Nobody but You

.

.

Karena mereka tidak dapat membayangkan yang lain, selain dengan siapa yang mereka tentukan.

.

[ Prolog]

Makishima Shougo memandang tubuh perempuan yang ada dibawahnya sembari meludah, lalu menaruh kakinya di atas kepala Inspektur perempuan tersebut yang bernama Tsunemori Akane. Ia meluapkan kekesalannya, salah satunya dengan menambah beban pada tumpuan kaki yang sedang menginjakkan kepala perempuan itu − beberapa kali dengan sangat kuat.

Akane tak dapat melepaskan diri, lalu tahu-tahu tangan Makishima meraih sebuah revolver – pistol model kuno – yang sebelumnya tergeletak di tanah, kemudian mengarahkan itu ke arahnya, "Kuharap, kalian berhenti untuk mengganggu urusan kami!"

Makishima menarik pelatuk, namun tak ada satu pun suara desing peluru yang keluar. Ia terdiam kemudian menatap Akane sambil menghela napas berat, "Begitu, ya..," gumamnya lirih. Revolver itu ia jatuhkan, lalu berjalan ke depan lewati hamparan gandum sambil memegangi bagian perutnya yang terluka. Terus berjalan, meninggalkan Akane sendiri di tengah matahari yang mulai bergerak ke ufuk barat.

.

Kougami Shinya berlari dengan langkah cepat menuju tempat kejadian perkara. Tampak satu mobil yang semula dikendara oleh Makishima terguling jatuh. Ia berlari kesana, dan menemukan Akane yang terbaring lemah. Ia angkat Akane dan membawanya menuju ke pinggir jalan raya yang sepi tanpa adanya kendaraan yang melintas, sembari mengisi ulang selongsong peluru yang ia bawa.

"Ti..dak.." Akane berujar lirih, berusaha menggapai kaki Kougami meski tak mungkin. Kougami tak menghiraukan, yang ada dalam benaknya saat itu hanyalah ia harus membunuh Makishima. Ia terjun kembali ke lumbung gandum yang ada di hadapannya – meninggalkan Akane sendiri yang merasa pilu, kemudian berlari di antara hamparan gandum tersebut seraya mengangkat satu revolver yang ia miliki.

Akane menahan sedih yang ia rasa, "Kougami-san.." Namun Kougami tak mungkin dapat mendengar bisikannya, karena ia telah jauh berlari mengejar Makishima yang ada disana.

"Kou..gami-san..."


© Psycho Pass / / Gen Urobuchi – Production I.G

Kougami Shinya x Tsunemori Akane x Makishima Shougo

[ T | Ficlet | Tragedy – Angst – Sad ]

.

Inspired by Episode 22 of Psycho Pass - Season 1

.

I only have the story :))

.

.


Tiap orang itu sendirian.

Tiap orang itu hampa.

Orang-orang tak lagi membutuhkan orang lain.

Bakat sehebat apapun pasti bisa digantikan.

Hubungan seperti apapun pasti bisa digantikan.

Aku sudah lelah dengan dunia semacam itu.

Namun, entah kenapa..

Aku tak bisa membayangkan ada orang lain selain dirimu yang membunuhku.

.

.

"Hei, bagaimana menurutmu, Kougami?" Makishima membuka suara, mendongakkan kepala serta membuka kedua kelopak matanya yang langsung menghadap pada langit senja. Lalu kembali melanjutkan ucapannya, "Mampukah kau mencari pengganti diriku?"

Kougami memandangi punggung pria tersebut. Semilir angin yang berembus serta desau angin yang bersuara menyelimuti senja kelam kala itu, menemani mereka berdua untuk waktu yang terakhir kali, "Maaf, tapi aku harap aku takkan pernah menemukannya." Karena aku tak ingin ada yang merebutnya lagi.

Makishima menatap ke atas dengan gurat wajah tenang, bersamaan dengan Kougami yang mencondongkan arah revolver dari balik punggungnya. Sang Empunya punggung tersenyum. Kemudian terdengar bunyi suara tembakan dari pelatuk yang ditarik oleh Kougami hingga beberapa meter jauhnya.

Kougami menahan napas melihat tubuh Makishima yang tersungkur jatuh di atas tanah, hingga suara itu bergema di telinganya.

.

"Ti-dak.."

Kougami berjengit kaget. Suara yang disinyalir adalah milik Akane berdengung di telinganya. Ia pun berbalik arah, dan benar mendapati Akane yang telah berhasil mengejarnya kini tengah jatuh terduduk memandangi mayat Makishima yang berlumuran darah sambil meneteskan air mata dari balik pelupuknya.

"Ti-dak…" Akane bersuara lirih.

Akane menguatkan dirinya, meski harus terseok-seok menempuh jarak tuk menggapai Makishima dan Kougami.

Dadanya terasa sesak, gemuruh yang tak enak itu menguasai kendali dirinya untuk sekarang. Akane merasa tidak berdaya, menghadapi kenyataan akan tubuh Makishima yang sudah tidak bernyawa. Dadanya bagai diiris belati tajam yang dimiliki oleh Makishima – tidak, ini pasti lebih menyakitkan. Air mata yang turun pun terasa begitu pahit kala menyapu bibirnya, sepahit guncangan hebat yang tengah ia rasa kala ini.

"Akane." Suara bariton milik Kougami menyapu indera pendengaran Akane. Namun Akane sama sekali tak menggubris, yang ia perhatikan hanyalah mayat sosok Makishima.

.

.

Makishima Shougo.

.

Dia, yang telah membunuh sahabatnya sendiri di hadapannya. Dia yang telah membunuh rekan kerja Kougami beberapa tahun silam. Dia yang bersangkutan dengan berbagai kasus kejahatan yang terjadi pada beberapa bulan ini. Iya, dia. Pria yang berhasil membuat detak jantungnya berdentum keras setiap kali berurusan dengannya. Namun, itu adalah suatu ketetapan.

Ketetapan dari dasar hatinya sendiri untuk mencintai pria itu. Meski Akane sendiri tidak tahu bagaimana awal perasaan itu menyambar dirinya. Meski ia dengan berat hati harus melawan dan berhadapan dengan Makishima bukan sebagai sesama orang biasa, melainkan sebagai Inspektur dan pelaku kejahatan – yang merupakan bagian dari tugasnya. Dan ada satu hal lain lagi yang ia tahu dari Makishima, bahwa –

.

.

Makishima Shougo adalah dalang dari semua ini.

.

.

"Kougami-san.., ti-dak..kenapa.." Akane berujar dengan lirih lagi, merangkak untuk menggapai tubuh Makishima. Namun tubuh besar Kougami Shinya menghalanginya, menutupi pandangan milik Tsunemori Akane terhadap sosok Makishima yang terkapar.

Kougami menatap Akane dengan sorot mata lain. Belaian angin yang mengibarkan helaian rambut miliknya dan Akane tak jua berhenti. Angin itu turut menyapu permukaan pipinya seolah menampar. Dan rasanya terasa sangat sakit.

Kougami merasa bukan hanya kedua permukaan pipinya yang terasa ngilu, namun serta sesuatu dari dalam dirinya ikut berdetak tak karuan, seperti menarik sesuatu dari dasar sana. Dengan ikatan yang berbelit-belit, dengan tarikan yang sangat kuat, dan rasanya terasa sangat sakit dan tak terbatas. Sama seperti ketika Akane yang kini menangis dalam diam. Membentuk aliran sungai yang pilu tuk dilihat olehnya. Sesuatu dalam dirinya tadi yang seperti diikat pun terasa semakin sakit.

Tapi Kougami tahu bahwa dia harus menjawabnya, "Karena dia pantas menerimanya."

Satu kalimat yang berhasil membuat derai bulir air mata Akane semakin mengalir dengan deras. Sementara itu Kougami yang masih berhadapan dengannya memalingkan muka, menoleh ke arah lain – padang gandum yang menari-nari di bawah sana. Sial. Mereka seakan-akan tengah melambaikan tangan sebagai simbol tanda perpisahan.

.

.

"Tarik aku, Akane."

Akane masih menangis sambil sesenggukan, kemudian tangisan itu berhenti, dia diam sejenak sebelum mendongak dan sepasang manik miliknya bersirobok dengan satu pasang manik hitam milik Kougami.

"Na-nani..?" Tanya Akane pelan, tak mengerti dengan maksud dari perkataan Kougami.

"Tarik aku." Kougami mengulangi, dengan ekspresi menahan perih yang ia rasa. Sedangkan Akane memandanginya dengan bingung, juga dengan bibir yang terbuka dan gemetar.

"Kau dengar aku, 'kan?! Tarik aku!"

Kougami berteriak dengan sangat frustasi. Perasaan yang ia rasa begitu menyakitkan, membuatnya terasa begitu rapuh. Sesungguhnya pun ia tak mau Akane tahu, cukup hanya untuk dirinya sendiri.

"Kougami-san..A..apa-"

Sesuatu membentur tanah. Akane melihatnya. Pistol kuno itu – Sebuah revolver yang telah mengeluarkan peluru dan yang telah menembus tubuh Makishima. Revolver itu jatuh dari tangan Kougami, yang sebelumnya ia genggam erat. Kougami menjatuhkan diri, meraih kembali Revolver tersebut dan menaruhkannya di antara sela-sela jari tangan milik Akane.

Akane memandanginya bingung, masih tidak mengerti. Selang beberapa sekon kedua bola matanya melebar, terlebih dimana ketika Kougami memegangi bahunya dengan kedua tangan miliknya.

"Silakan.."

"A-apa—"

"Tarik aku, Akane. Silakan tarik aku dari dunia ini, jika memang itu apa yang seharusnya terjadi guna membalas kematian Makishima Shougo untukmu."

Kougami menatap Akane dengan pandangannya yang lain. Bukan seperti Kougami yang biasanya menatap perempuan itu dengan tatapan dingin yang ia miliki. Akane awalnya takut untuk bersuara, ia hanya bisa membalas tatapan Kougami dengan sendu. Kemudian menggeleng, "Tidak, Kougami-san.."

Kougami semakin frustasi dalam hati. Benaknya berkecamuk, tubuhnya semakin gemetar, dan sakit yang ia harap akan semakin mereda justru bertambah memburuk. Ia pikir semula Akane tak akan dapat mengerti, tapi justru dengan sikapnya yang seperti itu, tahukah perempuan itu bahwa ia baru saja semakin menyakiti diri Kougami sedalam-dalamnya? Tahukan perempuan itu−?

"Kenapa?"

Akane menggeleng, perlahan kembali satu bulir air mata itu jatuh dari pelupuk kirinya. Kougami hanya memejamkan mata, tahu bahwa kali ini ia tak akan sanggup menahan beban sakit yang akan semakin menyiksa.

"Karena aku belum punya pilihan, Kougami-san.."


Kougami menarik napas dalam, menahannya sembari memutar ulang kembali reka adegan dalam hidupnya dimana Akane merupakan termasuk bagian di dalamnya. Ia memutarnya berulang-ulang, hingga beberapa bagiannya terasa semakin kabur, seperti kaset rusak yang sedang diputar.

Ketika pertama kali Akane datang dalam satu kasus pertamanya, ketika dimana ia sudah dapat merasakan daya tarik dari dalam perempuan itu yang kemudian menembakinya dengan dominator meski dalam mode Non-lethar Paralyzer. Ketika di hari berikutnya Akane datang menjenguknya, tak peduli jika ia hanyalah seorang penegak. Ketika ia dan Akane berada dalam satu mobil. Ketika ia dan Akane tengah berada di dalam apartemen miliknya, bahkan ketika mereka sedang menjalankan tugas bersama. Kougami tak dapat mengelak perasaan yang ia rasa terhadap Akane mulai dari awal ia melihatnya hingga sekarang.

Membayangkan itu membuat Kougami semakin tertekan, namun ketika ia membayangkan kembali Akane yang mengeluarkan air matanya di hadapannya dalam situasi yang berbeda dari sekarang. Ia meringis sedih dalam hati. Situasi yang berbeda dari sekarang, ya..

Seperti ia dan Akane yang sudah bukan lagi sebagai sesama rekan kerja antara seorang Inspektur dan Penegak?

Seperti Akane yang mencintai Makishima meskipun status mereka sebelumnya sangatlah bertentangan?

Dan,

seperti Ia yang mencintai mantan Inspekturnya sendiri…?

.

.

Mereka berdua saling diam, tiada suara selain embusan angin malam yang menerpa kecuali jika Kougami tidak membuka mulutnya.

"Aku tak ingin kau akan terus membenciku dalam sisa umur hidupmu nantinya." Kougami berusaha untuk mengeluarkan suara setelah jeda sekian menit. Diam yang terus dibina di antara mereka, bahkan hingga suara itu mengalun keluar dari mulut Kougami pun Akane masih bungkam atas perkataan Kougami barusan.

.

Hah.

.

.

Helaan napas Kougami yang menguar dari mulutnya, kepulan-kepulan asap putih yang membumbung dalam ruang di udara yang lekas menghilang diterpa angin. Kougami hanya menarik napas dalam serta menutup rapat kembali kedua matanya. Tahu bahwa segala sesuatu antara ia dan Akane tak mungkin dapat bersatu.

.

Sebab atensi yang ditujukan oleh Akane bukanlah kepada dirinya, melainkan pada satu sosok yang tengah terbaring dari balik punggungnya.

.

"Kalau begitu, tarik saja, Akane."

Ia bersuara kembali meski ia tahu ia tidak akan didengar oleh perempuan itu.

.

.

Hubungan seperti apapun pasti bisa digantikan.

Aku sudah lelah dengan dunia semacam itu.

Namun, entah kenapa..

Aku tak bisa membayangkan ada orang lain selain dirimu yang membunuhku.

.

.

"Tarik pelatuk itu ke arahku."

.

.

Fin.


What I have written about, hah?!;_; I only hope may you all who have read this fic can understand the storyline of this fic. And I'm really apologize to ShinkaneT_T huhuhu even my feels also sailing – bigger than before when I finshed it.

Mind to leave a review or comment?;_;