One Piece © Eiichiro Oda
My Dog Is My Love © Hiria-ka
.
.
.
.
.
Cuaca Grandland malam hari ini sangat buruk. Hujan deras di sertai badai.
Satu hal yang menjadi perhatian orang banyak saat ini adalah seorang pemuda berambut pirang dengan alis melingkar yang tetap nekat menerobos badai di tengah kota.
Berlari sambil memeluk belanjaannya, Sanji adalah nama dari sosok jangkung tersebut.
Selesai membeli beberapa bahan makan yang dia butuhkan di super market. Sanji sempat kesal ketika dia keluar dari sana hujan telah mengguyur tempat itu. Banyak orang yang berteduh di depan teras market untuk menunggu hujan reda. Tapi si pirang malah memilih untuk tetap menerobos badai dengan alasan malas menunggu.
Saat langkahnya mulai memasuki gang sempit yang memang adalah jalan pintas menuju rumahnya, entah dari mana dua orang berbadan kekar tiba-tiba saja menghadangnya. Melihat dari ciri-ciri yang beredar dari sekitaran komplek di mana ia tinggal, Sanji yakin bahwa dua orang mabuk yang menghadangnya adalah preman yang terkenal rusuh, yaitu Kidd dan Killer.
"Wah.. sepertinya di tengah badai ini kita kedatangan mangsa, Kidd.." ujar salah satu yang mengenakan... entah apa itu, topeng atau helm? Sosok kekar dengan surai pirang panjang itu menyeringai ke arahnya.
"Haha.. kau benar, dan dia memiliki kulit yang bagus" sahut pria yang berambut merah. Dia sempat menatap Sanji dari bawah ke atas dengan pandangan mesum.
"Bisakah kalian berdua minggir? Aku tidak punya waktu untuk meladeni kalian berdua. Tch!" Sanji yang merasa waktunya terbuang langsung saja pergi meninggalkan dua orang itu namun, langkahnya terhenti karena si rambut merah dengan cepat melingkarkan tangannya kepinggang Sanji.
"Mau kemana pirang? Tidak semudah itu bisa pergi dari sini..." desisnya tepat di telinga Sanji, membuat Sanji merinding sesaat.
"Cepat buka bajunya Kidd, aku sudah tidak bisa menahannya. Dia begitu menggoda..."
Si pria bertopeng berdiri di depan Sanji, dia mengangkat dagu Sanji dengan lancang. Tak mau kalah, Sanji sendiri langsung mengelakan kepalanya agar terlepas dari tangan pemilik sebutan Killer tersebut.
"Lepaskan aku bajingan, atau kalian akan tahu akibatnya"
Gertakan itu seperti angin lalu yang hanya membuat kedua Kidd dan Killer terkekeh.
Tanpa basa basi, si pria berambut merah beralih ke belakang Sanji, masih dengan tangannya yang melingkar di pinggang pemuda pirang itu.
Satu tangannya turun ke jelana jeans yang dikenakan oleh Sanji lalu membuka resletingnya secara spontan membuat Sanji panik dan berteriak.
"Gaaaahhh..! Apa yang kau lakukan bajingan!"
Reflek tendangan pun melayang ke arah Kidd dan membuat pria itu terjungkal.
Tapi baru saja Sanji lepas dari si merah, tangannya malah ditarik oleh Killer yang langsung menghempaskannya ke tembok sehingga plastik belanjaan yang tengah dibawanya jatuh berhamparan.
"Argh..."
Sanji merintih nyeri saat punggungnya bertabrakan dengan berlin yang keras.
"Kau tidak bisa lari lagi bocah pirang!"
Killer segera mengunci kedua tangan Sanji dengan tangannya.
Kidd yang sudah berdiri dari jatuhnya langsung membantu Killer dengan menyelinap ke belakang Sanji dan mengangkat kedua kaki ramping si pemuda pirang sehingga mengangkangi Killer.
"Preman sialan! Cepat lepaskan!" Sanji meronta-ronta. Tapi kakinya hanya bisa menendang-nendang ke udara karena diangkat oleh Kidd, padahal itu satu-satunya senjata untuk dia melarikan diri.
"Hahaha.. Kau semakin menggoda bila marah-marah seperti itu pirang..."
Killer mulai membuka kancing kemeja biru Sanji sementara satu tangannya memegang kedua tangan pemuda itu ke atas.
'Sialan...! Mereka akan memperkosa ku.. aku tidak sudi! Aku hanya menyukai ladies bukan seperti ini tsk... bahkan aku saja tidak pernah berbuat hal keji seperti ini pada gadis-gadis... siapapun tolonglah...' Sanji hampir menangis dalam batinnya.
dia masih berusaha meronta-ronta dari dua bajingan keparat itu, dirinya sempat membeku ketika merasakan sesuatu yang hangat, basah dan juga kenyal menempel di lehernya. Syok? Sudah jelas, karena sekarang Kidd tengah menciumi lehernya dengan penuh hasrat.
"Gaaaahhh! Apa-apaan ini! Bajingan! Jauhkan mulut kotormu itu! Haaaaa!"
Makasih loh kejutannya, kini Sanji benar-benar menangis, biasanya dia dapat dengan mudah melawan orang dengan tendangan. Tapi sekarang, kaki bahkan tangannya juga telah dikunci oleh kedua begundal sialan itu.
"Ber..hen..ti— WAAAAAHH! APA YANG KAU LAKUKAN BRENGSEK!"
Dia memekik kaget saat melihat Killer tengah menjilati nipple nya. Sejak kapan si bajingan ini membuka pakaiannya? Sanji bahkan tidak sadar!
"GAAAHHH! KALIAN BAJINGAN! LEPASKAN! GAAAHH!" sangking jijiknya, Sanji meronta hebat.
'Siapa saja... siapa saja tolong.. kuso jiji...'
Dua orang bajingan sempat terdiam ketika suara keras halilintar mengejutkan telinga mereka, Sanji sendiri hanya memejamkan matanya karena takut tersambar oleh kilatan petir yang sangat besar itu.
Sedetik kemudian ...
GRRRRRRRR! GGRRRRRR!
Terlihat lah sosok seekor Anjing herder dengan bulu berwarna cokelat dengan sedikit bulu putih di sekitar lehernya. Anjing itu menggeram buas sembari menghampiri tiga orang yang sedang melakukan perbuatan asusila tersebut. Kidd dan Killer yang melihat tatapan Anjing itu langsung takut, tatapan kelaparan, dan lidah terjulur dengan air liur menetes, mereka mengira itu adalah Anjing gila.
"Kidd... sepertinya Anjing itu rabies" Killer melepaskan tangan Sanji.
"Sial, ada saja yang mengganggu! Aku tidak ingin terkena gigitannya"
Sanji sempat melongo ketika Kidd juga ikut melepaskan cengkraman di kakinya, hal itu membuat si pirang langsung jatuh terduduk.
"OOOWW! OWW! OW! Kurang ajar kalian!" Sanji meringis kesakitan sembari mengusap pantatnya yang beradu keras dengan tanah.
"Ayo pergi saja, aku tidak ingin terkena rabies!"
Sungguh malang, karena Anjing tersebut malah mengejar mereka. Dan sebelum Kidd dan Killer berhasil menghindar, Anjing herder itu melompat ke arah mereka dan menggigit leher Kidd dengan kuat dan merobek kulitnya.
"AAAHH! AARRGGH!"
Jeritan kesakitan membuat Killer membeku. Sialnya Anjing itu kembali melompat untuk menerjangnya dan mencakar perutnya hingga robek.
Setelah selesai dengan semua itu, Anjing herder yang tidak diketahui dari mana asalnya langsung pergi meninggalkan dua orang yang hampir sekarat menuju ke tempat Sanji yang berada tidak jauh dari sana.
Tak ingin membuang kesempatan, Kidd dan Killer yang masih sadar langsung kabur saat itu juga. Mereka tidak ingin mati konyol digigit oleh Anjing gila.
Sanji masih duduk terpaku mencerna kejadian sebelumnya yang dilakukan oleh Anjing tersebut. Dia hanya bisa terdiam saat Anjing itu sudah berada di depannya dan menatapnya cukup lama.
Sesaat... Sanji takjub ketika melihat manik zamrud yang sangat jernih. Indah sekali...
Namun, tatapan takjub itu buyar karena sang Anjing semakin mendekat, membuat Sanji langsung bergidik ngeri. Tubuhnya bergetar karena takut dan juga kedinginan, tapi dia berusaha menahannya. Selagi Anjing itu tidak melakukan apapun padanya itu akan jadi baik-baik saja.
...Hening.
Sanji bersyukur dalam hati karena si Anjing tidak melakukan apapun padanya dan entah hanya perasaannya saja atau dia salah lihat? Kalau wajah Anjing itu bersemu merah saat menatapnya— tepatnya menatap tubuh Sanji dengan kemeja yang sedikit terbuka.
Setelah memalingkan kepalanya, si Anjing pergi ke tempat plastik belanjaan Sanji yang tadi terjatuh lalu menggigitnya dan kembali membawa plastik-plastik belanjaan itu untuk di berikan pada si pirang.
"Guk Guk. Guk..."
Anjing itu menggonggong ketika Sanji tak juga mengambil belanjaannya.
Sanji sendiri hanya terdiam, dia bingung. Setelah berpikir cukup lama ia langsung tersenyum dan memberanikan diri untuk mengusap kepala Anjing tersebut. Sanji sempat tertawa geli ketika si Anjing membalas perlakuannya dengan menjilati tangannya.
"Terimakasih telah menolong ku..." ucap Sanji seakan-akan Anjing itu dapat mengerti kata-katanya.
Setelahnya Sanji pun berdiri dan merapihkan pakaiannya yang berantakan dan juga basah. Dia hendak melangkah pergi dari sana, sempat ditolehkan kepalanya kebelakang untuk melihat Anjing baik yang tengah duduk menatapi kepergiannya.
Sanji jadi merasa kasihan.
Bagaimana bisa ada majikan yang tega membiarkan Anjingnya keluar saat hujan badai begini? Atau jangan-jangan Anjing itu adalah Anjing liar yang tidak punya tempat tinggal?
"Eh..."
Tiba-tiba Sanji tersadar secepat mungkin berlari ke tempat si Anjing berada.
"Kau bisa ikut dengan ku kalau kau mau.." ucapnya seraya memberikan isyarat dengan mengibas satu tangannya agar sang Anjing mengikutinya.
.
.
.
.
.
Sesampainya di rumah, Sanji langsung masuk dan membawa Anjing itu juga tentunya. Mereka berdua basah kuyup, Sanji langsung membawa Anjing itu masuk ke kamar mandinya, lalu ia sendiri pergi ke kamarnya untuk mengambil handuk. Dan ketika kembali lagi ke kamar mandi, Sanji hanya mengenakan handuk yang dililitkan di sekitar pinggangnya.
Lagi-lagi entah itu cuma perasaan Sanji atau dia yang salah lihat kalau Anjing itu tengah Blushing untuk yang kedua kalinya?
Tidak ingin memusingkan hal itu, Sanji langsung menepis pikirannya jauh-jauh, mana mungkin seekor hewan bisa seperti itu kan?
Dan tanpa ada rasa curiga sedikitpun Sanji langsung menutup pintu kamar mandi dan mengguyurkan air hangat ke tubuhnya dan juga pada Anjing itu.
Yah.. mereka mandi bersama, itu memang hal yang aneh, lagi pula Sanji tidak bertelanjang bulat dan untungnya di rumah gedongan seperti itu juga tidak ada siapapun kecuali mereka berdua.
Walau sebenarnya Sanji tinggal berdua dengan ayahnya, tapi berhubung sang ayah adalah seorang kepala koki yang sekarang sedang ada bisnis di luar negeri dan akan pulang paling cepat dalam waktu 2 bulan sampai 6 bulan. Jadi sekarang Sanji hanya sendirian di rumah. Kadang ia cukup merasa kesepian.
Selesai mandi si Anjing langsung mengibaskan badannya sampai-sampai Sanji terkena cipratannya dan hanya tertawa.
Sanji senang, rasanya dia seperti tidak sendirian lagi. Dibawanya peliharaan barunya itu ke kamarnya dan mengambil pengering rambut untuk mengeringkan bulu-bulu lebat si Anjing sampai selesai.
"Hei.. ini, makanlah.." Sanji meletakan mangkuk berisi daging yang sudah di panaskan yang sebenarnya adalah sisa dari masakannya hari ini. Dia tersenyum ketika si Anjing langsung memakannya dengan lahap.
"Wah... sepertinya kau benar-benar kelaparan ya.."
Tanpa sadar dia berjongkok memperhatikan cara makan Anjing itu.
"Ah, ya! Sepertinya aku akan memelihara mu saja"
Sanji menggosok dagunya dengan pose berpikir. "Hm... kira-kira apa nama yang pantas untuk mu ya?" gumamnya masih memperhatikan peliharaan dadakannya yang masih lahap makan. Perhatiannya kemudian tertuju pada kalung dengan huruf 'Z' yang menggantung di leher si Anjing.
"Ah! Mungkin kah namamu di awali dengan huruf Z? Tapi kenapa majikanmu membiarkanmu ada diluar di tengah badai? Apa kau dibuang? Hah... sudahlah, aku seperti orang bodoh karena berbicara sendiri..."
Sanji kembali tersenyum kali ini senyum hangat, satu tangannya mengusap lembut punggung Anjing itu.
"Karena aku tidak tahu siapa namamu sebelumnya, jadi mulai sekarang kau akan ku panggil Z! Haha... Salam kenal teman!"
.
.
.
Pagi telah tiba, dan Sanji terbangun karena jilatan dari Anjing barunya.
"Guk Guk"
Untunglah Gonggongan kencang itu sukses membuat Sanji terbangun. Dia juga tertawa geli ketika Anjing barunya itu menjilati lehernya.
"Haha... hentikan itu, aku sudah bangun Anjing pintar..." lalu memeluk erat Z dengan gemas.
Z kembali menggonggong membuat Sanji melepaskan pelukannya.
"hm..?" Sanji menatap manik zamrud milik Z tidak tahu kenapa, tapi Sanji sangat terpesona dengan warna mata Anjing itu. Dia suka sekali melihatnya, benar-benar seperti bola kristal yang bening. Tanpa sadar dia jadi melamun seakan-akan terhipnotis masuk ke dalam kristal zamrud itu, tidak lama karena Z kembali mengonggong dan membuatnya tersadar.
"Kau lapar?"
Perlahan, Sanji turun dari tempat tidur lalu menuju ke dapur. Ia membuatkan makan untuk Z si Anjing barunya. Karena saat ini Sanji belum punya makanan Anjing jadi dia memanfaatkan bahan yang ada dulu. Dan layaknya Anjing normal pada biasanya Z asik mengekori majikannya dan berdiri di samping kaki Sanji dengan ekor yang berkibas-kibas senang.
Sanji tidak dapat menahan senyum senangnya karena tidak pernah ada yang menemaninya memasak sampai seperti ini.
"Ini, kau makan dulu. Aku mau mandi lalu ke sekolah." Sesudah menaruh piring yang berisi makanan di depan Z, Sanji langsung pergi ke kamar mandi.
"Z, aku mau pergi kesekolah. Jaga rumah ya?" Dia mengusap kepala Z sebentar sebelum akhirnya pergi tanpa menutup gerbangnya.
.
.
.
.
.
"Hey Sanji! Tumben kamu kesiangan?"
Sanji yang memang saat itu sedang mengambil buku di lokernya langsung menoleh ketika Ace menepuk pundaknya.
"Ah, ya. Aku mempunyai peliharaan baru jadi aku harus membuatkannya sarapan dulu tadi"
"Oh..." Ace hanya mengangguk lalu menyampirkan tangannya di pundak Sanji. "Ayo ke kelas"
"Nami-Shwan~ Vivi-Chwan~ Ohayou Gozaimaaaaasu~" ucapan yang terdengar konyol itu dimulai saat mereka berdua memasuki kelas, tentu saja Sanji pelakunya.
Melihat teman sekelasnya bertingkah bodoh dengan mata lope-lope begitu membuat Ace cuma bisa geleng-geleng kepala. Anak ini... - decaknya.
"Ohayou Sanji-kun." respon Nami dan Vivi bersamaan.
Dan seperti biasa, Sanji langsung memulai ritual hariannya dengan menggombal-gembel pada setiap gadis yang ada di kelasnya. Mengabaikan Ace serta laki-laki lain yang ada.
Di tengah hikmatnya ritual sinting tersebut, terdengarlah suara gong-gongan Anjing.
Sanji sempat berhenti sebentar dari aktifitas bodohnya. "Ah... itu pasti hanya perasaanku saja" pikirnya.
"Huuooaaa! Anjing siapa ini? Kenapa bisa masuk ke sini?!" Ace yang memang masih berdiri di depan pintu kelas reflek berteriak ketika mendapati seekor Anjing di depan kelasnya. Dan tentu saja hal itu membuat seisi kelas terperanjat dan mengikuti arah pandang Ace termasuk Sanji.
"Waahh.. Anjing siapa ini!" pemuda dengan topi jerami dan bekas luka di mata kirinya langsung saja menerjang si Anjing dan memeluknya kuat-kuat.
Sanji yang semakin penasaran dengan Anjing yang diteriakan oleh Ace tadi mencoba menerobos gerombolan para siswa dan...
Sanji melotot dengan mulut setengah terbuka.
"Z?! Kenapa kau bisa kemari?!"
Dapat dilihat dengan jelas keringat dingin meluncur dari dahinya, mengingat peraturan sekolahnya yang dilarang keras membawa binatang peliharaan kesekolah dengan hukuman akan diskors selama 3 hari jika melanggar. Sanji hanya bisa tersenyum kecut.
Kejam memang peraturan sekolahnya.
Semua mata beralih pada si blonde yang tengah membeku.
"Sanji, apa ini Anjing mu?" Sanji hanya mengangguk panik ketika ditanyai Ace.
Gerombolan para siswa yang tadi melihat penasaran ke arah Anjing tak dikenal itu langsung bubar seketika, tidak lupa mereka memberikan tatapan mengerikan yang seolah-olah sedang memberikan peringatan pada Sanji agak Sanji semakin panik. Terutama teman brengsek dengan hidung panjang yang memang sengaja menakut-nakuti Sanji.
"Bagaimana ini?! Aku tidak mau diskors selama 3 hari hanya karena membawa binatang peliharaan ke sekolah!" Bodohnya, Sanji makin terpancing panik.
Luffy, bocah topi jerami yang dari tadi asik dengan Anjing peliharaan Sanji kini beralih pada si pemiliknya.
"Bagaimana jika dititipkan pada Robin Sensei?"
Saran singkat dengan senyuman ringan itu sedikit membuat Sanji merasa terselamatkan.
"Ah! Benar juga! Thanks Luffy!"
Diambilnya Z dari pelukan Luffy dan dengan kecepatan kilat berlari menuju UKS. Tempat di mana Robin berada.
"Pe-Permisi ..."
Sanji membuka pintu UKS dengan takut-takut, lalu mendekat ke arah Robin yang tengah membaca buku di meja dekat ranjang pasien.
"Oh, Sanji-kun. Ada apa kemari? Apa kamu sakit?" Tanya Robin.
Dia berdiri menghampiri Sanji dan seketika itu juga mata Sanji langsung beruba ke mode lope lope lucknut. Kalau saja dia tidak ingat bahwa ia kemari untuk menitipkan Anjingnya pada Robin Sensei pasti dia sudah menggombal-gembel seperti biasa.
"Um... Maaf Robin Sensei, ku kesini untuk meminta bantuan anda..."
"Oh.. ada Ap—"
GUK GUK, GUK
Baru saja Robin ingin bertanya, matanya langsung beralih pada Z yang berputar-putar mengelilingi kaki Sanji.
"I-Itu... Robin Sen—"
"Aku mengerti Sanji-kun. Kamu bisa ke kelas sekarang. Aku akan menjaganya"
Ucapan lembut dan senyuman maklum itu sukses membuat Sanji mabuk kepayang dan sangat bersyukur.
"Huwwaaa~ Terimakasih Robin Sensei~ Anda memang wanita yang baik hati dan pengertian~"
Dan dengan mata berbentuk hati, Sanji dengan gajenya langsung mencium punggung tangan Robin dengan penuh cinta sebelum akhirnya pergi dari sana.
Robin hanya tersenyum jenaka melihat tingkah Sanji yang telah menghilang di balik pintu. Anak itu memang sedikit aneh dan lucu, pikirnya.
Tatapannya pun beralih pada Anjing yang kini tengah berdiri di depannya. Robin berjongkok dan memperhatikan Anjing itu.
"Ini aneh.. aku merasa ada yang janggal.. tapi..." tatapan serius ia lontarkan ketika memperhatikan Z secara seksama. Sadar akan sesuatu, ia pun menghela nafas panjang.
"Hah.. baiklah. Akan ku coba, tidak ada salahnya meramal hewan seperti mu."
Ia mengeluarkan kartu tarot yang memang selalu di bawanya kemanapun dan memulai ramalannya. Robin memang seorang guru kesehatan tapi dia juga mempelajari kemampuan meramal dari sepupunya, Hawkins. Omong-omong, kartu tarot yang dimilikinya ini sedikit berbeda dari kartu tarot pada umumnya. Kartu-kartu tarot yang ia dapat adalah kartu yang dapat membaca secara spiritual dan gambarnya dapat berganti sesuai dengan apa yang terjadi. Sesungguhnya Kartu-kartu itu dia dapat dari Hawkins yang memang tidak sembarang orang boleh memilikinya.
Tidak perlu waktu lama, dia dengan cepat mengocok kartunya dan mengambil 3 kartu secara acak.
"Coba kita lihat..."
Satu kartu dibuka.
Robin terbelelak dengan nafas tertahan dan tanpa sadar menjatuhkan kartu yang baru saja ia pegang.
"Ini.. apa aku salah...?"
Ia kembali menatap Z dengan bingung.
Walau sempat terkejut, Robin masih terus melanjutkan ramalannya dan membuka kartu yang kedua.
"Tidak.. mungkin..." Robin berdiri dengan syok dengan pandangan yang sulit di percaya.
"Jadi... Kau ini... Manusia...?"
