Di sebuah tempat diantara keramaian kota terdapat suatu kedai yang hanya buka pada waktu menjelang malam hari saja. Walaupun begitu, kedai tersebut tidak pernah sepi setiap harinya. Sebab, tempat tersebut dikelola oleh seorang vampire. Benar vampire. Pengelola kedai itu bernama Kuran Kaname dan dibantu dengan para pelayannya yang juga vampire. Sebenarnya, tanpa mengelola kedai, Kaname sudah sangat kaya dia juga sebagai Pangeran vampire keturunan darah murni, vampire kelas A. Karena dia sangat bosan dan ingin membuat sesuatu yang menarik maka dia mengelola kedai yang bernama Kedai Nightmare. Memang agak seram memberi nama tersebut, tapi kedai itu cepat terkenal padahal baru dibuka.
"Oy, Yuki. Tolong buka plat tokonya. Sudah waktunya untuk buka." ujar pemuda tampan bersurai silver. Sebut saja Kiryu Zero.
"Hai." jawab gadis manis bersurai coklat senada dengan matanya. Kuran Yuki. Dia juga adik dari Kaname yang ikut membantu Kakaknya.
"WOOOHOOO! Waktunya buka!"teriak pemuda pirang bermata biru. Aido Hanabusa dengan semangatnya.
"Hanabusa, kau semangat sekali, sih." Suara berat terdengar dari surai orange senada dengan matanya juga, Kain Akatsuki. Dia juga sepupu dengan Aido
"Berisik."ucap Zero kesal.
"Apa katamu!? Bagaimana aku tidak semangat, karena aku akan melayani gadis-gadis manis dan cantik dengan wajah tampanku ini."jawab Aido berisik sambil menopang dagunya layaknya membanggakan dirinya.
Zero dan Akatsuki hanya memutar bola mata mereka melihat tingkah Aido. Beberapa menit setelah Yuki membuka tokonya, kerumunan gadis-gadis berhamburan masuk ke dalam kedai dengan tidak sabaran. Yuki sampai terpental kepinggir dan menyingkir dari pintu.
"Uaaa! Aido-kun! Aido-kun!" teriak mereka.
"Selamat malam gadis-gadis, terima kasih telah datang di kedai kami." ucap Aido sambil mengedipkan manik birunya.
"Kyaaaa! Kain-kun!"
"Selamat malam di kedai Nightmare." ucap serempak Kain dan Zero sambil menunduk salam dengan sopan.
Gadis-gadis tersebut langsung merona merah dan mulai menempati tempat duduk yang berada di kedai siap untuk memesan pesanan dengan para pelayan yang sangat tampan.
"Heh? Sudah buka ya?"tanya pemuda pirang dengan manik hijau dengan disebelahnya pemuda bersurai merah dengan manik sayu oceannya.
"Un! Ichijou-san. Eh? Apa Shiki-kun habis bangun tidur?" tanya Yuki.
"Iya, tadi dia masih tidur, makanya aku bangunin biar tidak telat kerja. Bagaimana dengan Yuki-chan, apakah tidurmu cukup?"tanya Ichijou denga senyuman ala pangeran.
"Hai, Ichijou-san."
Di lain tempat Zero sedang melayani di sebuah meja dengan 4 gadis muda, sepertinya berumur 18 tahun jika Zero menerka-nerka. Berarti masih SMA. Zero sangat sibuk menulis-nulis pesanan mereka sampai di salah satu dari mereka langsung ngomong.
"Ano.. Zero-kun, apa benar kau jadian dengan Kaname-san?"tanyanya.
Zero disaat setelah mendengar pertanyaan tersebut langsung berhenti menulis dan wajahnya berubah menjadi merah padam. Ekspresi yang biasanya dingin menjadi terkejut.
"Ap..Apa yang kau bicarakan? Ti..tdak mungkin. Karena aku membencinya."jawab Zero gugup, dia keburu mengatur detak jantungnya.
"Benarkah? Tapi sepertinya kalian serasi jika berdua. Jika dari sudut pandang kami kau selalu berwajah hangat bila didepan Kaname-san."sambung gadis lainnya.
"Eh? It..itu mungkin kalian salah melihat. Aah kalau kalian sudah dengan pesanannya. Izinkan aku permisi dulu."ucap Zero sambil membungkuk pergi dari hadapan mereka sambil menutup wajahnya yang merah.
Memang benar Zero kalau bersama Kaname akan berubah drastis, sikapnya yang dingin lama-kelamaan akan luluh bila ada Kaname. Sebab, Zero menyukai sang pangeran vampire tersebut. Namun, Zero tidak pernah mau mengatakannya dan selalu menghindar bila ada hubungannya dengan Kaname. Hanya adik dari pangeran tersebut yang tau perasaan sahabatnya itu. Zero hanyalah vampire berkelas D dan takut bila dia jatuh ke kelas E yang tidak dapat mengendalikan rasa hausnya. Tapi, karena ada bantuan dari tablet darah yang cukup membantu Zero bila sedang 'kehausan'. Dia tidak pernah lupa dengan kejadian pada malam itu, dimana Kaname datang menyelamatkannya dari kejaran para pemburu. Dia juga mengajaknya ikut bersamanya.
~Malam itu~ flashback on
"Hah...ha...hah..hah"suara terengah-engah dari pemuda bersurai silver berlari disepanjang lorong-lorong gang yang sempit. Dan juga pada malam itu hujan turun dengan derasnya, membuat pemuda itu basah kuyup.
DORR
Iris matanya membulat saat mendengar suara peluru tembakan. Dia sangat takut, padahal dia tidak melakukan kesalahan apapun. Dia hanya menolong seorang anak kecil yang ingin di santap oleh vampire level E. Apa yang salah saat dia membunuh level E yang ingin membunuh anak manusia. Dia hanya ingin menolong anak itu, mengapa dia dikejar. Kakinya sudah tidak kuat berlari lagi dan dia akhirnya berhenti saat tidak mendengar suara hentakan kaki atau mencium bau manusia. Dia merasa lega dan membiarkan punggungnya menyandar dengan tembok besar disampingnya tadi. Dia sudah sangat kelelahan.
"Ketemu!"teriak seseorang.
DORR
DORR
Mata Zero membulat dan saat itu peluru menembak lengan dan juga kakinya, tubuhnya sudah tidak dapat bergerak lagi. Efek dari peluru Anti-Vampire bekerja sangat cepat keseluruh tubuhnya. Pria yang menembaknya mendekat masih menodongkan senjatanya ke arah tubuh Zero yang sudah kesakitan itu.
"Kau tidak bisa lari lagi, vampire sial**!"bentaknya lagi.
Hampir di saat pemburu itu ingin menembaknya lagi sebuah tangan menghancurkan senjatanya.
"Ap-" pria tersebut belum sempat melanjutkan kata-katanya karena dia langsung tertidur setelah melihat manik merah menyala dari pemuda bersurai coklat itu.
Pemuda coklat itu langsung mendekatkan diri ke tubuh Zero yang berceceran dengan darah. Sebenarnya dia agak syok melihat langsung pemuda dengan sekejap menolongnya itu entah dari arah mana dia datang.
"Kau bisa berdiri?"tanya pemuda coklat itu ramah. Maniknya tidak menjadi merah menyala malah berubah menjadi warna yang senada dengan rambutnya namun lembut.
Zero tidak bisa berkutik, dia hanya menatap terkejut orang yang didepannya. Dia merasakan aura yang kuat disekitar tubuhnya, dia juga merasa dia bukan vampire biasa.
'auranya sangat kuat, bau darahnya juga sangat lezat, mungkinkah dia adalah vampire darah murni. Ini tidak mungkin.'
Tidak enak merasa dipandang terus akhirnya pemuda coklat tersenyum dan mengusap pipi Zero.
"Ada apa?" tanyanya.
"Kenapa kau menolongku? Bukankah kau darah murni, kenapa menolong vampire yang sepertiku?"tanya Zero dengan rasa penasarannya.
Yang ditanya hanya terkikik kecil dan kembali menatap Zero yang kebingungan melihat apa yang sedang dia tertawakan.
"Sebaiknya kita tidak berada disini, kau juga terluka, maukah kau ikut bersamaku. Aku nanti akan menjelaskannya padamu. Tapi, pertama-tama kita harus merawat lukamu." ucapnya.
Zero hanya menatap tidak percaya kepada vampire didepannya itu. Disaat dia ingin menjawab tubuhnya merasa berat, pandangannya sudah kabur, kepalanya sangat sakit tidak tertahankan. Dan akhirnya dia terjatuh dalam kegelapan. Dia tidak merasakan jatuh ke suatu yang keras melainkan jatuh di sebuah pelukan yang hangat.
Pada suatu hari Zero terbangun dari pingsannya dan melihat kesudut ruangan yang dia tempati. Dia merasa ini bukanlah tempat tinggalnya.
"Ah, akhirnya kau sudah bangun. Apa lukamu sudah tidak sakit?"tanya seorang pemuda yang ada disampingnya dengan duduk menyilang kakinya di sebuah kursi sambil meminum sebuah cairan merah ditangannya.
Zero sekarang berusaha untuk duduk dan menatap pemuda coklat itu dengan tajam.
"Bukankah kau darah murni? Mengapa kau membantuku?" ucapnya dingin.
"Ternyata kau menyadariku, jadi kau tidak mau ditolong olehku. Padahal aku mendengar suara hatimu menjerit minta tolong, apa salahnya kalau aku juga kebetulan lewat. Ah! Aku juga melihatmu menolong anak kecil yang ketakutan ingin di mangsa oleh level E. Aku jadi tertarik." jawabnya.
Zero memandang pemuda disampingnya dengan tidak percaya, mengapa dia tau kalau pada saat itu dia memang membutuhkan pertolongan. Zero menundukkan wajahnya dan membiarkan poninya menutupi matanya. Dia tidak menyangka kalau ada vampire darah murni yang menolongnya.
"Namaku Kiryu Zero."ucapnya lirih.
"Kuran Kaname, yoroshiku."
"Kiryu-kun, aku tidak tau kalau kau mau atau tidak untuk menerima tawaranku, tapi aku mempunyai kedai. Saat ini aku membutuhkan seorang pelayan disana. Jadi aku menawarkan untukmu, apa kau mau? Aku tidak memaksa."kata Kaname sambil tersenyum ramah.
"Apa kau bersungguh-sungguh? aku tidak suka bercanda."katanya ketus.
"Apa wajahku sedang bercanda? Sudah kukatakan aku tidak memaksa."
"Baik, aku terima tawaranku."ucap Zero.
"Ja-"
"Jangan salah! Aku menerimanya karena sudah menolongku!"sahut Zero secepatnya memotong kalimat Kaname.
"Baiklah, Kiryu-kun. Kau bisa langsung bekerja besok, adikku akan kusuruh membantumu untuk masalah kedainya. Jaa...mungkin kau sedang butuh istirahat secukupnya untuk hari pertamamu besok."
Sebelum Zero mau berkata-kata Kaname sudah pergi duluan dengan cepatnya. Dia diam di atas kasur, sambil menatap seprei yang putih. Tiba-tiba terukir sebuah senyuman dari bibirnya.
'Sepertinya darah murni tidak semuanya jahat. Apakah aku bisa mempercayainya?' benaknya.
Flashback off
Terlihat suasana kedai sangat hidup, suara Aidou yang berisik dengan gombalannya, Ichijou dengan service terbaiknya, Kain dengan sopannya melayani pelanggan, Shiki terlihat malas dengan menulis pesanan sampai-sampai pelanggannya rela menulis pesanan mereka sendiri. Yuki memperhatikan teman-temannya dari pojokkan dengan senyuman manisnya. Dia merasakan ada yang kurang. Dia tidak melihat Zero, terakhir dia melihatnya ada berada di meja kasir, tapi sekarang meja kasir di ganti oleh Rima. Yuki menjadi terlihat khawatir dengan sahabatnya itu.
"Kau dimana, Zero?"bisik Yuki.
