Fiction and Fact

by Ryuki, a devilishly talented Author *digeplak Sebastian (Black Butler)*

Pairing : SasuNaru

Rated : T

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Pair : SasuNaru! XD

Genre : Romance, de'el'el :3

Naruto's POV

Karena penasaran, akhirnya aku masuk juga ke ruangan yang ada di depan ku ini. Ternyata sebuah perpustakaan. Ruangannya minimalis, amat tertata rapi, dan bahkan tak ada satu debupun yang hinggap diruang tersebut. Dengan karpet merah gelap, beberapa rak buku, juga terdapat meja kerja dengan satu kursi yang membelakangi sebuah jendela. Pastilah ini ruang pribadi kakekku, Jiraiya. Seorang novelis terkenal yang amat disayangkan sekali memiliki penyakit keras sehingga tak bisa meneruskan hidupnya lebih lama lagi. Dan rumahnya ini akhirnya diwariskan kepadaku, cucu satu-satunya dan kesayangannya.

Aku Uzumaki Naruto, berumur 19 tahun, dan masih kuliah disebuah fakultas ternama yang berada dekat dengan rumah ini. Jujur saja, aku sudah sering ke rumah ini setiap kegiatan kuliahku selesai. Tapi baru detik ini aku menginjakkan kaki diruangan ini. Mungkin karena rumahnya yang cukup luas dan memiliki banyak ruangan sehingga aku tak menyadari adanya ruang rahasia yang berada dipojokan rumah ini. Kakek tinggal bersama 3 orang pelayannya (2 laki-laki dan 1 perempuan, yang kini tetap bekerja disini walaupun kakek telah tiada, alasannya karena mereka sudah amat betah dirumah ini. Untungnya Ayahkupun memperbolehkannya. tentunya merekapun akan tetap bekerja seperti biasanya). Nenek sudah meninggal lama saat Ayah masih berumur 7 tahun.

Aku merasa sangat nyaman diruang ini walaupun baru beberapa saat. Angin berhembus pelan dari jendela dan menerpa wajahku yang kini tengah berdiri didepan meja.

-srek-

Bunyi seperti gesekan banyak kertas memecah keheningan. Mataku pun terpaku ke tempat asal suara. Di atas meja, terdapat sebuah buku, bersampulkan warna cream kecoklatan. Ku yakin suara tadi berasal dari buku tersebut yang terbuka lalu tertutup lagi akibat hembusan angin. Ada sebuah pulpen disampingnya. Tak berada ditempatnya, kurasa habis digunakan, pikirku. Merasa tak tertarik untuk melihat-lihat lagi, akupun melangkahkan kaki.

Namun, baru selangkah. Tiba-tiba saja aku mendengar seperti melodi piano yang amat halus, dengan nada mengundang bahkan bagaikan lullaby. Entah halusinasi atau nyata. Aku yakin sekali kalau suara itu berasal dari buku yang ada diatas meja tadi. Akupun menoleh lagi kebuku tersebut. Tiba-tiba saja suara alunan piano tadi menghilang. Membuatku penasaran tentunya. Akupun lalu kembali dan duduk dengan nyaman dikursi depan meja tersebut.

Sedikit merinding tentunya. Kupikir, mungkin saja ini novel yang kakekku tulis untuk terakhir kalinya. Bahkan saat menyentuh covernya saja membuatku bergidik tiba-tiba. Namun nampaknya rasa penasaran mengalahkan segalanya. Dan akhirnya akupun membuka buku tersebut.

Hanya ada sebuah tulisan besar dihalaman pertamanya...

'Fiction and Fact'

Ku yakini pastilah itu judulnya. Cukup menarik.

Kubuka halaman selanjutnya,

dan..

..ceritanya pun dimulai.

.

.

Fact..

Rambut orangenya yang tertata 'cukup' rapi terlalu mencolok diantara hijaunya tanaman dan pepohonan yang berada di halaman Meteor High School. Sering berlama-lama didepan komputer dan laptop dengan jarak pandang yang amat tidak sehat untuk matanya, membuatnya harus menggunakan kacamata minus setiap harinya. Dengan bingkainya yang berwarna putih. Dan yang menurut para gadis di sekolahnya, terlalu keren untuk disebut 'cupu'. Duduk santai seorang diri di bawah pohon menjadi pilihannya untuk menghabiskan waktu istirahat. Ditemani sebuah novel yang cukup tebal dengan jutaan hal menarik didalamnya. Mata biru safirnya tak lepas dari rangkaian kata yang ada didalam buku tersebut. Mimik wajahnya pun terkadang berubah tiba-tiba sesuai situasi dan keadaan yang tertulis di dalam novel tersebut. Tegang, terharu, bahagia, dan terluka. Ia juga seorang penulis, penulis muda. Mahkan ia memulai hobi tersebut sejak SD. Namun tentunya ia juga harus banyak-banyak belajar dengan cara membaca novel-novel milik orang lain. Menjadi novelis terkenal adalah impiannya. Bisa membuat novel dan dibaca orang lain saja ia sudah amat senang. Apalagi kalau ciptaannya diperjual-belikan dengan namanya sebagai author tertera dicovernya. Naru, sang novelis muda.

.

.

Baru membaca satu halaman saja sudah membuatku tertegun. Aku yakin 100% kalau sosok tokoh utama yang ada di novel ini ialah Aku. Hanya saja namaku yang dipotong dan aku yang sebenarnya bukanlah orang yang hobi menulis cerita. Cukup menarik. Dan sebaiknya ku teruskan saja membacanya.

.

.

Fact..

Merasa matanya yang mulai lelah untuk membaca. Iapun menghentikan kegiatannya. Rindangnya pohon membuatnya terlindungi dari terik matahari dengan nilai plus mendapatkan angin yang berhembut cukup sejuk. Ia lalu menyamankan diri dengan bersandar dan melirik ke jam tangannya.

"Masih ada waktu 15 menit" gumamnya. Sebelah tangannya mencoba mengambil sesuatu yang berada di kantong baju seragamnya. Sebuah lollipop. Ia pun langsung menikmati lollipop tersebut dengan santainya.

Matanya menelusuri halaman luas Meteor High School. Seperti mencari seseorang, diantara banyaknya orang yang berada dihalaman tentunya. Tak perlu waktu lama, ia menemukan orang tersebut. Mungkin karena orang tersebut mempunyai rambut yang sama mencoloknya dengan dirinya. Raven yang melawan gravitasi dan mencoba menyaingi pantat ayam. Dia itu, Sasu.

.

.

Spontan aku tertawa. Dan lagi, kakek memuat tokoh yang mirip dengan orang yang berada di dunia nyata. Sasuke, teme ku tersayang.

.

.

Fact..

Naru hanya tersenyum bahagia walau hanya bisa memandangi Sasu dengan leluasa dari jauh. Ia fansnya Sasu. Naru menyukai Sasu dalam hal apapun. Terlalu rendah hati membuatnya terlalu berlebihan mensyukuri apa yang ada sekarang ini. Ia fans Sasu, ia menyukai Sasu, tapi ia tak mau berusaha untuk bisa mendapatkannya. Satu kata yang selalu menghantui pikirannya, 'MUSTAHIL'. Mustahil karena gender yang sama, karena mereka tak kenal dekat satu sama lain, karena Sasu pun mempunyai sifat dingin yang sulit untuk didekati, karena Naru sadar kalau dirinya terlalu kolot dan cupu. Walaupun jutaan imajinasi di otak kanannya mengatakan sebaliknya. Hanya saja, Naru tak percaya kalau kisah-kisah cinta dari berbagai novel yang ia baca itu ada di kenyataan. Otak kirinya lah yang menegaskan itu hanyalah 'fiksi' belaka. Khayalan setiap novelis yang dituang ke kertas kosong, juga yang sering ia lakukan setiap hari. Dan bahkan ia biarkan banyak khayalan miliknya mengambang begitu saja, dan beberapa khayalan dirinya bersama Sasu. Ia cukup menyukai kehidupannya sekarang ini. Tak ingin lebih, juga kurang. Jalan hidup yang salah, setidaknya kau harus sedikit naif, Naru.

.

.

Benar-benar bukan sifatku, kakek bodoh.

.

.

Fiction..

Entah ia punya mata lebih dari tiga yang salah satunya terselip di rambutnya atau bagaimanalah caranya. Tiba-tiba saja Sasu melangkah ke arah Naru seakan ia tau apa yang tengah dilakukan Naru sedari tadi. Dengan raut wajah Sasu yang datar tanpa epreksi, bisa-bisanya membuat Naru sebegini gugupnya. Namanya juga cinta- eh? hanya kagum kah?

"Ya Tuhan!" gumam Naru gugup dan langsung mengalihkan perhatiannya ke sisi lain dan menutup wajahnya dengan novel terbuka.

"Kau-.."

Fact..

"Kau-, ck.. kurasa ada yang salah denganmu, dobe" Sasu berucap datar dihadapan Naru sambil melipat kedua tangannya didepan dada.

'eh? imajinasiku-... b-bukan? I-ini... Nyata?' pikir Naru.

Ingat? Naru sering kali berkhayal tentang dirinya dengan tokoh 'tambahan istimewa'nya, Sasu. Dan bahkan, detik ini, pertama kalinya Sasu menegur dirinya. Membuatnya jadi bingung sendiri.

"Eh? A-apa?" tanya Naru yang kelewat gugup dan bahkan tak berani menatap Sasu langsung.

'Jangan ganggu aku! Jangan ganggu aku! Ayolah~ baru kali ini aku ketahuan sedang menatap dirinya' batin Naru.

-srek-

Tiba-tiba saja Sasu mengambil secara paksa novel yang berfungsi menutupi wajah Naru sementara waktu tadi. Sasu pun lalu mengambil posisi berbungkuk dan mencoba mensejajarkan wajahnya dengan wajah Naru. Naru pun hanya bisa memejamkan matanya, takut.

"Kenapa kau menatapku terus dari tadi, hn?" tanyanya dengan sedikit seringaian. Entah apa maksudnya.

Keadaan yang benar-benar membuat Naru bisa pingsan kapan saja. Hanya saja, nyatanya raganya masih kuat. Dan akhirnya, iapun memberanikan diri untuk membuka matanya, memperlihatkan sepasang safirnya. Namun, nampaknya itu malah membuat perasaan aneh muncul dalam diri Sasu dan juga Naru, yang bisa menatap langsung secara dekat ukiran sempurna wajah Sasu beserta sepasang onyx yang menurutnya amat indah itu. Nyatanya dilain pihak, Sasu juga telah terpukau dengan pemandangan didepannya itu. Tiba-tiba saja, jantung mereka berdua berdebar-debar lebih cepat dari biasanya. Apakah kata 'Mustahil' dalam kamus hidup Naru kepada Sasu akan tergantikan dengan kata 'Mungkinkah'? Dan tanpa sepengetahuan Naru, apakah Sasu juga akan merombak kamus hidupnya yang berhubungan tentang Naru?

-TBC-

Ripyu?

Harus! #Duagh

Kidding ;)

Ripyu?

Ripyu!