Disclaimer: bukan punya saya

Rate: M

Genre: gado-gado.

Story by relataktidur

...

Terjadi lagi. Aku kembali tercenung diam tubuh lemas dan tatapan kosong. Pernah aku mencoba untuk melupakan perasaan tak nyaman ini namun tetap saja itu sia-sia karna yg kudapat kan hanya sebatas kata sesaat. Hanya saja entah lah... aku pun tak mengerti tak begitu mengerti tentang apa yg ku rasakan. Tentang apa yg ku inginkan rasa ini terlampau kuat sampai menyesakan dada namun aku sendiri tak begitu mengerti untuk apa rasa ini, untuk siapa rasa ini. Dan untuk le sekian kali nya yg kudapatkan hanyalah kekosongan seolah cangkang tanpa isi, aku ada di sini, tubuhku masih berpijak di tanah ini. Hanya saja tidak dengan jiwa ku, mudah di kata aku merasa hal itu tak ada dalam raga ini.

Ku sandarkan tubuh ini merasa hawa lelah mulai menghantam tubuh ku dengan bertubi tubi. Kesadaran ku seakan terbang melayang bersama hembusan angin yg menubruk tubuh ku. Kupejamkan mata mencari ketenangan yg tak akan pernah kudapatkan dengan mudah di tempat ini. Alibi aku hanya kelelahan dengan chakra yg terkuras habis, bertahan hidup dengan sebilah pedang bukan hal yg mudah untuk anak usia 14 tahun seperti ku. Namun apa mau di kata ini lah hidup dan inilah keharusan yg tak bisa luput dari ku. Mengistirahatkan tubuh untuk sejenak, karna pada dasarnya aku hanya akan membuang nyawa jika kembali ke medan tempur dengan keadaan seperti ini.

"ah sial, kemana guru keparat itu pergi." Sejumlah kekesalan terujar di sana dengan nada yg lirih dan intonasi yg lambat. Ku rasa aku benar benar hampir mencapai batas. Terlebih misi ini terlalu berbahaya yah meski orang yg ku sebut guru adalah salah satu ninja yg superior di Konoha saat ini namun apa gunanya itu jika dia tak ada di sini. Ini tak lebih dengan aku yg menjalan kan misi ini sendiri. Memata-matai daerah musuh bukan hal yg bisa di anggap sepele itu sama saja dengan bermain api di kubangan bahan bakar salah sedikit aku bergerak maka ucapkan selamat tinggal pada matahari.

Aku rasa ini mulai sia-sia karna sedikit aku belajar dari apa yg terjadi aku hanya membuang buang waktu dan tenaga untuk bermain kucing kucingan dengan para ninja kirigakure. Dialih mencari informasi dari desa ini aku malah ketahuan sebelum satu jam aku menginjakan kaki di sini. Dan itu lah penyebab dari apa yg ku alami saat ini. Kelelahan dengan chakraYg hampir habis karna terus berusaha menghindari pertarungan yg tidak seimbang. Apa yg kau harapkan? Aku tidak mungkin melawan mereka yg dengan jelas berada di tingkat lebih tinggi dari ku terlebih lagi jumblah dan tempat sama sekali tak menguntungkan bagi ku untuk menghunuskan pedang.

"sial ini benar-benar percumah, aku hanya akan mati percumah. Bisa bisanya aku menjalankan misi seperti ini di hari pertama aku lulus akademi yg benar saja..." aku hanya mendesis dan mulai menaikan insting pertahanan yg sempat mengendur karna semua pemikiran bodoh tadi. Kutatap sejenak katana yg tersarung di pinggang kiri ku. Katana dengan gagang dan sarung hitam itu kutarik bersamaan dengan sarung nya.

Aku mulai memperhatikan daerah sekitar dari dahan kayu pohon yg aku pijak. Ku rasa akan lebih aman jika aku berada di tempat yg tinggi seperti halnya pengintai. Terlebih tempat ini menguntungkan ku untuk memprediksi dari mana musuh akan datang karna tidak mungkin bagi mereka melepaskan penyusup berkeliaran di wilayahnya terlebih dengan hentaiate di kepala ku. Sudah cukup untuk memberikan mereka alasan untuk memenggal kepala ku. Yg ku butuhkan sekarang hanyalah berpikir jernih dan setenang mungkin.

'sepertinya mereka mulai mendekat. Cih, pasti ada tipe sensor yg sama seperti ku di sana. Kiri ga kure bukan desa yg mudah untuk di jamah terlebih dengan kabut setebal ini. Jika saja di antara mereka tak ada tipe sensor seperti ku sudah kupastikan ini tak akan sesulit ini.' aku mulai beragrumen dengan diri sendiri. Yah meski pun aku sendiri sudah tau bahwa mereka pasti telah mempersiapkan diri untuk hal terburuk sekalipun bagai mana pun ini adalah daerah mereka sudah sangat jelas bahwa mereka lebih mengenal karakteristik tempat ini dari aku yg memang baru pertama kali ini menginjakan kaki di tanah ini.

Aku mulai mengakkan tubuh merasa lebih baik dari pertama kali aku duduk di dahan ini, yah setidaknya rasa lelah ku sedikit berkurang. Rambut perak pucat ku bergoyang pelan senada dengan arah angin yg menerpa, memejamkan mata sesaat dan menghela nafas panjang. Mempersiapkan diri untuk hal yg tidak di inginkan mungkin semacam kematian? Ku buka kembali kelopak mata dengan insting yg ikut meningkat di setiap tarikan nafas, merasakan keheningan hutan yg berkabut seolah mencoba mencekik ku dengan hawa yg mencekam. Ku edarkan tatapan tajam penuh akan perhitungan mencoba menerka nerka dari mana arah mereka akan datang. Aku sadar bahwa mereka mulai semakin dekan, yg lebih merepotkan adalah mereka lebih dari tujuh orang. Entah berapa jumlah mereka namun kurasa itu tak akan jauh dari angka sepuluh.

Ku pejamkan mata saat menyadari perubahan pergerakan dari orang-orang itu. "bagus sekarang mereka berpencar dan mengepungku. Kurasa aku tak akan bisa lolos lagi, cih."

Kutarik katana yg sendari tadi kupegang. Yah kalau di lihat katana ini sedikit berlebihan untuk ku, terlebih panjang nya yg hampir menyamai tubuh ku. Butuh pengendalian tinggi dan tenaga extra untuk memainkan katana panjang ini dan aku terlahir untuk itu.

"baiklah sekalai lagi bantu aku hikari." Sejenak aku seperti orang tak waras yg berbicara pada pedang, namun apa mau di kata dengan keadaan seperti ini sudah cukup untuk membuat ku gila. Yah dengan ini aku tak akan bisa merasakan vagina yg katanya lezat dan gurih itu, meski aku tak tau makanan apa itu.

'kuharap kematian ku tak terlalu menyakitkan'

Vop end

..

Netra violet bocah itu berkilat tajam saat kembali panca indra nya mendapati gerakan tak wajar dari arah barat ia berdiri. Dan tak lama kemudian benda benda tajam berdatangan dengan kecepatan tinggi menuju pada nya. Dengan tanpa berfikir panjang bocah itu bergerak dinamis menghunuskan pedang nya mematahkan satu persatu serangan tak berarti itu. Tak menurunkan kewaspadaan akan sekitar bahkan bocah itu semakin menajamkan kepekaan nya seiring dengan detak jantung yg semakin meningkat, bukti nyata bahwa adrenalin mulai meningkat.

Bocah dengan mata violet itu menggerakan pandangan dengan cepatnya. 'kanan, kiri, atas, bawah. Aku tau mereka sudah mengepungku. Hanya kenapa tak langsung keluar!? Cih. Ini benar benar akan menjadi akhir dari seorang Naruto.'

Kenapa kau mengucap kan kata mati dengan begitu mudah nya... Naruto?

Dan satu jawaban yg Naruto dapatkan. -observasi.

Yah jika mereka benar-benar percaya bahwa kau hanya bocah bisa mungkin saja tak perlu sampai membawa sepuluh orang untuk menangkap mu. Hanya saja lambang dari ikat kepala yg Naruto gunakan cukup untuk memberikan mereka rasa untuk berhati hati.

Suasana bertambah mencekam dengan kabut mulai menebal, bahkan mungkin Naruto tak tau apa ini masih siang atau memang sudah sore sangking tebalnya kabut di daerah ini. Angim yg sendari tadi membawa rasa sejuk berubah menjadi dingin dan tak mengenakan untuk di hirup. Dan Naruto sendiri hanya berdiri tenang dengan kuda-kuda bertahan tanpa menurunkan kewaspadaan nya barang sedikit pun. Bagai mana pun ia ingin hidup lebih lama lagi, karna mati di misi pertama bukan yg keren sama sekali dan itu terdengar seperti ironi di telinga Naruto.

"ternyata hanya anak biasa, kukira kulit." Satu sosok melangkah keluar dari kabut, menatap Naruto yg berada di atas nya. Bukan hal aneh jika seorang shinobi menggunakan jutsu perubahan pada wujudnya namun seperti nya mereka saalah tanggap. Dia hanya bocah genin biasa bukan bentuk dari hengge. "ternyata Konoha hanya mengirim bocah ingusan untuk mati lebih cepat."

Naruto sesikit menaikan alisnya. "apa yg kau harapkan?" Netra yg menatap layaknya elang itu tak menunjukan sedikit pun rasa takut. Hanya wajaah datar yg penuh akan kewaspadaan tidak lebih dan tidak kurang. Sungguh hal yg patut di sanjung mengingat usianya tidak lebih dari empat belas tahun dan bisa tetap tenang dengan keadaan seperti ini.

Ninja yg sendari tadi berbicara dengan Naruto haanya mendecih. Pandangan yg Naruto berikan padanya, pandangan yg seolah menghinanya dengan teramat hina. Tidak ada ketakutan bahkan mungkin suasana menegangkan ini tak berpengaruh banyak pada anak itu. Sialan dia benci tatapan itu. Dengan perlahan ia kembali menarik diri ke dalam kabut, mementingkan ego dan memilih membunuh bocah sialan itu tidak akan membuahkan hasil apapun dia hanya akan mempermalukan diri sendiri sebagai pemimpin patroli jika melakukan hal itu. "dua orang sudah cukup. Jangan sampai bocah itu mati mungkin ada informasi yg membawanya kesini."

Dengan itu mereka mulai beranjak dari sana meninggalkan tiga orang termasuk Naruto. Dan anak itu sendiri masih kukuh dengan kuda-kuda nya. Tak lama kemudian dua orang dengan tubuh tegap plus wajah datar keluar dai balik pohon di sekitar Naruto. Salah satu di antara mereka medongak kan kepala menatap Naruto yg berada di atas dahan pohon.

"turun lah ikut kami secara baik-baik. Jika tak ingin ada hal yg buruk terjadi." Ucapan mutlak tak menerima penolakan meluncur dengan mudah dari salah satu pria di sana.

Naruto memejamkan mata sesaat. 'pelajaran pertama, jangan pernah percaya dengan musuh' dengan pelan ia kembali menatap dua ninja itu dengan mata setengah terbuka. "dan atas dasar apa aku harus mempercayai bahwa tak akan terjadi apa apa setelah aku ikut dengan kalian."

Dua ninja ith saling bertatapan. Hingga salah satu di antara mereka menghela nafas tak berniat meladeni agrumen tak berguna dari bocah di hadapan mereka. "sudahlah kita seret saja dia. Ini membuang waktu kita."

Dan haanya di balas dengan anggukan.

Naruto melihat kedua pria yg mungkin berpangkat chunin? Itu mulaj mendekat, ia hanya menghembuskan nafas panjang. "hahh.. baiklah aku akan ikut kalian." Dengan santai ia melompat turun dan kembali menyarungkan katana di tanganya. Dengan santai Naruto mendekat kan diri pada dua orang itu.

Salah satu di antara mereka menyeringai kecil "bagus lah, sekarang cep- cough"

Tak ada yg mengerti dengan kejadian barusan, satu satunya jawaban tepat adalah Naruto yg telah berdiri dengan katana berlumuran darah di samping tubuh salah satu ninja kiri ga kure yg tengah merintih. Yah Naruto hampir saja memotong ninja kiri ga kure itu menjadi dua bagian atas dan bawah. 'jangan pernah menurunkan kewaspadaan terhadap musuh'

Melihat teman nya mati dengan cara sadis, memancing emosi dari satu lagi ninja kiri ga kure. Daan tanpa pikir panjang ninja itu menarik kunai dari saku ninja nya. Melesat menerjang Naruto dengan mata gelap akan emosi negatif. "sialan, akan ku iris kau sampai bagian terkecil." Teriakan penuh amarah dan gerakan brutal tak terkendali di terima Naruto yg hanya bisa menahan nya dengan susah payah.

Ninja itu mengayuhkan kunai nya dengan suplai tenaga amarah yg terus terpompa saat mendengar rintihan sekarat teman nya. Bocah ini, bocah setan ini telah membunuh teman nya dengan tampang tak berdosa. Bukan lagi sekedar amarah ia akan benar benar mengiris bocah sialan itu. "kemari kau brengsek."

Kewalahan, itulah yg saat ini Naruto rasakan. Dimana dirinya dengan sekuat tenaga menahan setiap serangan demi serangan yg terus di lancarkan ninja itu. Terus dan terus, menahan dan menahan serangan brutal itu yg di lancarkan tanpa ampun. 'aku telah membunuh.'

'satu nyawa berakhir di tangan ku.'

Dan entah kenapa sikap tenang yg tadi Naruto tunjukan seolah menguap entah kemana, tatapan waspada yg sendari tadi melekat di wajah nya seolah menghilang terganti dengan tatapan tak percaya. Tak percaya akan apa yg ia lakukan. "aku membunuh?"

Tangan kecil itu mulai kehilangan kekuatan nya untuk menggenggam pedang. Bergetar layaknya mengigil, trauma. Mengakhiri satu kehidupan dengan tangan mu sendiri bukan hal yg mudah untuk di lakukan. Naruto melirikan Tatapan tak percaya dan kosong secara bersamaan pada mayat pria yg tengah meregang nyawa nya. Bagai mana dengan keluarga lelaki itu. Bagai mana dengan ibu dari pria itu, bagai mana dengan istri dari pria itu dan apa yg akan di rasakan anak dari pria itu.

"aku membunuh?" pertanyaan hampa tak berdasar itu kembali terucap tanpa sadar. Tubuh nya menagang dengan tangan yg semakin bergetar. Pedang yg sendari Tadi ia pertahan kan, jatuh dengan sendirinya. Naruto menatap tangan berlumur darah nya dengan pandangan tak menentu, netra violet tajam nya bergetar hebat. Hingga akhirnya ia jatuh berlutut mencengkram kedua sisi kepala nya yg terasa berdenyut sakit.

Tak mengindahkan perkataan Naruto. Ninja yg tengah di kuasai amarah itu menghantam wajah Naruto dengan kakinya. Tak berhenti di sana pria itu kembali menghampiri tubuh tak berdaya Naruto. "mati kau sialan." Pria itu menduduki Naruto menghantam wajah anak itu bagai tak tercela.

Bughh

Ia kembali menghantam wajah Naruto dengan sekuat tenaga, meluapkan semua amarah dan emosi. "mati kau sialan."

Naruto sendiri hanya diam tanpa perlawanan. Seluruh tubuhnya seakan kaku dan mati rasa. Ia tak bisa berfikir jernih setelah apa yg ia lakukan. Tak bisa ia bahkan tak bisa mengerahkan akal untuk sekedar merasakan rasa sakit di wajahnya. Miris anak se usianya harus merasakan kerasnya kehidupan hanya untuk sebait informasi yg entah apa itu.

Kematian di balas kematian. Itulah satu hukum tak tertulis yg menjadi pacuan hidup di dunia ini.

...

"itulah saat pertama kali aku mengotori tangan dengan darah, dan bahkan sampai saat ini aku tak bisa menghilangkan nya. Aku tak bisa menghilangkan bau besi di tangan ku ini. Seberapa kali pun aku membasuhnya bau tetap menempel di tangan ku." Naruto mengakhiri ceritanya dengan menghela nfas kecil, bukan itu bukan lagi Naruto berusia tiga belas tahun. Melainkan sosok Naruto berusia dua puluh tahun. Dengan jaket hitam berlengan panjang dan celana orange. Rambut yg Kian memanjang sampai bahu, tatapan datar yg khas dari violet yg bersinar layaknya permata kerap memaksa siapa saja jatuh pada perintahnya. (AN/ penampilan fisik Naruto the last sisanya seperti yg saya deskripsikan)

Dan orang yg menjadi lawan bicara Naruto hanya memegang dagunya dengan anggukan kecil di kepala secara terus menerus merasa tertarik dengan cerita yg Naruto katakan. Di lihat dari mana pun mereka berdua nampak seperti pasangan bicara yg teramat mencolok. Dua mahluk berkepala putih itu saling berhadapan dengan pemikiran masing masing.

"trauma saat pertama kali membunuh memang hal yg lumrah. Terlebih itu adalah misi pertama mu. Dan hei selama tujuh tahun ini Orochimaru tak pernah bercerita tentang ini." Yah orang yg menjadi lawan bicara Naruto tidak lain dan tidak bukan adalah Jiraya no gamma sannin salah satu dari tiga sanin legendaris. Niat awal Jiraya mengajak bicara Naruto hanya sekedar untuk ber nostalgia mengingat ini adalah hari pertama kepulangan Jiraya setelah satu tahun tak kembali. Obrolan semakin memanjang sampai pada akhirnya Jiraya menanyakan pengalaman Naruto. Dan inilah yg ia dapat.

"mungkin Jiraya-sama tidak pernah menayakan nya pada sensei."

Kekehan kecil lolos dari mulut Jiraya, lihat lah betapa kakunya murid sahabat nya ini. Jauh dari semua hal ini dulu Jiraya sempak kaget saat mendengar Orochimaru sudi merekrut murid, mengingat sipat tidak perduli Orochimaru ini adalah hal yg sedikit... luar biasa kau percaya? Jiraya akan lebih percaya jika Orochimaru di mintai tolong oleh hokage langsung, namun hal yg terjadi malah sebaliknya. Menambah kan poin ketidak percayaan Jiraya, tapi yah apa mau di kata sahabat nya yg satu itu memang sedikit suka memberi kejutan.

"hahaha... yayaya, aku memang tidak pernah menanyakan nya. Oh ya yg terpenting bagai mana ke adaan desa setelah setahun aku tak pulang? Ada kah hal menarik?"

Naruto terdiam, menarik tangan kanan dan menempelkan telunjuknya di dagu. Memasang raut yg tengah berfkir keras. "ku rasa tak ada yg berubah, mungkin hanya pertahanan Konoha saja yg semakin melemah. Yah.. bukti nyata penyerangan kemarin terhadap pewaris clan hyuga."

Jiraya hanya menangguk pelan. Sebelumnya dirinya juga telah mendengar berita ini hanya saja... entah lah apa yg sebenarnya yg di fikirkan pihak kumo ga kure akan hal ini. "di tengah-tengah perseteruan seperti ini mereka masih saja bisa berulah. Bukan kah sama saja dengan memancing perperangan, lalu langkah apa yg di ambil pihak Konoha?"

Naruto mengangguk menyetujui nya, yah di lihat dari mana pun hal semacam penculikan yg kemarin bukan lah ketidak sengajaan. Memang niat kumo ga kure yg terus mengincar doujutsu dari clan keras kepala itu. Naruto hanya mendesah menyandarkan punggung pada sandaran kursi, "pembahasan ini terlalu berat untuk jounin biasa seperti ku. Yg jelas dengan kekuatan Konoha yg seperti ini, sebisa mungkin kita harus menghindari bentrok dengan desa lain."

Gelak tawa terdengar dari hadapan Naruto, seakan tak perduli Naruto memilih memejamkan mata. Suara tawa Jiraya semakin menggelak, entah kenapa nada yg di gunakan Naruto sedikit menghiburnya. "hahaha, yah jounin biasa yg membantu menghentikan perang dunia ke tiga di usia enambelas tahun."

"dalam peperangan tak ada yg namanya pahlawan, berterimakasih lah pada Orochimaru-sensei yg telah mendidik ku dengan baik." Naruto merengut mengutarakan opininya.

Tawa Jiraya mereda, dia haanya menatap Naruto dengan tatapan aneh. "kalian terdengar seperti anak dan ayah, dari pada murid dan guru." Dan di balas putaran mata malas oleh Naruto. Mengulurkan tangan nya, Naruto meraih gelas kecil berisi teh hijau dan meneguk nya dalam sekali tegukan.

Netra violet cerah milik Naruto bergulir, menatap keluar jendela kedai. "hari sudah mulai sore, ada hal lain yg mau di sampaikan Jiraya-sama? Aku harus beristirahat besok masih ada misi yg harus ku lakukan."

Jiraya mengerut, "ha.. memang nya misi apa yg akn kau lakukan?"

Naruto hanya memutar mata lagi? "ke ingin tahuan mu bisa saja membunuh mu."

"aha ha ha. Maaf-maaf aku tak bisa mengontrol yg satu itu."

"sudah lah, lagi pula aku juga belum tahu misi apa yg akan di berikan hokage-sama pada ku. Kuharap bukan sesuatu yg merepotkan." Naruto mulai bangkit dari duduk nya. Sedikit meregangkan tubuh bersiap untuk pamit. "ya sudah, jika tak ada hal yg penting lagi saya undur diri."

Kerutan tak suka nampak jelas di wajah Jiraya, mengangkat tangan berpose mengusir. "dasar kaku. Hus-hus sana pergi."

Dan di balas dengusan oleh Naruto, apa-apan dia.

"baiklah, aku pergi dulu. Oh yah, hari ini pemandian air panas sedang tutup."

"h-hoi, untuk apa informasi semacam itu."

"aku tau apa yg kau fikirkan Jiraya-sama. Sudah lah aku pergi dulu jaa ne."

"sial! Padahal aku ingin kesana."

"aku mendengarmu tua bangka."

"BRENGSEK PERGI SANA!"

Sepeninggalan Naruto Jiraya hanya terdiam, menatap tempat kosong yg tadi di isi Naruto. Memori usang kembali menggembul mendesak otak untuk kembali mengingat nya. Memory tentang apa yg dulu pernah di debat kan dirinya dengan Orochimaru.

Flashback

Jiraya mengangkat tinggi-tinggi sebelah alisnya. Menatap Orochimaru yg tengah membawa seonggrok daging tak berdaya di punggung nya. Di lihat dari mana pun ini bukan pemandangan biasa bagi Jiraya.

"siapa anak itu?"

Orochimaru hanya mengangkat tinggi alisnya. Menatap Jiraya yg tengah berdiri di tengah tengah gerbang masuk Konoha. Dan Jiraya semakin mengerut saat Orochimaru taak menanggapi pertanyaan nya, terlebih ia hanya penasaran pada anak yg ada di punggung Orochimaru. Yah beberapa kali ia pernah melihat anak itu di aka demi.

"hei, kau mendegarku Orochimaru?"

Orochimaru menghentikan langkahnya, mlirik anak yg berada di punggingnya dengan lirikan cepat. "hanya anak akademi."

"aku tau itu. Tapi kenapa ada bersamamu terlebih lihat lah ke adaan nya yg kacau." Jiraya memutar mata malas. Terkadang untuk menghadapai Orochimaru butuh sedikit kesabaran. Ralat sebenarnya dia lah yg tak sabaran. "atau jangan jangan dia murid mu?" canda Jiraya.

Namun sayang. Orochimaru merespon dengan anggukan. Jauh adari apa yg Jiraya prediksikan. Dimana dirinya mengira Orochimaru akan tertawa dan mengatakan 'mana mungkin'. Dan tatapan tak percaya itu terarah dengan cepat pada sosok Orochimaru.

"t-tunggu. Dia benar-benar murid mu? Sejak kapan?"

Seolah tak perduli, Orochimaru memilih melangkah melewati Jiraya. Terlalu malas untuk meladeni nya.

Dengan cepat Jiraya menyambar bahu Orochimaru dan menahan nya. Ini terlalu mendadak baginya. Terlebih ia tak mengerti apa yg ada di fikiran Orochimaru saat ini. "tunggu dulu Orochimaru, apa maksudnya ini?"

Orochimaru berhenti, sedikit memberikan senyum palsu pada Jiraya. "tenang saja. Aku masih akan tetap ikut di garis depan. Jadi guru bukan berarti aku mundur dari peperangan."

Bukan! Bukan itu yg ingin di dengar Jiraya. Bukan alasan itu yg ingin di dengar nya. Ini bukaan soal peperangan, ini bukan soal garis depan. Dan entah sadar atau tidak Jiraya mulai menycengkram bahu Orochimaru.

"apa yg ada di otak mu Orochimaru." Jiraya mendesis. Ini tak seperti apa yg ada di fikiran nya, Orochimaru yg di kenal nya tidak akan mau merepotkan diri dengan hal-hal semacam ini. Ia tau hokage tidak akan mungkin meminta seorang sannin sekelas Orochimaru untuk menjadi pembimbing, jika saja bukan Orochimaru sendiri yg memintanya. Dan dengan kepribadian Orochimaru Jiraya tau pasti ada maksud lain dari semua ini.

Jiraya semakin menajamkan tatapan nya. "hentikan niat mu, kau hanya akan memperburuk ke adaan. Dan kau-"

Ucapan Jiraya terhenti saat Orochimaru mulai menatap nya. Menatap dengan pandangan dingin yg menusuk seolah tak suka dengan apa yg di ucapkan Jiraya.

"kenapa aku mendengar seolah kau tau apa yg ku pikirkan? Bahkan pada kenyataan kau sama sekali tak tau secuil pun." Dengan gerak perlahan Orochimaru melepaskan cengkraman Jiraya. Mulai melangkah seolah tak terjadi apa-apa. Menyisakan Jiraya yg hanya diam mematung di telah kesunyian.

'kita teman kan?'

.o.0.o.

Jauh di dalam kegelapan, jauh dari peradaban. Sesosok tubuh melayang tak pasti. Dengan tubuh terlentang. Sejauh mata memandang, hanya ada kegelepan yg memenuhi pandangan. Dan sosok itu lah satu satu nya bentuk kehidupan yg ada di sana. Tak ada pergerakan pasif dari sosok yg sepertinya tak sadar kan diri itu. Namun semua tak berselang lama sampai sosok itu membuka matanya menunjukan tatapan yg dingin dengan wajah datar. Dan entah apa yg terjadi seolah mendapat hal yg tak terduga sosok itu sedikit melebarkan matanya namun tak berselang lama tatapan itu kembali datar.

"akhir nya, akhirnya kita akan bertemu lagi." Segaris senyum yg teramat tipis terukir disana. Sosok itu kembali menutup matanya.

Tes...

Tes...

Tes...

Dia menangis.

'aku merindukan mu'

.o.0.o.

Pagi hari di Konoha.

Kantor hokage 07:36

Naruto Mengetuk pelan pintu bercat coklat di hadapan nya, menunggu jawaban dari dalam sana. Seperti apa yg di katakan nya kemarin sore hari ini ia akan mengambil misi yg entah apa itu. Dan di sini lah dia berada di hadapan ruangan hokage menunggu untuk di persilahkan masuk.

Dan tak berselalng lama. Jawaban yg di nanti Naruto terseru kan jug. Dengan langkah pelan ia mulai membuka pitu dan masuk kedalam. Membungkukan badan memberi hormat pada pemimpun desa di hadapan nya. Sesaat setelah nya ia kembali menatap hokage di hadapan nya.

"jadi misi apa yg akan di berikan pada ku hokage-sama?"

Tawa hambar jadi balasan atas pertanyaan Naruto. "seperti biasa, selalu ke poin utama."

Naruto hanya mengangguk pelan. "ha'i."

"sudah ku katakan berulang kali bukan? Jangan terlalu kaku pada ku. Kita juga sudah saling mengenal cukup lama."

Naruto mendesah pasrah. "hahh... baiklah Minato-sama."

Swetdrop.

'tetap saja kaku. Apa dia tidak bisa di ajak santai?'

"sudah lah. Terlebih apa kau sudah tau misi apa yg akan ku berikan?" Naruto menggeleng kecil sebagai jawaban. Dan dengan sigap Naruto menangkap perkamen yg di lemparkan Minato, menarik satu ujung gulungan itu dan Membukanya.

"misi pengawalan?" beo Naruto berharap mendapat sedikit penjelasan yg lebih mendetail.

Minato menarik kedua tangan dan merajutkan jari nya, menopang dagu dengan kedua tanganya menatap Naruto dalam diam. "kurang lebih seperti itu, namun bukan berarti ini misi yg mudah. Terlalu banyak kemugkinan ini akan menjadi misi yg lebih sulit. Kau tau legenda tentang iblis moriu?"

Naruto terdiam, sial bagi dirinya. Ia rasa ini bukan hanya sekedar merepotkan tapi pasti akan menyusahkan. Berurusan dengan legenda bukan hal yg bisa di anggap sepele. Terlebih ia sendiri tak terlalu suka dengan iblis.

"dan dari rumor yg ku dengar, jasad dari iblis itu telah di curi dari segel yg membelenggunya. Dan misi mu adalah mengawal miko negri iblis untuk memperbaiki Segel yg menyegel jiwa moriyu."

Naruto menatap datar Minato. "bukan kah ini terlalu berbahaya jika hanya mengutus team kecil ke sana."

Minato tersenyum, seperti yg di harapkan dari murid seorang Orochimaru. Bahkan dirinya berani menjamin bahwa Naruto pastilah telah mengetahui maksud dari misi ini. Dan dengan ucapan nya itu Minato bisa mematikan nya. "baiklah sepertinya kau sendiri sudah tau. Kau bukan hanya mengawal miko negri iblis namun juga mempertahan kan segel jiwa moriu dari segala kemungkinan yg ada."

Naruto menghela nafas. "tentu saja Minato-sama. Yg akan kami lakukan adalah mengawal miko negri iblis untuk memperbarui segel. Bukan kah itu saja sudah jelas. Mengawal miko untuk memperbaiki segel yg belum rusak, terlalu mudah di tebak."

Minato melunturkan senyumnya, menatap Naruto dengan serius. "bermain kucing-kucingan dengan mu tak ada gunanya. Akan ku jelaskan dengan detail." Ia menarik nafas dalam dan menghempaskan punggung nya di sandaran kursi. "sebelumnya, iblis moriyu adalah hal yg jauh di luar pemikiran kita. Dia ada sebelum peperangan di mulai sebut saja dia adalah sosok jahat yg jauh di luar batas pemahaman kita. Namun beberapa catatan dari negri iblis mengatakan betapa mengerikan nya sosok itu jika terbebas, yg ku takutkan adalah peperangan. Dengan kekuatan sebesar itu bukan hal mustahil jika ada beberapa oknum yg ingin memanfaat kan nya demi tujuan nya sendiri. Dan itu terjadi sekitar dua minggu yg lalu saat jasad moryu yg di segel menghilang atau lebih tepat nya di curi. Gejala aneh mulai terjadi setelah di curi nya jasad moriyu seperti halnya gempa dan munculnya pasukan masa lalu yg terkutuk."

"tunggu dulu, pasukan terkutuk?" Naruto menyela meminta penjelasan lebih. Ia sendiri baru mendengar hal ini.

"yah pasukan abadi yg di kutuk oleh miko di masa lalu. Alasan dari pencuri jasad itu sudah cukup jelas, kemungkinan ter logis mereka ingin kembali membangkitkan moriyu demi tujuan mereka. Dan semua itu hanya bisa di hentikan oleh miko negri iblis."

Naruto merengut. "jadi mereka pasti mengincar sang miko agar tak ada yg bisa menghentikan mereka, singkat saja misi ku adalah melindungi miko dari kematian."

Senyum kaku terpampang di wajah Minato. 'ketahuan lagi, apa sejelas itu ya?'

Naruto rasa ini semua semakin jelas. "dan demi mengurangi korban masyarakat lokal, kami harus membawa sang miko dengan dalih memperbaiki segel, semuanya jadi jelas sekarang."

Minato tersenyum kaku, ia sudah mengira bahwa mengelabui sosok joinin di depan nya bukan lah perkara mudah. Dia bahkan bisa membongkar semua rencananya dengan begitu mudah bahkan hanya dengan dua kali bertanya Naruto sudah bisa tau misi sebenarnya yg akan ia lakukan. Minato berpikir ia tak salah jika menitip kan anaknya pada jounin satu ini. "kurang lebih seperti itu lah. Jadi apa kau menerima misimu?"

Naruto terdiam sesaat, sebelum mengangguk kecil. Ini adalah perintah hokage, dan perintah hokage adalah mutlak tak bisa di ganggu gugat. Jadi ia tak punya hak untuk menolak. "apa hanya saya?"

Minato menggeleng. "tentu dengan tim bimbingan mu, terlebih sebelumnya aku sudah mengirim kakashi, rin, obito dan beberapa jounin lain nya untuk membersihkan jalan."

"baiklah, jadi dimana mereka?"

"ku rasa sebentar lagi sampai. Aku sudah memberitahu mereka akan ada misi yg di jalani. Biar pun mereka sudah menjadi chunin namun tetap kau lah pembimbing mereka."

Tak lama kemudian pintu kembali di ketuk, setelah mempersilahkan masuk. Muncul empat orang yg datang bersamaan.

"Naruto-sensei!?" kompak mereka bertiga. Hanya di balas senyum oleh Naruto.

"yo, lama tak bertemu."

"lama gundul mu, kemarin pagi saja kau baru dari rumah ku." Ucap datar salah satu murid nya.

Pandangan Naruto teralih pada salah satu yg tertua di antara mereka, sedikit membungkukkan badan sebelum menyapa. "salam sandaime-sama."

Yg hanya di balas anggukan berwibawa oleh Hiruzen. Minato berdeham meminta perhatian pada nya. "baiklah, shishui, itachi, menma. Kalian akan melaksanakan misi bersama sensei kalian. Untuk kejelasan misinya dalam perjalanan akan di jelaskan."

"ha'i." Kompak mereka bersama.

Naruto menatap ketiga muridnya. "baiklah kita langsung pergi, dan hokage-sama saya pamit undur diri." Tak berniat membuang waktu Naruto memilih bergegas.

Minato mengangguk, menatap kepergian mereka berempat. Setelah menghilangnya mereka berempat ia hanya mendesah dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. "seperti yg anda katakan sandaime-sama. Aku ketahuan hahaha."

Hiruzen hanya menggeleng. "aku seperti melihat tobirama-sensei pada diri Naruto."

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

..

Tbc.

(AN/untuk penampilan. Semua orang di sini sama dengan di canon, dan menma Sama dengan Naruto shipuden. Sedikit clue di sini menma satu angkatan dengan itachi dan Naruto satu angkatan dengan kakashi, bisa di bilang ini masih belum masuk arc Naruto canon.)

Berhubung ini hanya prolog, masih belum ada hal yg menarik itu sih menurut saya. Maaf jika masih acak-acakan. Saya rasa 4k+ words buat prolog itu sudah cukup paanjang. So.. jika ada yg ingin di sampaikan silahkan review atau pm saya, berhubung saya masih belajar nulis saya butuh kritik dan saran.

Out.