She's The Man
Sudah begitu banyak kejadian konyol dan memalukan yang menimpa dirinya selama hidupnya yang sudah berjalan hampir enam belas tahun di dunia ini. Dan ia berani bersumpah, inilah pengalaman paling konyol dan tidak masuk akal diantara semuanya. Semua ini gara-gara nunanya yang entah kerasukkan apa hingga menjerumuskan adik manis kesayangannya pada sebuah masalah besar hanya demi liburan sebulan penuh ke Paris bersama sang pacar. Hebat.
Dengan hati penuh kekesalan dirinya membawa kakinya melangkah, menarik koper berisi barang-barang bawaannya yang tidak bisa dibilang sedikit. Sepatu dan pakaian yang kini ia kenakan sungguh membuatnya risih, terlebih rambutnya yang kini begitu panjang―benar-benar membuatnya gatal dan merasa tak nyaman. Belum lagi make up di wajahnya yang ia yakin akan membuat wajahnya iritasi. Ugh.
"Taeyeon-shi!"
Lihat saja. Dirinya berjanji akan mencekik sang nuna jika ia bertemu dengannya lagi, batinnya sadis. Um, mungkin terdengar sedikit kejam. Tapi biar saja.
"Taeyeon-shi, tunggu!"
Dasar nuna menyebalkan.
Dirinya masih sibuk merutuk dalam hati, sehingga tak sadar jika seseorang sedari tadi terus mengejar dari belakang sambil memanggil namanya―bukan nama yang sebenarnya juga sih.
"Hei." Sosok itu mencoba menghentikan langkahnya yang memang terkesan tergesa.
Taeyeon terlonjak kaget sebagai respon, mendapati seseorang menarik lengan kanannya dan menghentikan langkahnya secara tiba-tiba seperti itu. Matanya melotot, secepat kilat ia menghardik tangan yang memegang tangannya dengan kasar dan berteriak, "Siapa kau?!" sambil mundur beberapa langkah, melupakan kopernya yang kini tergeletak di lantai.
Ups. Sepertinya dia lupa akan kesan feminim yang semalaman penuh diajarkan sang nuna dua hari lalu.
Orang yang dibentak itu tentu merasa sangat kaget menerima perlakuan seperti itu, alisnya mengerut dan memandang tak percaya orang di depannya yang kini sudah bersiap memasang kuda-kuda. "H-hei," gugup orang itu sambil mundur beberapa langkah. Mengantisipasi akan sebuah pukulan atau tendangan yang mungkin dilayangkan orang di depannya sambil mengangkat kedua tangannya ke atas, tanda menyerah. "Aku ini Johnny. Kau tidak padaku, Taeyeon-shi?" lanjutnya lagi sambil masih terheran-heran.
Ya! Aku bahkan sama sekali tak mengenalmu, batinnya kesal.
Meski begitu ia mulai santai dan meninggalkan pose kuda-kudanya, melayangkan sebuah senyum manis yang terkesan innocent. "Maafkan aku. Err, sepertinya aku agak lupa. Akhir-akhir ini aku memang mudah sekali melupakan sesuatu," ujarnya sambil nyengir, menyesali perbuatannya yang aneh tadi sambil menggaruk pipinya dengan telunjuk.
Meski masih setengah tak percaya, Johnny akhirnya tersenyum juga, terlebih melihat kelakuan gadis di depannya yang benar-benar imut di matanya. Dengan sigap tanpa disuruh, ia mengambil alih koper yang tergeletak di lantai tadi dan mempersilahkan Taeyeon berjalan terlebih dahulu layaknya seorang gentleman sebelum mulai berjalan mengikuti Taeyeon yang masih terbengong-bengong, "Bagaimana liburanmu, Taeyeon-shi?" tanyanya ramah sambil memamerkan senyum lebarnya.
"Lumayan," balasnya meski sebenarnya sangat berlawanan dengan kenyataan yang sesungguhnya. Liburannya benar-benar bencana. "Bagaimana denganmu?" tanyanya hanya untuk sekedar basa-basi.
"Cukup menyenangkan," jawab Johnny cepat, "Sayang sekali kita tidak bisa menghabiskan liburan berdua."
"Hah?" Seketika langkah kaki Taeyeon terhenti. Ia terkejut. Dia tak salah dengar kan?
"Kau tahu Taeyeon-shi, saat liburan kemarin aku sama sekali tak bisa melupakan dirimu," ujarnya sambil kembali mengumbar senyum lebar.
"Ahhh… begitukah?" tanya Taeyeon dengan senyum miring sambil melanjutkan langkahnya lagi. Oh, ya ampun. Ternyata selain tubuhnya yang tinggi, rambut belah tengah dan senyum idiot, pemuda ini juga tukang gombal, batinnya. Benar-benar tak bisa dipercaya, ia tahu sang nuna memang cantik, tapi dia itu benar-benar galak dan menakutkan. Heran masih ada orang yang mau menggombalinya seperti ini.
Perjalanan itu dipenuhi obrolan, ah bukan, mungkin lebih pantas disebut monolog karena sedari tadi sosok bernama Johnny itu sama sekali tak bisa berhenti bicara meski ditanggapi dengan kata-kata pendek oleh Taeyeon yang sebenarnya tak mengerti dengan topik pembicaraannya.
"Sudah sampai," ujarnya saat keduanya berada di depan sebuah pintu.
Akhirnya.
"Terimakasih," sahut Taeyeon sambil kembali mengambil alih koper miliknya dari tangan Johnny. Taeyeon baru saja akan beranjak masuk jika saja tidak merasakan sebelah tangannya kembali ditarik. Taeyeon berbalik, menatap sosok Johnny dengan alis berkerut. "Kenapa?"
"Kau sibuk malam ini, Taeyeon-shi?"
Taeyeon menggeleng otomatis, ia baru datang dan ia memang belum ada janji. Menurut sang nuna sih, ia dan kedua teman sekamarnya pasti akan pergi ke spa paling tidak dua minggu sekali dan pergi shopping paling tidak sepulang sekolah. Dasar wanita.
"Kalau kau tidak keberatan, aku ingin mengajakmu makan," Johnny berkata dengan senyum menawan dan mengedipkan sebelah matanya.
Glek.
Bagaimana ini?!
Dia mencoba mengalihkan pandangan ke mana pun, ia bingung harus menjawab apa. Ia tak mau jika mengiyakan ajakan itu dan terjebak pada masalah yang lebih besar lagi. Nuna! Aku harus menjawab apa?! "Um, maaf, aku baru ingat ada janji malam ini," Taeyeon beralasan dengan gugup sambil berdoa dalam hati agar pemuda itu mengerti dan pergi secepatnya.
"Baiklah." Jelas sekali raut kekecewaan di wajah Johnny dan itu membuat Taeyeon setidaknya merasa sedikit bersalah. "Mungkin lain kali," lanjutnya akhirnya mengulas kembali senyum lebarnya.
Taeyeon mengangguk sambil balas tersenyum dan―
Cup!
?!
Agjashdjabahjdagaajjlk
"Bye."
Langsung terbengong di tempat saat Johnny mencium pipinya kilat sebelum pamit pergi dan menghilang dibelokan koridor.
Dia… baru saja… dicium… cowok?
TAPIKAN DIA JUGA COWOK!
Taeyeon-nuuuuna! Aku benar-benar akan mencekikmu!
Taeyong
Tidak, tidak. Kalian memang tidak salah membaca atau apapun. Karena ya! Aku seorang cowok!
Dan aku dipaksa harus menggantikan nunaku untuk sebulan kedepan di asramanya. Sebagai dirinya. Sebagai cewek. Karena ia punya tiket liburan ke Paris dengan pacarnya sebagai hadiahnya dari undian random yang tak sengaja ia ikuti.
Lee Taeyong kini terjebak di sini, berpura-pura menjadi kakak kembarnya, Lee Taeyeon.
Selamat datang di neraka.
Mungkin kalimat itu benar-benar pas untuk menyambut kedatanganku di tempat mengerikan ini. Baru saja selangkah memasuki kamar, aku lagi-lagi dibuat terkejut dengan teriakan yang berasal dari dua gadis yang kutahu penghuni kamar ini―selain aku. Mulai sekarang.
"TAEYEON-UNNIE!"
Keduanya, yang tadi sibuk bersantai di ranjang sambil membaca majalah langsung terlonjak dan menghampiriku yang membatu di depan pintu karena menatap sekeliling kamar ini.
KENAPA SEMUANYA MERAH MUDA?!
"Bagaimana kabarmu, unnie?" Tanya salah satu dari mereka. Wajahnya ditutupi masker berwarna hijau, membuatnya nampak seperti seorang alien mengerikan yang selalu mengahantui tidurku dan membuatku menangis tengah malam.
Hei! Jangan tertawa, alien itu memang sangat mengerikan!
"Err, baik." jawaban pendek yang hanya bisa kuberikan sekarang. Karena masih sibuk menatap horror ke semua oranamen di ruangan ini yang di dominasi warna khas anak perempuan. Merah muda. Warna yang paling aku benci dan aku hindari karena bisa membuat mataku sakit seketika. Hell.
"Kau baik-baik saja, unnie?" tanya salah satu dari mereka. Mungkin karena melihat wajahku pucat? Jika itu yang kau tanyakan maka jawabannya, tidak! Tentu saja aku sama sekali tidak baik-baik saja. Aku sungguh ingin pulang. Aku rindu kamarku yang tanpa warna merah muda. Kalau bukan demi mobil sport itu, aku sama sekali takkan mau melakukan hal konyol begini.
"Eum, ya." balasku lesu sambil berjalan masuk dengan langkah gontai. "Aku hanya lelah setelah perjalanan jauh," dan itu tidak sebenarnya bohong. Bisa kulihat kedua gadis itu nampak menyesal dan mengangguk mengerti dengan alasan yang aku berikan.
Salah satu dari mereka merangkulku sampai ke ranjang, "Lebih baik kau istirahat," sahutnya perhatian sambil tersenyum lembut sementara koperku di urus oleh yang lain.
"Terimakasih, Irene…" sahutku lemas.
"Apa?" tanya perempuan lainnya kaget, ia menghentikan aktifitasnya membereskan pakaianku ke lemari. Menatapku aneh sekarang.
"Kau memanggilku Irene, Taeyeon-unnie?" alisnya berkerut tanda keheranan. Ouh. Apakah aku salah bicara? "Aku ini Seulgi!" ujarnya lagi dengan nada kesal sambil melipat kedua tangannya di depan dada dengan pipi mengembung dan tatapan menyelidik.
Ah benar, aku memang salah bicara. Nuna memang bilang ia punya dua teman sekamar. Irene dan Seulgi―mereka hanya berbeda beberapa bulan tapi bersikeras memanggilnya 'unnie'. Tapi ia sepertinya lupa memberitahuku yang mana Irene dan yang mana Seulgi. "Ahh…" aku memijat pelipisku guna mengurasi rasa gugup, berpura-pura pusing dan terlihat tak enak badan karena itulah yang aku jadikan alasan sekarang. Berharap mereka takkan curiga.
Eh?
Aku merasakan sebuah tangan menyentuh dahiku. Dan itu―Irene, kali ini pasti benar. Ia terlihat khawatir. "Sepertinya kau memang butuh istirahat, unnie. Sepertinya kau demam," lanjutnya dengan pengertian. Begitupun dengan Seulgi yang memandangannya dengan kekhawatiran yang sama.
"Unnie berkeringat banyak sekali," komentar Seulgi.
Ya, terimakasih pada kalian yang membuatku gugup hingga seperti ini. Tersenyum kecil. Hanya itu yang bisa kulakukkan saat ini.
"Err, ya, sepertinya begitu," sahutku cepat-cepat bangkit dari duduk-duduk di pinggir ranjang. Bagaimanapun aku harus mengganti pakaianku saat ini.
Sementara itu, mereka mulai kembali melakukan aktifitas masing-masing lagi. Aku berjalan ke kamar mandi.
Huh.
Setidaknya aku aman untuk saat ini. Penyamaran ini sepertinya akan mudah.
Klek.
Aku menutup pintu. Dan saat itulah aku mendengar suara teriakan dari luar entah berasal dari Irene atau Seulgi.
"Eh, ngomong-ngomong, sepertinya selama liburan tubuhmu jadi bertambah tinggi ya, unnie!"
Sebelum di sahut suara yang lain, "Suaramu juga sedikit berbeda, apa kau sedang sakit tenggorokkan?" tanyanya.
Glup.
Dan luntur sudah apa yang aku pikirkan beberapa detik yang lalu. Sekarang yang aku hanya ingin membenturkan kepalaku ke dinding. Karena ternyata―mereka sadar lebih cepat dari yang aku kira. Entah sampai kapan penyamarannya ini akan bertahan. Aku hanya berharap, setidaknya akan lebih dari satu minggu.
Aktingnya benar-benar payah!
FLASHBACK...
Tak ada yang membuka suara diantara kedua orang yang kini memenuhi ruangan keluarga yang diliputi suasana mencekam. Salah satu dari mereka, dengan sebuah luka di tangan kanannya yang dibalut perban, menunduk dalam tanpa bisa menatap balik sosok lain yang kini menatapnya dengan tatapan tajam dan penuh kekesalan.
Ia memang melakukan kesalahan yang cukup merepotkan. Menabrakkan mobilnya ke pohon untuk yang ke err, empat kali? Ia tak ingat pasti. Mungkin akibat kepalanya yang kena benturan akibat insiden itu ia jadi amnesia.
"Untung Ayah dan ibu tak ada di rumah," dengus sang gadis dengan kesal. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan kelakuan adiknya yang begitu keras kepala. Sudah tahu tidak bisa menyetir―ia tak lulus tesnya meski sudah lima kali mencoba―tetapi tetap nekat untuk melaju ke jalan. Dan sekarang ia hanya meringis, mendengar omelan sang nuna.
Sosok itu mengembungkan pipinya, "Bukan aku yang salah. Kenapa pohonnya malah ada di situ." ujarnya membela diri.
Dan itu membuat sang nuna semakin kesal.
Puk.
"Bodoh!" ujar sang nuna sadis sambil memukul kepala sang adik yang sepertinya tidak beres, semakin tidak beres setelah insiden itu. "Pohon itu memang sudah seharusnya di sana. Kau yang kenapa malah membuat mobil itu keluar jalan dan menabrak pohon!?" tanyanya kesal.
Taeyong hanya memajukkan bibirnya tanpa bersuara. Kenapa kejadian ini harus terjadi saat sang nuna ada di rumah. Harusnya kan dia ada di asrama, batin Taeyong.
"Kau tahu, gara-gara ini kau di skors dari sekolah selama sebulan. Astaga!"
"APA?!"
Puk.
Lagi dan lagi kepala Taeyong menjadi sasaran pemukulan sang nuna yang sudah diambang batas emosi. Wajarkan ia berteriak? Ia sama sekali tak tahu menahu mengenai penskorsan ini. "Kenapa begitu?!" protes Taeyong tak terima. Ia hanya menabrakkan mobilnya ke pohon. Apa hubunganannya dengan ia yang mendapatkan skors dari sekolah?
"Adikku yang manis," meski kalimatnya begitu manis, tapi nadanya yang penuh kekesalan sangat tak enak untuk di dengar. "Bagaimana tidak diskors? Kau itu bukan hanya membuat mobilmu hancur menabrak pohon tetapi juga membuat tabrakan beruntun antara tiga mobil yang ada di depan dan belakangmu! Dan kau tahu? Salah satu dari korbannya adalah wali kelasmu!"
"MWO?!"
Hei, ia sama sekali tak tahu jika ceritanya sampai separah itu.
Taeyong
Dua hari berlalu begitu cepat. Dan selama itu aku belum pernah keluar dari rumah ini karena hukuman dari nunaku yang galak dan menyeramkan itu. Tak ada yang aku kerjakan. Tak ada sekolah, tak ada tugas apalagi menyetir-nyetir lagi. Yang aku bisa lakukan hanyalah diam menunggu kesembuhan tangan kananku dan memandang mobil sport merah yang terparkir di gerbang rumahku dari jendela. Mobil milik nunaku yang selalu aku impi-impikan menjadi milikku.
Bosan.
Aku beranjak ke arah ranjang dan menidurkan tubuhku di atasnya. Memandangi langit-langit kamar dalam kesunyian hingga.
"KYAA!"
―sebuah teriakan melengking seakan menggemparkan rumah itu membuatku menutup kedua telingaku serapat mungkin, mengantisipasi ketulian mendadak. Cepat-cepat aku turun dari ranjang dan berlari ke arah sumber suara yang aku yakini berasal dari nunaku. Kenapa dia?
"Ada apa, nuna?" tanyaku agak khawatir saat turun dari tangga dengan tergesa, melihat nunaku meloncat-loncat ke sana kemari sambil berteriak 'KYAA! KYAA!' begitu keras. Begitu out of character.
"Yong! Aku menang undian!" sahutnya girang. "Dua tiket liburan ke Paris selama sebulan penuh!"
?
"Pokoknya aku harus pergi dengan kekasihku."
Taeyong meringis, melihat keexcitedan nunanya yang kini bahkan menari-nari ke segala arah seperti orang tidak waras. "Errr, itu bagus nuna," sahut Taeyong pelan. "Tapi bukannya liburanmu akan berakhir minggu ini?" tanyanya lagi.
Crack.
Dan seketika semua kesenangan itu terasa terhenti di hati Taeyeon. Itu benar, batinnya. Taeyeon menatap adiknya sambil berfikir keras. Ia tentu takkan menyia-nyiakan kesempatan untuk menikmati kota fashion dunia itu bersama sang pacar, tapi ia juga tak mungkin untuk meninggalkan sekolahnya―bisa digantung ia jika sampai ayah dan ibunya tahu.
Tapi… tunggu dulu…
Taeyeon menatap sang adik dari atas ke bawah dengan penuh selidik. Dan tiba-tiba saja sebuah ide cemerlang seakan memenuhi benaknya.
"Kau! Ya kau, Yong!" sahut Taeyeon tiba-tiba sambil menggoyang-goyangkan tubuh adiknya. "Kau bisa menggantikanku selama aku pergi ke Paris!"
"APA?!" Taeyong melotot tak percaya dengan penuturan sang nuna. Ia menatap horror, menganggap pendengaran terganggu sehingga mendengar hal tidak masuk akal begitu. Tapi begitu melihat mata sang nuna yang begitu berapi-api, Taeyong yakin nunanya sama sekali tak bercanda dengan ucapannya tadi. "TIDAK!"ujar Taeyong tegas.
"Ayolah, Yong. Hanya sebulan. Takkan lama!"
Taeyong mundur beberapa langkah dari sang nuna, ngeri. "TIDAK NUNA! Kau pasti sudah gila!"
"Aku tidak gila!" sahut Taeyeon tersinggung. "Aku hanya memintamu menggantikanku selama sebulan. Lagian kau kan sedang diskors! Tidak akan ada yang tahu," bujuk sang nuna sambil mencoba merayu adiknya.
"Tidak! Tidak! TIDAK!" Taeyong menggeleng kuat-kuat, "Aku ini cowok!"
Puk.
"Aku tidak bilang kau cewek, bodoh!" sahut sang nuna sadis sambil memukul kepala adiknya dengan tak main-main. "Kau hanya harus menjadi aku," jelas Taeyeon.
"Tapi kau cewek!" Taeyong menjerit histeris, "Dan itu berarti aku harus menjadi cewek. TIDAK MAU!"
Taeyeon menyilangkan tangannya di depan dada dengan ekspresi wajah yang begitu kesal. Giginya gemeletuk. "Baik, kalau kau tak mau. Akan aku laporkan tentang kecelakan itu dan skors mu pada ayah dan ibu," ancam Taeyeon tanpa nada bercanda. Ayah dan ibu mereka memang sedang ada bisnis di luar negeri dan belum tahu tentang insiden itu.
Taeyong menggigit bibirnya, agak gentar dengan ancaman itu. Membayangkan betapa marahnya sang ayah jika tahu ia telah menabrakkan mobil, lagi. "B–biar saja!" tapi ia lebih tak mau lagi menjalani rencana gila nunanya.
Taeyeon menghela napasnya dengan berat. "Baiklah." Ujarnya dengan nada putus asa. "Aku takkan jadi memberikan mobil sportku padamu kalau begitu," ujarnya santai sambil berbalik dan berjalan pergi dari Taeyong yang tiba-tiba mematung.
"Kau bilang apa, nuna?"
Kena kau, batin Taeyeon sambil menyeringai.
Ia menengok ke belakang dengan ekspresi datar. "Kubilang; aku tidak jadi memberikan mobil sportku padamu," ujarnya santai. Ia tahu adiknya itu sangat menginginkan mobil sport miliknya dari dulu, maka dari itu.
"Kau―akan memberikannya padaku?" Tanya Taeyong tak percaya.
Taeyeon mengangguk kecil, "Tadinya. Jika kau mau membantuku."
Taeyong terdiam lama.
Meski begitu Taeyeon sudah tahu jika rencananya; berhasil.
Dan TaeyonG sungguh menyesali keputusannya.
...FLASHBACK END.
TBC
