Title : That Day In Kyoto

Fandom : Kuroko No Basuke

Pairing : Akashi Seijuuro x Kuroko Tetsuya ( AkaKuro )

Genre : Romance, Friendship, Fantasy, School, Slice of Life

Rated : K - T

Warning : Boys Love, shonen ai, BxB, typos, sedikit unsur pembullyan, bahasa non formal, cerita fantasi yang gagal, humor garing, dll

Silahkan membaca dengan resiko ditanggung anda sendiri.

If you hate something like this, boys love, AkaKuro, etc please leave and don't give a flame about my OTP!

*

It's better to be HATED for what you are, than to be LOVED for what you are not

SasShin Present

Enjoy reading

*

Dia dikenal sebagai remaja bertubuh mungil, pendek dibanding kawan seumuran, memiliki rambut biru cerah dengan mata yang mengimitasi birunya langit musim panas, kulit putih pucat dan fisik lemah adalah ciri-cirinya yang lain.

Dulu semua orang selalu memuji keindahan matanya, senang sekali menatap wajahnya lama-lama. Manis sekali, begitu kata mereka. Ia tidak keberatan dan membiarkan teman-teman dan orang-orang terdekatnya melakukannya. Ia dulu suka sekali menjadi pusat perhatian.

Sampai pada suatu hari, ia bertemu dengan makhluk aneh yang menamakan dirinya sebagai Pangeran Kacamata, dia berbentuk kacamata warna hitam, bulat besar, namun memiliki tangan dan kaki, dan bisa bicara.

"Coba kau pakai aku, apakah semua orang masih akan memujimu sebagai yang termanis?" si Pangeran Kacamata berkata.

"Pada dasarnya aku sudah manis, mau memakai apapun di wajahku akan tetap menjadi yang termanis!" jawab anak manis bermata biru dengan sombongnya.

"Kalau begitu buktikan! Pakailah aku! Kalau semua orang masih menyukaimu, aku baru akan mengakui kecantikanmu!" Pangeran Kacamata menyahut.

Tangan dan kaki si Pangeran Kacamata tiba-tiba menghilang. Ia hanya melihat Kacamata bulat besar biasa.

"Tapi kau terlalu besar dan bulat, pasti aku akan terlihat aneh kalau memakainya," si bocah manis akhirnya merasa ragu.

"Heh! Kau penakut! Kau terlalu mengagungkan wajahmu, kau mana berani memakai aku! Kau pasti takut akan menjadi jelek. Itu berarti kau mengakui kalau kau tidak begitu manis!" suara Pangeran Kacamata penuh nada mengejek.

Pipi putih si bocah manis mengembung dalam kekesalan. Benci sekali mendengar ejekan si Pangeran Kacamata. Dengan cepat, tangan putih gemuknya mengambil si Kacamata dan segera memakainya.

"Hahahahahaha akhirnya kau masuk dalam jebakanku, bocah sombong! Dengan kacamata jelek ini menempel di wajahmu yang manis, maka hilang sudah kecantikan dari wajahmu! Mulai sekarang tidak akan ada orang yang menyukaimu! Mereka akan mengejekmu karena kacamata bulat besar ini! Mereka akan memanggilmu dengan 'Si Cupu'!"

Tawa Pangeran Kacamata yang jahat menggelegar ke seisi kamar si bocah manis yang tidak lagi manis.

Si bocah rambut biru itu menangis sambil berusaha melepaskan kacamata itu dari wajahnya, namun sekeras apapun ia berusaha si kacamata bulat besar itu masih melingkar erat di wajahnya.

Sejak saat itu, tidak ada lagi teman-teman atau orang-orang dekat yang mau berdekatan dengannya. Mereka menjauh karena tidak mau berteman dengan anak aneh berkacamata bulat besar, hampir menutupi seluruh pipinya. Dia dipanggil Tetsuya Si Cupu.

Saat di sekolah dasar ia selalu duduk sendiri, mengerjakan tugas sendiri, piket sendiri, dan makan bekal sendiri. Tidak ada yang mau dengannya. Dirinya menjadi bahan ejekan, dan tidak ada yang mau mempercayai ceritanya tentang si Pangeran Kacamata Yang Jahat.

"Tetsuya si Cupu! Pipi bulat, kacamata bulat, mirip bola bekel!"

"Tetsuya jelek! Jangan mau sama dia, nanti kita ketularan cupu!"

Berbagai kalimat ejekan sudah sering ia terima. Awalnya si bocah masih terus membela diri dan menyalahkan Pangeran Kacamata, namun karena ejekan masih saja ia terima dan tidak ada yang mau mempercayai ceritanya, akhirnya ia hanya akan diam dan pergi. Menangis meraung-raung kalau sudah sampai di rumah. Ibu hanya bisa memeluknya jika sudah begitu.

"Biarkan saja! Suatu hari nanti Tetsuya akan menemukan teman yang benar-benar menyayangi Tetsuya, tidak peduli dengan kacamata bulat Tetsuya," hibur sang ibu.

"Benarkah? Siapa dia?" Tetsuya bertanya di sela-sela isakan tangisnya.

"Dia akan datang kalau Tetsuya sudah tidak menangis lagi setiap kali diejek oleh teman-teman Tetsuya di sekolah. Dia adalah pelindung Tetsuya, anaknya kereeenn sekali!" jelas sang ibu sambil mencubit gemas pipi bulat Tetsuya.

"Tetsuya mau, ibu! Tetsuya tidak akan menangis lagi agar si Pelindung Tetsuya yang sangat keren itu mau datang nyelametin Tetsuya!" pekik bocah Tetsuya itu dengan penuh semangat.

"Yup! Dia pasti akan datang! Jadi Tetsuya tidak boleh cengeng lagi!"

"Unm!"

Tetsuya si bocah kacamata bulat besar sudah mengucap janji, tapi teman-teman sekolahnya sangat nakal. Mereka selalu mengejek Tetsuya setiap hari, dan karena pada dasarnya Tetsuya adalah anak yang cengeng, dia akan menangis setiap pulang sekolah. Sampai lulus SD, si Pelindung Tetsuya belum datang juga.

*

Di SMP Tetsuya menjadi semakin pendiam. Walaupun pipinya tidak sebulat dulu, tapi dia masih sangat kurus dan kecil. Teman-teman sekelas baru semua, mereka bertubuh lebih besar darinya. Bukan hanya mengejek, kini anak-anak SMP lebih berani mengganggunya dengan fisik. Mereka sering memukul Tetsuya kalau Tetsuya diam saja saat diejek.

Hanya ejekan saja Tetsuya menangis, apalagi kini dengan pukulan. Julukan Tetsuya di SMP pun bertambah, "Si Cupu Yang Cengeng'.

Karena Tetsuya sudah tumbuh besar, ibu dan ayah pun sudah tidak lagi memanjakannya. Jika pulang sekolah Tetsuya menangis, mereka justru akan memarahi Tetsuya dan menganggap Tetsuya adalah anak laki-laki yang cengeng.

"Heh! Kau cengeng! Kalau begini, si Pelindung Tetsuya yang kau katakan itu tidak akan pernah datang menyelamatkanmu!"

Suatu hari Pangeran Kacamata datang lagi.

"Kau Pangeran jelek dan jahat diam saja! Aku tidak mau bicara denganmu! Ini semua gara-gara kamu!" Tetsuya memilih mengabaikan suara si Pangeran Kacamata dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Semuanya karena salahmu! Karena kau cengeng makanya kau jadi sial!" Pangeran Kacamata tidak mau kalah.

Akhirnya suara si Pangeran Kacamata menghilang karena diabaikan oleh Tetsuya. Tetsuya kembali meneruskan tangisannya. Ia semakin benci kepada Pangeran Kacamata, kalau ia tidak memakai kacamata itu dulu, ia tidak akan menderita seperti sekarang.

*

Hari ini Tetsuya pulang terlambat karena harus melakukan piket kelas. Karena tidak ada yang mau dengannya, Tetsuya jadi piket sendirian. Karena mengerjakan sendiri, piket kelas jadi lebih lama. Tetsuya ingin sekali menangis karena harus membersihkan kelas sendirian, padahal dia ingin segera pulang.

"Disuruh piket malah nangis. Dasar cengeng!"

Seorang anak laki-laki berdiri di pintu kelas, seringai jahilnya sangat Tetsuya kenali. Anak berambut merah itu adalah teman sekelasnya, anak yang gemar sekali menjahili dan mengejeknya. Dialah yang sering mengajak anak-anak lain di kelas untuk mengganggu Tetsuya. Dia yang pertama kali akan tertawa keras kalau Tetsuya menangis karena kenakalannya. Tetsuya sangat benci dengan anak laki-laki berambut merah itu.

"Sekarang malah melamun. Kalau begitu terus, kapan kelas ini akan bersih? Untung aku datang, kalau tidak pasti kau hanya akan menangis terus dan tidak akan membersihkan kelas!"

Anak itu dengan sombongnya berjalan mendekati Tetsuya yang berdiri diam di depan papan tulis. Tetsuya baru saja membersihkan papan tulis itu. Bagian tengah dan bawah papan sudah bersih, tapi karena Tetsuya pendek dia belum bisa membersihkan bagian atasnya.

"Ckckck! Lihat, membersihkan papan tulis saja tidak bisa!" ejek si anak berambut merah. "Dasar pendek!"

Tetsuya cemberut mendengar ejekan anak itu. Tetsuya tidak terima, karena tubuh si anak berambut merah itu juga pendek sepertinya. Tapi karena Tetsuya penakut, dia diam saja diejek pendek.

Anak laki-laki berambut merah itu kembali menyeringai jail. Ia mengambil kapur putih dan menggunakannya untuk mengotori papan tulis yang sudah dibersihkan Tetsuya. Sambil tertawa jahil, si merah mencoret-coret papan tulis, menggambar seorang anak berwajah jelek dengan kacamata bulat dan mengatakan kalau itu adalah Tetsuya, menuliskan kalimat ejekan untuk Tetsuya, dan menggambar berbagai bentuk sampai memenuhi papan tulis. Papan tulis sudah kembali kotor, si anak merah akhirnya berhenti dan meleletkan lidah ke arah Tetsuya yang sudah kembali menangis.

"Huh, bisanya menangis saja! Apa-apa menangis, diejek sedikit menangis!" si anak laki-laki duduk santai di meja guru. Diam menatap Tetsuya yang mulai menghapus papan tulis, masih sesenggukan dalam tangis.

Akhirnya Tetsuya membersihkan kelas dengan ditemani bocah berambut merah itu. Walaupun terus mengejek dan berkata kasar padanya, namun secara tidak langsung si rambut merah membantu Tetsuya. Memberitahu tempat-tempat yang masih kotor atau membetulkan letak-letak peralatan kelas yang tidak sempurna karena ulah Tetsuya. Tetsuya juga jadi tidak seorang diri di dalam kelas yang sudah mulai gelap dan sepi itu. Tetsuya yang penakut akhirnya bisa menyelesaikan kegiatan piket sebelum hari gelap.

Si anak laki-laki berambut merah masih terus mengejeknya selama perjalanan pulang, menakuti Tetsuya dengan serangga yang ditangkapnya di lapangan sepak bola, karena Tetsuya takut serangga ia pun berlari cepat agar tidak tertangkap. Tertawa senang sepanjang perjalanan karena Tetsuya berjalan sambil menangis meraung-raung.

Namun karena Tetsuya lebih fokus menghindari si anak laki-laki nakal itu, tidak terasa ia sudah sampai depan rumah. Perjalanannya kali ini terasa sebentar.

"Yaah, sudah sampai deh! Nggak asyik!" ucap si anak berambut merah sambil menatap rumah Tetsuya.

"Akan aku laporkan pada ibuku! Kau akan dipukul oleh ibu!" Tetsuya segera masuk ke dalam rumah dan berteriak memanggil ibunya.

"Dasar pengadu! Sudah SMP tapi masih suka mengadu pada ibu!" ejek si anak laki-laki mencibir. "Ah, gawat! Pulaaaang!" sebelum Tetsuya kembali keluar membawa ibunya, anak itu segera berlari pulang dengan cepat.

Tetsuya pun mengintip dari jendela, senang sekali karena tidak melihat si anak nakal itu lagi di depan rumahnya. Untuk pertama kalinya Tetsuya merasa menang melawan anak nakal yang suka mengganggunya di sekolah itu. Dan untuk pertama kalinya Tetsuya sampai rumah tidak menangis.

Makan malam hari itu ibu memberikan segelas susu Vanila ekstra untuk Tetsuya karena Tetsuya berhasil pulang sekolah tidak menangis. Tetsuya sangat senang karena ia suka sekali dengan susu Vanila. Ibu bilang akan memberikan susu Vanila setiap hari kalau Tetsuya tidak menangis lagi sepulang sekolah, dan Tetsuya berjanji akan mewujudkannya.

*

Dan untuk pertama kalinya malam itu Tetsuya bermimpi bertemu dengan seorang Pangeran yang sangat tampan, Pangeran tampan itu memperkenalkan dirinya sebagai Si Pelindung Tetsuya. Pangeran mengatakan, saat ini dia memang baru bisa datang lewat mimpi, tapi kalau Tetsuya bisa lebih kuat dan tidak cengeng lagi, maka Pangeran akan datang ke hadapan Tetsuya dalam bentuk yang nyata. Tetsuya senang sekali.

*

Pagi harinya, Tetsuya lebih semangat berangkat sekolah. Dia ingin menceritakan mimpinya kepada ibu, tapi Tetsuya lupa dengan wajah Pangeran dalam mimpi. Yang Tetsuya ingat, si Pangeran memiliki rambut dengan warna yang sama dengan rambut anak nakal teman sekelasnya. Karena masih belum jelas, Tetsuya mengurungkan niatnya untuk bercerita.

"Anak-anak kelas tujuh akan mengadakan kunjungan wisata ke Kyoto selama dua hari. Setiap kelas akan mendapatkan satu bis, dan bapak ingin kalian membentuk kelompok secara berpasangan, setiap pasangan nanti akan mendapatkan tugas untuk membuat sebuah essai tentang objek wisata di Kyoto nanti. Satu kelompok satu tempat wisata. Kalau sudah tulis kelompok kalian, dan Akashi-kun, kumpulkan daftar kelompok teman-temanmu dan antar ke meja bapak! Oke!" Nijimura-sensei berbicara panjang lebar di depan kelas. Tidak mempedulikan keributan anak-anak didiknya karena mendengar kalimat 'kunjungan wisata'.

"Hai, hai!" sahut Akashi, si anak nakal pengganggu Tetsuya dengan wajah acuh. "Oi, cepat cari pasangan dan tulis nama kalian! Dalam lima menit kasih daftarnya ke aku!" dengan suara lantang, tidak peduli masih ada guru di depan kelas, Akashi nama si anak laki-laki itu menyuruh teman-temannya. Walaupun tetap ribut, tapi semua siswa terlihat sibuk mencari pasangan dan melakukan sesuai perintah Akashi, si ketua preman kelas mereka.

Hanya Tetsuya yang duduk anteng di bangkunya. Tetsuya tahu, tidak ada yang akan mau memilihnya. Dia cupu, cengeng, dan jelek. Tidak ada yang akan mau berpasangan dengannya. Sekuat tenaga, Tetsuya menahan tangisnya. Tetsuya anak yang pemalu, jadi dia malu menangis di dalam kelas.

"Ok! Bapak sudah menerima daftar kelompok kelas, bapak akan bacakan ya!" ucap Nijimura-sensei dan dijawab dengan 'haii' panjang dari seluruh siswa.

Tetsuya semakin menunduk, mengkerut di pojok kelas. Hal seperti ini sudah sering ia alami. Rasa malu dan sedih karena tersingkirkan dari kelas. Walaupun biasanya Nijimura-sensei akan memberikan teman kelompok untuknya, tapi tetap saja Tetsuya selalu malu mengalaminya. Hanya Nijimura-sensei yang peduli padanya.

"Kelompok 11, Akashi Seijuuro dan Kuroko Tetsuya." suara Nijimura-sensei masih membacakan nama-nama kelompok.

eh?

"Kelompok 12..."

Suara Nijimura-sensei semakin samar di pendengarannya. Tetsuya mengangkat kepalanya dan malu-malu menatap Nijimura-sensei di depan kelas.

eh?

'Tadi namaku dibacakan oleh sensei?'

Karena merasa dirinya nggak akan dapat kelompok, Tetsuya masih belum percaya ketika Nijimura-sensei membacakan namanya.

Tanpa terasa senyum kecil merekah di bibir Tetsuya. Mata biru berkacamata itu masih setia memperhatikan sang sensei yang masih berbicara di depan kelas. Belum pernah dalam hidupnya ia merasa sesenang itu saat mengikuti kegiatan di kelas.

Tetsuya mengepalkan kedua tangannya dengan gemas di depan wajahnya yang dihiasi oleh senyum lebar. Tetsuya harus melakukan itu agar ia tidak kelepasan menjerit saking senangnya.

Di tengah eforia, Tetsuya menemukan Akashi, yang duduk di bangku no.3 di depannya tengah tersenyum jail. Tetsuya segera menghilangkan senyumnya dan memasang wajah datarnya seperti biasa.

Akashi terkikik geli dan tiba-tiba meleletkan lidahnya ke arah Tetsuya.

"Apakah dia Pelindung Tetsuya itu?"

Tetsuya mendengar suara Pangeran Kacamata, terdengar nyaring di dalam kepalanya.

"Tidak mungkin! Dia anak nakal! Dia suka sekali menggangguku!" Tetsuya menyahut kesal.

"Benarkah?" Pangeran Kacamata kembali bertanya ragu.

"Iya! Dan berhenti bicara padaku, aku sedang sekolah!"

Tetsuya merasa kesal karena kata-kata Pangeran Kacamata. Bagaimana mungkin anak nakal yang paling suka mengganggunya itu adalah Pelindung Tetsuya yang dijanjikan ibu.

'Tapi, tadi Nijimura-sensei memang mengatakan kalau aku sekelompok dengan Akashi-kun,' pikirnya.

Tetsuya kembali menatap Akashi yang sudah kembali menghadap depan.

'Apakah Akashi-kun yang memilih satu kelompok denganku?'

Pertanyaan-pertanyaan itu segera hilang digantikan dengan antusiasme Tetsuya tentang rencana kunjungan wisata besok. Sudah lama Tetsuya ingin pergi ke Kyoto, dan akhirnya kini ia bisa mewujudkan keinginannya itu. Tetsuya ingin segera pulang, ingin segera mengabarkan rencana itu kepada ibu dan menyiapkan semuanya.

*

"Te ~ tsu ~ ya~"

Langkah kaki Tetsuya mendadak berhenti saat telinganya mendengar panggilan berirama jail itu. Akashi Seijuuro, anak nakal berambut merah muncul dari balik loker. Seringai jail selalu tersemat di wajahnya setiap kali berbicara dengan Tetsuya.

Hancur sudah suasana hati Tetsuya melihatnya.

"Cieee yang sedang bahagia karena dapat kelompok di kunjungan wisata besok!" senandungnya sambil merangkul bahu Tetsuya yang sudah mematung di tempat.

Tetsuya benci saat waktu pulangnya harus tertunda, Tetsuya benci saat harus bertatap muka dengan anak nakal itu di luar kelas.

"Aku sudah berbaik hati mengajakmu satu kelompok denganku, jadi besok saat di Kyoto jangan sampai kecengenganmu menghambat kegiatanku! Mengerti!" kata Akashi Seijuuro sambil tangannya nakal menjitak-jitak kepala biru Tetsuya.

Sekuat tenaga Tetsuya menahan tangisnya.

"Ih malah diam saja! Mengerti tidak?" ulang Akashi sambil membungkukan wajahnya untuk mengintip wajah Tetsuya yang tertunduk. "Yaaahh malah nangis lagi! Belum apa-apa sudah nangis," katanya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Waah lagi-lagi kau bikin si Cupu nangis, Akashi!"

Datang ke tempat mereka seorang anak bertubuh tinggi dan memiliki kulit lebih gelap dari anak-anak lain. Rambutnya berwarna biru gelap begitu juga dengan warna matanya. Cengiran yang tidak kalah jailnya dengan Akashi ikut mengintip wajah menahan tangis Tetsuya.

"Aominecchi, Akashicchi, jangan nakal deh! Kasihan Kurokocchi terus-terusan nangis kalau udah ketemu kalian berdua ssu," suara cempreng terdengar setelahnya.

Tetsuya mengenali keduanya, mereka adalah teman-teman akrab Akashi. Sama-sama senang sekali mengganggunya. Apalagi yang rambut biru gelap itu, sebelas duabelas sekali dengan Akashi. Tetsuya benci setengah mati.

"Aku nggak ngapa-ngapain! Cuma aku giniin dia nangis!" Akashi dengan seenak hati kembali menjitak kepala biru Tetsuya. Bocah berkulit gelap tertawa puas sekali dan malah ikut-ikutan menjitaki Tetsuya.

Bocah laki-laki bersuara cempreng sibuk berteriak menghentikan ulah kedua temannya.

"Bisakah kalian menghentikan ulah kekanakan kalian itu?"

Anak laki-laki berambut hijau dan memakai kacamata datang menghentikan keributan yang disebabkan oleh ketiga berandal tadi. Datang bersamanya seorang anak laki-laki dengan tinggi tubuh di atas rata-rata, berambut ungu dan dengan tangan penuh oleh makanan ringan. Teman segeng Akashi yang lain, seperti si anak laki-laki bersuara cempreng, kedua anak laki-laki itu tidak begitu suka mengganggu Tetsuya.

"Bagaimana, Shintaro? Apakah kelas kita sudah mendapat penginapannya?" Akashi mendekati anak berambut hijau. Lupa sama sekali dengan Tetsuya.

"Sudah. Dengan bantuan Nijimura-sensei kelas kita akhirnya mendapat penginapan yang kau inginkan, Akashi!" si anak laki-laki hijau yang dipanggil Shintaro itu menjawab dengan tenang. Jari-jarinya menyundul kacamata di atas hidung.

"Wuaaa asyiikk! Kita bisa tidur enak nih besok!" anak laki-laki berambut biru berteriak girang. Suara pekikan senang pun terdengar dari anak yang lain.

"Kerja bagus, Shintaro!" puji Akashi puas.

"Aku hanya melakukan yang terbaik saja," jawab Shintaro kembali menyundul kacamatanya dengan sikap tenang. "Lalu soal itu, kau yakin akan berbagi kamar dengan dia?"

"Ya mau bagaimana lagi, aku dan si cupu kan satu kelompok!" sahut Akashi sambil mengangkat bahu acuh.

Tetsuya tanpa sadar mengikuti pembicaraan kelima anak di depannya itu. Tidak pernah Tetsuya bayangkan akan berada di antara kelima anak paling berpengaruh di kelas, bahkan di sekolah, dalam keadaan normal begitu. Biasanya Tetsuya akan berakhir menangis atau sedikit luka akibat keusilan kelimanya.

Firasat baik pelan-pelan menelusup ke dalam hati Tetsuya. Sepertinya kunjungan wisata ke Kyoto kali ini akan jadi kegiatan yang menyenangkan.

"Oi, Tetsuya Cupu! Jangan sampai datang terlambat besok, kau sudah harus datang sebelum jam 7. Awas saja kalau kau telat!"

Tetsuya terkejut saat tiba-tiba Akashi berdiri di depannya sambil menjitak lagi kepalanya. Sebelum Tetsuya menjawab, anak laki-laki berambut merah itu sudah bergabung dengan teman-temannya lagi, mereka bersama-sama keluar dari gedung sekolah. Obrolan mereka heboh seperti biasanya, menarik perhatian hampir seluruh siswa di halaman.

Tetsuya terus mengawasi punggung anak-anak itu sampai kelimanya menghilang dari pandangan.

Tanpa diminta, bayangan masa kecilnya ketika dirinya masih menjadi pusat perhatian kembali mencuat dalam ingatan. Dulu Tetsuya sama seperti kelima anak itu, selalu menjadi pusat perhatian. Semua siswa berlomba-lomba untuk bisa menjadi temannya, semua pasang mata menatapnya dengan penuh kekaguman. Tetsuya sangat ingin masa-masa itu kembali terulang kepadanya.

"Si Cupu sudah mulai berharap akan memiliki hari-hari yang indah, ya? Apakah kau lupa kalau kau adalah anak yang sudah ditinggalkan oleh teman-temanmu? Kau cengeng, merepotkan, dan penakut! Dengan semua sifat itu jangan harap kau akan memiliki teman!"

Kata-kata Pangeran Kacamata kembali memukul telak kesadarannya.

Benar. Bagaimana bisa ia berharap masa-masa indah masa kecilnya itu akan terulang jika ia masih menggunakan kacamata jelek itu di wajahnya? Yang ada dirinya akan selalu ditertawakan di manapun ia berada.

Malam hari menjelang kunjungan wisata esok hari Tetsuya tidak seindah dalam rencana. Tetsuya menceritakan kegiatannya itu tanpa minat kepada ayah dan ibu, menjawab pertanyaan ibu tentang bekal apa saja yang akan dibawa dengan lesu, dan menatap tidak berminat kepada ayah yang justru terlihat sangat antusias membayangkan kegiatan apa saja yang akan dilakukan oleh Tetsuya saat di Kyoto esok hari.

"Mungkin ini kesempatan Tetsuya menemukan si Pelindung itu! Coba tanya pada Akashi-kun temanmu itu, siapa tahu dia kenal Pelindung Tetsuya!" bujuk ibu dengan wajah cerah.

"Tidak mungkin, ibu! Kalaupun Akashi-kun tahu pasti dia tidak mau memberitahu Tetsuya, dia kan anak nakal!" sahut Tetsuya cepat dengan wajah super kesal.

"Ah masa! Ayah rasa Akashi-kun anak yang baik, nyatanya dia mau satu kelompok dengan Tetsuya. Kata Tetsuya selama ini semua teman sekelas tidak ada yang mau sama Tetsuya kan?" sela sang ayah ikut dalam pembicaraan. "Dari dulu anak itu memang begitu, suka sekali usilin Tetsuya, tapi nggak bermaksud nakal!" lanjutnya dengan senyum lembut.

Tetsuya kesal sekali mendengarnya. Tetsuya berpikir jika ayah dan ibunya tidak mau membelanya, malah memilih Akashi-kun si anak nakal.

"Seperti ayah sudah kenal Akashi-kun saja! Bukannya membela anak sendiri, malah membela anak nakal semacan Akashi-kun! Tetsuya benci ayah dan ibu!"

Tetsuya lari ke dalam kamar, tidak mempedulikan panggilan ayah dan ibunya. Tetsuya selain cengeng dan penakut adalah anak yang sangat keras kepala dan egois. Ayah dan ibu hanya menggelengkan kepalanya sedih.

*

Tetsuya terlambat pagi itu. Bukan karena bangun kesiangan, tapi karena Tetsuya masih ngambek dengan kejadian semalam. Ibu dan ayah sampai harus bekerja keras membujuk Tetsuya agar mau mengikuti kunjungan wisata itu, alhasil Tetsuya datang terlambat ke sekolah.

"Ckc, lihat gara-gara kau bis kelas kita saja yang belum berangkat! Kalau nggak mau ikut harusnya kau bilang dari awal!" omelan panjang lebar Akashi begitu Tetsuya datang dengan diantar oleh ayah. "Cepat masuk bis! Tanya Ryota atau Shintaro tempat dudukmu, mereka berdua tahu!" Akashi dengan kesal menarik lengan Tetsuya yang masih saja menunduk diam di samping sang ayah. Mendorongnya ke arah bis yang terparkir di pinggir jalan.

Tetsuya berjalan sangat pelan, menunduk sepanjang jalan, padahal anak laki-laki berambut kuning yang bernama Ryota sudah melambai-lambai heboh ke arahnya, memanggil Tetsuya agar segera menaiki bis.

Akashi kembali menoleh ke arah pria yang merupakan ayah Tetsuya. Wajah sedih dan cemas menghiasi wajah pria setengah baya itu.

"Tetsuya lelet sih, aku harus sedikit kasar begitu deh!" kata Akashi dengan gaya sok acuh di depan ayah sang teman sekelas. Sebenarnya Akashi merasa tidak enak hati karena berbuat kasar pada Tetsuya di depan ayahnya, tapi Akashi gengsi mengakui.

Ayah Tetsuya hanya tersenyum maklum. "Tetsuya memang suka begitu, harus dipaksa dulu baru mau bergerak. Akashi-kun tidak salah kok," katanya sambil menepuk bahu Akashi. Akashi tersenyum lega. "Paman dengar dari Tetsuya kalau Akashi-kun yang mengajak Tetsuya untuk satu kelompok dengan Akashi-kun ya? Paman sangat berterima kasih karena Akashi-kun masih mau berteman dengan Tetsuya, anak itu jadi berubah cengeng dan penakut begitu semenjak penglihatannya bermasalah. Tidak apa-apa kan kalo Paman minta tolong, jagain Tetsuya ya selama dua hari di Kyoto ini. Tolong temani Tetsuya, setidaknya selama dua hari ini saja, jangan biarkan anak itu sendirian di kota yang tidak Tetsuya kenali,"

Akashi terdiam lama mendengar ucapan ayah Tetsuya. Tapi akhirnya anak laki-laki itu tersenyum dan mengangguk mantap.

"Ok, Paman! Karena kami satu kelompok aku pasti akan menjaga Tetsuya. Tapi karena biasanya Tetsuya suka lelet, aku mungkin akan sering memarahi Tetsuya, kalau aku marahin Tetsuya pasti Tetsuya langsung nangis. Jadi, mumpung Paman di sini, aku mau minta izin dulu bakalan sering bikin Tetsuya nangis dua hari kedepan!" ucap anak laki-laki berusia 12 tahun itu dengan senyum lebar.

Ayah Tetsuya tertawa, kepalanya mengangguk-angguk pengertian sedangkan tangannya masih saja menepuk-nepuk bahu Akashi.

"Paman senang Tetsuya punya teman yang pengertian seperti kamu," kata ayah Tetsuya sambil mengacak-acak rambut merah Akashi.

"Ah, Paman bisa aja!" sahut Akashi malu sambil menggaruk kepala belakangnya canggung.

*

Tetsuya duduk dengan wajah cemberut di kursi dekat jendela. Dari tempatnya duduk dia bisa melihat ayahnya yang masih mengobrol dengan Akashi. Melihat wajah ayahnya yang ceria dan penuh senyum itu rasanya Tetsuya kesal sekali karena yang membuat ayahnya tersenyum bukanlah dirinya melainkan anak nakal yang Tetsuya anggap sebagai musuhnya. Tetsuya hanya sedang merasa cemburu, Tetsuya tidak suka Akashi yang nakal dekat dengan orangtuanya.

Setelah mendapatkan sedikit ceramah dari Nijimura-sensei dan omelan dari Akashi lagi, akhirnya bis kelas 7-C pun berangkat. Semuanya pun bersuka ria, bernyanyi bersama, bermain kuis, dan saling bercanda bersama, ceria sekali suasana di dalam bis kelas 7-C. Nijimura-sensei berwajah cerah, tersenyum sepanjang hari begitu juga dengan sopir bis, tidak jarang pria tua berwajah ramah itu ikut memberikan lelucon yang membuat anak-anak seisi bis tertawa.

Hanya Tetsuya yang sama sekali tidak ikut andil dalam keramaian itu. Anak bertubuh kecil itu hanya diam sambil menikmati pemandangan alam dari jendela bis. Tidak tertarik untuk ikut bercanda tawa bersama teman-teman. Bahkan kalau diperhatikan lagi, wajah manis berkacamatanya terlihat kesal dan muram. Tetsuya masih bad mood gara-gara orang tuanya, ditambah lagi dengan posisi tempat duduknya sekarang. Bisa dibilang Tetsuya berada di tengah-tengah Akashi and the geng, kumpulan anak-anak yang kelakuannya seperti anak TK, berisik dan tidak bisa diam. Untung saja Tetsuya duduk di dekat jendela, suasana hatinya masih sedikit membaik.

Tetsuya duduk di barisan kanan bis, tiga baris dari belakang. Di depannya adalah kursi yang diduduki oleh Aomine Daiki dan teman pirangnya yang super berisik, Kise Ryota. Mulut mereka seperti petasan dan knalpot motor, berisik dan memekakan telinga bagi Tetsuya. Dan keduanya senang sekali menghadap ke belakang dan mengobrol dengan Akashi, Tetsuya sangat terganggu dengan keberisikan keduanya.

Di kursi belakang duduk anak laki-laki berambut hijau dan berkacamata, tapi tidak bulat seperti Tetsuya, bernama Midorima Shintaro dan teman berambut ungu yang memiliki tubuh sebesar titan, Murasakibara Atsushi. Keduanya memang tidak seberisik duo AoKi di depannya, tapi kelakuan jorok Murasakibaralah yang membuat Tetsuya kesal. Seperti AoKi yang suka sekali berdiri di kursi dan menghadap ke belakang untuk mengobrol dengan Akashi, Murasakibara dan Midorima juga melakukan hal yang sama, bedanya mereka cukup berdiri dari duduk mereka dan ikut mendengarkan ocehan AoKi, hanya saja Murasakibara yang duduk tepat di belakang Tetsuya tidak berhenti makan, alhasil remahan snacknya menghujani rambut biru Tetsuya. Protes Tetsuya hanya dianggap angin lalu, si titan ungu masih saja memakan jajanannya. Kemalangan Tetsuya itu malah membuat Akashi senang, si merah semakin gemar mengejek Tetsuya.

Tetsuya ingin sekali segera sampai ke Kyoto agar terbebas dari anak-anak nakal itu. Tetsuya merasa sudah tidak betah.

"Psstt, Akashi!"

Saat sudah hampir menempuh setengah perjalanan, kebanyakan siswa sudah mulai loyo dan banyak yang memilih tidur di bis. Suasana pun mulai sunyi. Begitu juga dengan Tetsuya, si bocah biru berusaha untuk tidur seperti kebanyakan siswa lainnya. Tetsuya berusaha mengabaikan suara ribut game yang berasal dari ponsel Akashi, ataupun seruan-seruan kesal yang sering kali keluar dari mulut si remaja merah.

Dikira sudah sedikit aman, ternyata gangguan lain datang dari arah depannya. Kepala biru gelap milik Aomine menyembul dari balik sandaran kursi bis.

Dengusan panjang Tetsuya keluarkan, sebelum dirinya menegur Aomine agar tidak berisik, Akashi sudah lebih dulu memelototinya dan menyuruhnya untuk tidak ikut campur urusannya dengan Aomine. Sontak Tetsuya cemberut.

"Lihat! Lihat!" si anak laki-laki berkulit gelap menunjukan layar smartphone-nya ke arah Akashi.

Karena posisi Aomine tepat berada di depan Tetsuya, mau tidak mau Tetsuya bisa sedikit melihat sesuatu yang tertera di layar ponsel hitam itu.

"Akh!" sontak kedua tangan putihnya menutupi kedua matanya.

Akashi dan Aomine terkikik menyaksikan reaksi Tetsuya.

"Kau dapatkan video itu dari mana?" tanya Akashi sambil meraih ponsel Aomine.

"Aku habis download sendiri, dapat link website-nya dari si Haizaki. Banyak banget video-nya, tinggal pilih. Gampang juga lagi downloadnya, nggak ribet!" jawab Aomine dengan suara pelan agar tidak didengar orang lain. Akashi dan Aomine melakukan tos puas.

"Download yang banyak! Kita nanti nonton di kamar penginapanku!" kata Akashi tak kalah pelan dan langsung di 'OK'-in sama si sahabat.

"Kalian tidak boleh nonton video porno begitu! Kalian akan dihukum kalau sampai Nijimura-sensei tahu!" sergah Tetsuya yang hanya dihadiahi oleh lirikan tajam dari dua pemuda merah dan biru tua.

"Anak cupu lebih baik diam! Emangnya kamu tahu ini video apaan?" Aomine sewot.

"Tahu lah! Itu video dewasa yang bisa merusak moral anak bangsa!" jawab Tetsuya sambil berkacak pinggang.

"jiaaahh, anak cupu sok-sokan ngomongin moral bangsa. Ini video penting tahu, pembelajaran menuju kedewasaan! Hanya anak-anak gaul yang nontonnya beginian. Anak mami macam kamu, hush... hush..." Akashi mengoceh sambil mengibas-ngibaskan tangannya ke arah Tetsuya.

"Aku akan adukan perbuatan kalian kepada Nijimura-sensei! Biar kalian berdua dihukum!" ancam Tetsuya bersiap berdiri dari duduknya untuk memanggil sensei.

Akashi segera menarik tangan Tetsuya dan segera membekap mulut bawel si anak cupu. Tetsuya sekuat tenaga memberontak, kedua tangan ia gunakan untuk menjambak rambut merah Akashi dan kedua kaki menendang-nendang brutal.

"Kalau disuruh ngadu paling pintar ya kamu! Awas saja kalau kau berani buka mulut!" ancam Akashi sambil mencengkram Tetsuya semakin erat.

Aomine juga tidak tinggal diam. Ia segera menahan tangan Tetsuya agar berhenti menjambak rambut Akashi. Pertarungan ketiganya menimbulkan suara 'gedebuk' ribut yang membuat beberapa siswa terbangun, bahkan Nijimura-sensei di kursi depan juga ikut menoleh. Wajah tampan sang sensei langsung berubah hitam melihat kelakuan nakal dua anak didiknya yang memang terkenal bandel.

"Oi, Akashi, Aomine! Kalau kalian tidak menghentikan ulah nakal kalian itu, aku lempar kalian dari bis!" ancam sang guru muda lantang.

Dua bocah bengal pun terdiam, baru sadar jika kelakuan mereka memancing perhatian semua penghuni bis. Aomine nyengir lebar ke arah sensei dan meminta maaf dengan wajah tanpa dosa. Akashi hanya mendengus kesal. Ia melepaskan tangannya dari mulut Tetsuya.

"Berani ngadu aku akan penuhi loker dan tasmu dengan sampah setiap hari!" bisiknya mengancam.

Tetsuya mati-matian menahan tangisnya. Belum sampai tujuan saja dirinya sudah sial.

*

Setelah menempuh perjalanan sekitar 8 jam, anak-anak kelas satu SMP itu akhirnya tiba di Kyoto dengan selamat. Walaupun perjalanan panjang yang cukup melelahkan tidak sedikitpun mengurangi keceriaan di wajah-wajah khas remaja itu. Mereka masih penuh semangat berlarian dan berceloteh keras saat menuruni bis, para sensei harus ekstra keras memberikan peringatan dan mengawasi.

"Yooo! Kita jalan-jalan yuk, lihat-lihat kawasan ini! Pasti banyak tempat seru!" Aomine Daiki berseru dengan penuh semangat.

"Yuhuuu~!" sahutan nyaring si Kuning tak kalah semangat.

Bletakk

Bletakk

Duo Biru Kuning sudah siap meluncur jika saja kepala mereka tidak terkena jitakan penuh sayang sang sensei. Keduanya memegangi bagian benjol di kepala penuh nestapa.

"Belajarlah membaca jadwal perjalanan, apakah jalan-jalan mencari tempat yang seru tertera di jadwal?!" Nijimura Shuuzo, guru termuda SMP Teiko mengepalkan tangannya kuat-kuat, terlihat puas sekali sudah menggunakannya untuk memberi pelajaran bagi siswanya yang bandel. "Ahomine! BakaRyota!" desisnya penuh ancaman.

"Ah Ittee! Ya nggak usah mukul juga kali, sensei!" rutuk Aomine kesal, terdapat setitik air di sudut matanya.

"Ssu~ Ryota bisa jadi bodoh kalo dipukul di kepala! Sensei hidoii ssu!" rengek si bocah kuning tak malu lagi menunjukan tangisnya.

"Justru aku sedang berusaha menghilangkan sumbatan di otak kalian biar tidak terus-terusan bertingkah bodoh!" balas Nijimura-sensei gedek setengah mati. Ia tidak mau lagi mengurusi pasangan super bandel itu, kini matanya mengawasi seluruh anak didiknya. Setelah memastikan seluruh siswanya memperhatikan si guru muda kembali bicara. "Bangunan di depan kita adalah tempat kita menginap untuk dua hari ke depan selama di Kyoto, nama-nama kalian beserta nomor kamar sudah aku serahkan pada ketua kelas, tidak ada protes dan tidak menerima layanan pergantian kamar! Istirahat, bersihkan diri kalian, setelah itu langsung makan, makanan sudah disiapkan oleh pemilik penginapan, nanti akan ada petugas yang memberitahu! Ikuti jadwal dan jangan macam-macam!" saat mengatakan kalimat terakhir, mata hitam sensei tepat mengawasi siswa-siswa pembuat onar yang sudah ia hafal luar kepala. Yang ditatap hanya mendengus kesal.

"Jam 8 malam kumpul di aula penginapan! kita akan mengadakan breefing untuk kegiatan besok!" suara sumbang berupa protesan dan keluhan dari para siswa ia abaikan. "Jangan banyak protes dan lakukan!"

Anak-anak remaja tanggung itu mengikuti sang sensei dan murid dari kelas lain itu memasuki penginapan. Langkah-langkah mereka tidak segirang tadi, kentara sekali mereka tidak puas dengan jadwal yang sudah ditetapkan.

Penginapan yang mereka pakai merupakan penginapan plus pemandian air panas yang cukup terkenal di Kyoto. Besar, punya banyak kamar, pelayanannya memuaskan, dan memiliki bangunan khas Jepang yang unik. Di dalam penginapan sendiri memiliki spot-spot yang cukup mengagumkan sebagai latar pengambilan gambar. Siswa-siswa yang sudah dikecewakan kembali bersemangat untuk 'selfie'. Mereka memenuhi hampir setiap sudut penginapan hanya untuk mencari tempat bagus untuk berfoto dan tertawa-tawa senang saat mengunggahnya ke media sosial. Dasar anak muda jaman sekarang.

Tetsuya pusing setengah mati.

Pergi keluar seperti siswa lain takut tersasar karena besarnya penginapan, mau istirahat di dalam kamar, kamarnya sudah terlebih dahulu dijadikan markas anak-anak nakal. Nasibnya yang mendapatkan giliran sekamar dengan Akashi, ketua geng siswa pembangkang, kamarnya tentu saja dijadikan tempat berkumpul.

Merah, biru, kuning, hijau, dan ungu sudah memenuhi ruangan dengan segala macam keributan dan tingkah polah mereka. Sekali lihat saja Tetsuya sudah pusing, bagaimana dia bisa beristirahat dengan tenang kalau begitu ceritanya.

Tetsuya hanya berdiri di depan pintu kamar seperti anak hilang.

"Oi, cupu! Kalau mau masuk cepat masuk, kalau enggak jangan berdiri di depan pintu begitu! Kau menghalangi jalan!" seruan Akashi menyadarkan lamunan Tetsuya. Si remaja merah sudah berdiri di depannya persis dengan tangan kanannya memegang pinggiran pintu, siap menutup. "Mau kututup nih!"

Tetsuya membenarkan letak kacamata bulatnya yang melorot, menatap sekelilingnya dengan ragu. Sebelum ia memutuskan sebuah tarikan kuat di lengannya membawanya memasuki kamar. Akashi menutup pintu kayu di belakangnya. Cengkraman di lengannya segera dilepaskan.

"Telat! Kau sudah masuk, jadi jangan harap bisa keluar lagi! Lelet sih!" ucapnya sambil berjalan menghampiri teman-temannya yang sudah duduk rapi di depan TV.

"Kita mau nonton apa sih ssu?" Kise bersuara saat Akashi sudah menempati tempat duduknya.

"Film seru, Kise! Kau pasti akan suka!" Aomine yang menjawab. Anak itu tengah berkutat dengan kabel, Handphone, dan TV.

Tetsuya memandang horor, tiba-tiba ingat dengan pembicaraan kedua anak badung itu tadi di bis. Dengan cepat Tetsuya berlari ke depan TV dan merentangkan tangan selebar mungkin untuk menutupi pandangan seluruh anak dari layar TV.

"Oi, Tetsu! Minggir, kau menghalangi!" Aomine meraung kesal seketika.

"Jangan, Kise-kun, Midorima-kun, Murasakibara-kun! Jangan ditonton! Aomine-kun dan Akashi-kun ingin meracuni otak kalian!" ucap Tetsuya sambil menatap satu per satu kepala kuning, hijau, dan ungu yang menatapnya cengo.

"Hah?!" Aomine tidak kalah cengo.

"Ckc, Tetsuya cupu diam saja deh! Tidur saja sana!" Akashi berusaha menarik tangan Tetsuya agar tidak menghalangi pandangan.

"Tidak boleh! Kalian akan dipaksa menonton video porno! Jangan mau!" elak Tetsuya masih kekeuh berdiri menghalangi TV.

"Video porno?" pekik Kise dengan mata melotot.

"Oi, oi, Akashi, Aomine! Kalian beneran punya video laknat begitu?" Midorima kontan buka suara, wajahnya terlihat memerah malu.

"Hee~ aku nggak mau nonton ah kalo video porno! Takut dimarahi mama!" Murasakibara menggeleng-geleng lucu, seperti anak TK.

Belum juga Tetsuya membuka suara, musik film pun berkumandang menandakan film yang akan mereka tonton sudah mulai. Namun bukan suara desahan sensual atau kata-kata vulgar, melainkan musik seram yang membangkitkan bulu roma. Tetsuya berbalik dan menyaksikan layar lebar TV yang menampilkan sebuah judul film horor yang tengah ramai diperbincangkan.

Tetsuya kembali menghadap teman-temannya dengan wajah bingung. Akashi menyeringai senang.

"Video porno kau bilang? Tetsuya tahu yang begituan?" tanya Akashi dengan kedua alis terangkat tinggi. Puas sekali melihat wajah berkacamata bulat Tetsuya berubah menjadi pucat pasi.

"Ta tapi tadi di bis kalian-"

"Hee~ jadi tadi di bis kau menonton video porno, Tetsu?" kini giliran Aomine yang menjahili. Tetsuya menggeleng cepat dengan wajah cemas.

"Waaah apa kata para siswa dan sensei ya kalau mereka tahu Tetsuya si cupu menonton video yang merusak moral bangsa begitu?" Akashi semakin menyeringai lebar sambil menekankan kata 'merusak moral bangsa'.

Tubuh kecil Tetsuya gemetaran di depan Akashi dan Aomine.

"Iiihhh udah deh! Kapan kita mulai nonton nih!" Kise datang sebagai penolong Tetsuya sore itu. "Emm Kurokocchi, bisa kau geser? Aku tidak bisa melihat kalau Kurokocchi berdiri di situ ssu!"

Tetsuya merasa malu sekali. Niatnya ingin menjadi pahlawan tapi berakhir seperti pecundang begitu. Hanya Midorima yang kelihatan mempercayainya, yang lain sudah asyik menonton film. Dengan lesu kaki kecilnya melangkah ke ranjang yang sudah tersedia, memutuskan segera beristirahat sebelum acara breefing nanti malam.

"Wuaaaa! Seram ssu~ matikan! Aku tidak kuat ssu!"

"Hahahahha dasar kau penakut Kise! Masa sama badut aja kau takut!"

"Wuaaa! Kepalanya copot! Sadis ssu!"

"Wuaaa!"

Dan teriakan-teriakan lain yang terus bersahutan. Berisik sekali anak-anak itu.

Kalau begini bagaimana Tetsuya bisa istirahat?

Tuk.

Tetsuya terkejut ketika sebuah headset putih bergoyang pelan tepat di depan wajahnya. Akashi mengulurkan headset itu dengan wajah datar tanpa ekspresi. Lama mata biru Tetsuya menatapi benda mungil di tangan Akashi.

"Jangan salah paham! Aku hanya tidak ingin dengusan-dengusan kesalmu itu menggangguku, aku yang paling dekat dengan tempatmu tidur, gerakanmu sangat mengganggu fokusku tahu! Kalau kau pakai ini kau tidak perlu lagi mendengar teriakan Ryota, kau bisa tidur dan aku lebih bisa fokus menonton!" katanya panjang lebar.

Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya Tetsuya menerima headset dari tangan Akashi. Anak berambut merah itu kembali menghadap televisi dan meneruskan kegiatan menontonnya yang sempat tertunda.

Tetsuya tidak segera memakai benda putih di tangannya itu, ia hanya memandanginya lama.

Deg.

Dalam imajinasi Tetsuya, ia bisa melihat tempat berlatar putih bersih, kosong, tanpa ada isi apapun di tempat itu. Pangeran Kacamata muncul dari kejauhan, mendekat dan semakin membesar. Setelah berada tepat di tengah ruangan, ia berhenti mendekat.

Dan Tetsuya melihatnya.

Pangeran Kacamata mengalami retakan pertama di bagian atas kaca sebelah kanan.

*

Kelopak putih Tetsuya bergerak-gerak pelan sebelum akhirnya membuka dan menampakan sepasang bola mata sebiru langit siang hari. Lenguhan khas bangun tidur terdengar dari mulut kecilnya. Kedua tangan terentang ke atas dan geliatan nikmat Tetsuya lakukan untuk menghilangkan pegal-pegal selama tidur panjangnya.

Ahhh nikmatnya tidurnya kali ini.

Tetsuya mendudukan dirinya sambil kedua tangan mengucek-ucek matanya yang masih sedikit mengantuk.

Setelah memasang kacamatanya, Tetsuya memperhatikan sekeliling kamar yang terasa asing baginya. Dia masih di kamar penginapan di Kyoto.

Tetsuya menguap lebar.

Sebuah headset putih terjatuh ke pangkuannya.

Tetsuya menatap benda itu lama.

Ah, Tetsuya ingat. Semalam ia memang tidur menggunakan headset itu agar tidak terganggu suara Akashi-kun and the geng yang tengah menonton film. Tetsuya sepertinya benar-benar ketiduran sampai pagi.

Wajah manis Tetsuya seketika pucat.

Tunggu, sudah pagi?

Ia segera menoleh ke arah jendela kaca besar yang masih tertutup gorden warna putih. Cahaya matahari masih bisa masuk ke dalam kamar penginapan dengan bebas.

"Tidak mungkin!" Pekiknya sambil meremat rambut birunya yang berantakan.

Mati sudah dirinya. Ia membolos jam breefing yang sudah dijadwalkan oleh Nijimura-sensei.

"Akhirnya kau bangun juga, Cupu!" Akashi Seijuuro, anak nakal musuh bebuyutan Tetsuya keluar dari kamar mandi. Kaos hitam polos berlengan panjang dan celana jeans putih membungkus tubuh remajanya. Segar sekali, menandakan anak itu baru saja selesai mandi. Wajahnya datar, tidak ada seringaian nakal seperti biasanya.

Tetsuya langsung cemberut.

"Kenapa kau tidak membangunkan aku untuk breefing semalam? Aku kan jadi membolos!" Tanya Tetsuya kesal.

Wajah Akashi semakin suram.

"Eh, Kebo! Jangan main nyalahin gitu dong! Aku udah bangunin kamu tahu, tapi dasar kebo, aku panggil-panggil nggak mau bangun! Kebo!" sahut Akashi sambil menarik-narik selimut Tetsuya. Wajahnya terlihat kesal sekali.

Tetsuya tentu saja semakin kesal karena dikatain 'kebo' sampai tiga kali.

Terjadilah tarik menarik selimut di pagi hari antara anak tukang bully dengan korban bully-annya.

"Ceh! Nggak mutu banget sih, cepetan mandi sana! Jam 8 kita sudah harus kumpul di depan penginapan!" Akashi melemparkan selimut ke arah Tetsuya. "Puftt!"

"Ke- kenapa kamu ketawa?" Tetsuya melirik ngeri melihat perubahan ekspresi Akashi dari kesal menjadi menahan tawa.

Akashi membungkuk sambil memegangi perutnya dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya terkepal menutupi mulutnya. Jelas sekali kalo anak itu sedang berusaha keras menahan tawa.

"Pft, baru kali ini... pft, aku lihat rambut seberantakan itu habis bangun tidur! Hahahahha kamu ngapain aja saat tidur, Cupu? Rol depan dan rol belakang?! Hahahahha!" Dengan puasnya remaja berambut merah itu mengeluarkan tawanya. Bahkan Akashi semakin terbahak saat dilihatnya wajah memerah Tetsuya yang langsung saja menutupi kepalanya panik.

"Diam!" Tanpa pikir panjang lagi Tetsuya segera berlari ke kamar mandi. Menutup pintu dengan sangat keras. Mendesis kesal ketika didengarnya tawa Akashi yang semakin keras. "Ceh! Aku benci anak itu!" Desis Tetsuya kesal sekali.

"Oooiii, Tetsuya cupu! Cepetan mandinya! Awas aja kalo sampai telat, kalo Nijimura-sensei marah dan menghukummu jangan bawa-bawa aku!"

Tetsuya mendengar gedoran dari pintu kamar mandi, setelah mengatakan itu terdengar langkah Akashi yang meninggalkan kamar penginapan. Tetsuya mendengus untuk kesekian kalinya.

"Apakah semuanya akan berjalan dengan lancar? Kenapa aku harus satu kelompok dengan dia sih!" Rutuknya sambil meneruskan menggosok gigi.

*

Tetsuya berlari cepat saat keluar dari gerbang penginapan, dilihatnya seluruh teman sekolahnya telah berbaris rapi. Ia benar-benar terlambat.

"Akh!"

Karena tidak melihat-lihat sekeliling, tubuh Tetsuya terjungkal akibat menabrak seseorang. Tangan seseorang yang ia tabrak terulur ke arahnya.

"Itulah sebabnya orang tuamu melarangmu untuk berlarian di dalam rumah, bahaya!"

Nijimura-sensei tersenyum lembut saat Tetsuya sudah kembali berdiri.

"Gomenasai, sensei!" Ucap Tetsuya sambil membungkuk. Guru muda itu hanya mengangguk pelan.

"Bagaimana keadaanmu pagi ini, Kuroko-kun?" Nijimura-sensei kembali membuka suara.

"Eh?" Tetsuya mengerutkan kening tidak mengerti.

"Kudengar dari Akashi kau sempat demam semalam, mungkin kau kelelahan setelah perjalanan panjang sampai tidak bisa ikut breefing, kalau pagi ini masih kurang sehat, kau bisa istirahat saja di penginapan," ucap Nijimura-sensei sambil mengusap-usap rambut Tetsuya. "Kegiatan pagi ini hanya senam pagi dilanjutkan dengan foraging sebentar di sekitaran sini, tidak apa kalau kau izin!" Lanjutnya dengan senyum menenangkan. (Foraging adalah kegiatan mencari bahan makanan, semacam sayuran, buah, dan jamur liar)

Tetsuya tiba-tiba kehilangan kata-katanya mendengar ucapan sang sensei.

'Akashi-kun sudah mengarang cerita sampai segitunya hanya untuk menghindarkannya dari hukuman sensei?'

Tiba-tiba saja Tetsuya merasakan rasa hangat di dalam hatinya. Perasaan menyenangkan yang membuatnya bisa memunculkan senyum manis dari bibirnya.

"Kuroko-kun?"

"Eem, daijoubu, sensei! Saya sudah baikan kok dan saya ingin mengikuti acara foraging bersama yang lain," kata Tetsuya akhirnya.

Nijimura-sensei mengangguk puas.

"Baguslah kalau begitu! Kalau kau merasa tidak enak badan, segera melapor kepada sensei ya!" saran Nijimura-sensei dibalas dengan anggukan penuh semangat oleh Tetsuya.

Dengan penuh semangat Tetsuya menyusul teman-temannya. Mencari-cari Akashi, si teman satu kelompoknya dan berdiri persis di belakangnya begitu Tetsuya menemukannya. Akashi yang sedang asyik ngobrol dengan geng-nya menoleh dan melihat Tetsuya berdiri di belakangnya dengan wajah ceria. Keningnya mengerut heran melihat keceriaan Tetsuya.

"Heh, si tukang molor udah datang!" Ucapnya, seringai jail itu kembali menghiasi wajah tampan khas remajanya.

Tetsuya yang masih dalam mood yang bagus hanya meleletkan lidahnya ke arah Akashi. Kontan saja hal itu membuat Akashi semakin heran. Tapi melihat wajah ceria Tetsuya, Akashi hanya mendengus geli dan tidak mempermasalahkannya.

"Eh, kita kabur aja yuk! Kita jelajahi hutan belakang penginapan sampai puas! Malas banget kalo cuma foraging!"

Suara gerutuan Aomine membuat Akashi dan Tetsuya menghentikan kegiatan saling tatap mereka.

"Hee~ tapi kalau kita malah tersesat gimana ssu?" Kise menyahut dengan wajah cemas. Tidak setuju dengan ide kawannya.

"Nggak mungkin tersesat! Hutan di belakang penginapan ini nggak mungkin sebesar hutan hutan pada umumnya! Tapi pasti penuh dengan sesuatu yang seru!" Kata Aomine cepat masih penuh semangat.

"Jangan macam-macam! Kalo mau kabur, lakukan sendiri saja!" Midorima, si remaja berkacamata menimpali malas.

"Aku juga nggak mau! Aku belum sarapan, malas ah!" Murasakibara, si bocah bongsor juga ikut menyahuti.

"Ceh! Payah kalian!" Sungut Aomine kesal. Ia menoleh ke arah Akashi, meminta persetujuan sang ketua. Kalau ketuanya saja mau, mau tidak mau yang lain pasti akan mengikutinya.

"Ore wa pass!" Belum juga ia bertanya, Akashi sudah memberikan jawaban mutlaknya. Aomine semakin kesal jadinya.

"Boku mo!"

Ini lagi si bocah cupu biru malah ikut-ikutan nimbrung.

"Ahhh payah kalian semua! Nggak asyik! Dan kamu, Tetsu... siapa juga yang meminta pendapatmu!" Teriak Aomine berang.

"Dengar! Sesuai dengan jadwal, pagi ini setelah kita melakukan senam pagi, kalian akan melakukan foraging. Hutan kecil di belakang penginapan inilah yang akan jadi area foraging kalian," Nijimura-sensei menjelaskan di depan barisan.

Anak-anak duduk sambil mendengarkan. Setelah senam pagi mereka segera menpersiapkan diri untuk acara foraging. Wajah-wajah khas remaja puber menghiasi pagi yang ceria, macam-macam ekspresi mereka, ada yang cerah ceria, penuh semangat bercerita atau membuat rencana ketika kegiatan foraging nanti, ada yang mendengarkan saja, dan tak jarang pula terlihat wajah-wajah malas yang masih mengantuk.

"Kalian tidak boleh malas, dan kegiatan ini wajib diikuti oleh semua siswa! Karena selain tugas mencatat nama-nama sayuran, jamur, atau buah-buahan yang kalian temui nanti, bahan-bahan itu juga yang akan menjadi menu sarapan kalian pagi ini. Jika kalian hanya bermalas-malasan mencari, kalian akan dapat sedikit, maka sedikit pula sarapan kalian!" Suara Nijimura-sensei kembali menyapa telinga anak-anak SMP itu.

"Heeeee?!"

"Serius?! Yaaaaa kok gitu?!"

"Ih, kok kejam!"

"Ck, mendokusai na~"

Hilang sudah wajah-wajah ceria penuh semangat tadi, tergantikan oleh wajah-wajah kaget dan menderita. Banyak pula yang langsung menyumpahi sang sensei, siapa lagi kalau bukan anak-anak pembangkang musuh bebuyutan Tetsuya.

"Kok begitu? Kita ini lagi Study Tour atau lagi acara survival sih? Kejam tak terkira peraturannya ssu!" Si kuning yang bagaikan copy-an petasan itu langsung buka suara.

"Oi, Sensei! Kalo mau ngelawak jangan di sini! Nggak ada yang bakalan dengerin!" Aomine menggugat dengan suara paling keras. Terlihat alis Nijimura-sensei berkedut kesal mendengarnya.

"Ahhh kalo nggak sarapan dulu aku nggak mau pergi! Kan aku lapar, butuh makanan!" Disinggung soal makanan, si bocah titan ikut-ikutan menyuarakan protesnya.

Hampir semua siswa mengeluh dengan terang-terangan. Berisik sekali suara-suara protesan mereka.

Tetsuya tidak ikut bersuara, tapi dengan segenap hatinya ia mendukung seluruh protesan teman-temannya. Walaupun porsi makannya sedikit, tetap saja Tetsuya butuh asupan makanan sebelum memulai aktivitas. Apalagi untuk foraging, disuruh belanja di supermarket yang sudah jelas menyediakan sayuran, jamur-jamuran, atau buah-buahan yang layak makan saja dirinya masih sering bingung. Tanpa sadar bocah manis itu menghela nafas panjang.

Sudah diputuskan! Tetsuya tidak akan pernah menyukai kegiatan foraging.

"Sudah jangan protes terus! Semakin lama kalian bersantai di sini, dan tidak segera berangkat untuk mencari bahan makanan kalian di dalam hutan, akan semakin lama juga sarapan kalian!" Tegur Nijimura-sensei sambil memijit keningngnya yang semakin lama semakin pusing. Berurusan dengan anak-anak puber memang harus memiliki kesabaran yang besar.

"Oi, Akashi! Gimana ini? Kau ada rencana apa?" Aomine merasa cemas segera mencari pertolongan.

Mendadak, hampir semua siswa kelas 7-C menoleh ke arah Akashi yang dari tadi masih setia memasang wajah datar, sama sekali tidak terganggu dengan tugas berat itu.

"Mau bagaimana lagi, daripada kita tidak mendapat jatah sarapan!" Sahut Akashi sambil mengedikan bahu santai.

"Heeee~?" Koor seluruh siswa 7-C, kecuali Tetsuya.

Akashi tertawa geli melihat ekspresi sedih kawan-kawannya. Kelihatan sekali jika mereka tidak pernah mengikuti kegiatan foraging sebelumnya.

Ini hal yang cukup serius, karena jika mereka salah sedikit saja, seperti memilih jenis jamur yang ternyata mengandung racun sebagai menu sarapan mereka maka akan fatal akibatnya. Akashi percaya hal seperti ini sudah ada dalam pertimbangan pihak sekolah, entah apa tujuan para orang dewasa itu, Akashi malas untuk memikirkannya. Yang jelas, saat ini dirinya harus melakukan sesuatu agar teman-teman sekelasnya tidak makan dengan bahan makanan beracun.

"Begini saja, kalian yang merasa tidak tahu menahu dengan sayuran, jamur, atau buah liar, tangkaplah ikan atau mencari buah yang sudah pasti bisa dimakan! Kumpulkan yang banyak, jangan sampai keduluan kelas lain, karena itu nanti kita bagi buat seluruh kelas! Soal foraging, serahkan saja padaku! Aku akan berikan nama-namanya saja, definisi dan penjelasan lengkapnya bisa kalian cari sendiri di internet kan?" Akashi menjelaskan dengan santai, tapi tetap menjaga suaranya agar rencana mereka tidak diketahui oleh kelas lain, terlebih oleh para sensei.

"Yoooooo!" Sorakan dan seruan girang Akashi terima dari seluruh teman sekelas, kecuali Tetsuya. Semua anak menyukai rencananya. Wajah anak-anak kelas 7-C sudah kembali ceria.

Pemandangan itu tertangkap jelas oleh Tetsuya. Bocah berambut biru hanya bisa tertegun menyaksikan bagaimana kompaknya kelasnya, hanya gara-gara arahan dari satu siswa mereka semua bisa berubah menjadi begitu bersemangat.

Tetsuya tahu, Akashi Seijuuro memang menjadi pusat di kelas 7-C. Semua siswa begitu penurut padanya, semua hal akan berjalan jika sudah ada perintah darinya. Entah itu hal baik atau buruk, semua siswa akan melakukan semua hal atas perintah Akashi.

Contohnya adalah membully dirinya.

Tidak ada yang mengganggunya jika di kelas, tidak ada siswa 7-C yang berani mengejeknya. Tetsuya pikir karena selama ini ia diabaikan, walaupun begitu Tetsuya merasa beruntung dan suka sekali berada di 7-C karena tingkat pembullyan terhadap dirinya berkurang drastis, kecuali oleh Akashi Seijuuro sendiri.

Tetsuya tertegun.

Ya benar, kenapa ia baru menyadarinya sekarang? Anak-anak yang suka mengganggunya hanyalah Akashi dan keempat temannya, si bocah-bocah rambut warna-warni itu. Itu pun tidak semuanya, hanya Akashi dan Aomine saja yang sering menjahilinya sedangkan ketiga lainnya hanya melihat saja di belakang keduanya, selalu menegur jika keduanya sudah sedikit kelewatan.

Ya, hanya mereka berlima. Siswa lain sama sekali tidak pernah mengganggunya.

Kenapa?

Apakah karena mereka tidak berani kepada Akashi?

Atau...

Akashi melarang mereka?

Mata biru Tetsuya tertuju ke punggung Akashi. Punggung lebar yang pernah melindunginya ketika ada siswa kelas 9 yang ingin mengganggunya. Punggung lebar yang terasa hangat ketika menggendongnya saat dirinya pingsan di jam Olahraga. Punggung yang entah kenapa mirip dengan punggung Pelindung Tetsuya yang pernah datang dalam mimpinya.

Tetsuya melebarkan matanya ketika ingatan tentang mimpi itu hadir. Helai-helai merah yang jatuh terurai di leher jenjang, dan punggung lebar yang tertutup jubah merah bak bangsawan.

Retakan baru, lensa atas bagian kanan. Pangeran Kacamata semakin buruk rupa.

Sepasang mata sewarna batu ruby tiba-tiba terarah kepadanya. Tetsuya terlambat untuk menghindar. Tetsuya dapat melihat dengan jelas sorot terkejut dari bola mata seindah senja itu. Lama keduanya saling menatap.

"Kau... memandangiku? Kenapa?" Tanya Akashi pelan. Tetsuya yakin, bahkan Aomine yang berada tepat di samping Akashi pun akan kesulitan mendengar.

"Siapa yang memandangimu!" Sahut Tetsuya tak kalah pelan.

Tetsuya menunduk dalam, tidak berani menatap lebih lama wajah Akashi. Malu sekali rasanya ketahuan tengah memandangi wajah orang lain. Tetsuya juga merutuki dirinya sendiri, bagaimana bisa ia berpikiran jika Akashi adalah Pelindung Tetsuya yang selama ini ia cari-cari. Jelas beda jauhlah!

Sebuah buku tulis lengkap dengan sepidol hitam dihempaskan begitu saja ke pangkuannya. Tetsuya mendongak dan mendapati Akashi tengah menyeringai jahil kepadanya. Lagi.

"Kaulah yang bertugas untuk mencatat nama-nama bahan makanan yang kita temukan di hutan nanti!" Katanya dengan songongnya.

"Kenapa aku? Aku sama sekali tidak tahu apa-apa dengan foraging!" Tukas Tetsuya bernada jutek.

"Ceh! Aku tahu kalo Tetsuya Cupu apa-apa tidak tahu! Tapi daripada kau hanya nganggur, enak sendiri nggak kerja apa-apa, makanya kuberi tugas untuk mencatat! Itu aja udah yang paling mudah! Biar nanti yang nyari bahan makanan plus nebak namanya jadi tugasku! Mengerti?" Katanya sambil menepuk dadanya penuh kebanggaan.

Tetsuya terperangah.

Tetsuya familiar dengan perasaan hangat yang menelusup ke dalam hatinya saat ini, ketika memandang seorang anak yang selama ini ia anggap sebagai musuhnya justru kali ini terasa begitu menenangkan. Semua kecemasan seakan hilang dari hati Tetsuya.

Perasaan percaya itu menguasai hatinya tanpa permisi.

Apakah tidak apa-apa jika begini?

Tetsuya meremat erat buku tulis di genggamannya tanpa sadar.

Di dalam salah satu ingatannya yang berkabut, ia melihat seorang bocah kecil, berjongkok seorang diri di sudut ruang yang keseluruhannya putih. Menangis terisak tanpa teman. Ia melihat bahu kecil itu bergetar, meskipun ia tidak bisa mendengar suaranya, Tetsuya tahu jika anak itu tengah menangis.

Tentu saja Tetsuya tahu itu, karena bocah kecil itu adalah dirinya di masa lalu.

Ia selalu seperti itu semenjak dirinya terperangkap dalam jebakan Pangeran Kacamata. Sendirian, menangis, dan selalu terkucilkan.

Sangat menyedihkan.

Ruangan itu kosong dalam penglihatan Tetsuya, seluruhnya putih dan berkabut. Sampai sebuah cahaya yang benderang muncul dari belakang si bocah kecil yang terisak. Bagaikan sebuah cahaya yang muncul dari pintu yang terbuka.

Bocah kecil lain masuk dan berjalan mantap mendekati Tetsuya kecil. Bocah lelaki dengan bagian leher keatas tertutup bayangan hitam.

Siapa?

Tanpa suara, Tetsuya tahu si bocah itu mengajak Tetsuya kecil berbicara. Entah apa yang ia bicarakan, Tetsuya hanya bisa melihat mulut kecil itu bergerak-gerak tanpa mengeluarkan suara. Tetsuya kecil akhirnya mendongak dan menoleh ke arah bocah lelaki lain.

Dan Tetsuya membelalakan matanya kala melihat wajah Tetsuya kecil yang tersenyum bahagia sambil menerima uluran tangan si bocah lelaki itu. Keduanya pun berlari sambil bergandengan tangan, keluar dari ruangan serba putih itu.

Ah ya, Tetsuya ingat sekarang. Dulu dia memiliki satu teman kecil ketika di sekolah dasar. Satu-satunya anak yang tidak mengejeknya dan masih bersedia mengajaknya bermain.

Tapi Tetsuya tidak ingat nama dan wajah si teman kecil.

Kenapa aku harus mengingat kenangan itu di saat seperti ini?

Tawa bergema di sekitarnya mengembalikan kesadaran Tetsuya. Siswa-siswa dari kelas lain sudah mulai dengan kegiatannya, bersiap untuk memasuki hutan dan memulai acara foraging pagi itu.

Tidak begitu dengan siswa kelas 7-C. Mereka masih asyik mengerumuni Akashi, bercanda tawa dengan begitu riangnya. Wajah mereka semua terlihat begitu cerah dan tak jarang gelak tawa mengiringi obrolan seru mereka.

Akashi Seijuuro ada di tengah-tengah mereka. Menanggapi seluruh obrolan kawan-kawannya, ikut tertawa dengan setiap gurauan dari temannya, dan menjawab seluruh kelakaran sahabatnya dengan selorohan yang tak kalah lucu. Lengan teman-temannya bergantian merangkuli akrab bahunya.

Tetsuya mengawasinya dari luar rombongan. Berdiri sedikit jauh dari kerumunan tapi masih bisa melihat dengan begitu jelas. Masih bisa merasakan kehangatan darinya dengan begitu leluasa.

Ah benar, kenapa rasa hangat itu begitu familiar baginya, rasa hangat dari Akashi-kun sama seperti perasaan hangat yang ia rasakan ketika bersama dengan bocah lelaki dalam ingatan tadi. Perasaan hangat yang pernah ia rasakan jauh sebelum hari ini.

Rasanya... terlalu menyenangkan.

つづく

Otanjoubi omedetou for my dear prince, Akashi Seijuuro

Karena saking nganggurnya tahun ini aku bisa ngasih sedikit kado ultah buat suami sejuta umat satu ini

Just a little fanfic about you and Tetsuya-kun because you are my OTP, I Loooooveee youuuuuu!!!

Fanfic yang hanya terdiri dari dua chapter ini aku harapkan bisa sedikit menghibur teman-temanku pecinta AkaKuro di manapun kalian berada

Next Chapter will released in same day, mungkin sore nanti paling lambat malam ini.

Kuroko no Basuke it's over now but their greatest story always in our heart, let's waiting to the other event about them! And please, keep love AkaKuro till the end!!!

Arigatou, minna~ aku akan senang sekali jika kalian menyukai fanfic abal ini apalagi sampai bersedia meninggalkan review, saran dan kritik akan sangat berguna bagiku.

Salam

SasShin