat tercium pekat. Membaur dengan bau-bau aneh dari selokan. Menyisakan seorang lelaki berjubah hitam pekat dengan manik merah rubi menyala. Berdiri mematung sembari menggenggam erat sebuah pedang. Darah menetes dari ujung-ujung tangannya. Menggambarkan betapa buruk kondisi sang lelaki.

Lelaki itu mendongak. Menatap gelapnya malam tanpa bintang. Diiringi dengan seekor burung merpati yang terbang mengudara. Mengindahkan mayat dan potongan tubuh yang berceceran di tanah sempit bekas pemukiman kumuh. 'Aah, aku ingin mati saja.' pikirnya.

Tak lama setelah itu, suara derap langkah lain terdengar samar. Memaksa lelaki itu berlari secepat yang ia bisa walaupun kakinya terasa kebas. Ia tidak mungkin menang dengan kondisinya yang sekarang. Maka ia meninggalkan tanah sempit yang penuh dengan darah itu. Meninggalkan lawannya yang telah mati.

Juga kawannya.

Hujan mulai turun ketika kakinya menginjak pada sebuah kota kecil di dekat gunung. Sang lelaki terengah lelah. Menciptakan uap-uap putih pada setiap engahannya. Darah masih menetes dari tempat yang sama sedangkan hujan semakin deras. Membuatnya mendecih saat merasakan luka-lukanya menjerit perih terkena pakaian kotor dan campuran air hujan. Namun kemudian ia kembali memaksakan kaki-kakinya untuk kembali bergerak.

Dalam derasnya rinai hujan, diantara gang-gang kecil yang gelap, kaki-kaki itu bergetar. Tak sanggup melangkah lagi. 'Oh, ayolah! Kau baru bergerak tujuh kilometer!' dan lelaki itu memukul kakinya sendiri memaksakan untuk bergerak barang selangkah. Namun tubuh itu sudah mencapai batasnya. Jatuh berdebam di mulut sebuah gang kecil. Darah kembali merembes keluar. Membuat kotor genangan air disebelah lelaki itu.

Lelaki itu, kembali mendongakkan kepalanya ke langit. Manik merah rubi terangnya sangat kontras dengan langit malam. Menatap tetesan hujan yang makin deras. "Ah, mungkin ini kah akhirnya?" tertawa lirih. Pandangannya semakin kabur. "Yah, tidak buruk juga."

Matanya terasa berat. Kemudian sedikit demi sedikit menurunkan kelopak matanya. Mungkin ini akhir dari hidupnya. Hidup dari seorang intelejen kekaisaran. Hidup tanpa diketahui, mati tanpa ditangisi. Yah, mungkin tidak buruk juga.

"ASTAGA!" hingga ia mendengar suara jeritan panik seorang wanita. "Kau! Bertahanlah!"

Lelaki itu berusaha membuka kembali matanya. Hingga pandangannya berfokus pada sepasang manik lain yang berwarna biru cerah. Seperti batu safir. Raut wajah seorang gadis yang terlihat sangat khawatir.

"Bertahanlah tuan!" dan itu adalah kata terakhir yang sempat didengarnya sebelum lelaki itu sepenuhnya kehilangan kesadaran.

.

Seorang gadis dengan helaian biru tua duduk bersimpuh didalam sebuah kamar bergaya tradisional Jepang. Dengan alas tikar tatami yang hangat, serta pintu geser dengan lambang keluarga. Gadis itu tengah menggulung sebuah perban yang baru saja digunakannya. Kemudian menaruh gulungan perban tersebut kedalam sebuah kotak berukuran sedang.

"Dimana aku?" sebuah suara lirih memecah keheningan. Membuat gadis itu menoleh menuju sumber suara.

"Tuan sudah sadar rupanya." Gadis itu tersenyum pada seorang lelaki asing penuh perban yang tengah terbaring diatas futon tebal.

Lelaki dengan manik merah rubi itu menatap sang gadis. "Kau yang menolongku, huh?"

"Saya menemukan tuan di belakang tempat kerja saya. Dan oh! Saya Yamatonokami Yasusada!" Gadis itu tersenyum lebar. "Siapa nama tuan?"

"Kashuu. Kashuu Kiyomitsu."

Putaran gerigi takdir mulai berjalan.

.

.

.

Tittle: Tempat Tuk Pulang

Disclaimer: Touken ranbu kapan yha jadi punya saya? :"v

Rated: T aja kayaknya

Pair: Kiyofem!Yasu

Warning: AU, OOC (saya sudah berusaha keras biar ga ooc #hiks), typo, abal, dll

Latar waktu dan budaya ngambil era Showa (1926-1986)

Genre: action romance? Drama? Entah :"v #buang

.

.

.

Semburat mentari pagi masuk kedalam celah-celah lebar jendela sebuah ruangan. Menerpa seorang lelaki yang menyatakan dirinya bernama Kashuu Kiyomitsu. Membuat manik lelaki itu berwarna lebih cerah. Seperti batu rubi yang menyala. Tubuh lelaki itu kini berbalut sebuah yukata rumah berwarna biru terang yang sederhana. Kemudian dibalik yukata itu, terlihat banyak bebat tebal perban yang menghuni tubuhnya.

Kashuu yang tengah menatap pemandangan luar, merasakan hembusan angin dari luar jendela. Membuatnya memutuskan untuk beranjak dari futonnya, melipat benda tersebut, kemudian melangkahkan diri menuju jendela.

Hal yang pertama dilihatnya adalah seorang gadis dengan manik safir indah. Bersenandung riang sembari mencabut beberapa sayuran dari halaman -sesaat kemudian akhirnya Kashuu tersadar bahwa kamarnya dekat dengan kebun-. Kashuu, lelaki dengan helaian cokelat tua itu akhirnya menatap sesosok indah tersebut. Ah? Siapa nama gadis itu? Baru dini hari tadi jika ia tak salah, gadis itu mengenalkan namanya.

"Yamatonokami Yasusada... huh?" Kashuu berbisik lirih. Meletakkan dagunya diatas tangan kiri.

Namun sesaat kemudian manik safir di kebun menoleh. "Ah! Kashuu-san! Selamat pagi!"

Heh, ternyata dia dengar.

Kashuu mengangguk. "Pagi," dan dijawab dengan singkat. "Apa yang kau lakukan, Yamatonokami-san?"

"Memetik sayur!" kemudian Yasusada mendekatkan dirinya pada Kashuu. "Kau bisa memanggilku Yasusada jika kau ingin, Kashuu-san. Yamatonokami itu terlalu panjang." Dan diakhiri dengan senyuman cerah.

Kashuu, yang merupakan seorang anggota intel kekaisaran, memutuskan tersenyum dengan senyum yang sama seperti gadis itu. "Panggil aku sesukamu saja kalau begitu," sebuah keputusan terbaik dalam situasi seperti ini.

"Baiklah, Kiyomitsu." Gadis itu mengelap dahinya yang berkeringat dengan punggung tangan. Kemudian kembali menatap Kashuu, "Keberatan?"

Kashuu menyeringai dalam hati. Gadis ini benar-benar menarik. "Tidak, tidak sama sekali." Lalu sekelebat ingatannya tentang kejadian kemarin membuatnya membolakan manik rubinya. "Hei, Yasusada, dimana pedangku?"

"Oh? Pedang dengan gagang merah?" Yasusada kemudian menunjuk arah kirinya. "Kusimpan dibagian belakang rumah. Kupikir benda itu berharga untukmu, jadi aku menyimpannya disana."

Kashuu mengangguk lega. Kemudian sang manik safir menyuruhnya untuk istirahat kembali. Luka-luka itu baru saja kering. Membuat sang helaian cokelat tua mengernyit. Cepat juga lukanya kering dalam sehari? Yang kemudian dibantah dengan raut polos Yasusada. 'Kau tak sadarkan diri selama 5 hari, Kiyomitsu.' Sambil mengibaskan tangan tanpa rasa berat. Oke, Kashuu resmi shock. Bukan, bukan betapa lamanya ia pingsan.

Namun betapa lugunya gadis itu.

.

Yasusada sedang bersenandung riang sembari memotong sayuran. Mengatakan akan memasakkan masakan mi enak resep turun-temurun keluarga. Lalu bercerita bahwa ia membuka sebuah kedai makan sederhana yang bertempat persis disamping rumahnya. Sebenarnya kedai itu sudah buka sejak zaman sang kakek. Sekarang Yasusada adalah penerus ke 3.

Sedangkan manik Kashuu yang tengah duduk didekat sang gadis hanya mengamati ruang-ruang disekitarnya. Jadi bangunan ini berhubungan dengan bangunan lain yang berada di depan sana? Bangunan depan adalah sebuah kedai makan, yang jika melewati halaman belakang dan pagar kayu sederhana akan menembus rumah sang gadis. Tempat makan tersebut berada di pertigaan jalan. Sedangkan rumah asli sang Yasusada masuk kedalam gang. Disekitar tempat ini tidak begitu ada hal menarik. Hanya ada rumah-rumah penduduk dan beberapa penjual makanan dipinggir jalan. Selain itu, tempat ini hanya sebuah perkampungan biasa yang cukup ramai.

"Silahkan, mi-nya, Kiyomitsu!" hingga suara Yasusada memecah pikirannya. Membuat sang manik rubi patah-patah menerima semangkuk mi tersebut.

"Terima kasih," dan dijawab dengan senyuman Kashuu. Dibalas anggukan riang sang manik safir. "Maaf merepotkanmu,"

Setelah selesai makan, Kashuu memberi sang gadis dengan lima keping perak. Mengatakan bahwa itu adalah bayaran telah menolongnya. Sang manik rubi juga mengatakan bahwa ia akan pergi setelah sehat. Namun Yasusada malah menggeleng tegas. Tidak mau. Mengatas namakan kemanusiaan serta etika, menolak lima keping perak tersebut.

"Aku menolongmu bukan untuk memerasmu," katanya.

Dan dibalas dengan paksaan yang lebih berat. "Kalau kau tak menerima uang perak ini, maka aku akan beranjak dari sini detik ini juga. Tak peduli jika luka-lukaku terbuka, dan aku jatuh kembali!"

Berakhir dengan kekalahan Yasusada. Orang lugu memang mudah diurus.

Beberapa jam kemudian, Yasusada mulai membuka kedainya. Kedai itu buka pada menjelang siang dan tutup pada malam hari. Dengan dibantu oleh sang manik rubi, mulai dari menarik tirai, hingga mengangkat se-gentong besar sake. Membuat pekerjaan Yasusada menjadi lebih ringan dan cepat.

"Apa kau selalu melakukan ini sendiri?" Kashuu bertanya sambil mengelap peluh pada dahinya. Sembari duduk disalah satu kursi pengunjung yang sudah tertata rapi.

Dijawab dengan anggukan mantap sang helaian biru laut. "Ibuku meninggal ketika umurku baru satu atau dua bulan, dan ayahku belum pulang sejak 5 tahun lalu. Sedangkan aku tidak punya saudara."gadis itu berkata dengan enteng. Seakan-akan bukan suatu hal yang besar.

"Jika aku boleh tahu, ayahmu kemana?" lelaki bermanik merah rubi itu menaruh tangannya dibawah dagu. Merasa tertarik.

Yasusada, yang membawa sepoci teh, mendudukkan dirinya didepan Kashuu setelah meletakkan poci tersebut diatas meja. Kemudian menceritakan bahwa sang ayah adalah seorang pegawai kekaisaran biasa. Bekerja didekat kantor polisi. Ayahnya adalah orang yang sederhana dan berpikiran lurus. Pekerjaan sang Ayah pun seringkali membuatnya harus ditinggalkan selama dua atau tiga hari. Namun rutinitas itu tidak pernah berubah. Dan suatu hari sang ayah pergi untuk dinas. Meninggalkan janji kosong berupa, 'Ayah akan segera kembali' dengan senyum yang sama seperti biasanya. Namun ayah Yasusada tidak pernah kembali.

Yasusada mengakhiri ceritanya dengan kibasan tangan. Tersenyum lebar mengatakan kejadian itu sudah terjadi sejak lima tahun lalu. Toh barangkali sang Ayah terdampar di suatu pulau terpencil mungkin? Sehingga ia tak kunjung pulang. Lalu tertawa kecil. Namun apapun alasan Yasusada, malah membuat Kashuu mengerutkan alisnya.

"Bersedih itu adalah hal wajar, kau tahu? Kejadian seperti itu bukanlah sesuatu yang pantas ditertawakan." Sang manik rubi mengulurkan tangannya. Mengusap sejenak kepala Yasusada. "Kau sudah berjuang dengan keras,"

Membuat manik safir itu membola. Namun setelah itu sang gadis tersenyum. "Ya. Terima kasih..."

"Hei, kau tahu penyanyi yang sedang populer saat ini? Midare!" dan dilanjutkan dengan topik ringan oleh sang Kiyomitsu.

"Oh! Aku tahu! Gadis itu suaranya benar-benar enak! Dan kimono yang dipakainya selalu tampak sangat manis. Terkadang aku iri dengan bakatnya!" Yasusada kembali terlihat senang. Membuat Kashuu mendengus dalam hati. Benar-benar perempuan yang simpel.

Setelah itu dilanjutkan dengan obrolan ringan. Yang kemudian sang manik safir melanjutkan dengan cerita-cerita seputar kehidupannya dan masyarakat kota ini. Kashuu kembali tersenyum. Menaruh lagi telapak tangan kirinya dibawah dagu. Mendengarkan ocehan dari sang Yasusada. Sang Kiyomitsu memperhatikan dengan seksama gadis didepannya. Baginya yang seorang anggota intel adalah hal mudah dalam menilai seseorang. Bahkan dalam pertemuan pertama. Dan gadis itu memang lebih cocok tetap menjadi riang. Tapi dilain sisi ia juga cukup mudah untuk terguncang. Walaupun begitu manik rubi itu sudah bisa menilai warna Yasusada. Warna biru terang. Biru langit. Warna pembawa harapan baru. Seperti langit pagi.

'Well, aku terjebak dengan orang yang cukup merepotkan,' pikirnya dalam hati.

"Yasusada! Tumben sekali buka secepat ini?" hingga seorang lelaki masuk kedalam kedai. "Oh! Ada pegawai baru?"

Lelaki itu mengenakan yukata sederhana berwarna putih. Dengan helaian rambut panjang yang hampir bernada sama -Kashuu menerka bahwa lelaki itu kekurangan pigmen melanin penghitam rambut atau keturunan albino-. Namun warna manik emas yang indah membuatnya nampak berwarna. Sekaligus mematahkan pendapat Kashuu tentang albinonya -rerata warna mata orang albino adalah biru atau cokelat pudar-

"Tsurumaru!" Yasusada sontak berdiri. Menyambut seorang Tsurumaru Kuninaga. "Oh, bukan. Kiyomitsu itu tamuku,"

Tsurumaru tertawa. "Kejutan diawal hari ya?"

Kashuu kemudian berdiri, lalu membungkukkan badannya. Memperkenalkan diri. Tsurumaru juga melakukan hal yang sama, namun setelah itu menjabat tangan sang manik rubi. Tertawa dan mengatakan, 'Santai saja denganku, oke?'.

Kashuu menjawab dengan anggukan disertai senyum. Lalu sang helaian keperakan duduk disalah satu meja yang disediakan dan menaruh dagunya diatas tangan. Menatap Yasusada, memesan teh hijau. Yasusada mengangguk. Melangkah masuk kedalam. Sedangkan Kashuu, mulai menyambut tamu lain yang berdatangan. Tersenyum ramah.

Manik emas Tsurumaru mulai menatap Yasusada yang tengah bergelut dengan cangkir-cangkir dan pot teh. Lalu beralih pada lelaki yang baru dikenalinya beryukata biru terang. Membuat Tsurumaru menerawang. Mengingatkan kembali pada sesosok ayah Yasusada. 'Aah, bapak itu juga selalu memakai yukata berwarna biru terang, kan?'

"Tsurumaru! Hoi!" dan Tsurumaru tersentak dari lamunannya. Mendapati seorang Yasusada yang tengah memandangnya dengan pandangan, 'Apa yang sedang kau lamunkan disiang bolong gini, sih?!' dan dijawab dengan seringai polos Tsurumaru.

"Mau tahu saja atau mau tahu banget?" tambah sang manik emas. Membuat perempatan semu dikepala Yasusada.

Namun setelah itu sang Yamatonokami hanya mengibaskan tangannya. "Aku banyak kerjaan. Dan kau juga kan? Kau harus segera merakit hiasan dari bulu bangau itu."

Tsurumaru tertawa, "Kau perhatian sekali, Yasusada. Oh! Omong-omong—"

"Omong-omong?" Yasusada mengerjap. Menanti kelanjutan ucapan.

"Kau tidak mau mempekerjakan Kashuu? Kupikir dia lelaki yang baik. Dan kau juga tidak akan kesepian~" Tsurumaru berujar setengah bercanda.

Dan ditanggapi dengan senyuman gadis itu. "Ya, aku juga berpikir begitu." Kemudian Yasusada meninggalkan sang Kuninaga. Mengerjakan pesanan yang lain.

Hari berlalu dengan cepat. Kedai itu walau tidak selalu penuh oleh pelanggan, namun selalu dikunjungi. Membuat dua orang yang bekerja, selalu hilir mudik. Hingga matahari beranjak diarah barat. Sudah sore.

Kashuu yang tengah mencuci piring, melap dahinya yang penuh keringat. Lalu mengingat sesuatu. "Ah, Yasusada, apa disekitar sini ada toko pakaian?"

"Hm? Ada sih, tapi Kau bisa memakai baju ayahku, Kiyomitsu." Yasusada membalas tanpa menoleh. Sibuk membereskan gelas-gelas kotor. Kedai sudah hampir tidak ada pelanggan.

Lalu tiba-tiba kepala sang helaian cokelat tua muncul dari balik bilik dapur. "Aku ingin membeli pakaianku sendiri saja. Bisa kau mengantarku?"

"Baiklah, toh kita bisa tutup lebih cepat. Karena mulai besok ada festival." Yasusada tertawa.

Kashuu mengangguk. Beberapa waktu kemudian, kedai tersebut ditutup. Dan matahari pun mulai mencapai batas persinarannya. Kedua orang tersebut juga sudah kembali ke rumah sang pemilik kedai. Yasusada kemudian menawarkan sang manik rubi untuk mengganti perban yang berada ditubuhnya. Dijawab dengan anggukan dan senyuman oleh sang Kiyomitsu. Lalu Kashuu juga menyuruh agar sang helaian biru tua agar segera mandi. Sebelum airnya menjadi dingin. Toh ia bisa mengganti sendiri perban di tubuhnya.

"Setelah itu antarkan aku membeli yukata, oke?" Kashuu mengedipkan sebelah matanya.

"Baiklah, tunggu ya!" dan Yasusada beranjak dari tempatnya. Menuju kamar mandi.

Sedangkan Kashuu hanya menghela napas. Lalu menatap semburat cahaya matahari yang semakin redup dari celah jendela. "Hei, ketua—

Tolong maafkan aku, huh?"

.

Jalanan nampak begitu ramai walaupun hari sudah beranjak malam. Namun toko-toko masih buka, dan orang-orang juga berlalu lalang. Membawa properti festival, pergi jalan-jalan dengan kekasih, dan anak-anak yang berlarian sambil membawa sebuah lentera kecil. Membuat suasana semakin meriah.

Kashuu yang orang asing, hanya menatap hal ini dengan decak kagum. Disebelahnya, Yasusada menjelaskan berbagai macam asal-usul dan cerita kenapa festival tersebut bisa diadakan setiap tahun. Mereka berdua berjalan beriringan dengan sangat serasi. Bercengkrama dengan santai berdua.

"Bersyukurlah kau datang disaat yang tepat, Kiyomitsu. Toko-toko hanya buka sampai malam ketika menjelang festival hingga dua hari hari setelah festival berakhir." Yasusada berujar. Tertawa kecil. "Kau sangat beruntung, kau tahu?"

Kashuu tersenyum. "Yaah, mungkin dewa-dewa menyayangiku. Oh, dimana tokonya, Yasusada?"

Yasusada menunjuk sebuah arah didepan sana. Mengatakan tidak jauh lagi. Kashuu mengangguk dan menggandeng tangan Yasusada. Mempercepat langkahnya. Dengan alasan toko itu akan segera ramai, jadi mereka harus membeli terlebih dahulu.

Toko itu dipenuhi dengan baju-baju berbagai macam warna. Begitu pula dengan berbagai macam kimono cantik dan perhiasan lainnya. Yasusada berbinar. Sudah lama ia tak kemari. Terakhir kalinya, saat 5 tahun lalu bersama sang Ayah. Bagaimana lagi? Harga pakaian disini cukup mahal sih.

Kashuu mulai melihat-lihat pakaian yang ada disana. Memilah-milah yukata rumah dan kimono. Hingga pilihannya jatuh pada sebuah yukata rumah berwarna merah tua. Hampir seperti warna matanya.

"Bagaimana? Bagus tidak?" Kashuu memamerkan yukata itu pada sang manik safir.

"Bagus! Serasi denganmu, Kiyomitsu!" Yasusada menjawab dengan wajah cerah. Mengacungkan jempol.

Lelaki dengan helaian cokelat tua itu tersenyum. Kemudian kembali memilih yukata yang akan ia beli. Hal ini mengingatkan Kashuu ketika ia berada di kantor intelijen kekaisaran. Ia dilarang memakai pakaian dengan warna mencolok. Kecuali saat ia keluar dan bertugas dengan membaur ditengah masyarakat. Saat itu pakaian yang dikenakannya hanyalah yukata atau kimono berwarna hitam. Badan intelijen tak boleh mencolok. 'Karena kami hanyalah bayangan dari masyarakat.'

Meski begitu Kashuu enggan meninggalkan badan intelijen yang telah memungutnya sedari kecil tersebut. Bahkan enggan menghianati ketuanya. Walau ia harus mengotori yukatanya dengan darah lagi. Berapa orang pun akan diselesaikan. Agar dirinya tak dibuang. 'Jangan buang aku, Mi-'

"Kiyomitsu? Kenapa kau malah melamun?" Yasusada melambaikan telapak tangannya tepat di depan wajah sang manik rubi. Membuat yang dipanggil namanya kembali dalam kesadarannya.

"Uh... maaf, tiba-tiba saja aku mengingat ayahku," Kashuu berdalih. Entah bisa membohongi gadis disampingnya atau tidak.

Tapi gadis disampingnya itu malah berbinar. Membuat manik safirnya terlihat lebih terang. "Apa kau ingin membelikan ayahmu? Mau kubantu? Ayahmu suka warna apa?"

"Hmph," Kashuu yang melihat hal ini mendengus geli. Tak menyangka mendapatkan reaksi seperti itu. "Hahahaha! Reaksimu benar-benar mengejutkanku, Yasusada!"

Sayangnya Yasusada malah mendengus sebal. "Hei! Aku kan hanya bertanya," namun akhirnya sang manik safir itu hanya mendesah dalam hati. 'Ini pertama kalinya dalam hari ini kau tertawa, kan? Kiyomitsu?' pikirnya.

"Yasusada, ayo besok kita ke festival!" dan ajakan itu berlangsung spontan. "Aku sudah beli yukata musim panas,"

"Ya!"

...

.

Yang dinamakan festival itu selalu dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu. Dalam rangka memperingati sesuatu dan dalam momen yang tepat. Bahkan biasanya suasana tempat festival dan sekitarnya pun akan ikut berubah. Lampion-lampion akan menghiasi setiap sudut jalan. Pedagang-pedangan kecil akan memenuhi pinggiran jalan. Suara derai tawa anak kecil yang mengalahkan desiran angin. Dan lagu-lagu yang dilantunkan sebagai penambah suasana.

Yasusada berbinar semangat. Cepat-cepat ingin menutup kedainya padahal pengunjungnya masih banyak. Mulai sering mengintip dari balik pintu kedai untuk melihat betapa ramainya festival yang bahkan belum dimulai. Sedangkan Kashuu hanya menggelengkan kepalanya -sambil melayani tamu tentunya- melihat tingkah gadis itu. Hei, pekerjaan mereka masih banyak, tahu!

'Dan entah sejak kapan aku mulai membantu pekerjaannya, huh?' Kashuu mendengus dalam hati. Kemudian melirik gadis berhelaian biru itu kembali. Menatap wajah cerianya. 'Tapi, yah... tidak buruk juga.'

Dalam waktu-waktu berikutnya, para pengunjung mulai berkurang. Dan diisi dengan senandung riang Yasusada yang ingin segera cepat-cepat menuju festival itu. Mengingatkan Kashuu dengan bocah berumur 5 tahun di tempatnya dulu. Berisik sekali jika ada sesuatu yang besar. Dan akhirnya semakin diperburuk dengan-

"Halo kalian berduaaa~!" dengan kemunculan lelaki bersimbol bangau yang mendadak. "Kalian harus cepat-cepat ke festival lho!"

Dan biasanya apapun yang mendadak itu tidak baik.

"Tsurumaru mau kesana sekarang?!" sesuai dugaan, akan membuat Yasusada menjadi lebih tertarik.

"Iya, dong! Kau juga harus segera kesana!" Tsurumaru tertawa tanpa rasa bersalah.

Lalu gadis bermanik safir itu melangkah dengan cepat menuju arah sang Kiyomitsu dan memeluknya. Membuat Kashuu goyah sejenak dan hampir saja menjatuhkan tumpukan gelas keramik kosong. "Ayo kita kesana sekaraaanngg!" Dan sekarang ditambah dengan rengekan Yasusada.

Tuh, kan. Dibilang juga apa.

"Ho-hoi!" setelah itu Kashuu melihat Tsurumaru yang mengedipkan sebelah matanya dan menjulurkan lidahnya kesamping. Ditambah dengan acungan jempol dan wajah tanpa dosa.

'Semangat!' adalah kata yang tertulis jelas di wajah menyebalkan itu. Setelah itu sang helaian keperakan dengan kurang ajarnya melangkah pergi. Meninggalkan Yasusada yang masih merengek ingin pergi ke festival se-ka-rang juga.

"Awas kau, Tsurumaru!" Untuk pertama kalinya Kashuu ingin menjitak orang yang baru dikenalnya.

Akhirnya saat matahari sudah berada di ufuk barat, kedai milik kediaman Yamatonokami tersebut sudah tutup sempurna. Bahkan sang gadis pemilik kedai sudah berada di dalam kamarnya. Hendak bersiap memakai yukata terbaiknya untuk festival. Walaupun sebenarnya Yukata itu adalah yukata lama miliknya, sih.

"Yasusada?" hingga suara lelaki yang ditampungnya terdengar bersama ketukan pintu kamar.

Membuat Yasusada menaruh kembali yukata yang akan akan dikenakannya. Beralih pada membukakan pintu kamarnya. "Ya? Ada apa Kiyomitsu?"

Kashuu kemudian memberikan sebuah kantung berisi sesuatu. Yasusada menerima dengan penuh tanda tanya. "Ambillah, itu kuberikan padamu." Sang manik rubi tersenyum. Kemudian pamit undur diri. Yasusada terpaksa mengucapkan terima kasih jarak jauh. Berteriak.

Isi dari kantung tersebut ternyata adalah sebuah yukata berwarna biru muda dengan motif bunga kamelia dan sabuk obi berwarna krem. Indah sekali. Yasusada sejenak terpesona oleh yukata itu. Bahan dan warnanya juga bagus sekali. Jadi Kashuu membelikan yukata itu kemarin? Tapi ia bahkan sama sekali tidak menanyakan ukuran lingkar pinggang gadis itu.

Anehnya, saat Yasusada mencoba mengenakannya, yukata itu terasa pas di tubuhnya. Tidak kebesaran dan juga tidak kekecilan. Benar-benar pas. Yasusada merinding sejenak. 'Jadi Kiyomitsu punya indra keenam atau bagaimana?'

Sedangkan disisi lain rumah, seorang Kashuu Kiyomitsu tengah berdiri sembari menyandarkan dirinya pada dinding. Menunggu kehadiran gadis bermarga Yamatonokami yang masih belum keluar dari kamarnya. Kashuu menghela napas. Memikirkan hal lain. Sudah dua hari lelaki itu berada ditempat ini. Dan ia juga belum memberikan laporan pada pada kepala badannya jika ia masih hidup. Tapi hei, ia sudah merasa bahwa dirinya tak pantas lagi. Memikirkan hal ini malah membuat dada Kashuu sesak.

"Kiyomitsu! Menunggu lama ya?" akhirnya sebuah suara perempuan yang sangat dikenalnya terdengar.

Kashuu menoleh. Mendapati Yasusada dalam balutan yukata yang dibelikannya kemarin. Rambut gadis itu diikat kesamping. Pada wajahnya terdapat bedak tipis dan sedikit polesan gincu. Cantik sekali. Mungkin juga karena biasanya gadis itu tidak pernah menghias dirinya selama ini. Jadi ketika terdapat sedikit perubahan, membuatnya tampak sangat berkilau.

"Iya, lama." Kashuu pura-pura mendengus sebal. "Aku hampir saja meninggalkanmu, tahu?"

Gadis itu tertawa. "Maa... maafkan aku, oke? Omong-omong yukatamu bagus sekali! Itu yang kemarin, kan?" Yasusada memperhatikan sang Kashuu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Lelaki itu kini mengenakan yukata berwarna merah tua polos dengan sabuk obi berwarna hitam kecoklatan. Serta rambut yang di rapikan dengan tali.

"Memang aku pernah jelek?" dibalas dengan sebelah alis terangkat sang manik rubi. Menyeringai menyebalkan.

Merasa dipermainkan, Yasusada memajukan bibirnya. "Yaudah! Berangkat aja ah!" kemudian melangkah keluar terlebih dahulu.

Sang manik rubi mengangguk sambil tertawa. Lalu ikut melangkah keluar. Mengikuti langkah Yasusada. "Dasar kau ini. Hoi, tunggu!"

Dan saatnya pergi ke festival.

Cahaya-cahaya lampion berwarna-warni memenuhi udara. Ditambah dengan suara berisik dari kerumunan orang dan teriakan riang anak-anak. Adalah dua hal pertama yang didapat ketika mereka sudah menginjakkan kaki di tempat festival tersebut. Kemudian banyaknya kedai-kedai kecil yang buka dan lagu yang dinyanyikan oleh sekelompok musisi. Angin berhembus cukup kencang, namun suasana tetap terasa panas karena banyaknya orang yang berkunjung.

Yang pertama kali berdecak kagum adalah Kashuu -karena ditempat ia tinggal tidak ada hal seperti ini-. Namun yang berteriak terlebih dahulu adalah gadis yang datang bersamanya. Yasusada bahkan terlihat lebih riang dari anak-anak yang ada disana.

"Ayo jalan-jalan! Kiyomitsu!" kemudian menarik tangan lelaki beryukata merah tua tersebut.

Kashuu hanya mengiyakan, membiarkan gadis didepannya menuntunnya kemanapun ia melangkah. Sebenarnya ia hanya tidak tahu bagaimana cara menghadapi keadaan seperti ini. Kashuu tidak pernah bersenang-senang ke festival dengan teman sebayanya -terlebih mereka tidak ada waktu untuk itu-. Bahkan jika saat berbaur dengan masyarakat, ia tak pernah menghadapi seorang gadis seperti ini. Jadi apa yang harus ia lakukan? Apa yang harus ia ekspresikan?

Kashuu tidak tahu. Sama sekali tidak tahu.

Tapi pada bagian dadanya terasa bergemuruh. Berdebar-debar. Apakah ini karena berlari? Bukan. Ini adalah perasaan senangnya. Sudah sangat lama ia merasakan debaran kesenangan ini. Sudah sangat lama tak ada yang mengajaknya tertawa seperti ini. Mengajak dirinya menjadi manusia pada umumnya. Bukan menjadi bayangan manusia.

"Kiyomitsu! Ayo main!" dan gadis itu tersenyum begitu lebar.

Kashuu akhirnya merasakan bagaimana festival itu. Merasakan detakan alat musik tabuh. Merasakan bagaimana rasanya menangkap ikan mas kecil dengan alat tangkap dari kertas -diluar dugaan lelaki itu cukup mahir-. Merasakan berbagai macam makanan yang hampir tidak pernah dirasakannya.

Kashuu lalu melirik gadis disebelahnya. Yang sedang terlihat sangat antusias dengan permen apel didepannya. Kemudian mengambil dua batang permen apel tersebut, memberikan dua keping uang pada sang penjual. Lalu tersenyum bahagia. 'Antusias sekali. Seperti bocah,' Kashuu mendengus geli.

"Kiyomitsu! Ini!" dan tiba-tiba saja sebatang permen berada di depan wajah sang manik merah rubi. Membuat Kashuu cukup terkejut. "Kau belum pernah makan ini kan?" dilanjutkan dengan wajah cerah Yasusada.

Kashuu menghela napas. "Kau mengagetkanku, tahu." Namun tangannya menerima sebatang permen tersebut. "Terima kasih,"

Ketika Yasusada hendak membalas ucapan Kashuu, tiba-tiba saja suara gendang dan alat musik lain terdengar membentuk sebuah irama. Membuat Yasusada cepat-cepat menggenggam erat salah satu tangan lelaki disampingnya dan menarik lelaki itu. Kashuu yang tersentak, hampir saja menjatuhkan plastik berisi ikan mas.

"Acara intinya sudah mulai! Kita harus cepat!" raut wajah Yasusada terlihat setengah serius dan setengah sangat antusias.

Kashuu yang masih tidak mengerti, menaikkan sebelah alisnya. Bingung. "Acara apa?!" sambil setengah berlari, memegang erat tali pengikat plastik ikan mas dan permen apelnya.

"Bon odori*!" Yasusada menjawab dengan sangat bersemangat. Tertawa.

Membuat Kashuu mengikuti jejak sang manik biru safir. Mempercepat langkahnya hingga sejajar dengan Yasusada. Tertawa kecil. Ini menyenangkan! Apapun yang dilakukannya dengan gadis itu terasa begitu menyenangkan! Perasaan senang Kashuu semakin membuncah. Melupakan sejenak dirinya.

'Aku tidak bisa berhenti!' Kashuu berkata dalam hati. Ikut menampakkan raut wajah antusias.

Bahkan saat mereka sudah berada di lahan kosong untuk memulai tarian obonnya. Atau bahkan walaupun Kashuu sama sekali tidak hafal gerakan tarian tersebut, ia tetap senang. 'Ikuti saja tarian orang-orang, Kiyomitsu!' ditambah dengan suntikan riang dari Yasusada.

Mereka menari, tertawa, kemudian bernyanyi dan bertepuk tangan, lalu tertawa lagi. Kashuu bahkan merasa pipinya kaku. Akibat ia jarang tertawa lepas begitu banyak. Dan hari itu juga adalah pertama kalinya ia merasa menjadi sebenar-benarnya manusia setelah sekian lama.

Semua itu berkat seorang gadis yatim piatu pemilik kedai kecil diujung jalan yang sangat sederhana. "Hei, Yasusada. Terima kasih banyak,"

"Sama-sama!" dibalas dengan senyuman indah.

Lelaki itu tersenyum. Bersyukur bahwa dirinya masih hidup.

.

.

.

Sudah lima hari berlalu sejak festival obon itu selesai. Yasusada sudah kembali pada rutinitasnya. Menjalankan usaha kedainya. Sama seperti hari-hari sebelumnya, kedai itu selalu ada pengunjung yang datang. Namun beberapa waktu terakhir sepertinya mereka mengalami peningkatan jumlah pengunjung. Membuat Kashuu juga ikut sibuk membantu gadis itu.

"Yasusada! Pesanan 2 mangkuk mi lagi!" Lelaki itu setengah berteriak. Agar Yasusada yang berada di dapur dapat mendengar suaranya.

"Siaaap!" dan dibalas dalam sepersekian detik berikutnya. Kashuu kembali menanyakan pesanan pada tamu lain.

Seharusnya lelaki itu sudah beranjak pergi dari rumah Yasusada dua hari yang lalu. Berhubung lukanya sudah sembuh. Tapi Yasusada mencegahnya untuk pergi. 'Kuharap kau bisa tinggal disini, Kiyomitsu! Aku ingin kau menjalankan kedai bersamaku!' kata gadis itu tempo hari. Hingga akhirnya Kashuu luluh juga dan menuruti keinginan Yasusada. Toh ia sudah tidak punya tempat lagi.

Setelah ia mengorbankan lima orang kawannya dalam misi terakhir.

Membuat Kashuu tidak berani untuk pulang ke 'rumah'nya itu. Tidak berani menatap wajah rekan-rekannya. Tidak berani melihat wajah ketuanya. Bahkan tidak berani untuk mengingatnya. Jika saja ia boleh bunuh diri, mungkin saja ia sudah melakukan hal tersebut. Namun-

"Kiyomitsu! Nanti makan malam pakai natto* yuk!" namun senyuman gadis dengan manik biru safir itu mengurungkan niatnya. Membuat Kashuu gamang.

Apa yang harus dilakukannya? Lelaki itu sudah tidak bisa kembali lagi ketempatnya. Ia takut. Takut mengecewakan. Takut seorang yang berharga dan sangat dihormatinya akan mencampakkan dirinya. Sedangkan disisi lain bayangan tawa Yasusada mengisi dirinya. Kashuu menerawang. Apa yang sebenarnya ia inginkan?

"Hoi, Kashuu! Melamun disiang bolong?" tiba-tiba seseorang dengan manik emas dan seringai menyebalkan datang tepat didepan wajahnya. Kashuu sukses hampir menonjok wajah itu.

Sang Kiyomitsu mendengus sebal. "Kenapa kau kemari? Nganggur ya?"

"Justru aku kemari karena aku sedang penat! Seseorang dari keluarga bangsawan memintaku untuk membuatkan hiasan dengan bentuk yang berbeda!" Tsurumaru kemudian mendudukkan dirinya dimeja kosong didepan Kashuu. Menaruh kepalanya diatas meja. Lalu pura-pura menangis. "Kasihani akuuu~ bantu aku~ Hoi, Kashuu Kiyomitsu~~"

"Ya, ya... Tsurumaru. Sekarang kau pesan apa? Disini bukan penerima jasa curhat," Kashuu menghela napas pasrah. Hoi! Tsurumaru sudah menceritakan kisah itu sejak dua hari yang lalu tahu! Dan hingga saat ini Tsurumaru masih saja buntu ide.

"Jamu pengencer otak-"

"Akan kuencerkan otakmu dengan caraku."

"Terserah kau saja deh," sang helaian keperakan menggerutu. Seharusnya lelaki yang sudah dianggap sebagai teman itu membiarkan dirinya bercanda sejenak, dong.

Tapi kemudian Tsurumaru merasakan tepukan pada pundaknya dan ucapan 'semangat, kau pasti bisa.' dari lelaki berhelaian cokelat tua itu sebelum sang lelaki meninggalnya dan berjalan kearah dapur. Membuat Tsurumaru tersenyum. Semakin lama, Kashuu terlihat seperti Yasusada huh?

Dilain sisi, Yasusada yang tengah memasak mi, tertawa mendengarkan Kashuu tentang pendapat lelaki itu mengenai masalah Tsurumaru. Kemudian melihat senyuman sang manik rubi pada akhirnya. Yasusada resmi tertegun sejenak. Tapi segera membuat senyum yang sama. 'Ah, dia benar-benar tersenyum.'

Gadis dengan manik biru safir itu masih ingat ketika ia pertama kalinya berbicara dengan Kashuu. Sebenarnya lelaki membalas setiap perkataannya dengan wajar. Namun entah kenapa saat itu ia merasa dibohongi. Seperti berbicara dengan kaca. Yasusada hanya mendapatkan apa yang ingin didengarnya saja. Bukan seperti berbicara dengan manusia. Namun sepertinya saat ini sedikit demi sedikit Kashuu terasa lebih 'manusia' daripada sebelumnya. 'Syukurlah, Kiyomitsu.' pikirnya.

Hari-hari berikutnya diisi dengan kehidupan sederhana ditempat itu. Mereka tertawa ketika ada sesuatu yang lucu, atau iba ketika melewati seorang pengemis tua -setelah itu Yasusada pasti membungkuskan makanan-. Merawat taman di halaman samping rumah, menangkap ikan di sungai pinggir kota. Membersihkan rumah ketika hari minggu, atau membuka kedai lebih cepat karena bangun lebih pagi.

Hal-hal kecil seperti itu membuat Kashuu hanyut dalam kehidupannya yang baru. Tertawa ketika merasa senang, dan sedih ketika berduka. Makan bersama, mengobrol, bernyanyi, memandang bintang bertiga -termasuk Tsurumaru-. Hal-hal simpel yang membuatnya membuka mata tentang dunianya yang baru. Dunia yang selama ini tidak pernah dimasuki olehnya.

Perlahan tapi pasti, lelaki itu mulai melupakan tentang dirinya yang sebagai intel kekaisaran. Melupakan dirinya yang seorang pembunuh. Melupakan sifat dingin dan tak berhati miliknya. Melupakan topeng yang digunakan olehnya ketika sedang berada dimasyarakat. Perlahan tapi pasti, Kashuu terlena oleh kehidupannya bersama Yasusada.

.

Menjelang akhir musim panas, ketika sinar matahari sudah benar-benar tenggelam diufuknya beberapa saat yang lalu. Saat kedai sudah mulai sepi, menyisakan beberapa orang saja. Kashuu saat itu tengah membersihkan meja-meja yang kotor. Sedangkan Yasusada beristirahat sejenak dengan duduk disebelah dapur. Hari yang normal sama seperti biasanya. Jika saja saat itu Kashuu seharusnya berada didalam rumah atau sedang keluar berbelanja.

Suara pintu dibuka kemudian terdengar. Pertanda ketika ada tamu yang masuk. Kashuu cepat-cepat menoleh kearah sumber suara.

"Selamat da-" namun suara lelaki itu tertambat ditengah. Manik rubinya membola, tertegun.

Sedangkan lelaki dengan helaian biru muda yang menjadi tamu ikut terdiam. Membatu beku saat melihat wajah pelayan lelaki di kedai yang dikunjunginya secara tidak sengaja itu. "Kashuu-san—" menelan ludah.

"Ichigo—" Kashuu memutus perkataannya. Masih berada dalam kekagetannya.

"-Hitofuri..."

.

.

.

Dengan kamvretnya bersambung :v

A/N

*natto: makanan Jepang yang terbuat dari kedelai yang difermentasi

*futon: kasur tebal khas Jepang. Kalo masih belum lengkap, googling sana gih #heh

*Bon odori:Tarian bon pada saat puncak musim panas di Jepang. Kalo saya salah, mohon dibenarkan :"v

Halo-halo~ saya author baru difandom Touran ya kayaknya #buang uumm, yah, perkenalkan, saya Asheera~ terserah situ mau panggil saya apa :"v saya mah orangnya santaaii~~

Sebenarnya saya sih orangnya agak fujo eheh. Malah bukan 'agak' lagi kayaknya. Tapi entah kenapa saya malah jadi bikin straigh. Mana fem!Yasu, bukan fem!Kashuu #ketawa

Yah, jadi saya juga ngga tahu ini bisa disebut anmitsu apa engga #buang selebihnya, jika ada yang maw ff gaje ini lanjoet, saya sangat berterima kasih kalau Anda review :") habis, saya orangnya mood-moodan sih. Jadi butuh dorongan ^^)a tapi saya sangat menerima kritik saran kok. Jangankan krisar, flame aja nerima :"v pokoknya ada yang ngingetin buat lanjut aja :v okeh, sekian bacotan saya,

.

.

.

Mind to RnR?

Asheera W.