Judul: Anak-anak 'Manusia'

By aitalee

Cast: EXO(with 12 members)

Genre: Humor & Friendship

Warning(s): A/U, lame humor.


1. Tetangga Aneh.

Terlanjur basah.

Inilah keadaan Kyungsoo sekarang. Baru saja dia membuka baju lalu menyalakan shower, punggung telanjangnya terlanjur basah saat air berhenti mengalir. Berkali-kali ia memutar keran ke kanan dan kiri, namun hal itu hanya menghasilkan decitan meledek.

"MAH, AIRNYA DIMATIIN?"

Kyungsoo keluar dari kamar mandi, handuk kecil melingkar di pinggangnya. Dia terus berteriak memanggil Ibunya tapi tidak ada jawaban sama sekali.

Jadi dia beranjak ke kamarnya, sekedar memastikan sesuatu.

Kyungsoo berjalan menuju balkon kamarnya, tak lupa mengenakan baju. Tentunya.

'Kalau air di rumah sebelah nyala, aku mau numpang mandi.'

Namun dia hanya bisa bengong saat berdiri menatap kamar yang terbentang beberapa meter dari kamarnya. Saat Kyungsoo mendapati tetangganya yan bernama Byun Baekhyun siap melompat dari balkon—mengenakan jubah mandi.

Rambut Baekhyun basah pula tertutupi busa, dan Baekhyun menjerit saat busa itu meleleh di kelopak matanya.

Kyungsoo berbalik, menutup pintu balkonnya. Mengurungkan niatnya untuk menumpang mandi saat melihat penampakan barusan.

"KYUNGSOO SAYANG, KENAPA PINTUNYA DITUTUP? AKU MAU NUMPANG MANDI."

Baiklah Kyungsoo. Anggap saja teriakan barusan sebagai kentut.

Kyungsoo memijat keningnya. Tetanggaan dengan Baekhyun itu menguras energi juga menurunkan IQ—menurutnya. Niat menumpang mandinya ia buang jauh-jauh saat melihat Baekhyun siap meloncat ke balkonnya. Ditambah rambut orang itu yang masih basah dan berbusa, bisa dipastikan air di rumah sebelah juga mati.

Kadang Kyungsoo berpikir, apa kesalahan yang ia perbuat di kehidupan sebelumnya sehingga dirinya dihadiahi jenis tetangga seperti Baekhyun.

Kyungsoo ingat salah satu peristiwa yang tidak akan ia lupakan.

Waktu itu musim dingin di bulan Desember, tiga tahun yang lalu saat salju tebal menutupi Korea Selatan—saat seisi rumahnya pergi meninggalkan dirinya sendiri, saat sebuah ketukan di jam sebelas membuatnya waspada.

...

Menurut urban legend, apabila kau mendengar ketukan kurang dari tiga kali saat malam di pintumj. Jangan sekali-kali membuka pintu. Karena 'sesuatu' yang mengetuk pintumu itu bukanlah hal yang kau inginkan.

Kyungsoo membeku saat dirinya mendengar ketukan—sebanyak dua kali dari pintu. Dia membiarkan tangan kanannya melayang di udara, memegang sendok sup yang siap melayang ke dalam mulutnya.

Suasana gelap ruangan tamu—karena lampu yang sengaja ia matikan, serta hawa dingin yang menyelinap melalui ventilasi, menambah ketengangan momen ini. Hanya satu sumber cahaya di ruangan itu, sebuah lampu meja bersinar kuning yang bahkan cahayanya hanya menggapai tak lebih dari dua meter.

Tok tok tok tok

Kyungsoo menaruh mangkuk supnya. Dia duduk tegak di sofa yang memunggungi pintu, enggan berbalik. Nalurinya menyuruh dirinya untuk membuka pintu, namun otaknya terus saja melayangkan scene-scene di film horror yang kerap ia tonton.

"Tolong bukakan pintu, aku kedinginan."

Kyungsoo masih duduk tegang, mata bulatnya berkedip sekali saat mendengar suara itu. Maka dia beranjak dari duduknya untuk menghampiri pintu—hanya untuk memastikan sesuatu. Tangannya sedikit menarik gorden untuk mengintip dari jendela, dirinya terdiam saat mendapati bayangan hitam berupa seorang figur yang membelakangi lampu teras rumahnya.

Dia bersandar di balik pintu, otaknya berpikir keras.

'Pembunuh, dia pembunuh.'

'Hantu. Astaga... hantu.'

'Tidak, itu pembunuh.'

'Tunggu—jangan-jangan itu pengantar pizza yang aku isengin tadi!?'

Akhinya setelah tiga menit berargumen dengan dirinha sendiri, Kyungsoo membuka pintu. Namun Kyungsoo tak mendapati apapun di hadapannya.

Kyungsoo bingung. Tangannya bergerak menarik kenop pintu, kemudian dimasukkan kedua tangannya di saku celana. Dia berjalan lagi menuju sofa. Menepis pikiran horror konyolnya.

'Hanya ilusi.'

'Bukan apa-apa.'

'Ayo makan sup lagi.'

Kyungsoo meraih mangkuk supnya lagi saat ia sudah duduk di sofa empuknya. Namun baru tiga suap, pintu depan berderit, terbuka lebar.

'Pintunya... lupa dikunci...'

Kyungsoo kembali berdiri tegap, mangkuk supnya ia taruh di meja. Di depannya membentang tv lcd dengan layar hitam. Dari sana ia melihat sosok bayangan hitam yang perlahan berjalan lurus.

Sebenarnya dia tipe yang cuek. Namun tetap saja dia tegang saat menghadapi situasi ini.

Kyungsoo masih dalam posisinya saat sosok itu semakin dekat. Membuat bayangan hitam meliputinya saat sosok itu membelakangi lampu teras.

Sosok itu makin dekat, sangat dekat di samping sofanya. Berdiri melihat keadaan sekitar. Kyungsoo masih duduk mematung, bahkan pupil matanya tidak bergerak saat sosok itu tepat di depannya. Membelakanginya.

'Dia tidak menyadari kehadiranku.'

Sungguh hawa membunuh menguar dari diri Kyungsoo saat sosok itu mengambil mangkuk sup miliknya di depan meja lalu mendaratkan pantat sialan itu di pangkuanya.

'Ya benar, sialan ini duduk di atasku.'

Kyungsoo mencubit pinggang orang itu.

"ASTAGA—HUAAAAAA PANAS."

Kyungsoo hanya bisa menatap datar ke hadapannya. Melihat sesosok manusia berjenis kelamin laki-laki terjatuh membentur meja, lalu sup yang masih panas itu terlempar ke udara dan mendarat tepat di wajah anak laki-laki itu.

'Anjir sialan. Aku udah tegang gini... tau-taunya cuma seonggok manusia yang makan nasi...'

'Sialan ini orang.'

Sudut bibir kirinya terangkat ke atas, Kyungsoo berdiri lalu menyeret paksa manusia yang masih berteriak tentang betapa panasnya wajah yang tersiram kuah sup. Namun Kyungsoo tidak peduli. Dia menendang keluar manusia kurang ajar yang seenaknya masuk rumahnya, makan supnya, bahkan duduk di pangkuannya.

"Tolonglah kumohon izinkan aku masuk. Di luar hujan salju, dingin. Aku tidak mau mati muda. Serius."

Alis Kyungsoo bertaut saat dirinya berbalik dan mendengar suara jelek dari luar rumahnya. Dari balik pintu yang dingin. Memohon dengan nada yang menyayat hati.

"Tolonglah satu malam saja, aku hanya numpang berteduh kok."

Kyungsoo berbalik lalu membuka pintunya dengan malas.

Hanya semalam tidak akan rugi. Pikir Kyungsoo saat itu. Jadi dia membiarkan orang asing yang tidak mau menyebut namanya saat ditanyakan masuk ke rumahnya.

Namun hal-hal selanjutnya membuat tensi darahnya naik. Orang itu seenaknya lari ke dapur rumahnya—dengan wajah bekas kuas sup yang perlahan membeku, berteriak senang saat mendapati puding milik Kyungsoo yang langsung dia embat.

Kyungsoo masih bisa sabar.

"Bajumu kok hitam semua, sih? Kau maling?"

Kyungsoo masih bisa sabar.

"Kok semua lampu dimatiin? Kau tidak mampu bayar listrik?"

Kyungsoo hanya tersenyum penuh arti.

"Kamu pendek banget yah. Kayak pororo."

Kyungsoo tidak bisa menentukan kalimat barusan itu merupakan hinaan atau pujian. Karena, jujur, dia suka pororo dan dirinya sedikit tersipu saat mendengar seseorang berkata seperti itu. Ah, malu-malu kuda.

Orang ini kalau ngomong seperti kereta ekspress. Cepat dan banyak. Tidak disaring sama sekali.

Akhirnya setelah beberapa sesi mengobrol—atau ngomong sendiri karena Kyungsoo hanya mengangguk atau menggeleng, mereka lelah dan tertidur di ruang tamu, di atas karpet berbulu, dengan selimut tebal dan perapian yang menyala.

Keesokan harinya, Kyungsoo terbangun di atas kasurnya. Setelah lima menit hanya duduk bengong di sudut tempat tidur, dia ingat kejadian semalam. Namun Kyungsoo menganggap hal-hal yang terjadi semalam hanyalah mimpi. Karena dia terbangun di atas kasur empuknya.

Namun dia tahu hal ini nyata karena ada secarik kertas yang bertuliskan; 'terima kasih ya tumpangannya. Pudingnya enak jadi aku ambil semua'.

Kyungsoo tidak tahu dia harus menangis atau marah.

Jadi dia memilih untuk diam dan turun ke lantai bawah. Perutnya meronta minta di isi.

"Tumben bangun siang,"

Itu ibunya yang berbicara sambil menonton tv.

"Semalam kenapa kamu bergadang? Tumben."

Kyungsoo sedikit kaget saat ayahnya tiba-tiba bicara di belakangnya.

"Ah—enggak."

'Jadi semalam, yang nginep di rumah itu manusia apa setan...'

"Ah, Kyungsoo—ngomong-ngomong ada tetangg—"

Ucapan Nyonya Do terpotong saat bel berbunyi. Jadi Nyonya Do langsung berjalan dan membuka pintu.

"Tante, ini daging dari mommy."

"Ah, terimakasih. Sebentar ya, tunggu dulu di sini, saya mau ngenalin kamu sama anak saya, kebetulan kalian sebaya," ia tersenyum. "Kyungsoo, nak. Sini dulu."

Kyungsoo menaruh gelasnya yang sudah kosong lalu berjalan memenuhi panggilan ibunya.

Dia terpaksa berjabat tangan dengan orang di hadapannya, tak lupa senyum palsu terukir di wajahnya.

"Eh, jadi kamu bukan maling toh."

Nyonya Do tersenyum penuh tanya kepada anaknya.

"Kalau terang gini kamu pendek banget ya."

...

Itu adalah kejadian tiga tahun lalu.

Kyungsoo tidak tahu kalau sejak itu, dia harus mengucapkan selamat tinggal pada kehidupannya yang dulu lempeng-lempeng saja.

'Halo, ini Baekhyun yang akan menemani keseharianmu.'

Jadi begini penjelasannya;

Pertama, Baekhyun pindah ke sebelah rumahnya. Dia berangkat duluan padahal orang tuanya serta kakak tercintanya masih duduk manis di sofa. Menonton acara musik kesayangan keluarga, ditemani sang nenek yang hanya tersenyum.

Kedua, dia tidak membawa koper apapun saat pindah ke rumah barunya. Lebih tepatnya semua barang milik Baekhyun, ikut mobil pengangkut yang jelas-jelas berangkat keesokan harinya.

Ketiga, dan yang paling bodoh. Kunci rumah barunya masih tersimpan apik di saku sang Ayah.

Padahal waktu itu dia masih duduk di tahun kedua SMP. Tapi sudah nekat berpetualang sendiri, walapun dirinya buta jalan. Berkali-kali menaiki bus dengan tujuan yang salah.

Orang ajaib ini adalah Byun Baekhyun. Hanya satu di dunia.

Byun Baekhyun. Cuma lebih tinggi satu senti darinya; dengan tidak tahu dirinya bilang Kyungsoo pendek. Pindahan dari Gawong-do Yanggu. Jadi anak baru di SMP tempat Kyungsoo menuntut ilmu. Kamarnya tepat berhadapan dengan kamar Kyungsoo. Suka ngajak main Kyungsoo dengan teriak-teriak di balkon. Pernah meloncat dari balkonnya menuju balkon kamar Kyungsoo, yang kemudian jadi kebiasaan selama tiga tahun ini.

Sekarang mereka sudah SMA, kelas dua. Entah jodoh atau lingkaran takdir, mereka satu sekolah lagi dan juga satu kelas di tahun kedua ini.

Setiap pagi, Baekhyun selalu bernyanyi keras-keras setelah dia bangun. Kyungsoo menganggapnya sebagai alarm gratis.

Di sekolah selalu mepet Kyungsoo bahkan sering dibilang maho. Padahal Baekhyun punya banyak teman, tapi dia selalu mepet Kyungsoo.

Kelakuan Baekhyun di sekolah bisa dibilang ekstrem. Hampir tiap pagi selalu telat sekolah, biasanya kalau melewati gerbang yang terlanjur ditutup, dia harus merayu satpam, namun akhir-akhir ini satpamnya sudah kebal dengan rayuan Baekhyun, jadi Baekhyun selalu melompati pagar.

Mengikuti hampir seluruh esktrakulikuler di sekolah. Hampir.

Bawa bekal hanya nasi putih. Padahal tiap hari Nyonya Byun selalu mamasak.

Tapi entah kenapa Baekhyun hanya membawa nasi putih dari rumah. Lauknya minta ke teman-teman. Tak jarang bekal milik Kyungsoo jadi korban; setiap istirahat makan siang biasanya Kyungsoo selalu ke kamar mandi dulu—cuci tangan, dan saat Kyungsoo kembali ke kelas lalu membuka kotak bekalnya, sebagian besar lauk pauknya hilang.

Bahkan pernah suatu hari, bekalnya hanya tersisa nasi putih dan sebuah tomat.

Kyungsoo hanya bisa tersenyum.

Tetangganya aneh.


Baekhyun mengurungkan niatnya untuk melompat ke seberang, bukan karena Kyungsoo sih, tapi matanya perih terkena sampo yang meleleh.

"KYUNGSOO SAYANG, KENAPA PINTUNYA DITUTUP? AKU MAU NUMPANG MANDI."

Baekhyun kesal.

Padahal tadi Kyungsoo duluan yang membuka pintu balkon, biasanya kalau Kyungsoo membuka pintu balkon duluan, pasti dia pasti ada maunya. Tapi kenapa sekarang Kyungsoo malah menutup pintunya lagi!?

Ah, Kyungsoo memang sukar diprediksi.

Kalau boleh Baekhyun curhat, tetangganya ini aneh.

Setiap hari outfitnya selalu hitam.

Baju hitam, celana hitam, tatapan yang tajam, mata bulat. Kadang kalau Kyungsoo sudah pakai topi, Baekhyun suka merinding sendiri.

Untung saja tinggi Kyungsoo itu minim, bayangkan saja sebagaimana mengerikannya jika tubuh Kyungsoo besar serta kekar.

Baekhyun bergidik ngeri.

Kyungsoo itu kalau diam, seram.

Dia paling seram kalau sedang badmood di sekolah. Diam, berbicara alakadarnya, menatap sekeliling dengan tatapan tajam; yang membuat berbagai manusia langsung merinding. Namun tatapan Kyungsoo itu bukan sengaja, tapi dia memiliki penglihatan yang buruk. Jadi... ya begitulah.

Tapi anehnya, orang ini suka nonton kartun Pororo; gemar memasak. Walau dari luar keliatan ngeri, ternyata dalamnya jiwa ibu-ibu rumah tangga.

Di balik semua itu, Kyungsoo itu baik. Baekhyun bisa jamin hal itu saat kau menjadi teman dekat -Kyungsoo. Yah walau dirinya seringkali di cekek, atau bahkan di tampol sana-sini, tapi serius! Kyungsoo itu baik.

Karena Kyungsoo selalu membiarkan Baekhyun melihat catatannya, bahkan menyalin tugas-tugasnya. Ah, Kyungsoo, aku cinta kamu.

Kyungsoo itu tipe orang yang setia kawan, tak merasa dibebani saat ada seseorang yang minta tolong. Dia pintar dan rajin. Tipe pekerja keras dan tekun.

Tapi tetap saja, bagi Baekhyun; Kyungsoo itu tetangga yang aneh.

Baju yang dimiliki Kyungsoo itu hitam semua. Kalau pun ada warna lain, itu cokelat atau biru tua dan putih polos.

Baekhyun sendiri kadang berpikir; 'Kyungsoo kok kalau pakai baju, item semua ya dari atas sampai bawah, memangnya enggak dikerubutin nyamuk ya?'

.

.


-Chapter 1 end-


A/N: saya kembali dengan menenteng sebuah cerita ringan tentang keseharian hehe~ dengan humor garing dan bahasa campur aduk._. Hehe

Padahal cerita sebelah aja belum selesai, eh udah bikin yang baru aja, ;''

Yah, kalau kalian baca sampai sini. Ayo baca stories saya yang lain!~

Next Chapter tentang 'Kencan Buta',

atau sampai di sini saja?!

Mind to Review?