IT FEELS SO RIGHT
Pairing : Kris x Luhan
Warning : Genderswitch, un-betaed
Luhan tidak pernah menyangka bahwa ia akan menikah di usianya yang masih terbilang muda. Melalui sebuah perjodohan lebih parahnya. Sedari kecil ia selalu bermimpi pada suatu hari ia akan menikah dengan lelaki pilihannya. Karena cinta. Bukan pilihan ayahnya, atas dasar politik, kekuasaan, dan uang. Tapi kita tidak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan, bukan? Maka dari itu Luhan hanya bisa menerima keputusan ayahnya dengan hati yang berat dan tak sedikit air mata.
Luhan sadar bahwa ini bukan hanya sebuah pernikahan berdasarkan uang. Melainkan juga keinginan ayah Luhan agar putrinya segera enyah dari kehidupannya. Selama ini Luhan selalu dianggap sebagai sebuah kekecewaan oleh ayahnya. Karena keputusan Luhan yang tidak ingin meneruskan perusahaan ayahnya.
Luhan lebih memilih memenuhi tangannya dengan cat air, meliukkan badannya bersama musik diatas panggung, dan hanyut dalam karakter yang ia perankan dalam sebuah teater. Luhan lebih mencintai seni dibandingkan bisnis. Dan ayahnya tak menyukai kenyataan itu. Maka dari itu ia selalu dipandang tidak berguna. Bagaimanapun kerasnya ia berusaha menyenangkan ayahnya.
Luhan bertemu dengan calon suaminya dua minggu sebelum pernikahan mereka. Saat ayah Luhan dan paman calon suaminya memutuskan untuk mengadakan sebuah makan malam. Wu Yifan namanya. Seumuran dengan Luhan. Tampan, tinggi, dan dingin. Tak sedetikpun Luhan melihat pria itu tersenyum di sepanjang acara makan malam mereka. Pemuda berambut gelap itu hanya bicara jika perlu. Tak pernah sedikitpun pemuda itu menatapnya. Keluar dari mulut singa masuk ke mulut buaya. Mungkin itu yang dipikirkan Luhan terhadap dirinya saat itu.
Sampailah pada hari pernikahan mereka. Setelah acara pemberkatan, resepsi, dan segala tetek bengek di hari pernikahan, Luhan mendapati dirinya sendiri bersama suaminya di sebuah kamar hotel. Malam itu malam pertama mereka. Luhan takut setengah mati. Namun, ketakutannya hilang saat melihat Yifan keluar dari kamar mandi, mengambil sebuah bantal dan diletakkan ke sofa, lalu berbaring disana.
Luhan menghela napas. Lega karena ia tak harus tidur dengan orang asing. Kecewa karena Yifan benar-benar mengabaikannya. Malam itu Luhan tertidur dengan sebutir air mata menuruni pipinya.
-ifa-
Keesokan harinya, Luhan dibawa ke rumah Yifan, rumah mereka. Selama beberapa menit mengamati, Luhan bisa mengerti kenapa ayahnya begitu tergiur untuk menikahkan Luhan dengan pemuda itu. Yifan benar-benar kaya. Dari ukuran rumahnya yang sebesar mansion, koleksi Lycan Hypersportnya yang berjejer di garasi, beserta para pelayan yang berlalu lalang di rumah mereka sudah cukup menandakan bahwa Yifan tak ubahnya seorah raja.
Saat Luhan menginjakkan kakinya di ruang keluarga, ia melihat sebuah lukisan berukura terpajang gagah di salah satu dinding. Sebuah lukisan keluarga. Ayah, ibu, dan dua anak lelaki. Luhan tidak tahu siapa mereka. Tapi Luhan yakin bahwa itu adalah lukisan keluarga Yifan.
'Ibu Yifan sangat cantik' pikir Luhan.
Pikirannya terinterupsi saat ia mendengarkan suara langkah kaki. Luhan menoleh. Mendapati Yifan yang berjalan menuju kamar mereka. Luhan menghentikannya dengan sebuah panggilan lirih. Pemuda itu menatap Luhan dengan pandangan tajamnya lagi. Luhan menelan Ludah.
''Dimana orang tuamu ?'' Yifan sedikit terpaku. Luhan tak melewatkan bahasa tubuh itu.
''Mereka pergi.''
''Kemana ?'' Yifan menatap Luhan tajam.
''Bukan urusanmu.'' Setelah memberikan jawaban dingin itu, Yifan pergi meninggalkan Luhan yang terkejut.
Luhan tahu jika suaminya itu dingin. Tidak seharusnya Luhan menekan Yifan terlalu jauh. Tapi dia istrinya. Ya..istri yang terpaksa ia nikahi. Luhan tertunduk memikirkan itu. Sedetik kemudian, ia mengangkat wajahnya. Sebuah determinasi terlihat jelas dimatanya.
'Ayahku sudah membuangku, Yifan. Aku tidak akan mengijinkan kau melakukan hal yang sama padaku.'
-ifa-
Beberapa hari Luhan lalui tanpa interaksi dengan Yifan. Yifan masih suka tidur diatas sofa dan membiarkan Luhan tidur sendiri diatas ranjang mereka. Yifan akan terbangun saat Luhan masih terlelap, dan pulang saat Luhan sudah tertidur pulas. Pernah sekali Yifan terlambat bangun dari jadwal biasanya. Luhan mengambil kesempatan di waktu itu untuk membuatkan Yifan sarapan. Pada akhirnya Luhan harus menelan rasa kecewa karena makanan buatannya tak tersentuh sama sekali.
Sebagian besar waktu Luhan, ia habiskan berada di studio. Akhir-akhir ini ia sering sekali menggambar bertemakan putri dan monster. Mungkin sebagai ungkapan kekesalannya terhadap Yifan.
Sikap Yifan sedikit berubah ketika suatu malam Luhan mendengar Yifan merintih di atas sofa. Merasa terganggu (dan khawatir), Luhan mengecek keadaan Yifan. Pemuda itu sudah mandi keringat dingin. Semakin lama, rintihannya semakin keras. Tubuhnya yang tadinya diam, kini menggigil hebat. Rasa takut terlihat jelas di wajah tampannya.
''Jangan…jangan pergi." Rintihnya. Luhan mendekat. Berlutut disamping suaminya dan mencoba mengguncang pelan pundak pemuda itu. Reaksi itu justru membuat Yifan semakin histeris. Luhan tidak menyerah. Ia kembali mengguncang pundak pemuda itu dan terus memanggil namanya agar Yifan segera terbangun. Karena jujur saja melihat Yifan yang biasanya terlihat angkuh dan kuat, kini berubah menjadi sosok yang begitu hancur di depan mata Luhan, membuat gadis itu merasa takut.
Gerakan Luhan terhenti saat Yifan tiba-tiba membelalakkan matanya, dan menarik tubuh Luhan kedalam pelukannya.
"Kumohon…jangan lakukan itu. Aku tidak ingin sendirian." Ucap Yifan lirih. Sudah pasti Yifan masih bermimpi.
Luhan membatu. Tak tahu apa yang seharusnya ia lakukan. Saat ia menyadari bahwa Yifan masih tegang, Luhan membalas melingkarkan tangannya ke tubuh Yifan.
"Aku tidak kemana-mana. Aku disini." Bisiknya lembut. Tubuh Yifan seketika berubah lemas. Luhan mengambil kesempatan ini untuk kembali membaringkan Yifan. Namun sayangnya, dekapan Yifan di tubuh Luhan tak juga lepas. Tak tahu harus berbuat apa, Luhan ikut membaringkan tubuhnya di samping Yifan. Malam itu mereka tidur di dalam dekapan masing-masing.
Esok harinya, Yifan terbangun saat merasakan berat di atas dadanya dan sesuatu yang menggelitiki wajahnya. Saat ia membuka matanya dengan sempurna, ia melihat Luhan yang tertidur pulas diatas dadanya. Ia mencoba mengingat kejadian semalam. Ia mengumpat lirih ketika ia mulai menyadari apa yang terjadi. Ia kembali menatap wajah Luhan.
Mata bulat yang tertutup rapat, bulu mata yang lentik, hidung yang mungil, bibir yang tipis, serta kulit seputih susu. Kenapa baru sekarang Yifan menyadari jika istrinya begitu cantik.
Perlahan-lahan mata itu terbuka. Bibir mungil itu mengerang kecil. Berkedip, sekali, dua kali, dan pada akhirnya iris coklat itu terfokus padanya.
Yifan tidak tahu apa yang sedang menguasai pikirannya saat itu. Dari beberapa detik ia habiskan mengamati Luhan dari dekat, hatinya dipenuhi rasa tenang yang tak pernah ia rasakan selama ini. Dia selalu berada di sebuah mental battle. Yifan tak bisa berpikir lagi. Ia hanya tahu jika dia tak ingin jauh dari rasa aman itu. Rasa nyaman itu. Dan perlahan ia mulai mendekatkan wajahnya.
Luhan menahan napas saat Yifan semakin mendekat. Ia tidak tahu apa apa yang harus ia lakukan kecuali diam. Apakah Yifan akan menciumnya? Mengambil ciuman pertamanya?
Luhan mulai bisa merasakan napas Yifan di wajahnya. Namun tiba-tiba Yifan berhenti. Pemuda itu menarik dirinya. Bangkit dar posisi berbaringnya sambil mengucapkan ''Maaf."
Apa itu tadi?
Hari itu, Luhan menggambar seekor naga yang tersenyum.
TBC
