Surat ke-1

20 Desember 2016

Hai, namaku Lu Han. Ah, mungkin kau lupa? Tak masalah, mungkin suatu saat kau bisa mengingatku lagi. Aku mencuri ide ini dari salah satu novel kakak perempuanku. Kurasa ini tak masalah karena segala yang kutuliskan tak akan pernah sama. Maaf begitu lancang mengirimu surat konyol ini setelah bertahun-tahun lamanya kisah kita, oh maksudku kisahku yang telah terlewati begitu saja.

Surat ke-1? Mungkin kau bertanya-tanya apakah aku akan mengirimmi-mu surat ke-2 atau surat-surat lainnya, kuharap kau bisa menyimpan rasa penasaran yang 'mungkin' kau rasakan untuk sementara. Ya, kau Tuan pelangi. Maaf, mungkin sebutan itu begitu menggelikan bukan? Kau boleh mengumpat sepuasmu nanti, sekarang cukup kau baca surat yang dengan sepenuh hati kutuliskan untukmu.

Tuan pelangi, 15 tahun sudah berlalu sejak aku menuliskan surat ini. Saat kau membaca surat ini kau mungkin baru saja pulang bekerja dan sedang menikmati teh hijau hangat buatan Istri/kekasihmu. Aku tidak peduli. Aku masih ingat betul takala teman-temanku banyak, bahkan terlalu banyak yang mengidolakanmu. Dulu aku begitu heran, apa yang menarik dari dirimu? Kau saat itu hanya pemuda yang kurus, tinggi, dingin, dan sama sekali tak terlihat menyenangkan. Tentang segala pujaan yang teman-temanku haturkan untukmu, aku hanya menanggapi mereka dengan acuh. Kau, saat itu benar-benar buruk dimataku.

Hari-hari terus berjalan tanpa lelah, kau kini menjadi idola para gadis disekolah. Aku masih tak peduli, hingga saat itu tiba dengan begitu mendadak tanpa memberiku kesempatan untuk melakukan persiapan. Ia datang, wanita yang dulu menarik perhatianmu, sekaligus teman dekatku di kelas. Ia yang datang dengan wajah gusar dan kacau, ia yang bercerita tentang kau yang tiba-tiba menyatakan perasaanmu padanya. Ia yang menangis karena takut kau akan terus menerornya dengan segala hadiah kecil-mu. Ia yang bingung karena ia sama sekali tak mengenalmu. Kau tahu betul ia sama sekali bukan fans-mu saat itu.

Aku penasaran, sebenarnya sosokmu itu seperti apa? Bagaimana lelaki dingin sepertimu melakukan hal-hal yang begitu konyol dan membuang-buang waktu? Tuan pelangi, mulai saat itu aku tertarik dengan hal-hal yang berhubungan denganmu, aku mencari tahu dengan semangat, alih-alih dengan alasan tak ingin membuat sahabatku disukai orang yang salah, aku malah terjebak dengan alasanku sendiri. Aku tahu segalanya tentangmu, tentu saja. Tapi aku tak pernah sedikitpun berharap bahwa kau penasaran denganku, karena aku tahu tuan pelangi, pandanganmu hanya terpaku lurus pada sahabatku, tak peduli kenyataan aku selalu berada di samping sahabatku, tak takkan pernah melihatku, seakan aku adalah bayangan semu. Bagai asap yang hanya akan mengganggu.

Awalnya aku ragu, tapi kupaksa diriku untuk membuka kolom chatting dan mencoba untuk menyapamu, sejak awal ku tahu itu hanya akan menyakiti hatiku. Namun kala itu keegoisan membutakanku, dan sialnya kau malah membalas pesanku dengan ramah, membuatku yang buta menjadi semakin gelap mata. Sejak saat itu, kau rajin menghubungiku, bukan, bukan untuk mencari tahu kabar atau keberadaanku, tapii untuk sahabatku...

Berbulan-bulan kujalani dengan hati yang telah cacat dimana-mana. Bagaimana asa frustasiku saat topik yang kita bahas hanya tentang sahabatku, bagaimana saat aku mulai mengubah topik pembicaraan kau seakan tak lagi tertarik bertukar pesan denganku. Aku sadar bahwa kau hanya memanfaatkanku untuk membuatmu mendapatkan orang yang kau inginkan. Aku begitu munafik karena mencoba untuk tak peduli dan seolah aku baik-baik saja. Tuan pelangi, aku tidak baik-baik saja... Maafkan aku yang dulu membantumu demi keegoisanku untuk dekat denganmu. Maaf...

Satu tahun telah berlalu, kau masih mengejar sahabatku, walau tak segencar dulu. Kau sibuk dengan segala persiapan ujian yang kurasa begitu memusingkan, dan perlahan kau pergi jauh, menghilang, dan mulai saat itu kita seakan tak lagi saling mengenal. Sama sekali tak kenal. Aku tahu bahwa sesuatu yang memiliki awal pasti memiliki akhir. Itulah akhirnya, kita tak lagi saling mengenal, kau yang tak lagi mengingat janji tahun baru yang kau janjikan untukku. Mungkin sama sakali tak ingat, mungkin kau hanya sekedar basa-basi kala itu, sialnya basa-basi itu terus menempel dalam benakku dan menumbuhkan sebuah harapan yang ternyata kosong dan sia-sia.

Kau sudah maulai berubah, memaksakan diri untuk terliht dewasa, aku mencoba kembali berkomunikasi denganmu, sekedar sapaan ringan yang kau jawab dengan begitu singkat, lalu selesai. Saat itu terjadi, aku menangis lagi, kebali membuang air mata yang 1 tahun belakangan ini banyak kuhamburkan.

Akhir surat ini tuan pelangi, boleh aku menagih janji tahun baru yang kau janjikan untukku?

Jika dulu bisa kukatakan, boleh aku minta kita mengulang segalanya dari awal. Aku... hanya merindukan panggilan yang kau berikan untukku. Bolehkah?

Sehun membaca surat yang dikirimkan padanya pagi ini dengan hati mencelos, bagaimana mungkin surat yang dibuat 15 tahun lalu ada di dalam kotak suratnya. 15 tahun lalu saat ia masih berumur 15 tahun. Dan sehun sangat heran karena apa yang ditulis dalam surat memng sedang ia lakukan sekarang, sepulang kerja, duduksantai di balkon dengan secangkir teh hijau hangat dan beberapa cemilan, yah, walau sedikit meleset karena sehun membuat teh hijaunya sendiri, bukan kekasih atau istrinya.

Sehun kembali membaca surat itu lebih teliti.

'Xi Luhan?' sehun mengerutkan jidatnya. Seingatnya saat JHS dulu ia tak punya kenalan bernama Xi Luhan. Sehun kahirnya memutuskan untuk tak ambil pusing dengan surat itu, ia meletakkan surat itu di lemari nakas di samping tempat tidurnya, bagaimanpun ia senang mendapat surat yang unik karena sudah berumur 15 tahun, pikirnya.

"Xi Luhan" teriak seorang wanita cantik berpipi tembam yang menggemaskan.

Luhan yang merasa namanya dipanggil menolehkan wajahnya lalu mengendus pelan, pasti dapat kuliah pagi lagi ia memutar bola matanya malas saat melihat orang yang memanggil namanya.

"astaga! Apa yang kau lakukan pada rambutmu Lu?" minseok, wanita itu agak hiteris. dasar berlebihan pikir Luhan.

"Aku memotongnya, rambutku sudah terlalu panjang min." Luhan tak menghiraukan pekikan berisik Minseok alias Xiumin. Minseok memnga agak sensitif jika menyangkut penampilan, berbanding balik dengan Luhan yang cuek, karena menurut Luhan memakai baju apapun asal diimbuhi sedikit rasa percaya diri, maka segalanya bukan masalah dan Xiumin mati-matian menolak hipotesis Luhan.

"astaga kau memotongnya terlalu pendek lulu, dan apa ini apa kau tak pakai bedak atau lipgloss?" Xiumin kembali mengomeli Luhan. " Jika kau begini terus, kapan kau punya pacar huh?! Ingat umur Lu, kita sudah 30 tahun. Aku sih sudah bertunangan, lah kau? Punya calon pun tidak." Luhan tak menanggapi ucapan Xiumin, ia sudah terlalu terbiasa mendengarnya, toh jika sudah lelah Xiumin akan berhenti mengomelinya. Luhan tebak sebentar lagi Xiumin akan membahas tentang betapa buruknya kemampuan Luhan bersolek

1...2...3... hitung luhan dalam hati

"Kau harus mulai merias dirimu Lu, lihatlah penampilanmu sama sekali tidak menarik- blablabla" Luhan mulai kepalanya pusing sekarang.

"Manager Xi, anda dipanggil ke ruangan wakil direktur sekarang." Mata Luhan langsung berbinar-binar Saranghae Lee Jeno dalam hati Luhan bersorak. setidaknya ia bisa kabur dari ocehan Xiumin yang sudah sangat Luhan hafal. Tolong ingatkan Luhan untuk mentraktir Jeno, pegawai magang itu nanti. Sedangkan jeno merasa tiba-tiba bulu kuduknya merinding saat melihat reaksi Luhan Tuhan panjangkanlah umur hambamu yang penuh dosa ini~ kini malah gantian jeno yang membatin.

"Arraseo, Jeno-ya~~ Gomawo~" Luhan mengedipkan sebelah matanya ke arah jeno. Xiumin yang melihatnya melongo, sedangkan Jeno yang mendapat serangan 'kedip rusa' hanya bisa spechless.

Setelah Luhan pergi Jeno dan Xiumin bertatapan seakan mereka bisa membaca pikiran masing-masing. "ANDWEE!" Jerit mereka bersamaan.

"astaga, kedipan ituu..." Xiumin berkata syok

"Huaaa wakil manager bagaimana ini? Aku tidak mau jadi korban pedo." Jeno malah ngelantur

PLAKK!

AWW!

"Yak pegawai kurang ajar siapa yang kau bilang Pedo huh?!" Xiumin menggeplak kepala Jeno Keras.

"aduh, mianhae wakil manager, lagipula manager Xi terlihat mengerikan tadi."

"Haaah~ pergilah kembali bekerja. Aduh kepalaku.." Xiumin mengeluh. Sial sekali hari ini pikir Xiumin nelangsa.

###########

"Ada apa memanggilku Chanyeol-ah?" Luhan langsung bertanya to the point . Chanyeol yang sudah tau kebiasaan Luhan hanya tersenyum menanggapi.

"duduklah dulu Manager Xi." Ucap Chanyeol santai.

"Hentikan Park Chanyeol itu menggelikan." Luhan memang tak suka dipanggil dengan embel-embel manager oleh orang-orang yang sudah dekat dengannya, menggelikan itu kata luhan

Chanyeol hanya terkekeh geli melihat tingkah Luhan yang sudah ia anggap sebagai noona nya.

"Arra, duduklah Noona, jangan merengut begitu. Mau teh?"

"no, thanks Chan, so, What Happen?"

"Begini noona, Direktur meminta kau untuk meliput dan mewawancarai Duta besar Inggris yang merupakan orang Korea . karena ini Even yang besar dan hanya Stasiun kita yang boleh meliput, sebagai peliput dan pewawancara paling handal disini Kau yang disuruh untuk turun ke lapangan langsung. Bagaimana kau maukan?"

Luhan terdiam mencerna informasi yang baru ia dapatkan.

"Aku menolak." Luhan langsung menjawab lugas.

Krik...krik...krik...

"Ah arras- MWOO!? Menolak?" Chanyeol memekik, Luhan terlonjak kaget tentu saja, hei bayangkan suara Chanyeol yang berat seperti om-om memekik seperti seorang wanita. As your imagination itu sungguh mengerikan.

"Waeyo? Ini kesempatan besar Noona."

"Hei Park Chan ku sayang, kau menawariku, dan aku menolak, itu bukan sebuah kesalahan asal kau tahu. Dan masih ada jurnalis yang bagus selain aku, kau bisa menyuruh Xiumin, biar aku yang bicara dengan direktur idiot itu." Luhan menjawab panjang.

"nonono Lulu noona, kau tidak boleh menolak, itu tadi bukan tawaran, itu sebuah perintah, ngomong-ngomong" Kini Chanyeol menggunakan jabatannya agar Luhan tak jadi menolak.

"Hei! Apa-apaan itu, jelas-jelas kalimatmu tadi diakhiri tanda tanya." Dasar picik mentang-mentang jabatannya lebih tinggi dariku.

"Ayolah Noona, kau tahukan bagaimana Kris marah? Aku tak mau kehilangan cutiku untuk yang ke-2 kalinya dalam 2 tahun berturut-turut. Bukankah kita saudara? Jebal kau harus menerimanya nee? Ne?" Chanyeol mencoba membujuk Luhan dengan rengekan andalannya. Yah tahun lalu memang Chanyeol kehilangan 2 bulan cutinya karena salah menandatangani perjajian, sehingga perusahaan mengalami kerugian yang tak sedikit. Untung saja Kris masih berbelas kasihan jadi hanya membeikannya hukuman ringan.

Luhan memandang Chanyeol sejenak

"Huuft... arraseo arraseo. Aku menerimannya. Kapan acaranyanya dan detail jadwal si duta besar?" Luhan memilih mengalah, bagaimanapun juga ia tak ingin merawat Chanyeol yang demam 1 minggu penuh karena hukuman Lembur 2 bulannya. Menurut Luhan merawat Chanyeol yang sedang sakit sama dengan merawat ibu hamil yang sedang ngidam.

Chanyeol bersorak senang dan langsung memeluk Luhan erat. Lalu berlari menuju mesin Fax untuk megambil dokumen yang baru saja sampai.

"Ini dia, jadwalmu noona, namanya Selena Byun. Kudengar ia sangat genius."

"Ah yayaya.. terserah lah aku tak peduli, berikan padaku." Luhan merebut jadwal yang dipegang Chanyeol. "Aku akan kembali ke bagianku. Ah, jika memanggilku hubungi saja lewat ponsel wakil Park , aku muak mendengar anak magang mengira aku seorang pedo." Ucap Luhan ketus sebelum membanting pintu ruangan Chanyeol. Chanyeol merengut, hei ia yang atasannya kenapa ia yang diperintah.

"Aish.." Chanyeol mengacak rambutnya pusing. Setidaknya ia bebas dari ancaman hukuman Kris.

########

Sekarang waktunya makan siang dan Luhan masih berkutat dengan segala artikel yang harus ia seleksi lagi, jabatannya memang seoarang manager, tapi ia tak jarang ikut membantu devisi yang sekiranya memerlukan tenaga tambahan, toh luhan juga bosan hanya mengawasi pegawai bekerja.

"Lu, Kajja. Ini waktunya makan siang."

"tunggu Xiu, aku masih harus mengurus dokumen ini."

"kau sudah bilang seperti itu 3 kali sejak aku pertama mengajakmu tadi. Cepat atau aku akan menarikmu ke salon dan membawamu ke tempat kursus rias?!"

"Aish,, Jinja." Pekik Luhan langsung beranjak dari tempatnya. Ia sangat benci jika Xiumin mengancamnya untuk pergi kesalon untuk melakukan beberapa perawatan. Demi Tuhan! Ia masih bisa merawat dirinya sendiri.

...

Sehun masih berkutat dengan berkas-berkas perusahaan yang mebuat kepalanya hampir meledak karena jenuh. Sialan! Wktu makan siang tinggal 20 menit dan berkas yang tak kalah sialannya ini masih menumpuk dan seakan tak pernah berkurang. Sehun akhirnya memutuskan untuk meninggalkan berkas itu dulu, persetan dengan deadline yang mencekik, toh tak ada yang bisa memecatnya. Mana ada presdir yang dipecat Dirinya sendiri?

Kini ia berjalan melewati kawasan perkantoran yang menyediakan beberapa cafe yang biasanya dipenuhi oleh pekerja yang sedang menghabiskan jam makan siang mereka. Sehun memutuskan untuk masuk ke salah satu kedai Coffee yang sudah menjadi langganannya untuk sekedar membeli espresso dingin untuk mendinginkan otaknya yang sudah terlampau panas.

Selagi menunggu pesanan ia sibuk mengamati para pejalan kaki yang berlalu-lalang di depan cafe, sesekali ia tersenyum kecil melihat bocah SD yang menangis minta dibelikan ice cream oleh ibunya. Kini tatapannya terpaku pada 3 orang pekerja 2 wanita 1 lelaki yang terlihat berjalan bagitu akrab sambil bercanda tawa, walaupun salah satu dari mereka terlihat merengut kesal. Kontras sekali pikir Sehun heran, Sehun mengamati 3 orang itu, satu wanita dengan pipi chubby dan fashion yang terlihat berkelas, satu lelaki berkemeja tanpa jas dengan senyum yang mirip di iklan pasta gigi, dan wanita yang terlihat paling tidak punya selera fashion yang bagus, menurut sehun. Mereka bertiga kini berjalan menuju cafe tempat Sehun singgah sejenak. Mereka masuk menimbulkan bunyi lonceng yang memang terpasang di pintu kedai. Mereka menempati tempat duduk tepat di sebrang meja Sehun.

"aish waktu kita tinggal 30 menit Lu, ini gara-gara kau." Ucap wanita yang berpipi chubby.

"suruh siapa kalian menungguku menyelesaikan artikel-artikel itu." Jawab wanita satunya cuek. "Hei, Xiu, lagipula tak perlu khawatir. Kau lupa bahwa pak wakil direktur bersama kita?"

"Ah, kau benar Lu, Chan-chan rupanya jabatanmu ada gunanya juga kkkk."

"Ya, noona-noona, kali ini berterima kasihlah pada jabatanku." Ujar lelaki itu, Chanyeol dengan nada agak mengejek.

"Yayaya, tuan park yang terhormat, berhubung gajimu lebih besar dari kami, kau yang traktir oke? Tidak ada penolakan chan-chan~" Luhan berkata sambil menyeringai.

"Arra-arra aku Park Chanyeol hari ini akan mentraktir Nona Xi Luhan yang masih menjomblo, dan Nona Xiumin yang selalu gagal diet." Ucap Chanyeol yang langsung dihadiahi 2 timpukan sayang dari nona-nona cantiknya.

Sehun yang mendengar percakapan mereka tertegun, otomatis ia mengalihkan pandangannya ke arah mereka bertiga.

Xi Luhan? Lu han? Apakah orang yang sama?

...

"Silahkan pesanan anda tuan." Ucap waitress menyadarkan lamunan Sehun. Sehun hanya menjawab dengan anggukan ringan dan tersenyum samar melihat pesanannya telah datang. Sehun hendak keluar dari kedai jika saja suara wanita tidak menginterupsinya, suaranya halus, namun terkesan cuek dan dingin.

"Chogiyo, Tuan berjas hitam, berdasi motif." Panggil wanita itu, luhan sekenanya.

Sehun yang merasa memakai baju yang Luhan sebutkan otomatis menoleh. Ia menunjuk dirinya sendiri dan langsung dianggguki Luhan.

"waeyo?" Sehun bertanya agak tergesa.

"Dompetmu jatuh saat kau berdiri tadi. Kau mungkin tak sadar?" Luhan menyerahkan dompet Ssehun pada si pemilik, dan langsung melenggang pergi begitu saja. Sehun mematung 'mata itu, dimana aku pernah melihatnya?'

Setelah sampai di kantor, sehun masih terus kepikiran kejadian tadi, membuatnya tak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya.

"AARGH!" erang sehun frustasi 'Lu Han & Xi Luhan' apa mereka orang yang sama? Tapi itu hampir mustahil, jika mereka orang yang sama, setidaknya pasti ia akan kaget saat melihatnya. Bukankah Lu Han yang mengiriminya surat beberapa hari lalu? Lagipula kenapa aku tak ingat pernah mengenal seseorang bernama Lu Han?

See? Presdir Oh terlihat begitu kacau sekarang.

Tok tok tok

"masuk"

"SEHUUUUUUUUUUUUN!" pekik seorang wanita cantik dan tinggi bagai super model, Well, ia memang super model Zitao Huang, siapa yang tak kenal? Lihatlah pakaiannya, dengan tanktop hitam yang dipadu dengan cardigan motif bunga sakura berbahan sifon lengan panjang yang menjuntai hingga pahanya, celana jeans hitam, rambut yang dicepol asal-asalan dan kacamata hitam yang bertengger manis di hidung mancungnya. Itu adalah style impian author *kagatanya:V

Lengkap sudah penderitaan sehun hari ini. Dasar author sialan, beraninya dia membuat hari ini menjadi begitu menyebalkan bagi seluruh main cast disini. *hei-_-

"Berhentilah berteriak Tao-ya. Pegawaiku akan mengira aku menculikmu." Sehun mencoba mengingatkan wanita yang sudah menjadi sahabatnya sejak ia masih di universitas. Tao memberengut imut dan langsung menempatkan dirinya di salah satu sofa empuk di ruangan sehun.

"waeyo? Bertengkar lagi dengan pacarmu?" Sehun langsung di jidawab Tao dengan anggukan. "masalah apa lagi huh? Jangan bilang kau minta dibelikan pulau Bali yang ada di Indonesia itu lagi?"

"Aniyo, aku tidak jadi memintanya." Jawab Tao lirih. Sehun yang melihat perubhan sikap Tao beranjak dari meja kerjanya dan duduk di single sofa di samping sofa yang diduduki Tao. Sebentar lagi pasti menangis inner sehun.

"Hiks..." tuhkan. Waeyo Zi? Kau bisa bercerita.

"Kris.. hiks, melarangku untuk ikut meliput berita bersama reporter kesayangannya." Ucap Tao parau.

"Huh?"

flashback

"Gege, kudengar duta besar dari inggris akan datang?" Tao yang sedang berkunjung ke Aparteman Kris bertanya.

"Ya, itu benar Zi, darimana kau tahu?" Kris menanggapi.

"kemarin aku berkunjung ke rumah Lay eonni, disana ia bercerita kalau siwon oppa, sepupu suho oppa sedang sibuk mengurus persiapan kedatangan duta inggris. Memangnya sepenting itu Ge?"

"Aniyo, hanya saja yang menjadi spesial karena Duta besar Inggris adalah orang korea. Untungnya pihak terkait memilih langsung perusahaan untuk meliput kegiatan mereka secara langsung." Kris menjelaskan sekaligus memberi tahu.

"Woaah... Jinja?! Boleh aku ikut Ge? Aku ingin bertemu dengan duta itu. Ne? boleh ya?"

"Andwe, Tao ya. Aku tak ikut dalam melakukan meliput. Luhan noona yang akan melakukannya sendiri."

"kenapa tidak? Aku tahu dasar-dasar jurnalisme, aku juga sekalian bisa menemani atau bahkan membatu sedikit tugas Lulu Eonni."

"No, baby! Kau tak bisa ikut. Hanya Luhan yang meliput. Kau tak boleh ikut campur!" Kris menegur Tao dengan nada yang agak keras. Tao yang dasarnya sensitif langsung beranjak pergii dari Apartemen kris tanpa mengucapkan satu patah katapun. Lalu ia memutuskan untuk mengadu pada sahabat lamanya tentu saja. Dan berakhirlah tao disini, kantor shun yang nyaman dan tinggi.

"Aigoo, hanya karena itu kau merajuk? lagipula aku setuju dengan naga galak itu Zi, daripada ikut meliput, kau bisa membantuku mengurus berkas yang tak ada habisnya ini. Memang kau tak takut kulitmu jadi hitam karena ikut mreliput seharian? Nanti kris tak cnta denganmu lagi bagaimana?" Sehun menanggapi cerita tao kalem. Ingat? Sehun sudah terlalu biasa. Tunggu saja 2 jam lagi Kris dan tao akan berbikan lagi, malah mungkin sialnya mereka bermesraan tanpa tahu malu dihadapan Sehun. Mendengar jawaban Sehun Tao langsung mendelik kesal dan siap melempar sepatu hak berujung lancip miliknya. Sehun terkrkh pelan dan memasang kuda-kuda untuk menghindar.

But...

Wait...

Siapa yang akan meliput? Luhan?

Wanita yang ia temui tadi? Dia seorang reporter?

Hell.. kenapa dunia begitu sempit?

"hei Zi, ngomong-ngomong Luhan yang kau sebut-sebut tadi, apa wanita bernama Xi Luhan?" sehun agak penasaran sekarang.

Tao yang baru saja menghapus air matanya hanya mengangguk singkat. Sehun termenung sejenak sebelum tao mulai bicara lagi.

"memang kau kenal Luhan eonni?" tao sukses melupakan kekesalannya pada kris, kini ia malah tertarik dengan cerita sehun.

"A-aniyo, tadi kami tak sengaja bertemu di kedai kopi, ia menemukan dompetku yang terjatuh." Sehun mencoba menyembunyikan apa yang ia pikirkan.

"Jinjja? Kau tak bohong kan? Kau tau hun-ah, kau sangat payah dalam bebohong." Tao semakin menggoda sehun.

"Haish.. terserah kau sajalah." Sehun beranjak dari sofa dan mulai menekuni berkas-berkasnya kembali.

...

Luhan baru saja sampai di Apartemen sederhananya setelah seharian ini mencari informasi dan segala hal yang berhubungan dengan 'si duta besar'. Luhan mengumpat pelan, siapa sih sebenarnya kau nona duta besar, hidupmu membuat hidupku terasa semakin berat saja.

Tiba-tiba air mata Luhan menetes begitu saja.

"Appa, aku sudah dewasa sekarang. Aku sudah berhasil mencapai impianku. Apa kabarmu Appa? Apa Appa bahagia bersama malaikat disana? Lulu sangat merindukan Appa..." lirih luhan sambil terisak. Beginilah Luhan, selalu merindukan sosok ayah yang membesarkannya, membantunya saat ia kesusahan, dan selalu memberinya kasih sayang penuh saat Ibunya lebih memanjakan kakak-kakaknya, kini Luhan sangat merindukan sosok Appa-nya. Luhan bisa saja menangis semalaman dan membuat cerita bergenre menyedihkan jika ia sudah sangat merindukan Appanya. Namun malam ini Luhan mencoba untuk menghentikan tangisnya. "Appa,,, hiks mianhae..."

Ayolah Lu Han, kau gadis yang kuat. Jangan biarkan Keluarga Xi kecewa padamu. Luhan menyemangati dirinya sendiri. Luhan kembali mengingat kejadian yang ia alami hari ini, Ia menhapus air matanya dan menghela nafas kasar. Kenapa ia bertemu kembali dengan masa lalunya? Luhan merasa hidupnya semakin berat saja.

"Oh Sehun, Kita bertemu lagi... Apa kau mengingatku?"

To be Continue

Panjang ga? 3k+ loh;v soalnya Al biasanya Cuma 2k+ wkwk

Gimana? Mau next? Tapi ga janji cepet ya, Al ada ujian praktik senin-sabtu besok. Maklum anak kelas 3.

Review ya, walaupun ga dibales sama Al tapi tetap al baca buat penyemangat ko

I hate u Siders

So Review juseyoo