Blind
.
.
.
.
Sasuke Uchiha, Sakura Haruno, Sarada Uchiha
.
.
.
.
Masashi Kishimoto
.
.
.
©Aomine Sakura
.
.
.
.
(Jika ada adegan atau cerita yang tidak suka, bisa klik tombol back)
DLDR! Selamat Membaca!
oOo Blind oOo
Gelap. Itulah yang dirasakan oleh gadis kecil berambut hitam itu. Dengan meraba dinding di sebelahnya, gadis itu melangkahkan kakinya menuju dapur. Hidungnya kembang kempis ketika mencium bau harum masakan yang berasal dari dapur. Tanpa diberitahu pun, dia mengetahui siapa yang memasak di dapur.
"Ohayou, Papa."
Seorang pria membalikan badannya dan tersenyum tipis menatap malaikatnya yang telah terbangun dari tidurnya. Masih mengenakan piyama berwarna merah dengan gambar tomat, gadis kecilnya itu meraba dinding di sebelahnya.
"Hn. Coba tebak, papa memasak apa?" tanya Sasuke memandang Sarada.
Sarada tersenyum ketika mendengar pertanyaan papanya.
"Nasi Goreng!" ucapnya dengan semangat.
Sasuke tersenyum dan mengajak Sarada duduk di meja makan.
"Hn, bagaimana Sarada bisa tahu?" Sasuke tersenyum tipis.
"Baunya seperti ini." Sarada menghirup bau masakan Sasuke.
Melepas apronnya, Sasuke meletakan sepiring nasi di hadapan Sarada. Meraba-raba meja makan, Sarada menemukan sendoknya dan mulai melahap nasi goreng buatan Sasuke dengan lahap.
Pandangan Sasuke yang biasanya tegas berubah menjadi sendu. Putri cantiknya yang buta.
Semua bermula sejak empat tahun lalu. Dia menemukan seorang bayi mungil yang diletakan dalam kardus dan bayi itu telah buta dari lahir. Di dalam surat tersebut terdapat tulisan yang dia kenali. Dan tidak salah lagi jika bayi itu memang bayinya.
Empat tahun sudah, dirinya memilih untuk tinggal di Akita dan meninggalkan kota kelahirannya di Tokyo. Meninggalkan kenangannya bersama seorang wanita berambut merah muda yang cantik.
Ibu dari Sarada.
Pada akhirnya, dirinya menamai bayi mungilnya itu dengan nama Sarada. Gadis kecil itu tumbuh menjadi gadis yang memiliki sifat sepertinya dan juga terkadang ceria seperti ibunya. Meski tidak bisa melihat sejak lahir, Sarada tetap optimis menjalani hidup. Sesekali dia memberi dukungan kepada putrinya itu.
Meski seorang anak kecil yang buta, Sarada memiliki keingintahuan yang tinggi. Tidak jarang Sasuke harus memutar otak untuk menjelaskan jawaban yang pantas untuk anak usia empat tahun seperti Sarada. Dan pertanyaan yang mampu membuatnya bungkam adalah ketika putrinya bertanya tentang ibu.
"Mengapa Sarada tidak memiliki ibu? Sarada sedih jika teman-teman Sarada selalu menceritakan tentang ibunya dan Sarada tidak tahu siapa ibu Sarada. Meski Sarada tidak bisa melihat, Sarada hanya ingin tahu bagaimana sosok ibu Sarada. Sarada ingin tahu, agar Sarada bisa membayangkan bagaimana sosok Ibu Sarada."
Untuk gadis kecil usia empat tahun, gaya bicara Sarada mampu membuatnya bungkam. Rasanya, dia seperti berdebat dengan seseorang berusia dua puluh tahunan dan membuatnya membisu.
Ibu..
Satu kata yang sebenarnya tidak ingin Sasuke katakan kepada putri kecilnya itu. Dia tidak ingin jika putri kecilnya itu tahu, jika ibunyalah yang membuangnya. Rasanya hatinya seperti tercabik-cabik kala Sarada harus bertanya terus menerus tentang wanita yang telah membawa Sarada lahir ke dunia.
Pada akhirnya dia hanya bisa menghela nafas panjang dan menjawab pertanyaannya dengan susah payah.
"Sarada memiliki ibu yang sangat cantik. Dia memiliki rambut merah muda sebahu yang begitu lembut, wajahnya yang cantik dan emeraldnya yang meneduhkan mampu memikat semua orang untuk memandang kearahnya. Dia begitu ceria dan manja, sama seperti Sarada. Karena itulah, mengapa ketika Papa berada bersama Sarada, papa seperti sedang bersama Mama."
Dan detik berikutnya yang dia lihat adalah senyuman bahagia dari Sarada dan Sasuke harus menelan bulat-bulat kepahitannya. Kenyataan bahwa Sarada dibuang oleh wanita itu.
Sasuke tidak munafik, jika dia berharap bisa bertemu dengan wanita itu lagi dan menunjukan kepada Sarada bagaimana sosok ibunya, meski gadis kecilnya tidak bisa melihat. Setidaknya, Sarada bisa mendengar suara malaikat yang telah membawanya ke dunia. Tetapi, itu hanyalah harapan kosong semata. Karena kenyataannya, wanita itu tidak akan pernah datang.
"Papa, Sarada sudah selesai makan."
Sasuke menolehkan kepalanya dan tersenyum memandang putrinya yang sedang meletakan sendoknya. Bangkit dari duduknya, Sasuke segera membersihkan piring kotor Sarada dan putrinya itu duduk dengan manis di kursinya. Setelah semua kegiatannya selesai, barulah dirinya membawa Sarada ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Bagi seorang pelayan toko seperti dirinya, sudah bisa makan dan tidur nyaman saja sudah membuatnya bahagia. Untung saja, sahabatnya Sai, mau memberinya pekerjaan menjadi pelayan toko di toko bunga milik istrinya. Meski hanya tinggal di apartemen sederhana yang biaya pembeliannya begitu murah, Sasuke beruntung setidaknya Sarada bisa aman berada disini.
Sembari memandikan Sarada, Sasuke menggelengkan kepalanya. Tidak. Dia memiliki sebuah trauma dengan orang kaya. Dia sebenarnya bisa saja melamar pekerjaan di sebuah perusahaan atau menjadi foto model untuk mendapatkan uang yang lebih banyak. Tetapi dia lebih memilih untuk bekerja menjadi pelayan toko. Dia tidak ingin membuat dirinya bertemu dengan keluarga wanita itu. Bertemu dengan lelaki yang telah membuat wanita yang mengisi hatinya harus pergi.
Seperti kata pepatah, Cinta harus kandas laksana orang tua kehilangan tongkat. Itulah yang menyebabkan wanitanya harus meninggalkan Sarada di depan pintu rumahnya ketika dirinya masih di Tokyo. Menjadi orang kaya, hanya akan menimbulkan masalah dan akan membuat putri kecilnya menjadi tidak aman.
Menyisir rambut putri kecilnya itu, Sasuke tersenyum tipis.
"Papa, apakah Sarada itu cantik?" tanya Sarada memandang kearah cermin. Meski yang dilihatnya hanyalah sebuah kegelapan.
"Hn. Sarada adalah gadis tercantik setelah nenek dan juga Mama. Sarada putri kecil Papa yang cantik."
Sarada tidak bisa menahan senyumnya dan memeluk Sasuke dengan erat. Pria itu juga tidak kalah eratnya memeluk Sarada.
Setidaknya, karena malaikat kecilnya inilah dia masih bertahan sampai sekarang.
oOo Blind oOo
"Ayo anak-anak, berbaris dengan rapi ya."
Sasuke yang mengantarkan Sarada, mengangguk sopan kearah seorang wanita dengan rambut merah dan mengenakan kacamata. Meski Sarada memiliki kelainan, setidaknya putrinya itu harus menuntut ilmu. Dan Sasuke memilih menyekolahkan Sarada di TK luar biasa, jadi putri kecilnya itu tidak akan diejek oleh teman-temannya yang normal.
"Uchiha-san, Ohayou." Karin selaku guru di TK itu tersenyum manis. "Ohayou Sarada."
"Ohayou, Karin sensei." Sarada tersenyum.
"Wah, akhirnya Sarada bisa mengenaliku. Ibu senang akhirnya Sarada bisa mengenaliku."
Sarada tersenyum malu-malu ketika gurunya memujinya. Saat dia baru masuk ke TK itu, dia kesulitan untuk menghafal guru-guru yang mengajar disana. Meski ada empat guru, tetapi untuk gadis yang memiliki kelainan sepertinya merasa kesulitan untuk mengenali mereka satu persatu. Pada akhirnya, dia mampu mengenali guru-gurunya dan juga teman-temannya hanya dari suaranya saja. Benar-benar gadis yang jenius.
"Sarada, masuk ke kelas bersama Karin sensei ya." Karin mengambil alih Sarada dari tangan Sasuke. "Uchiha-san tenang saja, Sarada pasti aman bersamaku."
Sasuke tersenyum tipis sebelum menyentil dahi Sarada dengan lembut.
"Papa akan menjemputmu sepulang sekolah."
Karin tidak bisa menahan degub jantungnya yang bermarathon ria ketika melihat ketampanan ayah muda itu. Bukan rahasia umum lagi jika ayah dari Sarada itu memiliki paras yang tampan dan mampu membuat guru-guru bahkan wali murid jatuh hati padanya. Sayang sekali, Uchiha Sasuke memilih untuk menjadi single parents. Padahal Karin berharap jika dia bisa menjadi ibu bagi Sarada.
Itulah yang membuatnya datang lebih pagi dan berdiri di depan gerbang sekolah. Agar dia bisa berlama-lama mengobrol bersama ayah Sarada itu. Meski hanya berbasa-basi, tetapi setidaknya dia bisa melihat wajah tampan itu.
Sarada sendiri sebenarnya bertanya dalam hati. Sebenarnya setampan apa Papanya itu? Tidak jarang banyak guru-guru atau wali murid yang membicarakan ketampanan Papanya. Dia hanya bisa membayangkan bagaimana wajah Papanya itu.
"Karin, sudah selesai?"
Karin membalikan badannya dan tersenyum sopan kearah ketua yayasan yang berdiri di belakangnya.
"Sudah, Sakura-san." Karin menunduk sopan.
Sarada mengangkat satu alisnya. Dia tidak mengenali suara wanita yang sedang bicara dengan gurunya itu.
"Karin sensei, siapa itu?" tanya Sarada dengan rasa keingintahuan yang tinggi.
Wanita yang sedang berdiri bersama Karin baru menyadari ada anak murid yang dibawa gadis itu. Berjongkok, wanita itu menyamakan tingginya dengan Sarada. Hingga gadis kecil itu bisa mencium aroma Cherry Blossoms yang lembut.
"Ohayou nee." Wanita itu mengelus rambut Sarada dengan lembut. "Bagaimana caramu mengenali seseorang dengan keterbatasanmu itu?"
"Um.. aku bisa mengenalinya hanya dari suaranya saja."
"Pintar sekali." Wanita itu tersenyum. "Perkenalkan kalau begitu, nama Ibu Haruno Sakura."
"Umm.." Sarada tersenyum. "Jadi, nama sensei Sakura ya? Perkenalkan, namaku Uchiha Sarada!"
Karin dapat melihat perubahan wajah Sakura menjadi menegang ketika Sarada memperkenalkan diri. Dalam hati dia bertanya-tanya mengapa wajah ketua yayasannya itu menjadi begitu serius.
"Karin, siapa yang menjadi wali kelas anak ini?" Sakura bangkit dari posisinya.
"Kurenai, memangnya kena-"
"Aku yang akan menjadi wali kelas anak ini." Sakura memotong pembicaraan Karin dan membuat wanita berambut merah itu terheran-heran.
"Tapi, Sakura-san-"
"Nanti aku yang akan membicarakannya dengan Kurenai." Sakura tersenyum dan menggenggam tangan Sarada dengan erat. "Ayo, Sarada-chan. Ibu antarkan kamu ke kelasmu."
"Sampai jumpa, Karin sensei!" Sarada tersenyum riang sebelum hilang dari pandangannya.
Karin hanya bisa mematung di tempatnya. Pertanyaan besar muncul di kepalanya.
Sebenarnya, apa hubungan ketua yayasannya itu dengan Sarada?
.
.
"Hn. Terimakasih."
Seorang wanita muda menerima sebuket bunga mawar dari Sasuke dan tersenyum penuh kebahagiaan. Sasuke sendiri menyeka keringat di dahinya ketika pelanggan terakhirnya telah keluar dari toko bunga Yamanaka. Toko bunga yang dijaganya akhir-akhir ini penuh dengan pelanggan dan menyebabkannya harus bekerja lebih ekstra dari biasanya.
"Sasuke."
Sasuke menolehkan kepalanya ketika sahabatnya muncul dari dalam. Meletakan semangkuk es buah, Sai memberikan sebuah amplop.
"Hn?" Sasuke memandang sahabatnya itu dengan keheranan.
"Itu gajimu bulan ini. Aku dan Ino sepakat untuk memberikanmu bonus karena kamu telah bekerja dengan keras akhir-akhir ini. Kamu juga bisa pulang lebih awal, aku dan Ino sepakat untuk istirahat hari ini."
Sasuke tidak bisa menahan senyumannya dan memandang amplop yang diberikan oleh sahabatnya itu. Mungkin, dia bisa membelikan sesuatu untuk gadisnya itu.
.
"Jumpa lagi, Sarada-chan!"
Sarada tersenyum dan duduk di salah satu bangku yang ditemuinya. Menggerakan kakinya maju mundur, Sarada tersenyum. Hari ini, dia bertemu dengan ibu guru yang lemah lembut dan baik hati. Sakura sensei begitu sabar dan juga lucu. Banyak anak-anak di kelasnya yang langsung jatuh cinta pada guru itu. Sayangnya, dia tidak bisa melihat bagaimana rupa ayu guru itu.
Sakura yang melihat keluar jendela tidak sengaja memandang Sarada yang duduk sendirian. Ketika dia ingin menemui gadis kecil itu, sebuah suara memanggilnya.
"Sakura-san, rapat akan segera dimulai."
.
"Hn."
Sarada yang sedang duduk menolehkan kepalanya. Tanpa diberitahu pun, dia mengetahui siapa yang datang.
"Papa!"
Sasuke menghampiri Sarada yang sedang duduk dan membelai rambut Sarada dengan lembut.
"Kenapa Papa lama sekali?" tanya Sarada.
"Hn. Papa punya kejutan untukmu."
Ekspresi Sarada menjadi berubah.
"Apa itu?!" tanya Sarada dengan antusias.
Sasuke tersenyum dan menggandeng tangan Sarada dengan erat.
"Kamu bisa melihatnya di rumah nanti."
.
.
.
"Aku tidak akan pernah pulang, ayah."
Sakura dengan telepon di telinganya dan satu tangan yang mengeringkan rambutnya. Mendudukan dirinya di sofa ruang tengahnya, Sakura menarik nafas panjang.
"Lalu apa yang kamu inginkan? Ini sudah dua tahun sejak kamu meninggalkan rumah, Sakura! Ibumu menjadi murung terus menerus seperti ini."
"Memangnya apa peduliku?" Sakura mendenguskan wajahnya. "Kalian dengan tega mengatakan jika bayiku telah meninggal ketika aku melahirkannya, namun kenyataannya dia masih hidup bersama dengan ayahnya. Aku tidak seperti kalian yang hanya mementingkan derajat saja, aku tetap akan mencari putriku dan ayah dari putriku."
"Jika kamu masih berani melakukannya, kamu tahu ayah tidak akan pernah merestuimu."
"Aku tidak butuh restu ayah untuk bisa bahagia." Sakura mematikan sambungan telepon dengan kesal dan meletakannya begitu saja.
Dia telah dipisahkan oleh bayinya sejak empat tahun yang lalu. Kenyataan ketika dirinya melahirkan putrinya, kedua orang tuanya mengatakan jika bayinya telah meninggal. Namun yang fakta yang diterimanya dua tahun lalu, bayinya masih hidup dan kedua orang tuanya dengan teganya membuang bayinya. Dan akhirnya, dia memutuskan untuk mencari bayinya.
Dia sudah berpindah-pindah tempat untuk mencari keberadaan putrinya dan juga ayah dari putrinya itu. Hingga akhirnya dia menetap untuk tinggal di Akita sembari mencari putrinya, dia mendirikan sebuah TK luar biasa untuk para Difabel.
Dia berharap, jika dengan menderikan TK luar biasa ini dia akan lebih mudah untuk bertemu dengan putrinya itu. Dia tidak sengaja mendengar percakapan ayahnya entah dengan siapa yang mengatakan putrinya menderita kebutaan, maka dari itu ayahnya membuang bayinya begitu saja.
Dia tidak akan menyerah untuk membawa putrinya kembali. Dia berjanji akan membangun kebahagiaannya sendiri. Hanya dirinya dan keluarga kecilnya saja.
Membuat kopi susu untuknya, Sakura menekuk kakinya dan menghidupkan televisi. Tiba-tiba saja dia teringat dengan gadis kecil yang baru saja dia temui pagi ini.
Sarada Uchiha.
Sebenarnya, wajah Sarada mengingatkannya akan orang yang telah membawa hatinya pergi. Pria yang telah menanamkan benih di rahimnya dan pria yang menjadi ayah dari putrinya yang kini entah dimana. Menggelengkan kepalanya, Sakura menepis semua kemungkinan yang terjadi. Mungkin saja marga antara Sarada dan pria itu sama.
Menarik nafas panjang, Sakura kembali menyesapi kopi susunya.
.
.
Sasuke yang sedang menyiapkan yakiniku sebagai makan malam tidak bisa menahan senyumnya. Sarada sedang memeluk boneka beruang pemberiannya. Meski tidak bisa melihat, Sarada tetap memeluk boneka itu dengan erat.
"Papa." Sarada memanggilnya. "Arigatou."
Sasuke merasakan sebuah pedang menusuk hatinya. Dia tidak bisa menahan dirinya untuk memeluk Sarada dengan erat. Putrinya itu merupakan cahaya untuknya, penyemangat bagi hari-harinya.
"Papa, bolehkan Sarada tidur bersama Papa?"
Sasuke langsung menganggukan kepalanya.
Malam ini, Sarada tidur dengan senyuman di wajahnya sembari memeluk boneka barunya.
oOo Blind oOo
Sakura tersenyum ketika menemukan Sarada sedang duduk di salah satu bangku di taman bermain. Berjalan mendekati, Sakura mendudukan dirinya di sebelah Sarada.
"Sakura sensei?" tanya Sarada ketika menyadari ada seseorang yang duduk di sampingnya.
Mengelus rambut Sarada dengan lembut, Sakura tersenyum.
"Bagaimana Sarada tahu jika ini sensei?" tanya Sakura.
"Karena sensei memakai parfum Cherry Blossoms. Aku menghafalinya, karena tidak ada guru yang memakai parfum seperti sensei."
Sakura benar-benar takjub dengan kemampuan Sarada mengenali seseorang dengan keterbatasannya. Baginya, gadis kecil seperti Sarada memiliki semangat dan tekad yang kuat dan juga pantang menyerah. Benar-benar gadis yang menakjubkan.
"Sarada belum dijemput?" Sakura memandang sekelilingnya.
"Belum sensei." Sarada menggelengkan kepalanya. "Mungkin Papa sibuk dengan pekerjaannya."
Sakura bangkit dari duduknya.
"Baiklah, apa Sarada mau mampir ke apartemen sensei? Nanti sensei akan mengirimi Papamu pesan untuk menjemput Sarada di apartemen sensei."
Sarada mencoba berfikir. Mungkin tidak ada salahnya jika dia menerima tawaran senseinya. Dari pada dia menunggu lama di sekolahnya, lebih baik dia menerima tawaran senseinya.
"Baiklah, Sarada mau!"
.
Sakura terpaku ketika memandang arsip milik Sarada. Dia sengaja mencari arsip milik Sarada untuk mencari nomor ponsel yang bisa dihubungi olehnya, namun begitu melihat nama ayah Sarada, membuatnya terpaku. Emeraldnya memandang gadis kecil yang sedang duduk di salah satu kursi di ruangannya, Sakura kembali memandang arsip itu.
Sasuke Uchiha.
Nama yang tertulis sebagai ayah dari Sarada, sedangkan nama ibunya tidak dicantumkan. Tidak, jika memang benar Sasuke Uchiha disini adalah Sasukenya, maka tidak salah lagi.
Jika Sarada adalah putrinya.
.
.
Sasuke mengusap keringat di dahinya dan memandang jam di dinding toko Yamanaka. Ini sudah pukul dua belas siang dan putrinya pasti telah menunggu selama dua jam. Dia tidak bisa menjemput Sarada tepat waktu karena tokonya sedang ramai. Dia tidak mungkin meninggalkan toko bunga Yamanaka begitu saja saat toko sedang ramai.
Mengambil ponselnya, Sasuke mengecek apakah ada pesan yang masuk. Mungkin saja Sarada sedang bersama gurunya saat ini. Dan Sasuke bisa bernafas lega ketika menemukan satu pesan yang masuk ke dalam ponselnya.
Konnichiwa Uchiha-san. Saya adalah Haruno Sakura, guru dari Sarada Uchiha. Maaf sebelumnya, saya akan memberitahukan bahwa Sarada sekarang sedang bersama saya. Jika anda ingin menjemputnya, anda bisa datang ke apartemen Diamond nomor 280. Anda tidak usah cemas, putri anda aman bersamaku.
Sasuke terpaku membaca pesan itu. Berkali-kali onyxnya meneliti nama yang tertera di layar ponselnya, mungkin saja onyxnya salah membaca pesan yang masuk. Tetapi, nama Haruno Sakura begitu jelas dibacanya.
Menggelengkan kepalanya, Sasuke mengirimkan balasan untuk guru dari putrinya itu. Tidak mungkin Haruno Sakura yang dimaksud disini adalah ibu dari putrinya. Ada banyak orang yang memiliki nama yang sama di Jepang.
"Permisi, saya ingin membeli sebuket bunga Lily."
Meletakan kembali ponselnya, Sasuke menarik nafas panjang. Dia harus fokus pada pekerjaannya kini.
.
.
Sakura tersenyum ketika menerima balasan pesan dari ayah Sarada. Masih menggenggam ponselnya, Sakura membuka pintu apartemennya.
"Sensei, kita ada dimana?" tanya Sarada dengan rasa keingintahuannya.
"Kita ada di apartemen sesei." Sakura menuntun Sarada duduk di sofa miliknya.
"Sofa sensei empuk." Sarada memegang sofa milik Sakura. "Sofa sensei juga lembut, apartemen sensei pasti sangat mewah."
Menyamakan tinggi badannya dengan Sarada, Sakura mengelus rambut Sarada dengan lembut.
"Bagaimana Sarada tahu jika apartemen sensei mewah?"
"Karena bau dan sofa milik sensei berbeda dengan tempat Sarada tinggal. Apartemen sensei begitu harum dan sofanya sangat empuk, berbeda dengan milik Sarada," ucap Sarada masih dengan meraba sofa milik Sakura. Meski dia tidak bisa melihat, setidaknya dia masih bisa merasakan betapa halusnya sofa milik Sakura. "Sensei, bolehkah aku memegang wajah sensei?"
Sakura menganggukan kepalanya.
"Boleh."
Dengan tangan yang meraba-raba, Sarada memegang wajah senseinya dengan pelan. Mulai dari rambut, lalu dahi kemudian menuju mata, hidung, mulut dan dagu. Sarada bisa membayangkan betapa cantiknya wanita di hadapannya ini, meski dia tidak bisa melihatnya secara langsung.
"Sensei pasti cantik sekali. Rambut sensei lembut, wajah sensei begitu halus. Andaikan Sarada bisa melihat, Sarada ingin bisa melihat wajah sensei."
Sakura tidak bisa menahan dirinya untuk memeluk Sarada dengan erat. Andaikan saja Sarada adalah putrinya, dia pasti akan membahagiakan Sarada sebisa yang dia lakukan. Dari awal dia melihat gadis kecil itu, dia sudah jatuh hati padanya. Sakura semakin erat memeluk Sarada, dan tanpa disadari air mata membasahi kedua pipinya.
.
Sakura masuk ke dalam kamarnya dan melihat Sarada sedang berdiri dengan piyama kebesaran miliknya. Dia dan Sarada telah mandi bersama dan dia meminjamkan piyamanya untuknya, meski terlihat kebesaran di tubuh mungil Sarada. Dia meninggalkan Sarada sejenak untuk memesan makan siang bagi mereka berdua.
"Sensei sudah memesankan makan siang untuk kita." Sakura berjongkok di hadapan Sarada.
"Sensei, apakah Sarada cantik?"
Pertanyaan yang membuat dada Sakura semakin bertambah sesak.
"Sarada sangat cantik, cantik sekali." Sakura mengelus rambut Sarada dengan lembut. Mencoba untuk tidak terbawa suasana.
"Jika Sarada bisa melihat, Sarada ingin mellihat bagaimana wajah Sarada di cermin."
Sakura memeluk Sarada dengan erat. Lagi-lagi air matanya tumpah begitu saja.
"Kami-sama pasti akan memberikan kesempatan kepada Sarada untuk bisa melihat. Sensei yakin, suatu hari nanti Kami-sama akan membuat Sarada bisa melihat." Sakura cepat-cepat menghapus air matanya dan memandang Sarada dengan lembut. "Sambil menunggu makan siang kita datang, apakah Sarada mau minum susu dengan sensei?"
.
.
.
Sakura meletakan dokumen yang dibacanya dan memandang jam yang telah menunjukan pukul lima sore. Sarada sedang tidur setelah kekenyangan ketika dia memesankan banyak makanan untuknya dan juga Sarada. Emeraldnya memandang langit-langit kamar apartemennya, kata-kata yang diucapkan Sarada kepadanya sebelum gadis kecil itu tidur membuatnya terenyuh.
"Andai saja, Sarada memiliki Mama seperti sensei. Sayangnya, Sarada tidak pernah tahu bagaimana rasanya memiliki ibu."
Tidak. Sakura mengusap air mata di kedua pipinya. Mengapa hari ini dia menjadi sangat cengeng? Entah sudah berapa kali dia menangis hanya karena mendengar kata-kata gadis kecil seperti Sarada.
Menarik nafas panjang, Sakura bangkit dari duduknya. Mungkin dia bisa memasak makan malam sebelum Sarada terbangun dari tidur siangnya.
Ketika membuka pintu kulkas, bel apartemennya berbunyi. Sakura segera melangkahkan kakinya menuju ruang tamunya untuk membukakan pintu. Mungkin saja itu ayah dari Sarada yang akan menjemputnya.
Dan ketika dia membukakan pintu apartemennya. Sakura tidak bisa menahan keterkejutannya.
.
.
.
Sasuke memandang apartemen mewah di hadapannya. Melangkahkan kakinya masuk ke dalamnya, Sasuke segera mencari kamar apartemen milik Sakura. Sakura, rasanya ada sesuatu yang mengganjal di hatinya ketika dia menyebutkan nama itu. Dan ketika matanya menemukan pintu kayu bertuliskan nomor kamar yang dicarinya, Sasuke segera menekan bel pintu.
Sasuke tidak bisa menahan dirinya dari keterkejutan ketika melihat siapa yang membukakan pintu untuknya. Dan wanita di hadapannya juga tidak kalah terkejutnya.
"Sasuke-kun?!"
"Sakura?"
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
Catatan kecil Author :
Meski lagi UTS tapi tangan gatel banget pengen bikin fict baru TT kelihatan aneh gak sih? Habisnya, Sakura bingung :3 sebenarnya, kenapa Sarada bisa buta nanti akan dijelasin di chap selanjutnya. Kalo ada yang tanya, emang bisa ya buta dari lahir begitu? Sakura gabisa jawab, karena Sakura gatau. Kalo cacat sih mungkin bisa, tapi gak tega bikin yang parah-parah TT
Jadi, maafin Sakura kalo fict ini kelihatan aneh dan gak masuk akal! Ini Cuma twoshoot doang sih :3
Semoga terhibur! Sampai jumpa di chap depan!
-Aomine Sakura-
