minna~
ini ff kedua saya di fandom ini... happy reading ya~~~~
hehe
H O P E
disclaimer: bleach is tite kubo's son(?)
pairing: ... Hitsu x Momo
rate: T semi M (d gbuk readers krna blum waktunya)
warning: angst (maybe) gk nymbung dll, and just one sh0ot...
one more...
Happy reading...
kota karakura, 19.00
Hitsugaya Toushiro mengecup lembut kening Momo, kekasihnya yang kini sedang memejamkan matanya dengan semburat merah di kedua pipinya.
"Oyasuminasai, Momo," bisik Hitsugaya lembut setelah puas mencium kening Momo, menatap mata hazel kekasihnya. Momo hanya mengangguk.
"Yakin tidak mau kuantar?" tanya Hitsugaya tampak khawatir, Momo hanya mengangguk mengiyakan.
"Tak apa, Shiro-chan, masih jam 7 malam jadi tak apa. Lagipula hanya tinggal beberapa meter saja kok," ucap Momo menenangkan, namun entah kenapa, Hitsugaya makin gelisah, dia seperti mempunya firasat buruk yang akan terjadi kepada kekasihnya.
"Tidak... Sebaiknya aku..."
blum sempat Hitsugaya melanjutkan, ponselnya berdering. Di angkatnya ponsel itu,
"ya... Ada apa ibu? Apa? Benarkah begitu ibu? Baiklah... Kumohon ibu jangan menangis... Baiklah... 3 menit lagi aku ke sana bu" ucap Toushiro yang dapat didengar oleh Momo, membuat Momo khawatir.
"Kenapa dengan bibi shirayuki, shiro-chan?" tanya Momo ketika di dapatinya perubahan ekspresi pada Toushiro.
"katanya ibu jadi korban pelecehan lagi di dalam kereta," ucapnya "dan dia tidak berani pulang sendiri..." lanjutnya kemudian menghela nafasnya lagi. "Ibu sedang menunggu di kantor polisi" ucapnya.
"kalau begitu kau harus cepat shiro-chan" ucap Momo.
"biar kuantar dulu kau..." ujar Hitsugaya keras kepala. Momo menggeleng tegas.
"kau berjanji pda bibi shirayuki akan menjemputnya tiga menit lagi. Kalo kau mengantarku dlu, kau bisa telat hampir setengah jam, dan kau ingin membuat bibi shirayuki gemetaran nantinya?" ucap Momo membuat Hitsugaya menunduk, tetapi entah kenapa firasatku mengatakan kalau aku harus mengantarmu sampai depan rumahmu, batin Hitsugaya. Melihat kekasihnya tampak cemas, Momo hanya tersenyum, kemudia memegang kedua telapak tangan kekasihnya.
"percaya padaku, begitu aku sampai aku akan segera meneleponmu" ucapnya. Hitsugaya hanya tersenyum masam dan akhirnya mengalah dan pergi meninggalkan Momo dengan berat hati. Tapi dia mencoba menenangkan perasaannya yang tak enak...
Momo POV
aku menatap punggung shiro-chan yang semakin menjauh dengan tersenyum, kemudian kubalikkan badanku dan mulai melangkah memasuki gang menuju rumahku.
Ya, shiro-chan selalu mengantarku sampai depan gang, karena aku belum berani memperkenalkannya kepada saudari dan ayahku. Lagipula, kami baru dua bulan berpacaran jadi aku masih malu dan belum terbiasa dengan status baruku, dan shiro-chan hanya menyetujui saja alasanku..
Tapi entah kenapa kali ini dia ngotot ingin mengantarku sampai depan rumah, aneh. Aku merasa shiro-chanbegitu khawatir kepadaku, kenapa ya?
ups!
Langkahku terhenti saat kumelihat tiga orang bertampang jahat sedang duduk di atas motor besar mereka sembari menghisap rokok. Berandal, batinku lalu menatap jam tanganku. Masih jam setengah delapan malam tapi mereka sudah mangkal. Bagaimana ini? Haruskah aku mengambil jalan lain? Tapi jika aku mengambil jalan lain, aku harus memutar dan itu amat lama.
baiklah!
Aku tetap melangkah. Cuek saja, mereka hanya mangkal disana, mereka tidak akan mengganggu, pasti. Bukankah mereka juga manusia?
Tapi...
Ya... Tapi sayang sekali perkiraanku salah ketika seseorang dari mereka memegang paksa pergelangan tanganku, membuatku kaku sesaat apalagi ketika bau rokok tercium sangat dekat denganku dan sebuah ucapannya yang membuatku seketika ketakutan.
"temani kami sebentar dong"
dan kemudian kurasakan tanganku di tarik kasar.
SHIRO-chan!
teriakku dalam hati...
lelaki berambut putih itu menoleh ke samping, menoleh ke arah pintu kereta api, perasaannya tak enak sekarang, entah kenapa.
"ada apa Toushirou?" tanya seorang perempuan yang juga berambut putih yang seindah warna salju tersebut. Hitsugaya hanya menggeleng, semoga perasaannya kali ini salah...
Momo POV
Aku merasakan sakit di punggungku, ketika lelaki berambut pirang itu mendorongku hingga jatuh, dia dan dua orang temannya menatapku dengan pandangan nafsu, membuatku bergidik ketakutan. Kutolehkan pandanganku kepda tas hitam mini yang ada beberapa langkah di sampingku. Aku segera beringsut, mengeluarkan hpku, namun belum sempat kumainkan ponsel itu, tangan kananku yang memegang ponselku segera diinjak dengan tanpa kasihan sedikitpun. Aku meringis, melihat orang berambut orange itu yang melakukannya, menyeringai kejam, sedangkan temannya yang lain, menginjak ponselku hingga berkeping-keping.
"harapanmu meminta bantuan sudah musnah, sayang" ucap sebuah suara, dari si berambut pirang, menatap wajahku kemudian mengepulkan asapnya dan menginjakkan rokok yang masih panjang. Laki-laki itu melonggarkan ikat pinggangnya, membuatku bergidik ngeri.
"TO..." belum sempat ku berteriak, sebuah pukulan tepat mengenai pipiku, sakit. Aku tergeletak tak berdaya, si rambut orange telah melepaskan injakannya kepada lengan kananku.
"biar aku yang memulainya, sayang" ucap lelaki berambut pirang itu, membuat seketika air mataku keluar,
karena aku tahu...
Aku tak bisa melawan...
kota karakura, 21.00
nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, silakan mencoba lagi nanti... The number...
Aizen mengacak-acak rambutnya khawatir, pasalnya, Momo, anak bungsunya belum pulang juga. Tidak biasanya, putri bungsunya tidak izin dahulu jika akan pulang telat.
"Tobiume, ayo kita cari adikmu" ucap Aizen pda anak sulungnya. Si sulung hanya mengangguk saja, karena dia juga khawatir akan keselamatan adiknya. Namun blum sempat mereka keluar rumah, seseorang masuk ke rumah mereka, dengan cepat melesat melewati mereka, ke arah kamar mandi dan kemudian terdengar suara kran air menyala.
Tobiume dan Aizen saling berpandangan, yang mereka lihat tadi?
Buru-buru mereka melesat ke arah kamar mandi, dan mereka amat terkejut melihat seseorang disana, dengan pandangan kosong, badan gemetar, luka disekujur tubuhnya dan apa itu? Darah di rok putihnya?
Seketika Tobiume menutup mulutnya, matanya terbelalak yang kini sudah mengeluarkan air mata, sementara sang ayah hanya mendesis, mengepalkan kedua tangannya.
"Momo, kau..." Aizen tak melanjutkan, Tobiume sudah luruh dilantai menangis,
dia menangis menatap adiknya yang dengan gemetar menampung air kran di telapak tangannya yang disatukan. Sakit melihat pakaian adiknya yang sobek dan tatapan kosongnya.
"Jangan dibersihkan Momo!" ucap Aizen, melangkah masuk, memegang tangan kanan Momo yang langsung begitu saja ditepis Momo. "kita harus melaporkannya" ucap Aizen menahan geram.
sementara itu,di salah satu rumah, di ruangan yang berhias biru dan snow flake putih...
Toushiro kembali meletakkan ponselnya ditelinganya, tidak aktif.
Ini sudah kesekian kalinya dia menelepon kekasihnya yang selalu tak aktif.
Sial!
Perasaannya tak menentu sekarang...
Tuhan... Lindungilah Momo...
kantor polisi, 21.30
"Dengan melihatmu begini, mereka akan segera memprosesnya, nah Momo kau harus menceritakan detailnya, tenang saja, polisi wanita yang akan membantu dan yang akan menanyaimu" ucap Aizen, berbicara setenang mungkin di depan kemudi. Sementara di belakang, di bangku penumpang, Momo yang kin dselimuti jaket dan pelukan Tobiume hanya menggeleng.
"Kau tidak usah takut, Momo! Mereka akan menjaga rahasia ini rapat-rapat" bujuk Aizen lagi. Momo menggeleng, air matanya keluar.
"me...mereka mengancamku ayah... Mereka memfotoku," ucap Momo gemetar. "Jika aku melaporkan mereka, mereka akan menyebar luaskan foto tersebut... Aku tidak mau ayah..." lirih Momo, kini air matanya keluar begitu saja, tanpa isak tangis. Tobiume hanya memeluk adiknya yang mulai histeris.
"Tapi..."
"kumohon ayah... Kumohon..." ucap Momo lagi, kini isaknya mulai terdengar, membuat Aizen tidak tega, dia hanya menundukkan kepalanya, menangis...
"Momo, kau dimana?" tanya Hitsugaya dari ponselnya. Di seberang lain, gadis berambut hitam itu hanya menunduk, tadi pagi Momo menelepon kekasihnya, mengatakan bahwa karna suatu hal, ponselnya tak bisa dihubungi.
"Momo? Kau masih disana?" tanya Hitsugaya lagi, khawatir.
"ah, iya, maaf shiro-chan..." ucap Momo. "maaf shiro-chan, sekarang aku ada di rumah nenekku"
"eh? Benarkah? Kenapa mendadak sekali?"
"ah... Tidak apa-apa" ucap Momo lagi kemudian memutuskan sambungan telepon. Diam beberapa saat kemudian dia beranjak pergi ke kamar mandi.
Momo POV
guyuran shower tak membuatku merasa tenang. Aku tetap berdiri di sana, meski rasa dingin menyergap sekarang.
Kenapa?
Meski kubersihkan berkali-kali, tapi bau sampah itu masih terasa ditubuhku, aku masih bisa merasakan tangan ketiga orang itu menyentuh tubuhku, menjijikan!
Daerah kewanitaanku lah yang paling sering ku bersihkan, karena aku tau tempat itu yang paling amat kotor! Tempat masuknya sperma-sperma itu ke dalam rahimku.
Sperma?
Tuhan... Bagaimana jika aku tidak datang bulan? Bagaimana jika aku hamil karena hasil perbuatan mereka tersebut?
Masih dalam guyuran shower, aku luruh di lantai, kembali menangisi kejadian kemarin, memoriku kembali mengingat mereka, perlakuan mereka kepdaku, ketika si pirang selesai dan tersenyum senang karena baru memperkosa seorang perawan, ketika kulihat dua orang yang lain sudah membuka celana mereka, ketika lidah-lidah itu...
Tidak! Tidak! Kumohon lupakan hal itu... Kumohon...
Tobiume menatap ke pintu kamar mandi, terdengar siraman shower di sana. Tobiume menekan dadanya kuat, upayanya agar mengurangi rasa sakit melihat penderitaan adiknya. Ini ketujuh kalinya Momo masuk kamar mandi.
2 minggu setelah kejadian itu, sma karakura...
dari jauh, Hitsugaya dapat melihat seseorang yang disayanginya turun dari mobil ayahnya, Hitsugaya menghentikan langkahnya, menatap gadis berambut hitam yang dicepol dua itu dengan pandangan yang sulit didefinisikan.
Momo di antar sampai sekolah?
Hal yang aneh karena selama setahun menjadi teman sekelasnya, Momo tidak pernah diantar jemput ayahnya, yang menurut Hitsugaya amat sangat daughter complex. Pernah dia bertemu ayahnya saat festival sekolah dan Momo mengenalkan dirinya sebagai teman sekelas yang kebetulan menahan dirinya yang hampir jatuh karena entah karena benda apa dia tersandung. Dan Aizen setelah mendengarkan itu hanya mengangguk dan tersenyum amat membahayakan bagi Hitsugaya Toushiro.
Ya... Lupakan kejadian tidak mengenakan itu, kembali pada Momo yang kini berbalik menuju gerbang sekolah dengan raut wajah gugup dan ketakutan.
Deg! Eh? Kenapa Momo memasang wajah begitu?
Cepat-cepat Toushiro berjalan, hampir berlari malah dan ketika melihat Momo yang berjalan celingukan, tanpa pikir panjang, Toushiro memegang bahu Momo yang langsung ditepis dengan kasar oleh Momo yang menjauhkan bahunya dan langsung bersitatap dengan Hitsugaya.
Deg! Toushiro kembali merasakan hatinya sakit, bukan karena tangannya ditepis kasar, bukan. Tapi ketika dia melihat mata hazel yang amat disukainya memancarkan ketakutan,
"Momo kau kenapa? Ini aku!" ucap Hitsugaya terdengar lirih.
"Momo, kau kenapa? Ini aku!"
perlahan Momo mengerjapkan matanya, berusaha menghilangkan sinar matanya yang ketakutan melihat wajah kekasihnya memasang wajah terluka.
"A... Ah, shiro-chan, gomenne" ucap Momo lagi, gugup. Kemudian berbalik dan berjalan pelan, Hitsugaya menyusulnya kemudian tangannya kembali hendak menyentuh Momo dari belakang yang kini hendak menyentuh lengan Momo,
"Mo..."
dan dalam sepersekian detik tangan Momo bergerak menepis, diiringi sebuah teriakan.
"JANGAN SENTUH AKU!"
yang sukses membuat Hitsugaya tidak melanjutkan panggilannya. Menatap bingung ke arah kekasihnya yang kini setengan membungkuk ketakutan, kedua telapak tangannya menutup telinganya dengan amat gemetaran, sambil menutup matanya, kentara sekali dia amat ketakutan.
"Momo ada apa?"
sekali lagi matanya terbuka, ketakutannya sedikit mereda mendengar suara yang amat familiar di telinganya. Tapi tetap saja dia masih ketakutan.
"kh..."
hanya dengusan samar yang didengar oleh Hitsugaya yang kemudian dilihatnya Momo berlari menuju gedung sekolah, meninggalkan Hitsugaya yang masih merasakan keterkejutan...
Reaksinya itu, Hitsugaya pernah mendapati reaksinya itu pada diri ibunya, pada wanita cantik yang sering diganggu oleh om-om mesum di dalam kereta.
Apa Momo diperlakukan seperti itu? Tapi kenapa Hitsugaya merasa Momo-nya mendapat perlakuan lebih kejam selain sekedar hanya disentuh pantatnya, yang biasa dilakukan oleh om-om mesum?
Di sebuah bilik toilet, Momo terduduk di kloset yang tertutup, dia merengut ketakutan, wajahnya amat pucat.
Memori itu kembali terbayang jelas dimatanya.
Saat dengan kejamnya mereka merobek dress merah jambu favoritenya, yang dipuji cocok oleh kekasihnya saat kencan pertamanya, saat si pirang dengan ganas menciumi lehernya yang terasa amat menakutkan bagi Momo, dan saat dengan paksa celana dalamnya ditarik, dilepas, meski Momo sudah berusaha mempertahankannya dengan isakan dan rintihan memohon... Kemudian saat...
Hiks...
Isakan kesekian kalinya selama dua minggu ini, lagi-lagi dia ketakutan, lagi-lagi dia merasa lebih rendah dari sampah yang saat dia kehilangan identitasnya sebagai seorang gadis menjadi saksi bisu, yang mengerumuni dia saat itu...
Hiks... Hiks...
Momo menggigit bibir bawahnya hingga sedikit berdarah, telapak tangannya berdarah karena kukunya menghujam tajam ke telapak tangan.
"gomen shiro-chan... Gomenne"
ucapnya di sela tangisnya mengingat perlakuan Momo tadi dan mengingat dirinya sudah amat kotor...
"Ayah, ibu kenapa?" tanya seorang anak kecil berusia 9 tahun menatap sosok wanita cantik yang amat ketakutan, lelaki berambut biru itu menatap anak kecil berambut putih-sama seperti warna rambut wanita yang dicintainya yang kini tengah menggigil ketakutan- dengan pandangan terluka, dia memeluk anaknya membuat bocah itu makin penasaran,
"HITSUGAYA TOUSHIROU-san" bentak sebuah suara tepat dihadapannya, membuat Hitsugaya mendelik.
"Apa ada yang menarik di luar sana sehingga kau sedari tadi hanya menatap ke arah jendela?" tanya seorang pria berambut agak biru dengan kaca mata menempel di matanya. Hitsugaya hanya mendengus.
"Setidaknya lebih menarik daripada ocehan anda mengenai sejarah orang-orang yang tidak aku kenal dan mereka juga tidak mengenalku, pak?" sahutnya lancar, tanpa dosa, dan dingin. Membuat satu sampai dua urat kemarahan muncul di dahi sang guru.
"Kau... Apa kau tidak tahu apa pentingnya sebuah sejarah yang kini kau pelajari?" tanya sang guru, Hitsugaya mendengus.
"Sejauh yang sudah saya pelajari, saya tidak merasa ini penting pak" ucapnya amat menjengkelkan, membuat urat kemarahan yang lain mencuat keluar.
"KELUAR KAU"
teriakan kedua yang membahana di kelas itu.
Hitsugaya POV
Aku berdiri di depan kelas, mendecak kesal, dasar! Guru yang amat menyebalkan! Si kacamata sialan! Hinaku, ya tapi tidak apa sih dikeluarkan mengingat mood aku amat jelek saat ini.
"Ne... Shiro-chan, jangan seketus itu jadi orang!"
"Jangan panggil aku dengan panggilan yang menjijikan itu, sousuke!"
kira-kira percakapan itulah yang aku ingat saat ini, menemani langkahku yang entah menuju kemana, ya... Percakapan pertamanya dengan Momo, setahun yang lalu. Kh... Momo...
Apa yang terjadi padanya?
Dua minggu dia ijin kemudian saat dia masuk, dia seperti tertekan, entah kenapa...
Kh...
Aku masih berjalan dengan pikiran-pikiran yang berkecamuk sampai tanpa sengaja mata hijauku mendapati sesosok gadis yang berjalan dengan lesu dan penuh siaga, matanya melirik kanan-kiri sebelum melangkah, berjalan dengan langkah ragu, aku kembali menatapnya sedih melihat sosok penuh semangat dan cerianya kini tergantikan dengan sebuah sosok yang amat rapuh.
"Mo..."
suaraku berhenti, tanganku berhenti di udara ketika ingin menyentuhnya, begitu saja membiarkan Momo menjauh dariku dan berbelok, menghilang dari wilayah pandangku.
Momo akan pulang, tanpa pemberitahuan kepadaku, hal yang sangat aneh...
Momo POV
jalanan aspal terasa bergerak dan amat panjang. Mataku berkabut karena kegelisahan dan harapan serta ketakutan.
Aku pulang,
ya, aku mencoba pulang ke rumah melewati jalan itu...
Sekarang masih pagi, aku yakin aku tak akan bertemu mereka pagi ini.
Dan aku yakin pasti tak apa...
Jika aku melewati jalan itu aku pastikan aku tak akan terbayang lagi dengan ketakutan dan aku pasti akan bersikap biasa lagi pada shiro-chan, benar kan?
Dengan gemetar aku memasuki gang menuju rumahku, dengan gemetar aku berbelok, dan...
Aku menghembuskan nafas lega, tak ada... Syukurlah...
Aku kini berjalan lebih bersemangat, harapanku kian membuncah mengharapkan semua akan baik-baik saja...
Namun aku salah...
Aku salah langkah ketika menghirup asap rokok dan suara berat yang amat ku kenal.
"Oh... Gadis yang kemarin"
aku terkesiap dan tanpa pkir panjang berlari namun tak berhasil karena dengan sigap dia menyambar tubuhku ke pelukannya, membuatku mati beku, berdiri kaku seperti sbuah patung.
Tanganku disentuh olehnya, membuatku gemetaran apalagi ketika dengan amat pelan dia mengecup leherku.
"Kau masih wangi seperti waktu itu," ucapnya membuatku makin ketakutan, tolong! Kumohon tolong aku! Siapa saja!
"Kau memuaskan" pujinya membuatku muak apalagi ketika kini dia mencium leherku sambil menjilatnya penuh nafsu, membuatku menggigit bibir. "Kau selalu membuatku ingin memakanmu hidup-hidup"
terdengar erotis dan membuatku semakin mengkerut. "bermainlah denganku sekarang, aku janji akan memperlakukanmu dengan lembut..." seringai dan desahan yang membuatku nyaris tak bisa berdetak, kemudia tangannya yang tidak menyentuhku memperlihatkan plastik berwarna hitam. "satu jam, satu fotomu saat itu, bagaimana?" tawarnya. Aku terbeliak kaget, apa? Sekarang, apakah dia ingin aku melayaninya dengan sukarela? Dengan imbalan foto yang mereka ambil? Oh... Apakah dimata mereka aku sudah berubah menjadi seorang pelacur? Memperlakukanku dengan baik katanya? Tak tahukah dia, karena perlakuannya dan kedua temannya aku sebegini tersiksa?
Pemikiran itu membuatku berontak, kuinjak kakinya kemudian berlari ketika mengaduh kesakitan dan dengan refleks kuambil plastik hitam itu.
"Oi!"
dia mengejarku, aku berlari dengan nafas terengah dan aku kalah.
Ya kalah, saat dia kembali memelukku dengan kasar. Saat telingaku mendengar suaranya, saat hidungku merasakan bau rokok.
"mencoba kabur, heh?" katanya,kurasakan dia menyeringai, dan aku terkesiap merasakan tangannya yang sudah meraba pahaku, kucengkram bungkusan plastik hitam itu, berdoa.
Tuhan... Tuhan... Tuhan...
"Wajahmu sangat cantik ketika menangis, karna itu..." kemudian dengan kejam dia membantingku ke tembok, tersentak, aku meringis, terjatuh terduduk dan menatap sepatu hitam dihadapanku,
"Bersiaplah menangis keras!" katanya.
Sinting! Apa dia ingin melakukannya di sini? Ditempat umum begini? Aku... Takut... Tolong!
Dan sebuah bola menghantam kepalanya.
"Oi!" sebuah suara yang ku kenal, aku menoleh, hoh... Karin...
Laki-laki itu kaget, meski tidak sampai pingsan, tapi wajahnya merah, kesal dan takut apalagi ketika Yuzu berteriak"Pak polisi!" pria itu kabur, sambil mengumpat. Hoh... Aku lega tapi aku tau aku tak bisa bersikap lega karena mereka, Karin dan Yuzu, mendekatinya dan foto-foto yang berserakan.
Aku kaget, dengan gugup kupunguti satu-satu.
"Momo-chan, daijobo?" tanya Yuzu, mendekat tapi langkahnya terhenti ketika melihat sahabatnya dengan ketakutan mengambil foto-foto itu,
"Momo, ini..." Karin membungkuk mengambil salah satu foto yang terbalik, membuatku beranjak dan meraih foto itu, namun membuat foto yang kukumpulkan kembali berserakan, kini dengan gambarku yang dapat dengan jelas dilihat!
"JANGAN LIHAT!"
Teriakku. Terlambat!
Meski foto itu kulindungi dengan tubuhku pun,
mereka terlanjur melihatnya...
hiks... Hiks...
Huek... Hoek...
Yuzu menangis, Momo muntah-muntah... Karin? Hanya menatap Momo dengan sedih.
"Momo-chan, kenapa tidak berteriak?" tanya Yuzu, mereka bertiga ada di depan toilet umum, Momo menyeka mulutnya, padahal tadi pagi dia tidak makan apapun, tpi bnyak sekali yang keluar dari mulutnya?
Momo tak mejawab, dia hanya dengan gemetar membakar satu-satu foto yang ada di kantong plastik hitam tadi, foto yang menampilkan dirinya telanjang, menangis dengan memar di sekujur tubuhnya.
"Kenapa kau tidak melawannya, Momo?" tanya Karin, masih dicueki Momo, kesal dicueki, Karin merengut paksa kerah Momo,
"Momo! Ayo lapor polisi!" ucap Karin.
"apa? Kau gila? Kenapa aku harus lapor polisi?" tanya Momo sinis. "apa dengan bgtu aku akan selamat? Apa dengan begitu keperawananku kan kembali?"
Karin melonggarkan cengkramannya, Yuzu makin terisak hebat.
"kau menyuruhku untuk melawan? Melawan dia dan dua temannya itu? Apa kau tidak tahu seberapa menakutkannya dan sakitnya? Bagaimana bisa aku melawan ketika trauma melumpuhkan gerak tubuhku? Bagaimana bisa aku dapat berteriak sementara lidahku sudah kelu hanya mendengar suara dia yang meremehkan aku! Memperlakukanku seperti pelacur!" teriak Momo frustasi, melepas paksa cengkraman Karin. "kalian tak akan mengerti!" ucap Momo kemudian berlari pergi...
di kamar mandi, dengan tergesa Momo melepas bajunya, menyalakan showernya dan menggosok-gosok leher yang tadi diciumi bajingan laknat itu!
Hegh... Kotor, kotor, kotor! Dia mengambil kembali sabun mandinya dan menumpahkan keseluruh tubuhnya, menggosok-gosok lagi bagian lehernya, tidak, tidak! Kenapa lehernya masih terasa kotor?
Padahal hampir 1 botol sabun cair dia usapkan ke lehernya, ke tubuhnya, ke paha yang tadi disentuh bajingan itu...
Kh...
Hiks... Hiks...
Tangisannya yang entah berapa kalinya hari ini.
pagi begitu terasa cepat datang, tau-tau Momo mendapati dirinya tidak tidur, sebenarnya, dia tidur, tapi tidurnya selalu tidak nyenyak. Bayangkan drinya selalu terbangun setiap 30 menit skali dengan peluh berkeringat dan air mata yang lagi-lagi siap tumpah keluar.
Dan sekarang wajah cantik Momo dihiasi oleh mata super bengkak dengan kantung mata hitam tebal menggantung di bawah matanya, hidungnya yang merah dan mukanya yang amat lelah.
Dengan berjalan terseok, Momo kmbali mandi sebelum menatap kalender, tgl tua, harusnya ini saatnya tamu bulanannya datang...
Kh...
Momo pasrah, kembali masuk kamar mandi, tak mempedulikan Tobiume yang menyapanya dengan lembut.
Shower kembali menyala, Momo kembali diam terpaku dibawah guyuran shower, rutinitas barunya semenjak 2 minggu yang lalu.
Berjam-jam dibawah shower, atau merendam seluruh tubuhnya dalam bathtub,
seluruh tubuh,
selama beberapa menit, berharap dengan bgtu dia akan langsung tewas dengan tenang.
Namun saat Momo benar-benar merasakan dirinya tidak bernafas, tubuhnya otomatis mendorong kepalanya keluar dari air,
dan Momo kmbali menangis.
Sejam kemudian, Momo keluar dari kamar mandi, lengkap dengan seragamnya, Momo menatap jam, setengah 8 pagi, ayahnya telah siap dmeja makan, kakaknya telah selesai dengan sarapan yang dbuatnya. Omelet rice kesukaan Momo yang biasanya langsung dilahap Momo, namun kali ini, Momo hanya menatap kosong dan kembali melangkah ke kamarnya.
"Momo ayo sarapan dulu" bujuk Tobiume yang tidak mndpat sambutan dari adiknya. Tobiume mengelus dadanya, menahan rasa simpatinya yang akan berlebihan, yang sepertinya malah memberatkan Momo jika ekspresi trut berduka diperlihatkan Tobiume.
3 hari, hanya 3 hari sekali, semenjak 2 minggu yang lalu Momo mengisi perutnya, itu pun dia akan mengisinya dengan amat lama dan sedikit, membuat tubuh Momo makin kurus meski sebenarnya tidak terlalu terlihat mengingat Momo memang bertubuh kurus.
Dan beruntung tubuhnya masih tahan dengan siksaan yang diberikan pemiliknya, namun baik Tobiume maupun Aizen, tau pasti sbentar lg tubuhnya berontak atas siksaan majikannya.
Kemudian, mengenai si ayah yang daughter complex, Aizen tak banyak bicara, lelah karna dia tak tahu harus bagaimana, putrinya menolak diajak berdekatan dengannya. Apa karena Aizen adlh lelaki? Apa skrg putrinya akan trauma pada lelaki seumur hidupnya? Oh Tuhan, betapa lelahnya dirinya, andai saja istrinya masih hidup, mungkin Momo tak akan separah ini menghadapi kejadian itu.
Tapi tak baik kan berandai-andai? Aizen lelah berandai-andai...
Sementara Momo, menatap meja belajarnya, mengambil sesuatu dari tempat menyimpan pensil dan sebagainya, mengambil sebuah cutter. Mengeluarkan mata pisaunya dan menatap Momo dengan rambut hitam panjang yang tidak dicepolnya yang terpantul d mata pisau itu.
Andai aku membawa cutter wktu itu, apakah aku akan selamat?
Pikirnya tapi dia menggeleng, percuma membawa cutter ketika dia amat ketakutan kan?
Diletakannya cutter itu begitu saja, melangkah ke luar kamar dengan rambut diurai, sengaja, untuk menutupi bercak merah dari si bajingan itu.
Tapi sebelum benar-benar keluar, diliriknya lagi cutter itu...
lagi, Momo berjalan lagi dengan penuh kekhawatiran, meski dia tahu, org itu tak akan bisa masuk ke sekolahnya tapi tetap saja kan?
Momo paranoid dengan dunia luar, tapi dia juga terlalu takut untuk mengurung diri di kamarnya,
karena dia bisa dengan mudah mengingat kejadian yang menjadi aib seumur hdupnya! Ditempat penuh sampah, dengan tiga org pria sekaligus selama hampir 2 jam dan mendapat hadiah foto-foto kenangannya, hah, benar-benar rendahan sekali dirinya.
Ditambah dia sepertinya telat datang bulan,
atau tidak akan datang bulan lg?
Entahlah dia tak tahu...
"Momo-chan!"
suara Yuzu menyapa gendang telinganya, Momo menoleh mendapati dua org shbatnya menghampirinya, Yuzu memeluknya erat, Karin menghela nafas.
"kinou wa gomennasai Momo-chan" ucap Yuzu, aku mengangguk, "Hei Momo, kau kurus sekali" ucap Yuzu lagi, Momo tersenyum getir, berdiri dari bangkunya dan pergi keluar, tanpa menyadari Yuzu kembali menangis yang langsung dipeluk Karin dan menenangkannya, daripada disebut kembar tak identik, mereka lebih tepat jika dikatakan sepasang kekasih.
Tidak dipedulikannya pula pandangan Hitsugaya yang menatap dirinya begitu berhadapan di luar kelas.
"apa aku tak bisa diandalkan lagi sehingga kau tidak mau bercerita padaku ada apa?" tanyanya dalam satu tarikan nafas, menatap mata hazel yang sudah tidak indah lagi untuk ditatap. Momo tersenyum getir, dia terlalu lelah, lelah untuk bicara, kemudian dia pergi, begitu saja dari hadapan Hitsugaya yang terluka.
bel berbunyi tidak dipedulikan olehnya, gadis berambut hitam itu berjalan lunglai melewati ruang guru, tepat saat ishida uryuu, guru sejarah yang kemarin bersitegang dengan Hitsugaya yang juga wali kelas mereka.
"Sousuke Momo" panggil ishida, deg! Momo terdiam, tanpa membalikkan badan, ishida berjalan mendekatinya namun Momo, yang masih paranoid dengan kejadian kemarin malah langsung berlari sekeras yang dia bisa, membuat ishida tak terima dan berlari mengejar, merasa mungkin Momo menghindarinya secara terang2an,
"berhenti!" teriakan itu membahana, di lorong, membuat para siswa yang berada disekitar lorong menonton penuh minat, malah membuntuti mereka,
membuat Momo menjadi menggila,
dalam pkiran dan bayangan Momo di matanya, ishida adalah pria berambut pirang itu, siswa yang mengkuti mereka adalah si rambut orange dan si botak, dan temannya yang lain.
'mereka, mau apa?' pikir Momo. Ishida hampir di dekat Momo, mencoba memegangnya untuk menghentikannya namun,
sret!
Tes!
Darah mengalir dari pipi ishida, bukan karena tanpa sebab, namun karena Momo pelakunya, jelas karena dia mengacungkan cutter itu erat-erat.
Kyaa!
Teriakan membahana sepanjang koridor, suara cewek yang ketakutan melihat darah segar.
"Jangan sentuh aku!" mendesis, dan kalut, ditambah nada ketakutan keluar dari Momo yang sekarang sudah kalut.
di tempat lain diwaktu beberapa menit sebelum Momo mengacungkan cutternya...
"Karin-chan, Momo-chan tidak kembali, aku khawatir..." ucap gadis berambut coklat itu meringis, Karin hanya menatap bangku kosong diseberangnya, tempat duduk Momo, sahabat mereka.
Kemudian Karin mengangkat tangannya, guru biologi mereka, rangiku matsumoto menautkan alisnya
"ada apa kurosaki?" tanya guru seksi itu.
"maaf sensei, aku ijin ke uks, sepertinya Yuzu sakit" uca Karin membuat wajah Yuzu memucat, eh? Dia bingung.
Rangiku hanya menatap Yuzu.
"benar, baiklah silakan saja" ucap rangiku membuat mereka keluar tanpa menyadari sepasang mata menatap mereka.
"fuh... Kira-kira dimana Momo-chan ya?" tanya Yuzu, Karin mengangkat bahu, kemudian sebuah suara mengagetkan mereka.
"Oi, si kembar kurosaki!" ucap suara berat membuat Yuzu dan Karin menoleh, menatap Toushiro melangkah mendekat, membuat hati Karin mencelos,
"bisa ceritakan padaku apa yang terjadi pada Momo?" ucapnya to the point, Karin dan Yuzu melirik sebelum Yuzu buka suara,
"JANGAN DEKATI AKU!"
teriakan yang membuat ketiga pasang mata membelalak.
Momo!
sekarang yang berada dihadapannya banyak sekali, kenapa banyak sekali?
Apa mereka akan mencicipi tubuh Momo jga? Tidak! Kali ini dia akan melawan, meski nanti dia harus masuk penjara tak apa, meski dia harus jadi pembunuh tak apa!
"sou... Sousuke, tenanglah" ucap ishida melangkah satu langkah yang langsung mendapat sambutan dari Momo,
tentu saja, sambutan dari pisau cutternya.
"KUBILANG JANGAN MENDEKAT!"
teriaknya untuk yang ketiga kali. Kalut dia amat kalut.
"Momo-chan" "Momo" "Momo"
tiga buah suara yang langsung menyadarkannya, tiga orang wajah yang dikenalnya maju ke depan.
"Yuzu? Karin? Shiro-chan?"
mereka bertiga mengangguk.
"benarkah kalian? Syu... Syukurlah..."
dan Momo luruh dilantai, menjatuhkan pisaunya yang langsung diteriaki panik oleh Yuzu dan Karin...
Aizen menundukkan kepalanya dalam - dalam. Sulit menjelaskan perasaannya saat ini, bingung, dan merasa sakit, putrinya seperti org gila, kini saat Aizen menundukkan kepalanya, Tobiume tengah menenangkan adiknya yang meronta, histeris.
Adiknya sakit, demam dan itu membuat keparanoidannya semakin menjadi. Tobiume menangis, apalagi setelah tiga hari keadaan adiknya tak jga membaik.
Barulah dihari keempat, Momo dapat menelan buburnya.
Sedikit sehat, meski sebenarnya otaknya masih tidak sehat.
hari kelima stelah kejadian mengamuk itu,,,
"Pindah?" tanya Momo terkejut. Aizen mengangguk. "Kau harus ganti suasana, sayang" ucap Aizen lembut, tersenyum yang menurut Momo amat dipaksakan,
Momo termenung, dia yang jadi korban tpi dia yang harus kabur dan ketakutan setiap saat? Sungguh lucu sekali bukan?
Tuhan punya segudang masalah untknya, seperti ini, ketika dia ingin mengatakan tidak ingin kabur seperti penjahat dan tidak ingin berpisah dari Karin, Yuzu jga Toushiro-nya, bel rumah berbunyi, Tobiume membukanya kemudian suara langkah kaki yang mendekat pada Momo, membuat Momo menoleh.
"kita harus bicara sousuke Momo! Aku tau semuanya" ucap si rambut putih itu dengan wajah dingin...
~~~ ber~sam~bung~~~
wew gk jdi one shoot mengingat masi banyak sekali yang ingin kulakukan bwt menyiksa Momo *digebuk fans girl momo*...
Hoho
bagaimana? Baguskah? abalkah? Gajekah? Atau ...
author gk janji deh cuma bakal mpe 2 chapter ja hehe... tapi... kalo ada setidaknya 2 orang yang meriview ya... hehe
gmana ? Bersediakah memberi saran dan keritiknya? Apakah kalian menanti endingnya? Koment ya... ^v^
ini dia kira-kira next chapternya...
"shiro-chan bodoh!"
dia kehilangan sekali lagi hal yang berharga untuknya.
.
"kumohon Momo, berikan satu kesempatan lg saja"
dan dia menangis bahagia ketika kebahagian sedikit tersenyum padanya.
.
hope...
Berharap mimpi buruk itu sgera berakhir...
