Hallo minna, perkenalkan saya cieru cherry seorang newbie di Fic ini. Berhubung saya sedang mengalami kebosanan menulis cerita cinta, jadi sebagai gantinya saya menulis cerita misteri. Dan untungnya saya mendapat beberapa referensi yang cukup membantu, mengingat saya sama baru pertama kali menulis cerita tentang detektif.
Well, Happy Reading minna ^-^
Sweety Death
Disclaimer: Death Note punya Tsugumi Ohba dan Takeshi Obata. Saya hanya meminjam beberapa characternya untuk kesenangan pribadi saya. Nyaa!
Warning: many typo is bad, plot yang sedikit membingungkan dan banyaknya karakter OC bikinan author
.
.
.
L POV's
Mendung, langit kelabu. Hujan rintik-rintik terdengar mengetuk-ngetuk di luar sana. Tidak ada yang menarik untuk dilihat dari tetesan-tetesan air yang silih berganti mengucur di depan jendela kaca yang memantulkan wajahku. Aku bosan. Mataku sedikit menyipit melihat pemandangan jalan kota yang penuh dengan payung beraneka warna yang terus bergerak di bawah sana. Wajahku mendongak sebentar, mengikuti derap awan kelabu kusam yang bergerak bergulung-gulung. Ah, aku ingin sebuah kasus datang saat ini juga. Aku sangat ingin memecahkan misteri. Begitu inginnya sampai jempolku memerah akibat gigitanku yang semakin menekan. Seandainya ada bunyi telpon yang berdering mengisi keheningan ini, aku pasti akan meloncat ke sofa dan mengangkat gagangnya.
"Kringg!" Aku terkesiap. Tubuhku secara reflek meloncat ke sofa, menahan napas sebentar kemudian mengangkat telepon dengan jempol dan telunjukku.
"Hallo, Wammy House disini. Ada masalah yang bisa kutangani?" ujarku apa adanya. Tidak ada suara balasan dari si penelepon. Aku menajamkan indera pendengaranku dan menekan speaker telpon ke daun telingaku.
"L." Ujar suara di seberang yang langsung membuat semangat menggebuku turun 50 %. Aku kenal suara ini. Suara Watari, pria tua itu. Persentase 80% dia akan mengatakan sesuatu tentang coklat atau makanan-makanan manis lainnya.
"Persediaan coklatmu masih ada? Oh, ya bagaimana juga dengan persediaan teh dan gula?" Aku diam, seperti yang kuduga, ia menanyakan hal 'manis' seperti itu.
"Aku hanya perlu coklat. Coklatku hampir habis. Persediaan teh menipis 50% dan gula tinggal 20%." Jawabku datar. Sebenarnya aku hendak menaruh telepon itu kembali ke tempatnya, tapi telingaku masih mendengar suara Watari yang mencegah agar aku tidak terburu-buru menutup telpon.
"Ada yang lain?" dengusku.
"Ada sebuah kasus misteri yang terjadi di kediaman keluarga besar Ninomiya. Apa kau berminat?"
"Hm, sepertinya menarik." Ujarku singkat. Jujur aku merasa tertarik, entah karena aku sudah terlalu bosan atau memang insting berburu misteriku yang terus menuntut untuk diasah. Yang jelas kasus ini akan kutangani.
"Datanglah kesini segera. Salah satu anggota keluarga Ninomiya ditemukan tewas sekitar 10 menit yang lalu. Aku sudah mengirim Light untuk menjemputmu." Watari mengakhiri panggilannya. Dengan biasa kuletakkan telpon ke tempat semula. Aku duduk berjongkok di sofa sambil menggigit jempolku, kebiasaan yang kusukai. Mataku menatap apa yang ada di mejaku. Beruntung, masih ada dua batang coklat sebagai teman kebosananku selama menunggu mobil kiriman Watari datang.
40 menit lebih 11 detik terdengar suara deru mobil yang memasuki garasi. Aku sudah tahu itu siapa. Secepat kilat kusambar mantel hitam berbulu yang tergeletak di dekat pintu. Tanpa menunggu Light menjemputku, aku lebih senang untuk segera datang menyongsong kasusku.
"Seperti biasa, kau sepertinya senang sekali." Sapa Light saat melihatku telah memakai mantel hitamku dan berdiri mematung di depan moncong mobilnya saat pria itu baru akan membuka pintu mobil.
"Ayo pergi." Ujarku tanpa basa-basi. Light tidak menyahut, hanya membukakan pintu mobil untukku. Setelah kami berdua berada di dalam mobil, Light dengan lihai memutar roda kemudi, membuat kotak besi besar ini mundur dan membelok dengan sangat cepat lalu setelah muka mobil menghadap ke jalanan, seperti biasa, pria penghobi balap liar ini menancap gasnya kuat-kuat. Aku menikmati perjalananku sambil menyumpal kedua telingaku dengan earphone, dengan begitu, aku tidak akan mendegar suara berisik Light yang membunyikan klakson berkali-kali ataupun suara decitan ban mobil yang menggesek kasar aspal jalanan.
"Apa kau tadi ke Wammy House dengan cara mengemudi seperti ini?" tanyaku sambil berjongkok lebih mendekat pada Light.
"Tidak, tadi lebih santai. Sekitar 80 km/jam." Jawabnya tanpa mengalihkan fokus pada jalanan.
Dengan mengkalkulasi perkiraan kecepatan mobil yang rata-rata 90 km/jam dengan jarak sekitar 60 kilometer, maka persentase kami sampai di tujuan sekitar 27 menit lagi adalah 95%.
Normal POV's
Ciitt. . .! Suara derit memekakkan telinga menandai awal masuknya sebuah limousine warna abu-abu yang secara mendadak memasuki halaman luas dari sebuah bangunan besar dengan beberapa menara tinggi menjulang mirip sebuah kastil. Hampir semua orang, yang kebanyakan memakai pakaian polisi dan berjas menatap kehadiran limousine itu dengan pandangan penuh tanda tanya. Siapa orang yang sudah memarkirkan mobil itu dengan beringas sementara di sekitar sini terdapat puluhan polisi dan wartawan?
Dua orang keluar dari limousine bermasalah itu. Seorang berambut coklat dengan jas warna coklat berjalan dengan tenang dibawah naungan payung hitam yang dibawanya sementara pria yang satunya, berambut raven hitam dan dengan sorot mata hitam tajam terlihat berjalan sedikit terhuyung dalam balutan mantel hitamnya yang menambah kesan misterius. Sebagian orang yang melihat sosok sebenarnya dari si pengemudi tampak tercekat sebentar, lalu tanpa di komando menepi untuk memberi akses jalan pada dua pemuda yang diketahui sebagai detektif muda paling terkenal se-Jepang.
Kepala L tidak berhenti bergerak ke kanan dan ke kiri, sama sekali tidak peduli pada tetes-tetes hujan yang mulai merembes ke mantelnya. Mata hitamnya yang tampak seperti orang kekurangan tidur mengamati tiap yang ada di sekitarnya. Taman kastil ini sangat luas dan panjang. Sekelilingnya hanyalah semak-semak berdiri yang mengelilingi sepetak tanah luas berisi aneka bunga lili, mawar, tulip dan matahari. Lalu ada sebuah kolam besar ditengahnya dengan patung seorang dewi yang menuangkan air mengalir dari kendi pualam yang dibawanya. Mata L masih aktif bergerak kesana kemari saat kini ia sudah berdiri di depan pintu kayu besar berornamen rumit. Dua kamera pengawas segera memokus pada Light dan L, menscan tubuh mereka berdua dengan sebuah sinar merah dari ujung rambut sampai ujung kaki, lalu berkedip tiga kali dan pintu besar itupun terbuka secara otomatis.
"Menarik." Gumam L masih dengan pose membungkuknya lalu mengikuti langkah rekannya memasuki sebuah ruangan yang bahkan lebih luas dari aula. Beberapa kamera pengintai dipasang dibalik tubuh tiang-tiang penyangga, ada juga yang tersembunyi di antara kemilau lampu kaca besar yang menggantung di atas ruangan dengan perhitungan satu lampu dengan lampu lainnya berjarak 3 meter. Empat orang pria tampak menunggu di ujung ruangan sana. Berdiri menunggu di ujung karpet merah yang dilalui Light dan L. Baik Light dan L mengenal baik pria tua yang berdiri paling kanan, dia Watari. Sementara tiga orang yang lain, satu orang memakai jas berwarna krem, berwajah agak kebulean dengan rambut rapi disisir kebelakang berwarna blonde diapit oleh dua orang pria bertubuh tegap dan memakai kacamata gelap yang sesuai dengan jas hitam mereka. Light dan L mengansumsikan bahwa pria bule itu adalah Tuan si pemilik kastil yang sedang terlibat kasus, terlihat dari wajahnya yang gelisah, sementara dua pria kekar di samping kanan kirinya itu pastilah body guardnya.
"Kalian sudah datang rupanya." Ujar Watari sambil tersenyum tipis. Light maupun L tidak menanggapi. Keduanya sama-sama memfokuskan perhatian pada pria berwajah kebulean yang wajahnya tampak menegang.
"Mari, kita segera ke TKP." Ujar pria berambut blonde itu lalu berbalik dan diikuti semua orang yang ada di belakangnya.
.
.
.
Di tempat itu, meski lampu neon menyala terang, tetapi suasana yang terlihat begitu suram. Perapian sudah padam entah sejak kapan, tetapi asap abu-abunya tipis transparan memenuhi ruangan ini. Membuat atmosfer terasa mencekam dan mencekik secara bersamaan. Di ruangan itu, di atas sebuah meja marmer berbentuk persegi panjang yang mengkilat, seorang wanita telah terkulai lemas dengan mata melotot menatap horror pada jendela kaca besar yang telah terbuka. Lipstick merah yang dikenakannya menimbulkan cap merah pada meja marmer yang menjadi penopang tubuh tak bernyawa itu. Sekotak cokelat besar produksi Chocho Inc terbuka dengan sebagian isinya yang menghilang, berada di sebelah kanan kepala wanita itu. Ekspressi terakhir yang ditunjukkan wanita itu adalah ketakutan yang sangat, entah pada apa. "Nyonya Allen Ninomiya. Waktu perkiraan meninggal dua jam yang lalu. Tidak ada tanda kekerasan apapun di tubuhnya." Ujar Light sambil memeriksa denyut nadi di tangan dan leher wanita yang tidak lagi bergerak itu.
"Apakah sebelumnya anda bersama dengannya, Tuan Ninomiya?" Selidik L. Tuan Ninomiya hanya mengangguk lemah. Wajahnya sedikit menunduk dengan pancaran kesedihan saat melihat wajah pucat saudara perempuannya itu.
"Tadi pagi dia datang kemari untuk menemui putriku, Hikari, yang akan melangsungkan pertunangan minggu depan. Aku belum pernah melihatnya sebaik pada hari ini. Ia banyak menghabiskan waktu bersama Hikari dengan berjalan-jalan dan berbelanja lalu pulang pada sore hari sekitar pukul 4.30 pm. Sekitar jam tujuh setelah makan malam, aku menawarinya bermain kartu dan ia mengiyakan. Selama permainan berlangsung, tidak ada hal yang aneh terjadi. Ia beberapa kali menang dan tampak bersemangat sambil sesekali memakan coklat. Lalu, beberapa menit kemudian, istriku, Helena, bergabung bersama kami. Ia menyalakan perapian karena suhu ruangan yang cukup dingin karena di luar hujan deras. Helena mengingatkanku pada beberapa arsip yang harus kukerjakan, jadi aku kemudian berhenti bermain dan keluar. Sesaat setelah keluar ruangan, Helena menyusulku dan mengatakan bahwa Allen tiba-tiba ingin berbicara secara pribadi dengan Hikari. Aku menolaknya karena berpikir bahwa Hikari sudah tertidur, jadi aku dan Helena meninggalkannya sendirian di sini." Setelah memberikan penjelasan yang cukup panjang, Tuan Ninomiya berhenti sejenak. Dadanya naik turun seakan bergolak menahan emosi saat ia kembali melanjutkan kalimatnya.
"Setelah aku menyelesaikan semua tugasku, sekitar pukul 8.30 aku hendak menuju ke ruang tidurku. Tapi, entah kenapa aku jadi penasaran apakah Allen benar-benar memanggil Hikari atau tidak, jadi aku kembali kemari. Aku merasa tidak bisa bernapas dan dadaku sangat sesak saat melihat Allen yang sudah tidak bernyawa. Tubuhku rasanya lemas seketika mengetahui saudaraku yang sebelumnya baik-baik saja tiba-tiba meninggal secara tragis seperti itu." Tangan Tuan Ninomiya saling mengerat kuat sampai buku-buku jarinya memutih. Muka air wajahnya berubah sendu ketika ia kembali menatap wajah wanita yang rebah didepannya.
"Sejak kapan jendela ini terbuka, Tuan?" Light tiba-tiba sudah berdiri disamping jendela besar satu-satunya di ruangan itu.
"Aku membukanya beberapa menit setelah memasuki ruangan ini. Jujur, aku tidak tahan dengan bau asap perapian yang membuat mataku memanas dan dadaku sesak, aku sudah tua." Jawab pria bule itu lalu batuk sebentar.
"Enak." Hampir seluruh pemilik mata di ruangan itu membelalak saat L dengan santainya berjongkok di atas meja dekat mayat Nyonya Allen dan memakan sepotong kecil coklat yang tersisa.
"Yang jelas coklat ini tidak bermasalah." Ujar L dengan cueknya.
Tok! Tok! Suara ketukan di pintu membuat semua orang yang ada di ruangan itu menolehkan wajahnya ke arah sumber suara. Seorang polisi muda memberi hormat di ambang pintu lalu membacakan laporannya.
"Atas perintah anda, Tuan Light Yagami kami melakukan uji forensic dan berdasarkan hasil penelitian forensik, didalam tubuh Nyonya Ninomiya terdapat racun jenis arsenik. Kemungkinan besar penyebab kematian Nyonya Allen adalah racun itu."
"Ra-racun?" Tuan Ninomiya tampak begitu shock mendengarnya. Wajahnya mengeras dengan cepat.
"Siapa yang berani meracuninya?" geram lelaki berambut blonde itu dengan gigi bergemeletukan.
'Bruuk!' Suara benda jatuh yang cukup keras menyita perhatian orang-orang di ruangan itu. L jatuh terkapar di lantai. Tubuhnya menggeliat perlahan dengan wajah yang menahan kesakitan yang amat sangat. Hanya terdengar erangan dari bibir pucatnya sementara satu tangannya mencekik lehernya sendiri, seakan berusaha mengeluarkan apa yang sudah ditelannya. Coklat yang tadi dijepitnya jatuh di sebelah pemuda berkulit pucat yang kini merintih kesakitan itu.
"L! Kau kenapa?!" jerit Light panik.
"Jangan-jangan coklatnya. . ." Light dan Watari memandang horror coklat yang tergambar jelas bekas gigitan L. Coklat yang manis dan terlihat menggiurkan, tapi, siapa tahu dibalik penampilannya itu. . . tersimpan racun manis yang. . . Mematikan!
To Be Continued
So, what do you think, still wanna to continue?
RnR please. . . ^-^
