rating. T

genre. Crime x Hurt/Comfort x Sci-Fi

disclaimer. Shingeki no Kyojin © Isayama Hajime

summary. Dunia memang sudah absen dari pertempuran memereteli nyawa, yang tersisa hanya dan hanya kegelapan manusia yang dapat memunculkan pertempuran kembali; kali ini di tengah dunia teknologi, para polisi, dengan sebuah cerita tentang artefak magis yang terasing.—sci-fi AU.

author notes. Oke. Multi-chapter dengan setting tanpa titan dan dunia modern. Emm, awalnya ini mau ada titannya tapi, entah kenapa mungkin saya belum ketemu idenya. #plak

warnings. Dystopia-themed, konten berat (?), juga—mungkin DLDR?

Baik, selamat menikmati~

x x x

Riak air melebar, daun yang berguguran mengetuk, cahaya matahari menembus masuk ke celah-celah awan yang terus berarak. Langit, tanpa batas, tak ada yang melintas bagai kertas—putih, kosong. Matanya menatap nanar ke arah langit, seakan bertanya mengapa ia ada di sana. Ia baru saja terbangun dari mimpi. Ia baru saja melihat sesuatu yang aneh. Ia terbangun—dari sebuah mimpi buruk yang terlalu manis buatnya.

Badannya utuh berada di atas kasur empuk, ia dapat melihat jemarinya sendiri mencoba menjangkau jendela tempatnya melihat langit. Ia mencoba berdiri namun kekuatan tidak sampai ke seluruh tubuhnya—mungkin belum.

Mendadak pintu terbuka, menampilkan sosok suster serba putih dengan surai kecokelatan menatap dirinya dengan kaget bercampur bahagia.

"Akhirnya kau sadar." Suster itu berkata. "Kau berada di rumah sakit."

Dirinya ingin bicara, sayang tidak ada suara yang keluar.

"Tidak apa-apa. Jangan bergerak dulu, rileks saja."

Suster itu menaruh nampan berisi makanan di meja yang sudah disediakan. Menu-nya memang sederhana—bubur, sedikit telur dan buah-buahan. Ia memperhatikan suster itu membuka jendela ruangannya, membiarkan cahaya masuk ke kamarnya beserta angin semilir. Suster itu lalu mengganti bunga yang ada di sebelahnya—dengan sebuah bunga matahari. Ia melirik lagi, membaca jelas ID card milik suster itu.

Petra Ral.

"Kalau butuh apa-apa, tekan saja tombol di sebelahmu, aku akan segera kemari."

Setelah suster itu pergi, ia mencoba bangkit dari tempatnya tidur. Masih bertanya-tanya. Mencari ke sekelilingnya, ada pintu lain yang menuju ke arah toilet ditangkapnya. Dirinya pun mencoba berdiri, namun terjatuh. Alih-alih menggunakan tembok sebagai sandaran, ia meniti jalan menuju toilet dengan tertatih.

Untuk pertama kalinya ia melihat bayangan dirinya sendiri di cermin—kulitnya yang pucat seperti mayat, surai yang berantakan, irisnya yang sedikit memudar warnanya.

Sudah berapa lama ia terlelap?


intersection

2013 © Kuroi-Oneesan


prelude/Shiganshina

City of Shiganshina, 2084.

Salah satu kota yang terkenal di provinsi Maria, dan sangat disegani dengan keamanan dan stabilitas yang tinggi diantara kota-kota lain di provinsi tersebut. Walau bukan ibukota, popularitasnya bahkan menarik minat dari segi manapun, bahkan mampu menggeser City of Hermiha, kota di provinsi Sina yang terlalu apik dengan bangunan bersejarah nan mewah; atau mungkin City of Dauper yang namanya harum karena hasil bumi dan perekonomian nomor satu dari provinsi Rose.

Kota itu tidak pernah sepi dari kasus pembunuhan, pemerkosaan dan pencurian—segala penghalalan cara untuk mencapai sesuatu, intinya. Begitulah kesibukan di kantor polisi itu, Shiganshina Police Departement—cabang lembaga pelaksanaan hukum di seluruh provinsi Maria. Selalu saja ramai, orang silih berganti—entah yang ada keperluan sampai yang hanya tertuduh melakukan sesuatu. Dunia memang tidak pernah terlelap dalam tidur panjang bernama kedamaian—semuanya adalah kepalsuan, kebohongan, ketidakadilan. Bermain kotor adalah cara untuk hidup berkelas di era ini, kemoralan makin bobrok adanya.

"—Mikasa?" wanita yang sedaritadi tengah tenggelam dalam laporannya menengok ke sumber suara, untuk menemukan koleganya tengah membuka pintu ruangannya tanpa ia sadari. "Kau dipanggil oleh Erwin-buchou."

"Apa ini soal pencurian itu?"

"Entahlah. Ayo cepat."

"Oh—bisa aku menemui Eren sebentar?"

x x x

Kala berselang; Divisi C, bagian penanganan orang-orang hilang.

"Eren, ada laporan autopsi masuk." Jean Kirchstein memberikan sebuah amplop cokelat berukuran sedang pada laki-laki yang tengah sibuk di depan komputernya. "Dan ini juga laporan pemeriksaan sidik jari—semuanya dari Armin."

Eren Jaeger hanya bisa menepuk jidat. "…Bahkan aku belum selesai membersihkan segala tumpukan ini."

"Sudahlah, lembur saja lagi. Hari ke empat." Reiner Braun, orang di sebelah mejanya yang tengah menyeruput kopi, menyeletuk.

"Akhir-akhir ini terlalu banyak kasus—yah, walaupun semuanya nyaris sepele." Jean duduk di sofa dekat mereka. "Misal pembunuhan karena cemburu—yah, itu mutilasi, sih—pencurian uang dengan jumlah sedikit yang berakhir penembakan…"

"Itu semuanya bukan bagian kita saja, Jean." Reiner melemaskan jemarinya. "Kita berbagi dengan Divisi A—divisi sial yang mengurus barang-barang berharga pemerintah."

Kocar-kacir dan obrolan tidak sedap memang sudah biasa di meja kerja mereka. Lembur entah berminggu-minggu hingga berlumut di kantor pun sudah bukan lagi hobi, malah bisa disebut tradisi. Ketiga pria ini bisa saja disebut 'preman' di Divisi C karena kepiawaian mereka yang luar biasa selama dua tahun mereka aktif. Mereka dielu-elukan sebagai pengganti kepemimpinan di kantor itu tidak lama lagi, tapi kenaikan jabatan mereka tampaknya akan makan waktu cukup lama.

Pintu divisi mereka terbuka sedikit, menampilkan sosok wanita dengan syal merah menyala datang. "Eren? Apa kiriman Armin sudah datang?"

"Ah, y-yo, Mikasa." Jean berusaha menyapa dengan sedikit gagap. "Ini, ada di tanganku."

"—Aku bertanya pada Eren."

Sunyi sejenak.

"Oh, kau mencari informasi tentang Queen's Glass yang hilang, Mikasa?" Eren bangkit dari kursinya dan menyambar amplop biru dari tangan Jean yang membatu. "Ini, aku belum periksa, tapi lihat saja dulu—daftar penjahat yang masuk top list."

Ada banyak harta karun di dunia ini; salah satunya adalah harta karun milik ratu yang kini memimpin tiga provinsi itu dalam harmoni. Queen's Glass, namanya sangat mencerminkan bentuk rupa benda yang dimaksud, adalah sebuah artefak magis warisan sekian ratus tahun lamanya yang berbentuk sebuah cawan kaca tinggi. Kini artefak itu sudah terpecah menjadi tujuh bagian akibat perang antar provinsi tujuh dekade sebelumnya, dan hanya tiga pecahan yang masih bisa terpampang di museum dengan total empat menghilang. Kemajuan teknologi membuat artefak magis seperti itu tak lagi dipandang tinggi, namun kerap kali tangan-tangan jahil mencuri demi sesuap nasi.

Artefak itu memiliki sebutan magis, dan itu bukanlah bualan belaka. Pecahan artefak itu menurut penelitian dapat bersatu dengan manusia dan menjadi senjata—walau sinkronisasinya tidak pernah diperlihatkan atau dipraktikkan—rumor dunia belakang menyebutkan bahwa ketika Queen's Glass terpecah untuk pertama kalinya, pencuri itu mendapat kekuatan untuk meledakkan otak para polisi di sekitarnya; sebuah hal mistis diantara teknologi.

Mikasa segera membuka amplop biru yang dilempar Eren, menelaah seratus nama yang ada di kertas tersebut.

"Darimana Armin dapat daftar itu? Bukannya database para kriminal dikunci di provinsi Sina?" pria besar itu bertanya pada Eren.

"Armin punya banyak koneksi—sebagai dokter." Eren mempersingkat. "Penjahat itu yang ditugaskan oleh kepolisian untuk mengendus serigala kesiangan yang mengurus obat-obatan terlarang dan kongsi dagang gelap. Mereka juga kadang kita tugaskan untuk mencari orang hilang."

"Tidak ada." Mikasa menaruh amplop tadi di hadapan Eren. "Mereka tidak ada yang berurusan dengan kelompok pencuri itu—Red Apostle."

"Hee~? Bukannya mereka sudah dihabisi oleh Scouting Legion?"

"Ya, tapi diantara mereka tidak ada yang memegang Queen Glass, Reiner. Erwin-buchou hari ini ingin menemuiku—mungkin ada informasi tentang Red Apostle."

Eren menghela napas, "Seperti apa sih, Queen's Glass itu?"

x x x

Siang itu adalah siang yang lumayan terik di Shiganshina, bagi hampir semua orang. Memang, jalanan dan pelosok kota terlihat bersih, seperti tidak ada masalah berarti—namun banyak kasus terjadi setiap harinya tanpa orang sadari. Musim panas baru saja lewat, namun tidak ada perubahan cuaca berarti di kota ini.

"Hei, Annie."

"Hm?"

"Sudah selesai memeriksa mayatnya?"

"Cukup. Aku sudah muak, lagipula."

Annie Leonhardt, wanita muda dengan setelan serba hitam bak menghadiri upacara kematian formal, mengantungi sarung tangannya yang berlumur darah tidak jelas dan keluar dari gang sempit itu bersama Ymir. Baru saja terjadi serangkaian peristiwa tabrak lari di gang tersebut—dengan pelaku diduga geng motor setempat. Korban ditemukan dengan keadaan cukup mengenaskan, dengan kepala terlindas sempurna. Sungguh, mayat yang terlihat lucu.

Manusia egois di dunia ini sudah terlalu banyak, eh?

"Bukannya ini hari liburmu? Maaf sudah memanggilmu karena kami kekurangan orang." Annie berucap lagi seraya bertolak pandang dengan Ymir. "Sedang tidak ada hal aneh di divisi kita, kok."

"Begitu?"

Ymir menelengkan kepalanya, ia menarik ponsel miliknya dari kantung kemejanya dan mulai membuka berita terkini. Jelas terpampang besar dan tebal di headline bahwa RED APOSTLE TELAH TAMAT. Ymir menyuruh Annie untuk melihat layar ponselnya seraya mereka berjalan sambil lalu.

"Baguslah, satu sampah sudah pergi dari urusan kita." Annie berujar, ia sedikit menyibakkan surainya yang menutupi manik biru langit tersebut.

Red Apostle adalah satu dari tiga geng incaran polisi karena perilaku mereka yang meresahkan masyarakat. Red Apostle sendiri merupakan sebuah organisasi gelap yang memiliki banyak pembunuh handal tanpa suara sebagai anggotanya. Kelompok ini memiliki modus operandi untuk mencuri barang berharga dengan motif yang sepenuhnya samar. Mereka disebutkan telah mengoleksi pecahan Queen's Glass dan akhirnya mereka berhasil ditumpas oleh kadet intelijen dari Shiganshina PD kemarin sore. Setidaknya satu di antara banyak masalah besar sirna, mungkin kesesakan kantor polisi akan kasus akan sedikit mereda karenanya.

"Fuh, jadi mereka membual sudah mengumpulkan dua pecahan? Bahkan tak sedikitpun serpihan ditemukan di tempat mereka." Ymir terkekeh puas. "Kudengar dari Mikasa bahwa tempat persembunyian mereka sudah diperiksa di seluruh kota dan tidak ada apapun."

"Gertakan semata, mungkin? Mereka tidak ada apa-apanya dibanding Cyan Wolves dan Magentachresta," komentar Annie. "Kudengar Mina tengah berurusan dengan Cyan Wolves karena dia berhasil mengendus bisnis perdagangan organ mereka."

Walau begitu, kehidupan polisi tidak pernah jauh dari kata damai, singkat kata.

Red Apostle terkenal dengan pembunuh diam-diam mereka; sementara dua regu lagi juga punya keunikan tersendiri. Cyan Wolves adalah regu yang gemar melakukan penjualan organ—lebih tepatnya segala hal yang mementingkan jual beli, entah penjualan senjata, narkotika, bahkan bisa saja mereka menyaru sebagai penjual hotdog. Mereka adalah serigala kelaparan dengan tanda jelas di leher mereka, sebuah serigala berwarna biru kehijauan, cyan, seperti nama mereka. Magentachresta lebih unik lagi dari mereka bertiga, ia bergerak di cyber-terrorism, hacking system, technology-stealer dan beberapa hal yang hanya bisa diendus oleh mereka yang menguasai dunia informasi. Mereka menyebut perilaku mereka sebagai sebuah simfoni yang belum selesai, dan sempat membuat pemerintah gigit jari dengan beberapa informasi rahasia yang dibeberkan dalam bentuk game online berjudul Symphonic Culture.

Mereka bertiga tidak pernah menginjak tanah yang lain, juga tidak menolong satu sama lain.

"Aku pulang ya, Annie. Sampai jumpa di kasus tabrak lari lainnya."

Mengucapkan salam perpisahan dan Ymir pun berpisah dengan teman sekubunya dan kembali menuju relung kota yang padat. Kedua tangan di sakunya, sementara matanya memandang kosong keramaian di sekitarnya. Hari ini memang hari liburnya, dan sebenarnya ia gunakan untuk menyelidiki sesuatu seorang diri. Rumor tentang Queen's Glass memiliki kekuatan magis menariknya untuk mengendus Red Apostle, naas mereka sudah tamat sebelum dia sempat melangkah masuk. Ada beberapa kasus pembunuhan massal dewasa ini yang tampaknya melibatkan sesuatu yang lebih teknis disbanding mechanized weapon atau bio-weapon; contohnya di Trost pernah terjadi korosif tulang manusia di pusat kota—dengan sebuah petunjuk yang sangat tidak lazim, yaitu pembunuh menjentikkan jarinya di sebelah telinga korbannya dan daun telinga korban seketika meleleh, diikuti dengan saluran-saluran pendengaran di dalamnya dan akhirnya mematikan saraf auditorinya dan menjalar hingga seluruh tulang meleleh. Kejadian serupa pernah juga terjadi di City of Chlorba dan kebanyakan terintegrasi dengan kasus penjualan narkotika sehingga bisa diusut kalau Cyan Wolves adalah dalang dibalik pembunuhan itu.

Memang teknologi sudah menguasai dunia ini, namun tampak hal magis patut diperhitungkan. Sebenarnya kekuatan apa yang dimiliki ketiga kelompok pengacau tersebut? Mereka ingin memecundangi polisi, atau semata membuktikan mereka bukan sampah?

Ia hendak memasang headset di telinganya sebelum ia merasakan ponselnya bergetar lebih dulu sebelum refleksnya. Ymir memutar bola matanya ketika ia membuka e-mail kecil dengan Mike Zakarius sebagai pengirimnya.

Red Apostle telah muncul di poin 3A Wall Maria.

x x x

"Kau lihat penghuni kamar 309 itu?"

"Pasien itu sadar setelah tiga bulan…" timpal suster lain.

"Kira-kira dia kenapa ya? Pucat sekali, lho."

Hiruk pikuk konter yang dipenuhi suster siang itu sungguh membahana. Mereka memang menggandrungi banyak pasien namun sempat saja mereka menukar cerita dengan sesama kolega. Yang paling utama adalah pasien yang berada di area kerja suster kepala Petra Ral; bahkan namanya saja tidak ada di data pasien. Pasien itu akhirnya sadar setelah tiga bulan lamanya, tidak jelas asal-usulnya dan beberapa isu mengangkat bahwa ia adalah pasien dengan penyakit yang tidak tertolong lagi. Komentar-komentar opini terus bertebangan sebelum akhirnya derap langkah pantoffel mengisi lorong putih itu, membuat mereka diam dengan keberadaan seorang dokter yang tampaknya sudah mendengar pembicaraan dari awal.

"Dokter, sebenarnya siapa pasien itu?"

Petra Ral yang berada di konter suster lantai tersebut bertanya langsung pada sang dokter berpakaian serba putih bersurai pirang yang paling dihormati di rumah sakit itu. Suster-suster lainnya berkumpul dekat dengan Petra, ikut terbawa aroma penasaran yang terlukis jelas di udara. Sementara, sang dokter yang telah ditunggu untuk menjawab hanya terdiam, berkas pasien yang disebut-sebut itu masih di tangannya, utuh.

"Aku menerima tugas ini langsung dari kepala Rumah Sakit, dr. Rivaille," Armin melanjutkan eksposisinya. "Jadi… aku tidak tahu menahu sebabnya dan tidak akan melakukan apa-apa selain menyembunyikan keberadaannya untuk saat ini dari kepolisian juga dunia luar."

Giliran Petra bergidik, "Jangan-jangan…"

"Red Apostle—belum lenyap, sayangnya, berita itu murni hoax." Dokter itu menelan ludah, "Kau lihat jelas tato merah yang melintang di punggungnya, kan? Yah, walau agak samar."

Jawaban itu makin memberatkan sunyi. Beberapa suster mulai berpandangan, ada juga yang mulai bubar karena terpanggil oleh nurse button.

"dr. Armin… bukankah seharusnya kriminal tidak berada di sini? Mereka biasanya langsung dikirim ke—Hanging Prison, kan?"

[TBC.]


Endnotes. Halo~ saya ada mood aja mau nulis tentang Crime dan—mungkin ini salah satu fanfic saya yang panjang per chapter, tengah berusaha membuat chapter panjang. Kenapa Queen's Glass? Saya kebawa cerita tentang Nursery Rhyme dan Alice in Wonderland. Biar nantinya ada Queen's Glass Game—ah oke, mungkin untuk chapter berikutnya aja ya? Ehehe.

Terima kasih telah membaca, dan stay tuned! Kalo perlu ada kritik dan saran, silahkan~