PERHATIAN
Eyeshield 21 © Riichirō Inagaki & Yūsuke Murata
Orang Ketiga © HiVi!
Sakitnya Tuh di Sini © Cita Citata
Fic ini mengandung OOC, gaje, abal-abal, aneh, humor garing bagai kerupuk, amburadul emeseyu /dahbasimbak, and the gank
Kalau nggak suka ya udah nggak usah baca :v
.
.
.
Riku and His Burung Beo
.
.
.
1. Riku and His Burung Beo
.
.
.
"Tadaima [aku pulang]!" ucap Riku Kaitani sepulang kuliah semester pertamanya.
"Okaeri [selamat datang], Rikkun!" balas seekor makhluk hidup dengan suara cempreng.
"Hush! Jangan panggil aku 'Rikkun', Burung Beo!" omel Riku kepada (yang ternyata) burung beo yang bertengger di pohon rambutan.
"Hihihi ... iya, iya!" kata si Burung Beo.
"Huft, sudahlah!" Riku masuk ke rumah lalu melepas sepatunya. Di ruang tamu, ada seorang cewek yang sedang asyik bermain N*nt*nd* 3*S.
"Oh, Kakak udah pulang?" tanyanya.
"Belum, masih kuliah," Riku memakai sepatu dan membuka pintu.
"Oh, cepat pulang ya, Kak!" pesannya.
Riku mendengus. "Iya, adikku yang gaje!"
Si Cewek (yang ternyata adiknya) cekikikan. Riku keluar rumah.
"Rik ... Rikkun, Rikkun! Mau ke mana?" tanya si Burung Beo
"Mau ke Jonggol!" Riku jawab asal. "Dan jangan panggil aku 'Rikkun'!"
"Ke, kenapa?" tanya si Burung Beo.
"Karena, aku bukan anak kecil lagi!" jawab Riku kesal.
"O, oke! Hati-hati!"
Riku keluar dari lingkungan rumahnya dan pergi ke suatu tempat. Ke tempat yang tidak jauh dari rumahnya.
Tiba di tempat, Riku menekan bel itu. Setelah bel ditekan, keluarlah seorang cowok berambut karamel. Lalu, dia membuka pintu untuk mempersilakan Riku masuk.
"Oh, Riku, kamu kenapa ke rumahku?" tanya cowok itu.
"Aku udah bosen dengan si Adek dan si Burung Beo! Jadi, aku ke sini aja deh!" jawabnya. "Nggak ngerepotin, kan? Sekalian ngerjain tugas bareng."
"Gapapa kok! Yuk masuk saja!" kata cowok itu.
"Makasih ya Sena," ucap Riku.
"Iya, sama-sama," balas cowok itu yang bernama Sena alias Sena Kobayakawa.
Kemudian, mereka berdua masuk ke rumah Sena. Saat mereka ke ruang tamu, ada seorang cowok yang warna rambutnya sama seperti Sena, sedang mengerjakan sesuatu di meja.
"Hei, Bro!" sapanya.
"Hei juga, Monta!" balas Riku.
"Kamu ke sini buat ngerjain tugas, ya?" tanya cowok yang bernama Monta alias Tarō Raimon.
"Bisa juga dibilang begitu," Riku mengeluarkan sebuah buku dan tempat pensil dari tas selempangnya.
Mereka duduk lesehan. Sena duduk di depan Riku. Sedangkan Monta duduk di antara Sena dan Riku. Kemudian, mereka mengerjakan tugas.
Di sela mengerjakan tugas ...
"Eh, Rik, kamu sebel ya, sama adekmu dan burungmu?" tanya Sena.
"Banget!" jawab Riku.
"Kamu sebenarnya pengen punya adek nggak?" tanya Monta.
"Nggak!"
"Kalau kamu nggak pengen punya adek, napa kamu punya adek?"
"Udah takdir aku punya adek."
"Terus kalau burung beo, kenapa kamu punya?" tanya Sena.
"Sebenarnya, aku pengen punya burung lain. Tapi ya, tau deh!"
"Lah, kalau pengennya punya burung lain, kenapa kamu beli burung beo?" tanya Monta.
Bersamaan dengan itu, Riku bangkit dan menghampiri pintu geser yang terbuat dari kaca, lalu menggesernya.
"Karena ..."
.
.
.
.
.
.
.
"Uwaaah ..." aku nggak percaya waktu aku masuk ke sebuah toko burung (btw ni toko legal) bersama bapakku, aku langsung menemukan burung yang baguu…uus banget!
Burung itu berukuran kecil. Warnanya kuning—terlalu—kinclong. Saking kinclongnya, tuh burung kayak Matahari dilihat dari jarak 0,001 km. Biarin saat tuh burung mo dicuri, mereka-mereka atau orang itu kabur dan lari terbirit-birit (dan tentunya burung itu nggak dibawa). Terus kicauannya, indaaa...aaah banget! Kayak penyanyi tersohor, euy!
Lalu, aku menarik baju bapakku dan menunjuk burung berwarna kuning itu. Bapak melihatnya.
"Oh, jadi kamu pengen burung pleci itu ya?" tanyanya.
Aku mengangguk.
"Oke, kamu boleh memilikinya."
Dengan senang hati, aku berterimakasih ke bapak dan berjalan menuju burung itu. Tapi...
Namun tiba-tiba kau ada yang punya/hati ini terluka/sungguh kukecewa ... [dan seterusnya] ...
Kayak lagu yang dinyanyikan seorang karyawan, burung pleci itu sudah ada yang punya. Tentu saja aku sakit hati karena kecewa. Buktinya, ada seorang anak perempuan yang mengambil burung itu lalu si Emak membayar itu di kasir (ya lah di kasir! Masa di got?!)! Hatiku sakit saat anak perempuan itu mengelus burung itu seperti seorang ibu membelai rambut anaknya dengan penuh kasih sayang. Dan hatiku benar-benar sakit saat anak perempuan itu dan orangtuanya pulang dengan membawa burung tersebut. Dan perasaanku waktu itu sakiiiit banget. Sakitnya tuh di dalam hatiku Bro/Sis!
Sakitnya tuh di sini/di dalam hatiku ... [dan seterusnya] ....
Yah, kurang lebih ilustrasinya kayak lagu yang dinyanyikan seorang karyawati.
Lalu, aku melihat ada burung hitam yang juga sedang melihatku. Matanya berbinar-binar dan senyumannya begitu lugu saat aku menatapnya dengan datar. Aku tersenyum masam saat melihat gerak-geriknya seperti itu. Kemudian, burung itu cemberut dan matanya berkaca-kaca. Seakan-akan dia tahu kalau aku tidak ingin memilikinya.
Aku membalikkan badan dan mendengar sebuah tangisan.
Aku melihat burung itu lagi.
Burung itu menangis dan cemberut.
Aku hanya menghela napas dan mengalah (atau menyerah malah?). Kebetulan, bapak ada di sampingku dan memberitahuku sesuatu.
"Maaf ya Riku, burung pleci itu sudah dibeli orang."
"Iya Bapak, aku tahu dan aku ingin burung itu," aku menunjuk burung hitam aka burung yang menangis.
"Oh, burung beo itu."
Aku mengangguk.
"Oke, kamu boleh memilikinya."
Kebalikannya dariku, burung itu girang dan bersiul saking bahagianya. Aku merasa, ini hari (ter)buruk saya as Riku Kaitani.
.
.
.
.
.
.
.
"Dan itu terjadi ketika saya masih kelas 5 SD." Riku mengakhiri kisahnya dan kembali ke tempat Sena dan Monta berada. Lalu ...
"HEI, jadi selama aku BERCERITA, kamu TIDUR ya, MONTA?! Kamu SENA napé BENGONG waé?!" Riku membangunkan Monta dan membuyarkan lamunan Sena.
"Habis, kamu ceritanya kebanyakan sih, Rik! Jadinya kayak gini deh!" Monta mengucek matanya.
"Tapi, kamu yang minta dijelasin kenapa aku punya burung beo, kan?" bentak Riku.
"Cerita sih, cerita Rik. Masalahnya, kamu menceritakan yang seharusnya gak diceritain," ucap Sena saat sadar dari lamunannya.
"Maksudnya? Atau contohnya?" tanya Monta dan Riku.
"Contohnya, tadi si Riku juga menceritakan ciri-ciri dari burung pleci, terus nyanyiin lagu Orang Ketiga ama Sakitnya Tuh di Sini—mana suaranya jelek pula! Terus, blablablablabla deh!"
"Kamu kayak orang yang udah tau sastra saja, Sen!" kata Riku yang disusul anggukan Monta. "Padahal kamu nggak tahu apa-apa tentang sastra (atau mungkin author-nya yang nggak tahu apa-apa tentang sastra? *digaplok author*)."
"Memangnya kalian berdua bisa sastra apa?" tanya Sena.
"Bisa aja!" jawab Riku dan Monta kompak.
"Eh Rik, kalau kamu nggak suka sama si Burung Beo kan tu burung bisa buatku aja. Kan aku nggak punya binatang peliharaan," kata Monta. "Lagian kan bisa ngurangin bebanmu MAX. Ya nggak Sen?"
"Ya-in aja deuh," jawab Sena. "Cari mati kalau di rumah ada si Pitt ama si Burung Beo. Tapi kalau ditukar ama si Burung Beo sih, nggak masalah."
Riku cuma bisa cengengesan.
"Oh ya, Riku. Kamu sih mendingan, si Burung Beo nggak terlalu bandel, kan?" kata Sena.
"Bandel banget tau!" Riku tak setuju.
"Tapi, dia nggak pernah kan, lari-lari kejar-kejaran sampai berantakin isi rumah?"
"Burungku juga gitu, Bung! Bedanya, dia itu terbang bukan kejar-kejaran!"
"Kamu sih, mending! Kucingku tuh bawel, gaje, dan—"
"Burungku juga gitu, Bung!" kata Riku. "Kita ini senasib, ya, punya hewan peliharaan yang rada gaje!"
"—dan aku bawahannya!"
Mendengar kalimat terakhir yang Sena ucapkan, Riku langsung mengucapkan dukacita secara belangsungkawa.
"Saya berdukacita atas dijadikannya Sena sebagai budak oleh kucingmu, si Pitt."
Sena hanya bisa mengangguk dengan lesu.
Sedangkan Monta? Dia merasa dirinya dicuekin oleh Riku dan Sena. Tapi, dia cuek dan tetap mengerjakan tugasnya.
[Sebuah Coretan]
Fiuh … akhirnya selesai juga fic pertama saya.
Btw salken. Saya orang baru di sini.
Udah lama sih punya akun ini. Tapi baru sekarang berani publish cerita.
Lalu, mohon bantuannya, ya! Karena saya masih nubi. *membungkukkan badan*
Ikuti terus kisahnya, ya!
Jan lupa review cerita saya!
Daah~
[OMAKE]
(Di sela mengerjakan tugas, lagi ...)
Monta: "Rik, napa sih kamu nggak suka sama si Burung Beo?"
Riku: "Karena suka ngikutin kata-kata orang. Makanya aku nggak suka tuh, burung!"
Sena: "Iyalah, namanya juga burung beo, Rik! Kalau nggak gitu bukan burung beo namanya!"
(Hening sejenak. Seekor burung berkoak-koak ria sambil menandai titik-titik yang telah dilaluinya (?)).
Riku: "Eh, iya juga ya! (Tepok jidat)."
Sena dan Monta: "(DOUBLE GUBRAK!)"
Dmst69917
1654BIW
1326+1
TBC
