Yeah! Penpik pertama Mello&Matt saya! XD
Based story from Takamiya Satoru!! (mangaka favorite saya!)
Disclaimer by Tsugumi Ohba & Takeshi Obata!!
OoOoO Natsu ni Yume OoOoO
Mello yang merupakan putri tunggal dari saudagar kaya di kotanya sedang berjalan sendirian di dalam rumahnya. Tepatnya menyusuri setiap bagian rumah hanya untuk membuang waktunya. Ia berhenti tepat di depan pintu besar yang tak pernah terbuka. Konon, vampire yang dulu ada di rumah ini di kurung di dalam ruangan tersebut. Entah kemana hilangnya kunci ruangan tersebut. Begitulah cerita yang pernah di dengar Mello dari para pembantu di rumahnya.
"Nona Mello, ada apa? Kenapa nona berdiam diri di tempat ini?" kata salah satu pembantu rumah tangga yang ada di rumah Mello. Membangunkan Mello dari pikirannya.
"… Tidak ada apa-apa…" tukas Mello.
"Hari ini cuacanya cerah, bagaimana kalau nona jalan-jalan di taman?" tawar si pembantu.
"Aku tidak mau keluar! Itu hanya akan membuat ku menderita!" bentak Mello. Kaget mendengar tolakan dari Mello, si pembantu pun langsung meminta maaf dan segera meninggalkan Mello.
Ya, sejak kecil, Mello telah di vonis dokter ia hanya bisa hidup hingga usia 18 tahun. Karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat memprotes keegoisan Mello.
'mereka semua pasti sudah menyerah… aku pun sudah menyerah pada berbagai hal… oleh karena itu aku tidak takut mati!'.
Mello teringat lagi akan kata-katanya saat ia tahu, kalau hidupnya sudah dibatasi. Mello masih berdiam diri di depan pintu tersebut. Sampai suatu ketika…
Ckrek… terdengar bunyi kunci kamar yang terbuka. Krieett… perlahan-lahan pintu kamar tersebut mulai terbuka.
'Eh…? Pintunya terbuka sendiri…!? Kenapa pintu yang tak pernah terbuka itu, kini terbuka sendiri!?'
Pintu itu sudah benar-benar terbuka dengan lebar sekarang. Perlahan-lahan Mello memasuki ruangan tersebut. Rasa keingintahuannya-lah yang memaksa ia untuk masuk lebih dalam ke ruangan tersebut.
Ruangan itu sama seperti ruangan lain yang ada di rumahnya. Begitu rapih dan bersih. Seakan ada orang yang mengurus ruangan tersebut setiap harinya.
'Ruangan apa ini? Rasanya, aku seperti mencium bau darah…'. Mello terus mengelilingi ruangan tersebut. Sampai ketika ia berhenti di depan sebuah lukisan potret yang sangat besar. Terpampang sosok seorang laki-laki yang sedang duduk pada satu kursi antic berwarna merah darah yang besarnya cukup untuk di duduki oleh laki-laki tersebut. Rambut merah kecoklatan laki-laki tersebut sangat menawan. Ditambah pose kebangsawanannya yang membuatnya semakin elegan.
"Lukisan potret yang sangat besar. Apa ini lukisan orang yang dulu pernah menempati ruangan ini?" ucap Mello yang masih terkesima dengan lukisan potret tersebut.
"Sekarang pun aku masih disini…"
Deg! Mello kaget karena tiba-tiba mendengar suara orang. "Siapa itu!?" teriak Mello.
"Selamat siang, Mello…" kata suara misterius itu.
"… Ke-kenapa kau tahu namaku!? Tunjukkan dirimu…!" perintah Mello. Rupanya Mello sedikit ketakutan. Badannya sedikit gemetar.
"Hmm… kenapa ya? Fufufu…" goda si suara misterius. Terlihat sesosok siluet dari balik gorden.
"…!" Mello sedikit mundur dari tempatnya.
"Karena aku sudah lama tinggal disini."
"Siapa kamu…!?" jerit Mello.
Srakk! Siluet bayangan tadi membuka gorden yang menutupi dirinya. Terlihat jelas sosok laki-laki dengan busana pria ala Victorian dengan bola mata keperakan menghias wajahnya. Sinar matanya sangat tajam sekali. Dia pun tersenyum penuh makna kearah Mello. Entah makna apa yang diberikannya.
'Matanya… warna yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Jangan-jangan…'
"Jangan-jangan kamu vampire yang terkurung disini…?" Tanya Mello kepada laki-laki misterius itu. Laki-laki itu mendekat kearah Mello.
"Ya! Setengahnya benar!". Laki-laki itu tersenyum manis kearah Mello.
"Aku bukannya dikurung, tapi aku yang melarang orang-orang masuk ke kamar ku." Lanjut laki-laki itu. Ia langsung menarik Mello dan mendorongnya hingga Mello terpojok di dinding kamar.
"…!" Mello merasakan nyeri di bagian belakang tubuhnya. Ia langsung menatap tajam ke orang misterius tersebut. "Lakukan saja!" ucapnya.
Laki-laki tersebut keheranan. Lakukan apa?
"Lakukan saja! Aku akan berikan nyawaku yang sekarat ini!" teriak Mello. Sorot mata Mello penuh kepasrahan.
'Tidak hanya penyakit yang mengekang ku, tapi juga kematian. Karena itu, tidak masalah jika semuanya berakhir sekarang.'
Syungg… tiba-tiba badan Mello terasa lemas sekali. Ia hampir saja jatuh ke lantai jika orang misterius itu tidak menahan badannya. Laki-laki itu tersenyum jahil. Ia memanfaatkan situasi tersebut. Ia langsung mendaratkan bibirnya ke bibir Mello yang sedikit pucat. Spontan Mello terkejut. Ia langsung mendorong badan laki-laki tersebut menjauh darinya.
"Apa-apaan kau!" teriak Mello marah. Lancang sekali pria tersebut melakukan hal tersebut pada dirinya.
"Hh! Kau tak sayang nyawa, tapi sayang pada ciuman mu?" Tanya laki-laki tersebut.
Laki-laki tersebut mendekat kearah Mello. Ia menyentuh dagu indah Mello. Membuat Mello mendongak sedikit.
"Setelah kau mati, kau tak akan bisa ciuman. Juga bercinta." Ucap laki-laki tersebut kepada Mello. Laki-laki itu lalu melepaskan tangannya. Membebaskan Mello.
"Namaku Matt. Nanti datang lagi ya…" kata laki-laki tersebut. Ia memberikan senyum manisnya kepada Mello yang sudah berlari mendekati pintu. Mello pun pergi menjauhi ruangan itu.
OoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOo
Beberapa hari setelahnya…
Mello tengah memandang langit biru dari meja makannya. Ia sedang sarapan pagi sendirian di ruangan yang cukup besar itu. Sendiri di meja makan yang panjangnya cukup untuk 20 orang. Orangtuanya sering tidak pulang ke rumah. Mereka sangat sibuk sekali.
"Akhir-akhir ini, Nona jarang ada di kamar ya. Nona kemana saja?" Tanya si pembantu ramah sambil membereskan piring-piring yang ada di meja makan.
"Hmm… jalan-jalan. Kurasa itu menyenangkan." Jawab Mello singkat.
"Oh, begitu. Syukurlah kalau itu menyenangkan bagi Nona." Kata si pembantu. Ia tersenyum senang mendengar jawaban dari majikan kecilnya itu.
Semua piring yang ada di meja makan itu telah dibereskan semua. Mello sudah selesai dengan sarapannya. Ia berjalan mendekat kearah jendela. Melihat pemandangan di luar sana.
"Datang lagi ya…" Mello teringat kata-kata yang di ucapkan laki-laki misterius tersebut. Ia seolah-olah ditarik oleh suara misterius tersebut. Mello terdiam sejenak. Ia ragu. Ingin sekali datang lagi kesana, tapi ia sedikit takut. Lagi-lagi Mello terdiam. Tak lama kemudian ia menarik nafasnya untuk keputusan terakhirnya. Akhirnya ia memutuskan untuk datang lagi ke tempat itu.
---
"Masuklah…" ucap Matt yang sedang duduk menghadap jendela. Jendelanya tertutup tirai walau tidak sepenuhnya. Matt meneguk minumannya yang berwarna merah itu. Ia tahu kalau yang datang adalah Mello.
"Pagi-pagi begini kau tetap tenang ya." Kata Mello.
"Ya, asalkan tidak terkena cahaya matahari." Jawab Matt.
'Mulutnya merah. Seperti darah… apa yang diminumnya itu darah?'
"A-apa yang kau minum?"
"Hm? Ini? Fufu… Ahahaha…" Matt langsung tertawa melihat Mello yang ketakutan akan apa yang diminum olehnya.
"Fufu… ini Cuma anggur, apa kau setakut itu? Hmph…" Matt berusaha menghentikan tawanya.
"Me… Memang apa salahnya?" Mello membela diri.
"Nggak salah kok. Itu bukti kalau kamu ingin hidup." Ucap Matt yang menaruh anggurnya di meja.
"Aku tak berminat pada nyawa yang sekarat, atau nyawa orang yang ingin mati."
"… Kenapa?" Tanya Mello. Sebenarnya Mello tidak mengerti akan hal yang sedang dibahas disini.
"…" Matt terdiam. "Karena yang seperti itu, mirip dengan ku."
"Mirip dengan mu?" Mello semakin tak mengerti. "Apa kau membencinya?"
"Ya. Aku suka nyawa orang hidup." Matt sedikit menundukkan wajahnya. Mello melihatnya dengan jelas. Wajahnya seperti ingin menangis. Ada apa sebenarnya?
OoO tsuzuku OoO
Nyahaha… bersambung!!
Ehe! Tapi chapter lanjutannya udah saya update sekalian kok~
Gomen, klo nggak bagus…
Ayo! Di review!!
Ja! Arigatou gozaimasu… X3
