Noragami (c) Adachitoka. No profit taken. (semacam) future-canon. Drebel oneshot doang, tell me if I missed something!
a/n: 1) halo, saya pendatang baru di fandom ini, salam kenaal
2) saya lagi bikin polling di profil saya, silakan diisi jika berkenan :'3
3) terima kasih sudah mampir!
Background music: A Thousand Years-Christina Perry
Musik orkes mengalunkan rangkai simfoni syahdu ke segala penjuru, bunyinya beradu dengan decak kagum para tamu serta gaung ucapan selamat dan lihat, dia cantik sekali dan itu sungguh Hiyori? dan lirih air mata yang jatuh, jatuh, tersentuh.
Yato memerangkap figur berbalut gaun putih panjang nan elok itu untuk visi; gaun putih dengan renda-renda menyapu karpet merah, menguarkan anggun dan pesona di waktu bersamaan. Buket bunga di kait jari-jemari terselubung sarung tangan warna senada; tangkai-tangkai baby's breath bertahta. Tudung menyembunyikan gelung apik helai rambut brunette seolah mengejek ke mana kaumau melihat?
( Dia cantik,'kan, Yato? )
"Hei, Yato."
Nada-nada masih mengudara lembut dan tatapan Yato terhenti pada lengan yang menaut siku seseorang di sisi: seorang lelaki, dewasa, matang, mungkin tampan, dalam satu set tuksedo hitam.
"… Hiyori cantik sekali, ya?"
Yato mendengar silabel Yukine, begitu jelas di rongga telinga, namun tak satupun atensi atau tanggapan ia berikan. Ia tahu Yukine menangis—sedikit ngilu di dada yang memberi tahu.
( Sedikit? Kau yakin? )
"Bukan begitu?" netra Yukine mengembun namun diusap buru-buru dengan lengan jaket. "Hiyori pantas sekali sebagai pengantin, 'kan?"
Cantik, iya, cantik, Yato tak memungkiri, walau ia hanya memandang punggung Hiyori dari sisi terbelakang kapel, di balik bangku-bangku penuh undangan yang turut memasang wajah bahagia untuk Hiyori. Hiyori yang menggandeng laki-laki (yang tak Yato kenal) itu di sisi, pun langkah-langkah yang semakin mendekati altar tanda semua akan segera berakhir—
( Bagimu, bukan bagi Hiyori. )
Isak Yukine semakin jelas dan Yato mengabaikan denyut ngilu tersebut, karena, ia bahkan tak tahu darimana rasa sakitnya berasal; dari Yukine atau dirinya sendiri.
(( Yato, Yato, sadarilah. Itu bukan kau; bukan kau yang mendampingi Hiyori di sana; bukan kau, Yato. ))
(( Apa itu menyakitkan untukmu? ))
"Sa-sayang sekali kita tidak berada di bangku depan," Yukine berujar lagi, air mata memburami sepasang manik emas, tapi ia coba menyunggingkan senyum. Lengan jaket kembali menjadi pelampiasan. "Harusnya kita bisa maju, tidak ada yang bisa melihat kita—"
(( Haha, tentu saja, kau tak berani menyetujui undangan di bangku terdepan dari Hiyori, 'kan? ))
(( Kau pengecut, Yato. ))
Yato seolah menonton kaset film hitam putih (di mana suasana begitu bising dan warna-warna bersatu dengan latar belakang nan buram) ketika lelaki itu menyingkap tudung Hiyori perlahan, membuat Yato mengepalkan tangan erat-erat.
Lalu suara-suara itu menghilang—walau sedu-sedan Yukine, walau musik pengiring, walau yang lain-lainnya—kala Hiyori menemukan Yato: magenta meleburi biru dalam jeda sepersekian detik sebelum bibir Hiyori bersatu dengan lelaki itu—sang mempelai, tenggorokan Yato terasa serak mengucapkannya—kemudian Yato tersenyum. Hiyori tertegun.
Selamat,
Kata itu meluncur tanpa suara,
Selamat atas pernikahanmu. Telapak tangan Yato bersinggungan saat ia bertepuk tangan bersama Yukine, bersama para audiens, bersama dengung haru dan bahagia di mana-mana—senyum, senyum, senyum, pahit, pahit, terlalu pahit—
—semoga kau bahagia, Hiyori.
.
.
.
Terima kasih, Yato :D
Semoga kau juga, oke? Jangan lupa mengundangku!
Salam sayang,
Hiyori.
[ Dengan marga yang baru. ]
.
.
.
(( Yato, kau bahagia? ))
—Ya, tentu saja, jika Hiyori bahagia.
( Begitu? )
(( Kau pembohong yang buruk, Yato. ))
