Saint Seiya (c) Masami Kurumada
Beliau WAJIB dengerin lagu ini! Dan Capricorn Shura WAJIB bikin lagu ini jadi character song dia! #diusir

A/N: Diliat dari judulnya juga, pasti udah pada tau kalo ini Song fic. Salahkan CeleronM yang udah bikin lagu ini begitu berjaya di fic Chain Letter-nya Saint Holic. Dan salahkan juga Yukitarina yang udah ngasih source rapidshare buat donlot lagu ini! =)) #nyalahinception

Ketik REG (spasi) LAWAS! Antara Benci dan Rindu by Ratih Purwasih


Antara Benci dan Rindu

.
by Ionatha (id: 1658345)

.

.

.


Hari itu malam remang-remang. Cahaya bulan pun serasa pudar ditelan oleh awan mendung yang merangkul seluruh area Sanctuary. Hujan turun dengan deras, membuat para Gold Saint meringkuk nyaman di kediamannya masing-masing. Disaat seperti itu, masih saja ada orang-orang yang merenung menatap hujan di teras istananya.

Milo dengan ditemani Aiolia di istana Scorpio, menghabiskan sisa malam di teras luar sambil bergosip. Ada gelagak tawa sesekali terdengar heboh, namun mereka cuek-cuek saja karena berisik mereka akan tersapu oleh derasnya suara hujan.

Di tengah-tengah percakapan yang kian asik, salah satunya melihat Shura sedang berjalan menaiki tangga Sanctuary dengan muka sendu sambil berlindung di bawah payung hitam.

"Ngapain tuh si Shura?" tanya Milo pada Aiolia sambil melongo dari balik teras istananya, mengamati gerak-gerik seniornya yang berasa tanpa nyawa.

"Tauk, malem-malem gini... mana ujan deres lagi. Jangan-jangan..." Aiolia tidak meneruskan kalimatnya, berharap Milo menebak maksud dari kata-kata tersebut.

Gagal. Milo malah menengok pada Aiolia sambil melemparkan senyum yang paling mesum.

Fokus kembali ke seberang, di mana Shura hanya berjalan lunglai. Langkahnya kemudian terhenti. Pandangannya menerawang. Hanya bergeming memandangi bulir air yang makin lama makin deras turun dari langit.

"Oooooooiiiii! Shuuuuuurrrr! Ngapain loe di situ ujan-ujanaaaan?" teriak Milo.

"Dia ngga ujan-ujanan, bego! Masa lu ngga liat dia pake payung?!" sergah Aiolia

"Samalah kira-kira kaya gitu..."

Yang dipanggil mendongak perlahan, memandang rekannya sekilas namun tidak menjawab apapun. Selanjutnya dia malah kembali bengong menatap hujan.

"Kayanya ada yang salah deh, Lia. Kita satronin si Shura aja, yuk!"

"Iya, deh... mukanya udah sendu gitu, takutnya jangan-jangan dia mau bunuh diri lagi..."

Milo dan Aiolia yang merasakan kejanggalan pada Shura segera mengambil payung yang ada di belakang pintu istana Milo. Payung yang tersedia semuanya berwarna-warni dan bermotif; bunga-bunga, permen, sampai ada yang bergambar Telletubies.

"Milo, kamu ngga punya payung yang motifnya lebih normal, apa?" cibir Aiolia yang sibuk nyari payung dengan warna polos.

"Itu semua hadiah dari bank. Udah pake aja daripada keujanan" perintah Milo seraya membuka pintu depan istananya.

Setelah sibuk memilih perangkat anti hujan, akhirnya mereka keluar istana seraya menuju ke tempat Shura berdiri. Shura yang tadi berdiam diri akhirnya angkat bicara setelah mereka berdua datang.

"Lama banget sih loe berdua. Huacchiiih! Gua kedinginan nih, nunggu di sini ujan-ujanan! Huacchiiih!" Shura ngomong diselingi bersih-bersin.

"Lah, kenapa juga kita yang harus ke sini? Harusnya kan kamu sendiri bisa dateng ikut ngegosip di atas. Udah tau dari tadi kita panggil-panggil dari teras..." Milo yang tadinya udah khawatir berat langsung ilfeel berat.

"Soalnya aku mau curhat..." suara Shura semakin pelan. Dia menundukkan kepalanya.

"Emangnya kalo curhat harus di tengah ujan?" semprot Milo masih marah-marah.

"Mungkin dia mau ngikutin film India ngobrol-ngobrol di tengah ujan, mumpung istana kita banyak tiang yang bisa dipake nari-nari" Aiolia menimpali.

"Ngaco, loe..." Milo menatap pemilik Gold Cloth Leo itu dengan dahi mengernyit.

"Soalnya kalo di jalan ini, gue inget dia..." Shura kembali menatap dengan sorot mata kosong.

"Inget siapa?" yang punya zodiak Leo tiba-tiba bingung.

"Inget dia... dulu gua berdua jalan-jalan di sini sama dia..." jawaban Shura semakin abstrak.

"Nih orang sarap, ya? Masa kencan ngga ada tempat lain? Lapangan luas kek, atau cafe remang-remang... kencannya malah olahraga naik turun tangga Sanctuary?" bisik Milo ke Aiolia, berhati-hati agar Shura tidak mendengar apa yang baru saja dia katakan.

"Makin takut nih gue... Dia sebenarnya kenapa sih? Jarang-jarang kaya gini... " Aiolia balas berbisik pada Milo.

"Apapun itu yang mau loe curhatin, mending kita cari tempat nyaman biar kamu bisa keluarin semuanya, sampe POL! Sekarang hayuk, masuk istana gue aja..." ajak Milo sambil menarik paksa tangan Shura.

Setelah diam sejenak untuk berpikir, akhirnya Shura memutuskan untuk ikut juga menuju istana Scorpio.

"Eh, Shur... tunggu dulu!" kaki Shura baru mau melangkah kalau Aiolia tidak memanggil untuk menghentikannya.

"Apa?" tanya Shura datar.

"Err... itu..." Aiolia merasa gagal menemukan deskripsi yang sesuai. Ia hanya memutar bola matanya sambil garuk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal, "Gantian payungnya donk. Gue malu pake payung bunga-bunga gini, soalnya Milo ngga punya payung motif lain... getek nih!"

Shura dan Milo hanya terdiam memandang saint Leo tersebut dengan tatapan antiklimaks.


Cerita masih berlanjut.

Sebagai awalan, pemilik istana menyeduh teh ke dalam tiga buah cangkir lalu menaruhnya dalam nampan. Uap panas yang muncul cukup menjadi penghangat di tengah udara yang begitu dingin. Aiolia menemani Shura duduk di teras depan—sejenak Milo menyusul bergabung dengan keduanya sambil membawa teh beserta satu toples penuh biskuit coklat.

"Coba Shur, ceritain deh uneg-uneg kamu biar lega. Soalnya keliatannya kamu lagi depresi berat..." Aiolia berusaha menghibur ksatria Capricorn yang mukanya emang berlipat-lipat ditambah manyun mulu sedari tadi.

"Engga..."

"Apanya?" pungkas Milo tiba-tiba. Tangannya mengambil satu buah biskuit dari toples.

"Aku cuma tiba-tiba inget dia pas lewatin jalan Sanctuary tadi..."

"Kalo beribu-ribu tangga tadi sih tiap hari juga kita lewatin. Kenapa baru sekarang ingetnya?" tanya Milo lagi.

"Soalnya ujan... terus pas aku bawa payung item..."

"Hah?" Milo bingung sampai berhenti ngunyah biskuit.

"Makin ngga jelas nih. Coba jelasin dari awal deh, Shur." Aiolia menengahi, memberi syarat agar Milo menghentikan cecarannya terhadap tersangka.

"Ok, ok. Pertama, apa yang kamu inget?" Milo berusaha woles.

"Ini jadinya kaya sesi interograsi..." Shura mulai jengah.

"Kan loe sendiri yang mau curhat tapi dari tadi diem mulu, jadi kita ganti tipe curhatnya. Ntar masalahnya ngga selesai loh, Shur. Loe masih banyak kerjaan, masih harus jagain Athena, masih harus latian buat memperkuat excalibur, bantuin Aphrodite motong rumput, masih banyak urusan macem-macem. Jangan sampe buang waktu bengong buat hal yang harusnya bisa loe curhatin." Milo seketika ceramah.

"Pertama..." Shura jeda dulu sejenak, "Aku inget dulu pas ujan turun, aku berlindung di bawah payung hitam itu sambil berjalan berdua dengannya di tangga itu."

"Kalo boleh tau, siapa orangnya? Biar kita bisa tau lebih jelas" ucap Aiolia hati-hati.

Shura kembali terdiam dan menunduk. Dari gelagatnya, bisa ditebak kalau dia merasa enggan untuk memberitahukan orang kedua yang ada dalam cerita. Aiolia sadar dirinya salah bertanya, sambil kembali menggaruk-garuk kepalanya dia mulai melirik Milo untuk minta bantuan.

"Oke, kita ngga akan nanya orangnya siapa. Kita bantuin aja lewat dialog." ujar Milo memberi keputusan setelah menyesap teh panas yang ada di atas meja.

"Dialog?" heran Shura.

"Anggap aku itu orang yang loe maksud, jadi ceritanya loe bisa langsung ngomong ke orang yang bersangkutan. Ntar Aiolia yang jadi pengamatnya terus bakal ngasih kamu saran buat konklusi curhat nanti"

"Bisa juga sih... aku setuju-setuju aja." Aiolia mengiyakan. Shura kedip-kedip.

"Gimana, Shur? Mau ngga?" bujuk Milo dengan senyum nakalnya.

Shura akhirnya mengangguk kecil.

"Untuk ganti nama orangnya, coba cari panggilan lain yang bisa kita pake buat alat peraga. Loe biasanya manggil dia apa?" tanya Milo lagi.

"Gua manggil dia 'sayang'." jawaban enggan Shura bikin Aiolia kaget sampai ngejatohin biskuit dari batas bibirnya.

"EDAN! Ada angin apa loe manggil orang pake 'sayang-sayang'? Sejak kapan loe jadi romantis gitu?" sembur Aiolia syok.

"Tuh kan, gua salah ngomong mulu. Loe pada mikir donk, gua udah malu banget cerita ginian ke kalian sekarang kaliannya malah ngejek!" si Capicorn mendadak gagal fomal, "Gua pulang aja, ah!" Shura bangkit dari duduknya. Mukanya merah padam karena malu.

"Eh, sori... sori... iya, maap. Duduk dulu lagi deh..." cegah Aiolia sambil nunduk-nunduk merasa bersalah.

"Iya, sini, Yang. Duduk dulu, kita cerita-cerita lagi" Milo melayangkan senyum yang dibuat-buat, "Lia, loe diem aja deh! Anggap aja sekarang loe lagi nonton opera sabun. Mungkin agak getek dikit, tapi tahan aja yah!" sabdanya mutlak.

"Kayanya bakal banyak geteknya deh. Tapi berhubung semua ini demi keutuhan para Gold Saint dan kita butuh Shura yang dalam keadaan fit buat jaga Sanctuary, jadinya gue coba tahanin aja deh.." sepakat Aiolia.

Shura kembali duduk di tempatnya semula. Milo bergeser mengambil tempat duduk di sebelah Shura biar makin akrab. Setelah dapet pewe dan Shura sudah mulai bisa mengendalikan diri, Milo menarik napas sembari melirik ke arah Aiolia di depannya.

"Yo'i! Ayo kita mulai. Lia, coba beri aba-aba!"

"Hah? Curhat perlu aba-aba?"

"Biar kaya sinetron. Udah, cepetan!" desak Milo.

"Eh... Err... Kamera siap, mikrofon siap, speaker siap, tukang akting siap, tukang aba-aba siap, tukang baso, tukang teh botol juga siap! Take ke dua puluh tujuh, akting mulai!" teriak Aiolia. Semua kalimat terlontar dari mulutnya tanpa berpikir, "Duh, gua udah kaya orang goblok. Mau-mau aja ikutan kaya ginian..." batinnya meratap.

"Apa yang kamu inget dari aku, Yang?" Milo memulai, berpura-pura menjadi orang yang dimaksudkan oleh Shura.

"Saat hujan di jalan itu... Payung aja ngga cukup. Tubuh dan rambutmu tetep basah."

"Kamu membiarkan aku kebasahan?" tanya Milo lagi dengan tenang.

"Ya engga, lah... Aku hapus dengan sapu tanganku. Biar ngga ada satupun bulir hujan yang bisa bikin kamu sakit"

'Mamiiiiiiiii! Jijik pisaaan~~~~' pekik Aiolia di lubuk hati. Ternyata dalam benaknya, Milo juga berteriak hal yang sama.

"Kita udah lama banget ngga bicara berdua. Biasanya kamu duduk di sampingku, Yang. Kita cari tempat sepi, terus nemu tukang es krim yang lewat. Aku pasti beli es krim coklat, kamu beli es krim vanila. Terus kita duduk sambil bercerita. Kamu paling suka kalo kita ngebicarain laut biru, di sana banyak banget tumpuan harapan dan impian. Kelak kamu bilang kita akan mengarungi laut biru berdua..." kalimat panjang Shura terhenti.

"Lalu?" Milo kepo nunggu lanjutannya.

"Kamu sakitin hatiku, Yang.."

"Apa salahku, Sayang?" sabar Milo yang udah cukup gerah dengan pemakaian kata-kata super lebay dalam percakapan tanpa guna ini.

"Harusnya kamu nyadar, kamu udah mengingkari janji kita berdua. Kamu udah ngga mau lagi kita bersama-sama. Kamu khianatin cinta aku, Yang!" nada Shura mulai frustasi.

"Aku benci banget sama kamu, tapi aku rindu! Aku pengen ketemu kamu lagi! Antara benci dan rindu di sini bikin aku pusing, sampai mau nangis rasanya. Sediiihh!" Shura mulai berteriak tidak jelas dengan suara terbata-bata. Milo yang gagal paham cuma mengelus punggung Shura untuk menenangkannya, sementara Aiolia yang ngga ada kerjaan sibuk menghabiskan biskuit dalam toples. Dia bahkan sempat pergi ke dapur dua kali untuk nambah teh.

"Yang, pernah ngga kamu bermimpi—kalo-kalo kita bersatu seperti dulu lagi? Kalo bisa kan kejadian kaya gini ngga bakalan ada..." yang sibuk curhat berhenti sebentar untuk menghapus setitik air mata yang jatuh ke pipinya, "Kita ngga akan pernah bersedih, ngga akan menangis kaya gini, gara-gara aku rindu sama kamu." Shura kembali menyapu air matanya yang terus turun.

"CUT! CUUUT!" pekik Aiolia mantap.

Milo yang bahkan belum dapat jatah dialog hanya bisa terbelalak kaget mendengar putusan sepihak Aiolia.

"—dasar masalahnya udah jelas, sekarang yang penting solusinya!" lanjut sang sutradara dadakan sambil berdiri berkacak pinggang.

"Yeah, tanya aja sama Galileo..." timpal Milo dengan nada malas.

"Gini, Milo. Oke-oke aja kalo loe mau nerusin opera sabun ini, tapi tolong pikirin perasaan penonton donk! Kenapa gue harus ngeliatin kalian berdua duduk bermesraan deket-deketan begitu?" bantah Aiolia yang juga tak kalah malasnya.

"OMG, kita temen gitu loh... loe mikirnya kejauhan!" Milo berusaha menyudahi pembicaraannya dengan Aiolia dan berbalik fokus pada Shura, "Jadi sebenarnya, dia ngekhianatin kamu dengan cara apa, Yang?"

"Tadi kan udah dibilang, kita sering banget ngobrol tentang laut biru, untuk menjadi tumpuan impian dan harapan kita." jawabnya.

"Iya, lalu...?"

"Kamu inget tukang es krim yang selalu ada di pinggir pantai tempat kita kencan itu, kan? Yang ada di sebelah laut biru tempat kita selalu ngobrol berdua itu loh!"

"Iya, tau. Yang kamu beli es krim coklat terus aku beli es krim vanila itu kan?" Milo ketawa-ketiwi saat kembali pada perannya.

"Sekarang aku tau kenapa kalo beli es krim kamu terus yang bayarin! Kamu biarin dirimu beliin buat aku, aku disuruh duduk nunggu di bangku sementara kamu nyamperin tukang es krim buat beli barang empat sampai lima batang es krim. Udah gitu lama banget lagi belinya. Aku bisa nunggu sejam sampai dua jam. Begitu kamu balik es krimnya udah cair, kamu cuma minta maaf sambil senyum-senyum manis soalnya—"

Aiolia yang udah mulai bosan akhirnya balik duduk di sofa, mengambil toples dari atas meja dan mengeruk sisa-sisa biskuit dari toples sampai akhirnya Milo sadar lalu melempar Aiolia dengan bantal terdekat.

"—KAMU SELINGKUH SAMA TUKANG ES KRIIIIIM!" jerit Shura sambil sesenggukan.

"Bujubunengbuset! Ngga ada selingkuhan yang lebih baik gitu?" Aiolia hampir menjatuhkan toples biskuit dari pangkuannya.

"Sekarang kamu malah mengarungi laut biru bersama tukang es krim itu, bukannya sama aku, Yang! Aku sedih pisan... Huuu~~~~"

lagi, Milo berusaha menenangkan Shura. Badannya udah pegel karena terlalu lama di pose yang sama, "Edan, lebay pisan Shur! Nyadar donk loe tuh saint-nya Athena loh. Apa kata dunia kalo saint-saint lain ngeliatin loe begini? Untung cuma kami berdua yang denger, jadi bisa jaga rahasia."

'Kecuali pembaca...' imbuh Aiolia dalam batinnya.

Milo menawarkan segumpal tisu yang langsung habis dipakai oleh Shura. Aiolia yang sudah selesai membersihkan seluruh isi toples dan isi teko alhasil angkat bicara.

"Jadi benci?" skeptis Aiolia.

"Rindu sih..."

"Yakin rindu?" Milo memastikan.

"Agak benci juga sih..." Shura galau.

"Jadi benci ato rindu nih?" tanya Aiolia lagi.

"BENCILAAAH! Dia udah sakitin gue gitu? Gimana ngga benci?!" Shura naik pitam. Bahasanya beralih jadi non-formal.

"Kalo dia senyum kaya gini, kamu marah ngga, Yang?" Milo iseng melemparkan senyum termanis.

"GUE CINTA! GUE RINDU! Rindu banget... apalagi kalo nginget wajah dan senyum dia... wajahmu mengalihkan duniaku! Oooooh~~~~ serasa dunia runtuh.. Pengen marah, tapi ngga bisa..." Shura menekan kedua pelipisnya, bingung menatap lantai, "Benar kumencintaimu~~~ tapi tak beginiiiii~~~~~~~~ kau khianati hati ini, kau curangi akuuuu~~~~~~~"

"Heh, jangan malah nyanyi lagu penyanyi lain, dodol! Sekarang judul lagunya lagi 'Antara Benci dan Rindu'!" tanpa ampun Milo memukul kepala Shura.

"Sulit banget sih cerita cinta loe, Sayang" Aiolia menghela nafas dramatis.

Milo berdiri cekatan, matanya teduh menatap Shura di hadapannya, "Kamu mau tau ngga jawabannya?"

Shura mendongak menatap mata saint Scorpio. Hujan deras belum berhenti mengguyur Sanctuary, masih membawa kenangan buruk yang sebenarnya ingin dilupakan oleh prajurit paling loyal Athena itu. Tapi Milo dan Aiolia akan hadir sebagai rekan setia yang akan mengubur semua itu dalam-dalam, menggantinya dengan memori manis.

"Yang, seperti yang kamu ingat saat itu... hujan turun lagi seperti malam ini. Dan ketika aku lewati jalan itu, aku juga ingat engkau, Yang."

"Njiss... beneran, getek!" raung Aiolia pada diri sendiri. Bulu kuduknya merinding disko mendengar percakapan dua temannya masih berlanjut.

"Aku juga ingat pas kita basah-basahan ala film India itu, rambut dan tubuhku basah persis kaya klipnya Bekstritboys yang 'Berhenti main game pake hati'. Cuman bedanya mereka tetep kebasahan dan masuk angin, sedangkan aku? Kamu menghapus air hujan itu dengan sapu tanganmu, Yang" Milo berusaha agar suaranya tidak terdengar bergetar saking jijiknya.

"Kecuali kalo sapu tangannya ikut basah juga, ya kalian berdua masuk angin." selip Aiolia watados.

Shura hanya mendengarkan kata-kata Milo dalam diam. Milo merapatkan duduknya, menempel pada bahu Shura yang hangat sambil menggenggam tangan dan menenangkannya.

"Aku pun rindu padamu. Aku juga ingin duduk disampingmu, bersamamu..." tangannya sambil menepuk-nepuk punggung tangan Shura.

"—kita banyak cerita tentang laut biru, tentang langit biru, karena di sana tumpuan impian dan harapan" Milo melepaskan genggaman tangannya untuk berdiri mengadap Shura lagi. Milo mengambil nafas dalam sebelum meneruskan bicaranya, "Tapi sayang, impian itu bukan bersama kamu, yang" ujarnya mantap.

Aiolia terbelalak kaget plus tersedak teh yang dia tambah untuk kesekian kalinya. Shura ikut sibuk mendongak menatap heran Milo yang lagi-lagi sudah tegap di depannya.

"Kok loe malah ngejatohin, sih? Bukannya bantuin dia buat tegar?" Aiolia mulai heran.

"Udah, diem aja. Ini klimaksnya nih. Gua bertaruh banyak supaya ngga dihajar pas bagian ini. Loe doain gue aja supaya gue ngga kenapa-kenapa." desaknya dengan suara kecil dan bibir yang hampir tidak bergerak.

"—mungkin ternyata kamu ngga sesuai dengan harapanku. Aku punya kekurangan, kamu juga punya kekurangan. Dan ternyata hal itu ngga bisa bikin kita bersatu, walaupun cintaku padamu begitu besar."

Shura menatap Milo dalam diam. Cengo, tepatnya.

"Sementara aku ingin meneruskan impian dan harapanku bersama kamu, tapi ternyata kamunya sibuk jadi saint Athena. Diem terus terkurung dalam istana. Hanya melakukan apa yang diperintahkan dewimu padamu, Yang"

Suara rintik hujan mengisi jeda.

"Dengan kata lain, kamu lebih mencintai dewimu dibandingkan aku. Apa aku juga ngga bisa jadi Dewimu yang bisa kamu puja-puja?"

"Milo, loe udah kelewatan ngomongnya..." Aiolia mulai yakin percakapan yang terjadi semakin blur, "Loe kalo dihajar Shura bisa-bisa gepeng loh..."

"Ternyata tukang es krim itu lebih bebas. Dia bisa pergi ke mana pun kapan pun, tidak terikat tugasnya yang berat. Saat mengarungi laut, aku bisa sambil makan es krim. Gratis lagi, ngga perlu bayar."

Sekarang Milo mendekati Shura seraya berlutut di hadapannya, kembali menggenggam jemari saint Capricorn tersebut.

"Dan dia membalas perasaanku... waktu itu... pas banget aku dapat dua tiket menang lotre buat naik kapal pesiar saat kamu lagi mengemban tugasmu."

Shura mulai menyadari sesuatu.

"Waktu itu emang dia pernah nelpon sih..." sambut Shura pelan.

"Terus dia bilang apa?" Aiolia penasaran.

"Dia mau ngajakin pergi ke manaaa gitu, tapi karena akunya lagi latihan memperdalam excalibur, jadi kutolak."

"Itu dia yang bikin sakit hati." Milo paham.

"Ya, itukan kerjaan! Kalo ngga mau ngga usah sama gue!" Shura balik sewot.

"Yap! Itu dia yang ditunggu-tunggu!" Aiolia berdiri sambil menepuk keras kedua tangannya.

Shura menoleh menatap bingung Aiolia. Milo juga hanya menolehkan kepalanya pelan serta tersenyum nakal ke arah Aiolia, tanda dia juga mengerti apa yang hendak diucapkan saint Leo tersebut.

"Loe mau rindu setengah mati, mau benci setengah mati juga.. udah, lupain aja!" komando Aiolia sambil berkacak pinggang khas-nya.

"Heh, kok beda sama skenario?" Milo melotot pada yang bersangkutan, menyesal karena sempat yakin Aiolia bisa mengerti maksudnya.

"Emang ada skenario?" balas Aiolia tidak mau kalah.

"Bodo ah, terusin aja! Paling gantian loe yang dihajar.."

"Yah, apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur. Gue yakin lu lebih cinta sama kita-kita dan sama Athena sendiri. Iya, kan?" Aiolia meneruskan pidato.

"Iya sih..." Shura menjawab ragu-ragu.

"Gue juga rindu sama loe, tapi loe-nya sibuk sama pasangan loe itu."

"Iya, gitu?" kaget Shura.

"Udah, iyain aja biar cepet!" potong Milo.

"Dia juga ngga mau ngerti kerjaan kita yang sulit kaya gini, ngapain juga dipertahanin?" Aiolia berjalan bolak balik di sekitar sofa.

"Tapi gue rindu sama dia, Lia..."

"Loe rindu bukan berarti cinta!" kata Lia mantap, "Gue yakin sekarang loe lagi sedih, loe lagi nangis seperti saat rindu begini, tapi apa mau dikata... semua urusan udah selesai!"

"Mending kamu sama aku, Yang"

"Sinting loe! Mending gua sama kambing!" kilah Shura terhadap tawaran Milo.

"Bener! Mending loe sama kambing!" Aiolia semangat empat lima.

"Orang kaya gitu sih tinggalin aja!" imbuh Shura lagi.

"Betul bangettt!" Milo menimpali tidak kalah heboh.

"Lagian tukang es krim bisa apa sih? Idupnya juga ngga terjamin!"

"Sama sebenernya kaya Gold Saint, semuanya dapet pinjeman dari Athena!" Lia senyum miris.

"Gajinya kecil lagi!"

"Kita sih bisa jual sepotong kecil Gold Cloth kalo kurang duit! Itu pun udah bisa beli sebuah pulau!"

"Kita bisa pinjem kapal pesiarnya Athena kalo mau, dan bisa liburan ke laut biru kapan pun kalo mau!"

"Anda pintar!" Milo mengacungkan kedua ibu jarinya.

"Jadi emang mendingan gue tinggalin dia!" teriak Shura mantap.

"SIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIPPP!" kompak Aiolia dan Milo, diikuti gelak tawa trio Gold Saint tersebut memecah suara derasnya hujan.

Wajah Shura yang tadinya muram kini dapat tertawa terbahak-bahak akibat kelakuan dua goldies juniornya. Rupanya berbicara dengan mereka merupakan keputusan yang tepat. Setelah puas tertawa beberapa saat, Shura hening sejenak, menenggak teh yang sudah menjadi dingin.

"Tengkyu ya bro, udah mau bantuin aku..." Shura balik ngalem.

"Pastinya, kawan." Aiolia menyulam senyum yang paling manis dan tidak dibuat-buat. "Yang penting kan kita ada di sini buat loe. Semua Gold Saint pasti berpikir demikian. Pokoknya kalo mau curhat-curhat dateng aja ke sini lagi."

"Jadi sekarang loe bisa pilih; mau pulang, hapuskan semua rindu-rindu padanya, lalu mulai babak baru kehidupan. Atau kalo masih mau di sini seneng-seneng juga bakal kita temenin. Gue baru beli mainan baru tuh kalo loe mau main, hahahaha!"

"Yang pastinya mainan Milo semuanya ngga ada yang beres, bwahahahaha!" Aiolia mengacak-ngacak rambut Milo yang masih terduduk di samping kaki Shura. Saint Scorpio bersurai ikal itu hanya kembali tergelak, pasrah rambutnya diacak-acak.

Mereka bertiga akhirnya kembali mengobrol sampai lupa waktu, tentu saja dengan topik yang lebih random. Suara hujan perlahan mereda diikuti matahari muncul ke permukaan. Bayang-bayang sinar memasuki area tempat mereka bercengkrama. Menyadarkan mereka bahwa momen-momen kelam dan lara sudah berlalu, berganti dengan hari yang baru.

"Ah, kayanya aku mau balik dulu ke kuil Capricorn. Sori jadinya ganggu waktu ngobrol kalian berdua." ucap Shura sambil bangkit dari duduknya.

"Santai, Yang" Milo menggoda sambil mengedipkan matanya, membuat Shura tertawa pasrah. Sesaat sebelum Shura meninggalkan wilayah kuil Scorpio, Aiolia kembali memanggilnya.

"Eh, Shur... tunggu bentar.."

"Apa?"

"Emm... ini payung itemnya ngga dibawa?" tanyanya polos

Shura memasang senyum simpul.

"Buat kamu aja, Lia. Daripada kamu pake payung bunga-bunganya Milo. Anggap aja itu hadiah dari aku."

Shura melengos pergi sambil melambaikan tangannya. Tapi dari dalam hatinya, Milo dan Aiolia tau kini seniornya itu sudah kembali seperti semula. Kembali menjadi salah satu Gold Saint tangguh yang sangat mereka sayangi.

Keduanya bersandar pada pintu, memerhatikan punggung Shura yang makin lama makin menghilang di pagi hari yang masih berkabut.

"Gila, ya... baru tau gue, si Shura bisa sampe dimabuk cinta kaya gitu..." Milo berujar sambil cengar-cengir.

"Awas, jangan kasih tau sama yang lain. Ntar kita bisa-bisa dipenggal sama dia." Aiolia menakut-nakuti.

"Tapi gue jujur penasaran nih. Siapa orang yang dimaksud, ya?" Milo menatap Aiolia yang masih memegang payung hitam milik Shura.

"Yang pasti dia dipanggil 'sayang', wahahahaha!"

"Yuk, atuh, Yang. Masuk lagi. Dingin nih, masih pagi." ajak Milo dengan nada nakalnya. Dia menepuk punggung Aiolia dan mendorong Saint Leo itu masuk ke dalam istana Scorpio.

"Oke, Sayang" jawab Aiolia tidak kalah isengnya.

Keduanya hanya tertawa jahil sambil menutup rapat pintu depan istana Scorpio.


END

.

.

.

A/N :

Tengkyu banget buat yang udah baca... Geli sendiri nulisnya, jijay bajay... ciyal, HAHAHAHAHAHA! #ketawa

.

*sekalian sengaja kasih teks gratis, inti cerita fanfic ini:

yang, hujan turun lagi dibawah payung hitam kuberlindung
yang, ingatkah kau padaku di jalan ini dulu kita berdua
basah tubuh ini basah rambut ini kau hapus dengan sapu tanganmu

yang, rindukah kau padaku tak inginkah kau duduk di sampingku
kita bercerita tentang laut biru di sana harapan dan impian

benci 3x tapi rindu jua memandang wajah dan senyummu sayang
rindu 3x tapi benci jua bila ingat kau sakiti hatiku
antara benci dan rindu di sini membuat mataku menangis

yang, pernahkah kau bermimpi kita bersatu bagai dulu lagi
tak pernah bersedih tak pernah menangis seperti saat rindu begini

(diucapin sama si cowo – anggep aja si Shura)

"yang, hujan turun lagi. Ketika kulewati jalan ini aku ingat engkau, yang
basah tubuhmu basah rambutmu kuhapus dengan sapu tanganku
yang, akupun rindu padamu, akupun ingin duduk disampingmu
kita bercerita tentang laut biru, tentang langit biru
di sana tumpuan dan harapan"

benci 3x tapi rindu jua memandang wajah dan senyummu sayang
rindu 3x tapi benci jua bila ingat kau sakiti hati hatiku
antara benci dan rindu di sini membuat mataku menangis

yang, pernahkah kau bermimpi kita bersatu bagai dulu lagi
tak pernah bersedih tak pernah menangis seperti saat rindu begini

tak pernah bersedih tak pernah menangis seperti saat rindu begini

.

BWAHAHAHAHAHAHAHA! Selanjutnya mungkin bisa bikin REG (spasi) SUNDA ato mungkin REG (spasi) DENDANG! xDDD
#dibuangkesumur

R&R Maybe? C: