Himano Hime presented
A SasuNaru fanfict
Birthday Gift
Pairing: SasuNaru, ManyNaru (ada kemungkinan ganti pairing..)
Rate: T
Genre: Family, Romance
Warning: Sho-ai, OOC, MPREG
DON'T LIKE DON'T READ!
Hope you enjoy it~^^
Uzumaki Anzen duduk menghadapi kue ulang tahunnya. Senyum tipis menghiasi wajahnya. Ulang tahunnya kali ini pun sama sederhananya seperti tahun-tahun sebelumnya. Kaa-sannya membuatkan semua makanan kesukaannya untuk makan malam disusul dengan kue ulang tahun buatan sendiri.
"Ucapkan permohonanmu, pangeran kecil!" kaa-sannya berseru dengan semangat. Anzen kecil sangat suka dengan cengiran kaa-sannya. Kaa-sannya cantik sekali dengan cengiran khasnya dan Anzen sangat menyayanginya.
"Hn" Anzen menengok ke sampingnya, tempat Kyuu-jisannya bergumam. Tak banyak ekspresi yang ditunjukkannya selain senyum tipis tapi Anzen tahu pamannya itu bangga padanya dari tatapannya.
Hari ini ulang tahunnya ke 4. Kecuali kaa-san, ji-san, dan sebagian kecil gurunya, tak ada yang tahu. Ia tak punya teman akrab untuk diberitahu dan ia jelas tak mau para fans girl-nya tahu. Baginya, cukup keluarganya saja yang mengetahuinya dan ia bahagia.
Permohonan? Ia bahkan tak tahu apa lagi yang bisa dimintanya. Hidupnya sempurna dengan keluarga yang sempurna. Jika ada yang bisa dimintanya…
Anzen meniup lilinnya tanpa menyisakan satu lilin pun menyala. Naruto bertepuk tangan kencang sementara Kyuubi melakukan hal yang sama dengan lebih pelan. "Jadi, apa yang kau minta pangeran kecil?"
Anzen menggeleng, "Itu rahasia, kaa-san!"
Naruto terkekeh. "Baiklah, apa pun itu, kuharap bisa terkabul! Sekarang, ayo kita nikmati cake-nya!"
Cake itu tidak terlalu manis dengan buah-buah segar. Persis seperti kesukaan Anzen. Ia memakannya dengan lahap sambil memikirkan permohonannya tadi. Tanpa tahu permohonan itu akan terkabul dalam waktu dekat.
.
Uzumaki Naruto menelan ludah getir. Mengutuki kebodohannya melamun sedari tadi hingga tidak berkonsentrasi dengan pekerjaannya dan sekarang, ia terlambat menghindari 'pelanggan'nya.
Uchiha Sasuke menatap waiter di depannya dengan kaget. Tak menyangka sama sekali temannya yang menghilang selama 5 tahun sekarang berada di depannya. Bisa ia bilang, Naruto tidak menyukai kebetulan ini karena pemuda itu terus melihat sekeliling, menghindari menatap mata Sasuke.
"Dobe" Naruto tersentak mendengar panggilan itu.
"..teme" ia menjawab ragu.
Sasuke tak menyangka ia begitu merindukan panggilan itu, dari bibir pink mungil Naruto. Pemuda pirang di sampingnya mengerutkan kening, jelas sekali merasa terganggu.
"Bisa kucatat pesananmu?" .. jadi kau bisa segera pergi?, Naruto melanjutkan kalimatnya dalam hati.
"Apa manajermu tak pernah mengajarimu etika? Dasar dobe"
Naruto menggeram, Sasuke masih tak berubah. Ia masih si stoic menyebalkan yang berbicara dengan dingin.
Sasuke melihat Naruto heran, kenapa dia tak membalasnya? Sebesar itukah perubahan sang Uzumaki dalam 5 tahun ini?
Melihat tak ada tanggapan selain tatapan dingin, Sasuke memutuskan menyerah dan memberikan keinginan Naruto. "Jus tomat dan spaghetti.." pesannya.
Naruto segera berlalu setelah menggumamkan 'tunggu sebentar'.
Chouji membuatkan pesanan Sasuke dengan cepat. Naruto merutuk, ia tak mau berhadapan dengan pemuda raven itu lagi. "Kiba, bisa tolong kau bantu aku? Berikan pesanan ini ke meja 5.." ia berbisik pelan. Matanya melirik kaca berbentuk lingkaran kecil di pintu di mana mereka bisa melihat para pelanggan dari situ. Kiba ikut melirik, melihat seorang pria berambut raven di meja itu. "…itu?"
Naruto menganggukkan kepala cepat.
Pemuda Inuzuka itu memiringkan kepala, "Kenapa?"
"Masalah pribadi. Kumohon…" Naruto mengatupkan tangannya di depan wajah. Kiba menatap ekspresi memelas temannya. Naruto jarang sekali bersikap egois, mungkin ini memang penting.
Pemuda berambut brunette itu mendengus, "Baiklah, baiklah, aku mengerti.."
Naruto memberikan cengiran ala rubahnya. Kiba tersenyum kecil maklum.
Di antara mereka, Chouji-lah yang paling lama bekerja, dan pemuda pirang itu yang paling junior di antara mereka. Biarpun begitu, mereka akrab dengan mudah. Kiba selalu merasa aneh dengan Naruto. Pemuda pirang itu sekilas ramah dan terbuka pada mereka, tapi ia tak pernah menceritakan kehidupannya pada mereka. Kiba dan Chouji tak mau memaksa untuk itu.
Mungkin… pria di meja 5 itu ada hubungannya dengan Naruto?
"Mana si dobe itu?" Sasuke bertanya ketus begitu Kiba menaruh pesanannya.
Kiba mengernyitkan kening. Jelas, kesan pertamanya dengan pemuda raven itu buruk. "Kalau maksudmu Naruto, dia sedang sibuk. Aku menggantikannya."
Sasuke jelas keberatan. Kiba sama sekali tidak suka ekspresi menyebalkan yang terpasang di wajah tampan sang Uchiha. Pantas saja Naruto tak mau bertemu dengannya..
"Bisa kau panggilkan dia ke sini?"
"Sudah kubilang ia sedang sibuk." Kiba menjawab ketus.
Sasuke melihat sekeliling restoran dengan pandangan menilai. "Sibuk apa dia..?"
Restoran itu sedang sepi karena memang ini bukan jam sibuk. Sasuke mendengus, "Dia hanya tak mau bicara denganku kan?"
Kiba hanya diam. Ia tak tahu mau menjawab apa karena jelas Sasuke tahu itu hanyalah omong kosong. Sasuke menghela nafas, berdiri dari tempat duduknya dan berjalan lurus ke dapur.
"O- OOIII..!" Kiba berseru. Tangannya menggapai lengan Sasuke, bermaksud menghentikan pemilik mata onyx itu. Dengan mudah, Sasuke berkelit.
Mata safir Naruto membesar melihat Sasuke memasuki dapur dengan Kiba di belakangnya.
Sekali lagi, Kiba mencekal bahu Sasuke, mendesis geram, "Pelanggan tidak boleh memasuki dapur!"
Tapi Sasuke tidak peduli, ia menarik lengan sang Uzumaki, memanfaatkan kekagetan pemuda itu. "Aku akan segera keluar dengannya"
Kiba tidak bisa mencegah ketika Sasuke menggeret Naruto keluar dapur. Setelah sadar dari kekagetannya, Naruto menggeliat, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman sang Uchiha di pergelangan tangannya. "Lepaskan aku Uchiha brengsek!" ia mendesis, tak mau menarik perhatian pelanggan lain.
"Ada yang harus kita bicarakan, dobe." Sasuke tidak mempedulikan perlawanan Naruto. Kekuatan pemuda itu tak bisa dibandingkan dengannya.
"Tidak bagiku." desis Naruto.
Sasuke mendorong Naruto duduk di depannya sementara ia menghadapi makanannya kembali. Naruto menyilangkan tangan di depan dadanya. Pipinya menggembung jengkel dengan bibir mengerucut.
'Manis..' Sasuke hampir saja menampar dirinya sendiri gara-gara berpikir seperti itu. Apa yang dipikirkannya? Naruto itu pria, demi Tuhan! Teman baiknya pula, tidak seharusnya ia berpikir seperti itu..
Tapi mau tidak mau Sasuke mengakui ia sudah memperhatikan temannya sejak lama. Naruto yang berumur 11 tahun saat itu tingginya hanya seleher Sasuke, sekarang ia lebih tinggi, walau puncak kepalanya hanya mencapai hidung Sasuke. Naruto punya wajah manis, perawakan mungil, mata yang cantik, dan bibir mungil menggoda yang selalu memanggil nama Sasuke dengan cara yang tak bisa ditiru orang lain.
Jujur, Sasuke sangat merindukannya.
"Kenapa kau pergi begitu saja 5 tahun yang lalu? Apa kau tak memikirkan perasaan semua orang yang menyayangimu?" Uchiha Sasuke tak mau mencantumkan bahwa ia salah satu orang yang menyayangi Naruto dan mengkhawatirkannya.
Naruto menunduk, "Maaf.."
Pria berkulit putih pucat itu menghembuskan nafas, "Sekarang, ceritakan semuanya."
Naruto masih menunduk. Mustahil ia mau menceritakan semuanya. Mustahil. Mustahil. "Kyuubi mengajakku pindah ke sini karena pekerjaannya. Ini memang mendadak. Maaf, tapi–"
Sasuke memukul meja keras sehingga piring dan gelasnya ikut melonjak. "Kau pikir aku percaya cerita konyol seperti itu, hah?" geramnya.
"Dengar aku Uzumaki Naruto, kau sudah pergi selama 5 tahun, tidak memberi kabar apa pun, kau membuat khawatir semua orang, demi Tuhan! Aku bahkan mencarimu selama satu tahun semenjak kau menghilang dan kalau kau pikir aku cukup bodoh untuk menerima alasan konyol itu maka kau benar-benar bodoh!" Sasuke membentak Naruto tanpa peduli para pengunjung lain, Kiba, dan Chouji melihat mereka.
Naruto mengerutkan kening, "Jika menurutmu itu adalah cerita konyol, berarti kau sudah tidak perlu bertanya kan?" ia bangun dari kursinya tapi Sasuke segera mendorong bahunya untuk duduk kembali.
"Duduk" Sasuke mendesis. Para pelanggan lain yang mulai melirik mereka, mencoba mencuri dengar, mendapat bentakan dari Sasuke. "APA KALIAN MEMANG PUNYA HOBI SEBURUK INI, HAH? URUSI MASALAH KALIAN SENDIRI!"
Mereka segera pura-pura berkonsentrasi ke makanan mereka lagi, memakannya cepat-cepat, atau segera kabur dari kafe sebelum kemarahan sang Uchiha meledak lagi.
Naruto menggertakkan gigi, memandangi kafe yang sekarang sepi. "Kau mengusir semua pelanggan, dasar bodoh! Seharusnya aku mengusirmu!"
Sasuke bergeming, "Kau pikir aku takut? Perlu kau tahu saja, manajermu-lah yang mengundangku ke sini. Aku bisa saja memintanya memecatmu"
Kata-kata Sasuke otomatis menutup mulut Naruto. Ia tidak bisa mengambil resiko kehilangan pekerjaan ini, tentunya. Sasuke menyeringai menyadarinya.
"Sekarang kau sedang senggang kan? Lebih baik kau jawab dengan benar." bahwa Naruto sudah mulai tenang membuat Sasuke lebih santai, mulai menyentuh pesanannya.
Tapi Naruto tidak setenang itu, ia terus melirik ke ke arah jam dinding, lantai, meja, pintu dapur, ke luar jendela, ke mana pun asal bukan Sasuke. Sasuke masih melihatnya seperti mangsa yang terpojok dan itulah dia. Ia menunduk.
"Teme. Kenapa kau tidak juga mengerti? Hidupku bahagia sekarang. Dan kuminta kau tidak datang menemuiku lagi."
Sasuke bisa melihat sesuatu dari sahabat lamanya itu. Seperti kesedihan dan rasa takut…
"Kenapa? Apa yang terjadi padamu?" ia benar-benar khawatir dengan sahabatnya. Tak pernah dilihatnya Naruto yang kekanakkan itu bersikap seperti ini..
"Aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin kau tidak menemuiku lagi. Apa susahnya itu?" Naruto berkata lirih, berbohong pada dirinya sendiri. Ialah yang paling tahu betapa beratnya berpisah dengan Sasuke…
"Aku tidak akan berhenti menemuimu kecuali kau memberikan alasan yang jelas"
Naruto menggigit bibirnya. Apa yang bisa dikatakannya? Kalau 'mereka' sampai menemukannya.. mungkin keluarganya akan terancam.. dan Anzen..
"Aku.. tidak bisa.." Naruto merasa seperti kata-kata itu mencekiknya.
"Aku tidak mengerti, dobe.." Sasuke bergumam putus asa menyadari temannya tak akan memberitahunya semudah itu.
"Kau tidak perlu mengerti. Percayalah, akan jauh lebih baik kalau kau tidak bertemu denganku lagi."
"Aku butuh penjelasan. Kami butuh penjelasan, dobe. Dan aku tak akan berhenti menemuimu kecuali kau membuatku mengerti" tegas Sasuke.
Pemuda Uzumaki itu tahu Sasuke sama keras kepalanya seperti dirinya tapi ia sudah kehabisan ide bagaimana cara menjauhkan orang ini dari kehidupannya sekarang.
"Maaf, teme. Aku tak bisa memberitahumu.."
Sasuke melipat tangan di depan dadanya, "Kalau kau tak bisa memberiku penjelasan, aku juga tak bisa menjauh darimu"
Naruto menggeram, "Apa maksudmu tak bisa hah? Kenapa kau begitu keras kepala?"
"Kau tanya kenapa?" Sasuke ikut berdiri, tangannya meraih dagu Naruto, mendekatkan wajah mereka berdua.
"Bagaimana kalau alasanku.." dengan gerakan cepat, Sasuke mencium bibir Naruto dan menekannya lembut. Mata Naruto terbelalak, tak menyangka akan tindakan Sasuke.
Sasuke menyudahi ciuman mereka, "… begini?"lanjutnya.
Naruto tak bergerak karena shock, sebelum akhirnya tangannya reflex menampar pipi kiri Sasuke dengan keras. Wajahnya merah padam dengan air mata ditahan di pelupuk matanya.
Sebelum Sasuke sempat melakukan sesuatu, sebuah tinju menghantam hidungnya. Membuat mereka kaget bahwa pelakunya adalah Kiba. Kiba menggeram jengkel. Sedari tadi, ia dan Chouji hanya bisa melihat, tak ingin ikut campur dengan masalah pribadi Naruto tapi lalu ia melihat Sasuke mencium Naruto dan tubuhnya refleks bergerak.
"Ayo, Naru! Percuma saja kau bicara dengan orang brengsek itu!" Kiba menggamit lengan Naruto, menariknya hingga menghilang di belakang pintu dapur sementara Sasuke masih jatuh terduduk dengan darah keluar dari hidungnya.
Tahu bahwa percuma saja ia tetap di situ lebih lama, Sasuke memutuskan pergi dari kafe itu.
.
Uzumaki Naruto menghembuskan nafas kencang-kencang. Hari ini benar-benar jadi melelahkan hanya karena kedatangan Uchiha bungsu itu selama beberapa menit. Setelah peristiwa tadi, Kiba berulang-ulang bertanya apa Naruto baik-baik saja dan menawarkan menggantikan pekerjaannya jika ia ingin pulang.
Astaga. Ia tak pernah tahu bagaimana protektifnya sang Inuzuka selama ini.
Apapun itu, Naruto tahu ia akan baik-baik saja setelah Sasuke pergi. Ia melanjutkan bekerja dan benar-benar bersyukur bahwa tak sekali pun Kiba atau Chouji menanyakan masalahnya. Ia tak bermaksud menyembunyikan hidupnya selamanya dari mereka berdua tapi… ia hanya menunggu waktu yang tepat. Setidaknya ia selalu meyakinkan dirinya sendiri.
Sekolah Anzen sudah terlihat dari tempatnya. Tempat itu sudah sepi karena pelajaran memang sudah berakhir beberapa saat yang lalu. Seperti biasa, Anzen menunggu di bangku di bawah pohon sakura sendirian. Musim dingin baru saja berakhir, jadi pohon itu belum berbunga.
"Kaa-san.." Anzen bergumam pelan melihat kaa-sannya berjalan ke arahnya. Ia melompat dari duduknya dengan bersemangat.
Naruto berjongkok untuk menyamai tinggi Anzen, mengelus kepalanya dengan sayang. "Bagaimana sekolah hari ini, pangeran kecil?" tanyanya seperti biasa, dengan cengiran di wajah.
"Aku mendapat teman baru. Namanya Nara Hikage. Kurasa kami bisa cocok"
Mata Naruto berbinar bahagia. Sulit sekali bagi mencarikan teman untuk Anzen, sama seperti Sasuke, Anzen tidak pernah mau berteman dengan anak seumurannya karena menganggap mereka 'kekanak-kanakkan'. "Benarkah? Kau harus menceritakan semuanya pada kaa-san nanti"
"Um" Anzen mengangguk, lebih bersemangat dari biasanya. "Dengan begini, hanya tinggal satu keinginanku yang belum terkabul.."
Naruto melihat ke arah putranya dengan rasa ingin tahu. Itukah yang diharapkan Anzen selama ini? Seorang teman? Lalu, apa keinginannya yang lain?
Tapi ia tidak menanyakannya karena Anzen pasti menolak menjawab.
Sebuah Lamborghini hitam berhenti di depan mereka. Mata Naruto membelalak melihat siapa yang keluar dari mobil itu. Tanpa sadar ia melangkah mundur, menambah jarak di antara mereka. Tangannya yang berkeringat dingin menggenggam tangan kecil Anzen seeratnya.
"Kaa-san?" Anzen bergumam heran. Ada apa dengan kaa-sannya? Kenapa ia terlihat ketakutan begitu pria di depannya keluar dari mobil? Siapa pria itu?
Itachi Uchiha menyeringai kecil menyadari keberuntungannya menemukan si rubah pirang. Membuat Naruto bergidik kecil.
Ia terkekeh, "Sudah lama kita tak bertemu ya, Naruto? Biar kuingat.. 4 atau 5 tahun ya..?"
Naruto menggertakkan gigi, tanpa sadar meremas tangan Anzen hingga anak itu meringis kesakitan. "Itachi.. mau apa kau ke sini?"
"Tenang saja, aku tahu kita tak mungkin berbicara di depan.." Itachi mengerling ke bocah di tangan Naruto, "..siapa namanya?"
Naruto tak menjawab. Untuk apa? Ia bahkan keberatan memberitahu nama Anzen pada Itachi.
"Kalau kau tak mau menjawab juga tak apa. Ini nomor teleponku, kurasa kau pasti sudah menghapus nomorku yang dulu?" Itachi mengangsurkan kartu namanya.
Naruto melihat kertas itu dengan jijik. Tapi Itachi bukan orang yang tepat untuk dilawan… dengan mendesis jengkel, ia mengambil kertas itu.
"Kalau begitu aku pulang dulu. Aku akan menunggu teleponmu sampai akhir minggu atau aku akan gunakan cara lain"
Seakan kurang, Anzen terkesiap ketika Itachi memajukan tubuh untuk menangkap bibir Naruto dengan bibirnya sendiri. Ciuman itu tak berlangsung lama karena sebelum Naruto bereaksi, Itachi sudah menarik diri, kembali memasuki mobilnya.
Wajah kaa-sannya merah padam. Ia mencoba menghapus bekasnya dengan mengusap-usapkan tangan ke bibirnya. Tidak berguna.
"Kaa-san?" Naruto melihat Anzen kembali. Putra tunggalnya itu menatapnya khawatir. Mata biru kaa-sannya berair. Anzen tidak kenal siapa pria itu tapi ia tidak menyukainya. Kesan pertama yang buruk.
"A–ah, maafkan kaa-san, pangeran kecil. Ayo kita pulang dan kaa-san akan masak nasi kare untuk makan malam" Naruto tersenyum, berharap Anzen berhenti mengkhawatirkannya lagi. Ibu macam apa ia, membuat khawatir anaknya yang baru berusia 4 tahun?
Anzen senang melihat senyuman Naruto. Tapi tangan yang menggenggamnya masih gemetar sepanjang perjalanan, mau tak mau membuatnya kepikiran..
.
Malam itu mereka hanya makan malam berdua karena Kyuubi lagi-lagi lembur. Naruto menidurkan Anzen lalu kembali ke ruang keluarga. Duduk di sofa, menyalakan TV, mematikannya, Naruto berakhir melamun menatap TV mati.
Ia tidak menyangka dalam sehari ini bisa bertemu Uchiha bersaudara itu. Dan lagi mereka menciumnya… tangan Naruto berpindah ke bibirnya dengan rasa malu membakar wajahnya. Itachi menciumnya, itu pasti hanya main-main. Tapi Sasuke?
Sasuke melipat tangan di depan dadanya, "Kalau kau tak bisa memberiku penjelasan, aku juga tak bisa menjauh darimu"
Naruto menggeram, "Apa maksudmu tak bisa hah? Kenapa kau begitu keras kepala?"
"Kau tanya kenapa?" Sasuke ikut berdiri, tangannya meraih dagu Naruto, mendekatkan wajah mereka berdua.
"Bagaimana kalau alasanku.." dengan gerakan cepat, Sasuke mencium bibir Naruto dan menekannya lembut. Mata Naruto terbelalak, tak menyangka akan tindakan Sasuke.
Sasuke menyudahi ciuman mereka, "… begini?"lanjutnya.
Naruto merasa wajahnya panas begitu ingat apa yang terjadi tadi pagi. Kenapa? Apa maksud Sasuke melakukannya? Mungkinkah ini berarti Sasuke.. mencintainya?
Ia menghembuskan nafas. Mustahil. Dulu… Naruto mencintai Sasuke. Cinta pertamanya memang perempuan, seorang gadis manis bernama Sakura Haruno. Sakura berwajah cantik dan selalu bersikap baik padanya.
Tapi lalu Naruto menyadari itu bukan cinta. Ia hanya tertarik pada Sakura karena kebaikan gadis itu. Setelahnya, ia mengenal Uchiha Sasuke. Sasuke berbeda 180° dengannya dan super menyebalkan! Dan dia selalu membuat jantung Naruto berdebar lebih keras dari biasanya, entah kenapa.
Beberapa waktu setelah mereka bermusuhan (dengan Naruto meneriakkan mereka musuh sejak pandangan pertama), mereka malah jadi berteman, lalu teman akrab, lalu sahabat. Sasuke kadang bersikap baik dan sangat manis padanya (Naruto tak mau mengakui wajahnya jadi merah dan panas setiap kali itu terjadi) yang tentu saja, Naruto tak pernah melihat Sasuke sebaik itu pada orang lain.
Ketika usianya 11 tahun, Iruka merasa ia cukup umur untuk mengetahui yang namanya 'cinta'. Naruto ingat ia tak berangkat sekolah esoknya karena terlalu malu bertemu dengan Sasuke. Esoknya lagi, ia berusaha bersikap biasa.
Dan kemudian hal itu terjadi.
"Naruto?" yang dipanggil melonjak sedikit dari sofa hanya untuk mendapati Kyuubi berdiri di ambang pintu, jasnya sudah dilepas, tas kerjanya disandangkannya di bahu.
"Kau tak apa-apa?" Kyuubi bertanya khawatir, mengusap pipi adiknya. Naruto bahkan tidak menyadari air matanya menetes.
Nada suara Kyuubi lembut dan hangat. Tidak seperti biasanya, dingin. Nada suara itu mengingatkannya dulu. Ketika ia menangis karena merasa tak akan ada yang menghadiri pertemuan orang tua di sekolah untuknya, Kyuubi mengusap kepalanya dan besoknya mengagetkan Naruto, Kyuubi bolos dari sekolahnya untuk datang ke TK Naruto. Ketika Naruto dikerjai kakak kelasnya, Kyuubi mendatangi mereka, selanjutnya mereka datang memohon maaf pada Naruto (yang dengan mudah memaafkan mereka). Ketika Kyuubi menyelamatkannya saat ia lebih memilih untuk mati..
Kyuubi menarik tubuh Naruto yang mulai gemetar. Membiarkan Naruto menangis di dadanya.
"Apa sesuatu terjadi?" tangan Kyuubi membelai surai-surai pirang Naruto lembut. Naruto sudah mulai tenang. Lelah dan mulai mengantuk. Sangat mengantuk.
"Tadi.. aku bertemu Sasuke di kafe.." gumam Naruto pelan. Badan Kyuubi terasa lebih kaku mendengar namanya.
"Lalu Itachi menemukanku dan Anzen.." tangan Kyuubi mengepal menahan kemarahan. Ia mempererat pelukannya pada tubuh mungil Naruto.
"..aku takut.. " ia takut mereka mengambil Anzen. Ia takut mereka menyakiti Kyuubi. Ia takut keluarganya terluka.
"Tenanglah.. aku tak akan membiarkan mereka mengganggu kita.." belaian Kyuubi di kepalanya menenangkannya dan kelopak matanya terasa berat. Hari ini melelahkan baginya.
Kyuubi tersenyum kecil mendapati Naruto mendengkur halus di dadanya. Perlahan, berhati-hati tak membangunkan adiknya, ia menggendong pria mungil itu ke kamar Naruto. Anzen menggeliat sedikit saat Naruto berbaring di sampingnya, tapi dengan mudah tertidur lagi.
Kyuubi mencium dahi Naruto, seperti biasanya saat adiknya berangkat tidur. Ia ragu sesaat merasakan hembusan nafas Naruto. Bibirnya menyentuh bibir lembut Naruto, melumatnya pelan.
Ia tersenyum, berbisik pelan, "Oyasumi nasai, hime-sama".
Pintu kamar tertutup. Kelopak mata Anzen terbuka saat itu juga.
"Kyuu-jisan..?" ia berbisik di kegelapan.
.
.
Hime tahu ide cerita ini sangat sering dipakai.. tapi Hime kepingiiiin banget coba bikin MPREG dan pingin ikut berpartisipasi untuk FID #3 (_)
Sepertinya fic ini tidak akan di-update dalam waktu dekat mengingat Hime banyak tugas dan PR, belum lagi musim ulangan yang membayang-bayangi di depan mata…
Bersediakah review untuk memberi semangat Hime, minna-san? (OAQ)
