Sebelum membaca Fic ini, Hikari sarankan untuk membaca Harmony of Tears 01 by Pororo90 lalu Harmony of Tears 00 by Mbik si Kambing (prequel).

Karena ini adalah sequel dari kedua fic di atas.


Hinata...

Maaf jika terlalu menyakitimu

Maaf jika aku terlalu pengecut

Maaf...

Karena sampai saat ini aku masih sangat mencintaimu.

Aku adalah orang yang egois,

Aku tahu kau mencintainya, tapi aku tetap mempertahankanmu di sampingku

Aku begitu pengecut, takut kehilanganmu dan kedua putranya yang ku klaim milikku

Aku sadar tak hanya aku yang menderita.

Hinata...

Aku tahu kau menderita karena penyesalan dan kebimbangan.

Tapi pengabdianmu membuatku bahagia.

Menjadi istri luar biasa, mendampingiku dan melahirkan putra meski bukan dari benihku.

Aku tak pernah membenci perselingkuhanmu dengannya,

Jika pada akhirnya dia membiarkan Asa dan Ketsu memakai namaku.

Karena aku bukanlah laki-laki yang bisa menjalankan kewajibanku sebagai suami secara utuh.

Sasuke...

Diantara kita kaulah yang paling menderita.

Tak adil rasanya jika aku membencimu, karena kesalahan di masa lalu.

Kau mencintai gadis yang telah menjadi tunangan sahabatmu.

Kau menderita karena penyesalan.

Kau menderita karena gadis itu tetap berada di sampingku,

Dan kau menderita karena tak bisa berada dekat dengan putramu.

Terima kasih, telah memberikanku kesempatan untuk menjadi seorang ayah.

Harmoni of Tears 02

Story by Hinata Hikari

Naruto milik Masashi Kishimoto

Warning : Typo, abal, gaje, ooc, oc dan peringatan lainnya

Rate : T

Family/Drama

Selamat membaca...

Kutaburkan bunga yang masih segar diatas gundukan tanah. Sesekali kucabuti rumput-rumput liar yang tumbuh subur disekitarnya. Kupandangi sejenak batu nisan yang tepat berada disampingku. Aku terdiam. Semua bagai tamparan ribuan peluru yang seketika menghujam. Aku berharap waktu berhenti sekarang juga. Lalu kupejamkan mata, mencoba memutar ulang kenangan yang menyayat hati, dimana sebuah penyesalan terajut rapi bagai kisah ironi.

"Aku akan melakukannya ayah."

Inilah janjiku di atas pusara ayah.

...

..

Untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di sini. Jepang, tanah kelahiran ibu, tempat yang selalu ingin di datangi oleh ayah. Dan sebuah kisah masa lalu yang tertinggal.

Inilah yang membuatku kemari, benda berbentuk persegi panjang yang aku temui beberapa hari setelah Ketsu nii ke Jepang.

Aku menemukannya di kamar ayah. Rasa rindu membawaku melangkah ke sana.

Ku buka pintu bercat putih itu, berdiri tanpa ingin melakukan sesuatu. Hanya berharap dapat menemukan bayangan ayah di sana. Kamar ini terasa dingin, tak bernyawa, setelah ayah meninggal, ibu lebih sering menghabiskan waktunya dengan mengadakan konser ke luar. Seolah ia hidup hanya untuk musik. Aku tahu ibu sangat terpukul oleh kepergian ayah.

Pandanganku menyisir seluruh kamar, hingga tertuju pada benda kotak terbuat dari kayu, entah apa menariknya, tapi rasa ingin tahu membuatku menuju nakas yang terplamir di sudut ruangan, ku tarik bagian laci teratas. Aku menemukan tumpukan album foto, ku ambil beberapa album tentang masa kecilku dan Ketsu nii.

Duduk di tepian ranjang, aku memulai petualangan masa lalu, membuka halaman demi halaman, seulas senyum mengembang ketika melihat foto-foto itu. Kami adalah keluarga bahagia, anak-anak beruntung karena memiliki ayah yang baik seperti Osamu Kitahara serta ibu yang perhatian seperti Hyuuga Hinata. Larut akan kenangan, sejenak aku lupa alasan Ketsu nii ke Jepang. Ku buka halaman berikutnya, sebuah amplop coklat yang terselip menggugah rasa penasaranku. Sebuah surat?

Ku baca tulisan tangan ayah.

Putraku...

Aku bahagia diberi kesempatan menjadi seorang ayah

Hidup bahagia bersama kalian dan Hinata

Walau pun sejenak, tapi sangat berharga

Ketsuro Kitahara dan Asatsuyu Kitahara

Anak kembar yang membuat ayah tetap bertahan melawan penyakit

Walau pada akhirnya ayah tetap harus meninggalkan kalian.

Terima kasih, kalian telah menjadi penyemangat hidup ayah.

Putraku...

Sebuah kebenaran tetaplah harus terungkap

Ayah bukanlah ayah kandung kalian

Selama ini ayah merahasiakannya, karena tak ingin kebahagian kita terusik.

Kecintaan ayah kepada ibu menjadikan ayah orang yang egois.

Menutup mata dan telinga dengan apa yang terjadi

Dulu ayah memiliki seorang sahabat

Ayah, ibu dan dia tumbuh bersama

Hingga remaja dan mulai mengenal apa itu cinta

Ayah mencintai ibumu

Namun hati ibu bukan untuk ayah, melainkan pemuda itu. Bahkan mereka menjalin hubungan di belakang ayah.

Ayah mengetahuinya, tapi ayah tetap mempertahankan ibu.

Dengan menggunakan penyakit yang ayah derita, ayah meminta ibu untuk meninggalkannya. Meninggalkan cinta pertamanya.

Di malam terakhir pertemuan mereka, sesuatu terjadi

Peristiwa yang membuat kalian lahir ke dunia.

Rasa sakit yang ayah pendam tergantikan dengan rasa bahagia.

Ayah bisa memiliki anak walaupun kalian lahir bukan dari benih ayah.

Uchiha Sasuke

Dialah ayah kalian, laki-laki yang mengorbankan cinta dan perasaannya demi menebus rasa bersalah.

Sekali lagi ayah menjadi orang yang egois, memintanya menjauh dari kalian.

Percayalah, di tempat yang berbeda pun ia tetap mencintai kalian.

Sudah cukup Ibu kalian menderita

Dulu ayah pernah merebutnya dari Sasuke

Maka sekarang biarkan dia bahagia dengan cinta pertamanya

Bawalah kembali laki-laki itu kepada Ibu

Karena sekarang ibu kalian telah bebas

Bebas menentukan jalannya sendiri

Berjanjilah kepada ayah, anak-anakku.

Miris...

Itulah yang aku rasakan. Kisah cinta segitiga rumit antara Ayah, Ibu dan 'Dia'.

Yang pada akhirnya membuat aku dan Ketsu nii berada di dalamnya.

.

Jepang

"Bagaimana nii-san?"

"Seperti yang pernah kau katakan dulu, ini tak akan merubah apapun Asa."

"Tapi ayah menginginkannya..."

"Mustahil jika ayah menginginkan wanita yang di cintainya bersama laki-laki lain, apalagi laki-laki itu adalah orang yang telah menghianatinya."

"Bacalah sekali lagi, aku yakin nii-san memahami maksud ayah ..."

"Tak ada yang perlu diselesaikan lagi Asa, aku sudah menyampaikan terima kasih ayah padanya."

"Tapi..."

"Ayah kita Osamu Kitahara dan tak ada yang bisa menggantikannya. Sekalipun itu dia." Ketsu nii menaikkan satu oktaf suaranya, menghempaskan lembaran itu sembarangan lalu melangkah pergi.

"Hentikan kekonyolan ini, dan secepatnya kita akan pulang."

Sraaakkk

Seiring dengan pintu tertutup, Ketsu meninggalkanku dalam keheningan.

Aku tak yakin apa yang aku lakukan benar. Tapi satu hal yang aku yakini bahwa ini adalah keinginan ayah. Sebuah kebijakan konyol yang tak dapat diterima oleh logikaku.

Aku kembali teringat kenangan malam itu. Malam ketika melihat ibu menangis di kamarnya, entah karena kerinduan atau penyesalan yang membuatnya menangis tapi isakannya terdengar begitu pilu. Benar yang di tulis ayah, tak hanya ayah yang menderita, tapi ibu juga. Hidup dalam penyesalan dan dilema berkepanjangan.

Semua telah salah dari awal, bahkan kami pun terlahir dari sebuah kesalahan. Tapi kesalahan yang indah menurut ayah.

Ku raih amplop yang dibuang Ketsu nii, membaca surat itu sekali lagi dan melihat foto mereka, tatapan ibu dan orang itu begitu mendamba dan ayah menyadarinya. Namun tetap memilih mempertahankan cintanya.

Tak ada cinta yang bertahan selamanya, eh?

Benarkah itu? Aku merasa hingga saat ini ibu masih sangat mencintai laki-laki itu. Dan cinta ayah kepada ibu tetap bertahan hingga ayah meninggal. Bukankah itu bukti bahwa ada cinta yang bertahan selamanya?

.

Ku tekan tuts piano, alunan lullaby kami seolah membawaku pada kenangan lalu. Ayah selalu mengajakku memainkan musik ini bersama. Tanpa terasa setetes cairan bening lolos, benar apa yang ayah katakan, bahwa kau akan mendapat inspirasi yang besar saat memainkan musik yang kau sukai dan setiap alunan musik mampu meredakan amarah serta mendamaikan dunia. Setidaknya malam ini, aku yakin apa yang aku lakukan benar.

.

.: Harmony of Tears 02:.

.

"Asa," seseorang berbisik dalam keheningan malam.

Samar ia mendengar alunan lullaby yang tak asing di telinganya. Uchiha Sasuke, ia tahu putranya Asatsuyu yang memainkan sonata ini. Lullaby yang sama, yang dulu sering di mainkan oleh sahabatnya. Tak ada orang yang bisa memainkan lullaby itu seindah sekaligus sedalam ini.

"Kh, kau bahkan tetap hidup di hati anak-anakku Osamu." Ujarnya setengah berbisik.

Ia hirup nafas dalam-dalam, seolah begitu haus akan udara, ia pejamkan pupil sewarna jelaga, lalu perlahan menghembuskan nafasnya kembali.

Laki-laki itu menatap langit pekat, menghayati alunan sonata yang di mainkan putra biologisnya. Ia tahu dimana Asa saat ini, berada di ruang musik keluarga Kitahara, sekelebat bayangan masa lalu terlintas di benaknya, ketika ia, Hinata dan Osamu memainkan musik bersama di sana. Dan penyesalan itu kembali mengakar lebih dalam di hatinya.

.

.: Harmony of Tears 02:.

.

Aku abaikan apa yang Ketsu nii katakan semalam, kekacauan ini harus segera diselesaikan. Aku datang ke Jepang untuk memenuhi keinginan ayah. Aku tahu Nii-sanku masih belum bisa menerima kenyataan ini, dia begitu mencintai ayah, bukan berati aku tak mencintai ayahku, tapi aku lebih realistis dalam menghadapi masalah dari pada Ketsu-nii.

Ku putuskan siang ini aku akan menemui orang itu, memulai pencarian dengan mendatangi rumahnya. Yah, semoga saja dia bisa ku temui, mengingat betapa sibuknya dia.

Tapi apa yang harus aku katakan?

Mengatakan agar ia kembali kepada ibu? Itu tidak mungkin, aku bahkan tidak tahu perasaannya kepada ibu seperti apa sekarang.

Aku akan mencoba, kita tak akan pernah tahu hasil sebelum mencobanya bukan?

.

.: Harmony of Tears 02:.

.

Aku menatap foto dalam genggamanku, foto dua anak laki-laki berusia 7 tahun, putra sahabatku sekaligus putraku juga.

"Apakah aku telah kehilangan kesempatan?" lirihku.

"Kami-Sama, aku ingin memeluknya sekali saja dan mendengar dia memanggilku ayah."

"Tapi aku telah menghancurkan kesempatan itu, harusnya aku bisa lebih menahan emosiku dan tidak menampar Ketsu. Wajar jika dia marah karena dia begitu mencintai Osamu." Hatiku ngilu mengakui bahwa Osamu memiliki segenap cinta dari anak-anakku.

Dari dulu dia memang sudah membuatku merasa iri. Namun tidak seharusnya aku menghianatinya.

"Maafkan aku Osamu, maaf"

"Inikah hukuman untuk seorang penghianat sepertiku? Tenggelam dalam kubangan sesal yang tak berdasar?"

"Anakku bahkan tak mengakui bahwa dia bagian dariku."

"Maafkan ayah Ketsu, Maafkan ayah Asa."

"Ayah mencintai kalian."

Ku letakkan bingkai foto itu di atas nakas, inilah sisi rapuh seorang Uchiha, separuh hidupku telah ku habiskan untuk meratapi kebodohanku di masa lalu. Nafsu telah membuatku menjadi seorang penghianat, mencintai kekasih sahabatku dan tak pernah bisa berpaling.

Aku teringat kata-kata gadisku ketika itu,

"Sasuke-kun, icnta itu semacam musik yang indah. Namun cinta sejati akan membuatmu tetap menari meskipun musiknya telah lama berhenti.."

Ya ungkapan itu pas jika ditujukan padaku, Aku tetap mencintainya meskipun ia telah menikah, tetap mengharapkannya, bahkan aku membawanya ke mimpi indah sekaligus terlarang.

Pendosa sepertiku apakah masih bisa diampuni?

..

.

Dulu pernah, suatu malam ketika Osamu tiba-tiba menghubungiku setelah menjalani pengobatan di swiss, aku merasa begitu bersalah padanya, dia memberitahukan bahwa operasinya berhasil dan dia telah menikahi Hinata, serta sebuah berita mengejutkan lain yang dia sampaikan padaku, bahwa aku telah memiliki putra kembar, dari hasil perselingkuhanku dengan Hinata.

Sungguh ketika itu perasaanku bercampur menjadi satu, haruskah aku senang? Sedih? Atau malu? Entahlah.

Tapi apa yang Osamu ucapkan setelahnya sanggup membuatku tercekat.

Dia ingin membesarkan anakku, menganggapnya anak sendiri dan memintaku menjauhi mereka, menganggap seolah aku tak mengetahui apapun. Sebagai kompensasinya dia mengijinkanku melihat anak-anakku dari jauh dan semua itu aku lakukan demi menebus rasa bersalah.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu itu menginterupsi lamunanku.

Kulangkahkan kaki menuju pintu, lalu membukanya.

"Gomen Sasuke-sama," ucap seorang maid setengah membungkuk kepadaku.

"Seseorang menunggu anda di bawah." Ucapnya melanjutkan.

"Bukankah aku sudah bilang, aku sedang tidak ingin di ganggu?" ujarku dingin.

"Pemuda itu memaksa, dan mengatakan bahwa apa yang ingin ia sampaikan sangat penting Sasuke-sama."

Aku diam sejenak, lalu ku putuskan untuk menemuinya.

"Katakan padanya untuk menungguku sebentar." Ucapku hampir menutup pintu kamar berniat merapikan penampilanku.

"Ah Tuan, dia mengaku bernama Asatsuyu Kitahara."

Asatsuyu Kitahara?

Aku merasa kakiku tak berpijak di bumi, putraku, di rumahku?

Apa gerangan yang membawanya kemari?

..

.

Kami duduk berhadapan, kecanggungan diantara kami begitu kentara. Sifat Asa begitu mirib dengan Hinata, sopan dan penuh kasih.

Ah membahas tentang Hinata, bagaimana dengan dia sekarang? Aku sangat merindukannya.

Hinata terima kasih telah melahirkan putra-putraku.

Ku tatap onix pemuda itu, lalu beralih pada surai hitamnya, ada rasa lega menyeruak di hatiku, dia tak memungkiri bahwa dia adalah bagian dariku, dia seorang Uchiha.

Kami memulai perbincangan dalam keterasingan. Ya baginya aku adalah orang asing, sedangkan aku telah berkali-kali melihatnya. Sebuah kebenaran yang tak seorang pun mengetahuinya selain Osamu.

"Sasuke-san" ada kecanggungan ketika ia memanggilku.

"..." aku terdiam, namun masih memperhatikannya.

"Apakah kau masih mencintai ibuku?"

DEG...

Apa maksud dari pertanyaan itu?

Ekspresi terkejut sejenak ku tampakkan, namun akhirnya aku kembali memperlihatkan raut wajah seperti semula. Datar.

"Ya, aku masih mencintainya, bahkan hingga saat ini, aku masih mencintainya." Jawabku jujur.

Ada reaksi yang tak bisa ku artikan, saat ia mendengar apa yang aku katakan. Mungkinkah itu rasa sakit atau ia ingin aku ...

Ah aku tidak berani memikirkannya. Takut jika kedatangannya bertolak dari apa yang aku harapkan. Seperti pertemuanku dengan Ketsu.

"Maukah anda kembali pada ibuku?"

DEG...

Sekali lagi anak ini mengejutkanku? Apa yang terjadi? Beberapa hari lalu Ketsu menolakku, dan sekarang Asa datang memintaku untuk ...

Ah semua ini begitu membingungkan.

Apakah ini sebuah mimpi di tidur siangku? Tapi aku masih merasa kakiku berpijak di bumi.

"Ibuku ada di Belgia, temuilah dia di sana."

Sekali lagi pernyataannya membuatku bingung.

"Tapi apa yang terjadi Asa?" tanyaku pada akhirnya.

"Kalian saling mencintai bukan? Dan sekarang kalian bisa bersama."

"Tapi semua ini terlalu menge- "

"Jika anda khawatir tentang ayah, beliau telah memaafkan anda dan berterima kasih kepada anda, Sasuke-san."

"Tapi..."

"Temuilah ibu, bawalah ibu pulang, bahagiakan ibu, Sasuke-san. Selama ini ibu masih mencintai anda."

Aku menatap mata Asa, aku melihat sebuah pengharapan di sana, sebuah ketulusan dan keinginan.

Ku tarik nafas, lalu berkata

"Bagaimana dengan Ketsu? Dia bahkan menolakku beberapa hari yang lalu."

"Saya akan bicara lagi dengannya, segeralah anda berangkat Sasuke-san."

.

.:Harmony of Tears 02:.

.

Siang itu aku mendatangi Mansion Uchiha, beruntung aku bisa bertemu dengannya, walaupun harus memohon kepada maid di sana agar mengijinkanku menemuinya.

Pertama kali dalam hidupku, aku melihatnya. Melihat ayah kandungku, tak ada yang berbeda dari kami, aku bahkan seperti copyan dirinya. Bedanya mungkin dia terlihat lebih dingin.

Ku tatap wajah itu, tidak lama, hanya sejenak, aku dapat merasakan kesedihan serta kekosongan jiwanya. Dalam hati aku mengucapkan terima kasih kepada ayah, karena telah meninggalkan surat ini sehingga aku bisa bertemu dengan ayah kandungku "Uchiha Sasuke".

.

Dia duduk di hadapanku, kami terdiam, berkelana dalam pikiran masing-masing. Waktu seolah lama berlalu, ku putuskan untuk memulai pembicaraan, memberanikan diri dan kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirku.

Langsung kepada topiknya, karena aku bingung apa yang harus aku katakan padanya dan aku ingin kekacauan ini segera berakhir. Kami tak banyak bicara, namun jiwa kami terasa begitu dekat. Inikah namanya hubungan ayah dan anak? Iya, di dalam diriku mengalir darahnya, darah seorang Uchiha, sekalipun aku sempat mencoba mengingkarinya, namun kenyataannya aku tetaplah seorang Uchiha.

Sejenak aku melihat raut wajahnya yang kecewa, ketika aku menyebut namanya. Sungguh hatiku ingin memanggilnya "ayah", namun aku belum siap. Belum, sebelum aku membuat Ketsu nii bisa menerimanya. Tapi nanti aku pasti akan memanggilnya "ayah".

Sebelum aku pergi, ia menceritakan sebuah kebenaran. Kebenaran tentang cinta seorang "ayah", bahwa betapa senangnya ia ketika ayah Osamu mengabarkan tentang kelahiran kami, betapa inginnya ia memeluk kami, dan ia akan selalu menyisihkan waktunya untuk mengunjungi kami, mengirim hadiah ketika kami berulang tahun, dan selalu mendoakan kami di malam-malam sepinya. Sebuah siksaan ketika kau mendamba namun tak dapat meraihnya.

Aku ingat setiap kali ulang tahu kami, selalu ada dua kado tanpa nama untuk kami. Aku dan Ketsu nii menyukainya, rupanya itu adalah pemberian darinya? ayah kandung kami.

Pernah suatu ketika aku bertanya kepada ayahku Osamu,

"Ayah, siapa ya yang sering mengirim hadiah ketika kami berulang tahun?"

"Entahlah, tapi anggap saja itu dari seorang penggemar kalian, karena kau dan nii-sanmu adalah anak yang baik." Ujar ayahku sambil tersenyum hangat.

Ya ketika itu otak polosku tak pernah menduga bahwa hadiah itu adalah pemberian dari seseorang yang sangat merindukan serta mencintai kami.

Dan kali ini ku mantapkan hatiku untuk menyakinkan Ketsu nii bahwa inilah yang terbaik. Membiarkan ibu dan cinta pertamanya bersatu.

...

..

Le Meridien Brussels, Belgia

Malam itu Sasuke memutuskan untuk pergi ke Belgia, apa lagi yang perlu di tunggu? bukankah Asa yang meminta ia menemui Hinata atas nama Osamu? Dan masalah Ketsu, ia mempercayakannya kepada putra bungsunya itu.

Di sinilah Sasuke sekarang, Le Meridien Hotel, tempat Hinata menginap selama di Belgia, beberapa meter lagi pria itu akan menemui cintanya, beberapa langkah lagi masa depannya akan teraih.

"Hinata,"

Panggilnya, ketika seorang wanita berambut indigo itu keluar dan akan mengunci kamarnya. Wanita itu tepat berdiri di depan pintu, Hinata yang mendengar namanya di sebut menolehkan kepala,

"Sa... Sasuke-kun?" ujarnya lirih.

'Benarkah ini? Tidakkah ini hanya sebuah mimpi?' batin Hinata

Hanya butuh tiga langkah panjang bagi Sasuke untuk dapat memeluk wanitanya. Hinatanya.

Sasuke langsung meraih dan membawa Hinata ke dalam pelukannya. Pelukan erat, seolah ia ingin menyalurkan rasa rindu yang lama terpendam. Meyakinkan bahwa ini nyata, sebuah realita. Bukan lagi mimpi yang sering mewarnai malam-malam kelamnya.

Sasuke merasakan lembab di dada sebelah kanannya, Hinata terisak, menangis, terharu, tak peduli jika ia seperti anak kecil yang merengek karena kehilangan balon, namun ini jujur, sebuah reaksi alamiah ketika hatimu menemukan bagian dari dirinya.

"Sa... Sasuke-kun, i... ini bukan mimpi?" tanya Hinata di sela isakannya.

"Tidak sayang, ini nyata, ini aku." ujar Sasuke berbisik.

Hinata semakin mengeratkan pelukannya, tersenyum dalam tangis, ia takut, takut kehilangan untuk ke dua kalinya. Kehilangan cinta, kehilangan jiwanya.

"Ba... bagaimana kau...?" tanya Hinata sambil melepaskan pelukannya, menatap wajah Sasuke.

"Asa memintaku menemuimu dan membawamu pulang Hinata." jawab Sasuke, sambil mengusap air mata di pipi Hinata.

Sekali lagi Hinata berhambur ke dalam pelukan Sasuke, ada rasa bahagia menjalar di hatinya. Selama ini ia mencoba setia dan selalu menyayangi Osamu, tak berani membayangkan pria lain demi menjaga kesakralan pernikahannya, walau Hinata pernah menghianatinya. Namun hati tak bisa di pungkiri bukan? Bahwa di bagian terdalam hatinya masih mengharapkan Sasuke.

Sekarang ia bebas, bebas menentukan hidupnya, terbang mencari bahagianya. Dan bahagianya adalah Sasuke.

"Sasuke-kun kau..."

"Diamlah Hinata... hmphh"

Sasuke mengecup bibir Hinata, awalnya lembut, namun detik berikutnya begitu panas dan dalam. Sasuke menyandarkan Hinata di dinding, tak peduli saat ini mereka berada di lorong hotel, kerinduan mengalahkan segalanya, bahkan logika lumpuh saat itu juga.

Sasuke melepaskan ciuman itu sejenak, hanya untuk menghirup oksigen demi mengisi paru-parunya yang terasa sesak. Nafasnya terengah, terasa panas ketika menerpa pipi merah Hinata.

"Maafkan aku Hinata...,"

Dan Sasuke menariknya, tak ada lagi kecupan, yang ada ciuman panas nan menuntut, Sasuke membuka pintu, masuk, lalu menutupnya kembali, semua terjadi masih dengan keadaan yang sama, mereka tidak terpisahkan, bibir mereka saling berpagutan dan Hinata pasrah dengan apa yang akan terjadi. Dosa itu terulang kembali, 17 tahun yang lalu mereka pernah melakukannya. Bedanya sekarang tak ada lagi yang terhianati.

...

..

.

Jepang

"Nii-san aku telah memintanya menemui ibu."

"..." Ketsu masih tetap terdiam, memperhatikan adik kembarnya berbicara. Ia berada di persimpangan, hati kecilnya menerima Sasuke, namun sisi egoisnya tetap bertahan. Bukankah itu sifat seorang Uchiha?

"Tadi aku menemuinya di mansion Uchiha," lanjut Asa.

"Dan sekarang ia sudah berangkat ke Belgia."

"..." Ketsu masih tetap tak bergeming.

"Nii-san..."

"Aku... Aku hanya tidak ingin posisi ayah tergantikan, Asa."

Asa tersenyum, lalu mendekati saudaranya, duduk di sampingnya.

"Ayah tidak akan terganti nii-san, ia akan tetap hidup di hati kita."

"Tapi..."

"Sasuke-san juga ayah kita, bukankah darah lebih kental dari air? Seberapa pun besarnya kita ingin memungkiri itu, dalam diri kita tetap mengalir darahnya. Kita tetap seorang Uchiha, Ketsu-nii."

"..."

"Ayah meminta kita mempersatukan mereka nii-san. Aku telah berjanji di atas pusara ayah, dan aku akan memenuhi keinginan terakhirnya."

"Apakah kau yakin ini yang terbaik Asa?" tanya Ketsu.

Sambil tersenyum dan merangkul saudara kembarnya Asa menjawab,

"Ini yang terbaik untuk kita nii-san, setidaknya lakukanlah ini demi ibu, dia sudah cukup menderita."

Ketsu menatap onix Asa, mencari jawaban di sana, dia yakin dengan adiknya, ini sudah benar. Tidak ada yang lagi yang menderita, tidak ada lagi pengorbanan, Hinata bersama dengan Sasuke bukan berarti mereka menghianati Osamu, bukankah ini juga keinginan Osamu? Lalu kenapa ia masih berkeras hati?.

Benar yang Asa katakan, bahwa Osamu akan tetap menjadi ayah mereka dan akan selalu hidup di hati mereka, bersama kenangan.

Masa depan mereka sekarang adalah Sasuke.

Darah lebih kental dari air, eh? Bahkan tak hanya fisik saja yang diturunkan Sasuke kepadanya, sifat dan kepandainya pun adalah turunan dari Sasuke. Ketsu dan Asa kitahara adalah seorang Uchiha.

"Aku percaya padamu Asa, inilah yang terbaik." Ucapnya lalu tersenyum kepada adik kembarnya.

...

..

Le Meridien Hotel, Belgia.

"Terima kasih Hinata," ucap Sasuke berbisik. Mereka masih bergelung dalam selimut yang sama, layaknya bayi baru lahir, tanpa sehelai benang.

"Terima kasih kau telah menjadi ibu bagi anak-anakku." Lanjut Sasuke, lalu mencium lembut puncak kepala Hinata.

Hinata tersenyum... lalu mengangguk.

"Hinata..." panggil Sasuke lembut tepat di telinga Hinata.

"Hmm?"

"Menikahlah denganku."

FIN

Ini adalah karya saya di event #ReuniAuthorSasuHina, yang merupakan fic colab antara Pororo90, Mbik si Kambing dan saya.

OMG apa ini? Bisakah ini dikatakan sebuah cerita? Hehehehe saya sendiri g yakin.

Maaf jika bikin sepet mata reader.

Tapi saya sudah berusaha semaksimal mungkin, jika masih kurang memuaskan, gomen nee minna.

Mohon kritik dan saran.

Arigatou, Hontouni arigatou...

Maaf Poo jika mengecewakanmu.

RnR


Ku tekan tuts piano, alunan wedding march mengiringi langkah ibuku menuju altar. Ayah kandungku Uchiha Sasuke telah berdiri menantikannya di altar, dan Ketsu nii dengan gagah melangkah di samping ibu untuk mendampinginya menuju tempat sakral itu. Hari ini adalah hari bahagi bagi ibu dan 'ayah kandungku'.

Ibuku terlihat sangat cantik dalam balutan gaun pengantinnya dan ayahku sang mempelai pria begitu tampan dengan taxedo putihnya.

Di sinilah kami semua, menyaksikan janji sakral itu terucap. 'Ayah kandung' dan ibuku telah terikat selamanya.

Aku dapat melihat kebahagiaan mereka, jiwa mereka kembali, setengah hati yang hilang itu telah bersatu.

Ayah, apakah ayah melihat ibu begitu bahagia? Aku telah menepati janjiku, ayah. Bisikku dalam hati.

Dan semilir angin berhembus menerpaku, entah dari mana, seolah ayah mendengar dan menjawab pertanyaanku.

Kami mencintai ayah, Semoga ayah bahagia di sana.