(PART 1)

Jika mencintainya adalah sebuah dosa, maka biarkanlah aku berdosa.

Jika mencintainya akan mendapat hukuman, maka biarkanlah aku dihukum.

Kisah ini mungkin tak menyentuh relung hatimu yang mendengarnya. Kisah ini mungkin tak membekas di benakmu yang melihatnya. Namun, kisah ini milikku yang kubagi bersamamu. Aku ingin berbagi tentang dia padamu. Agar kau mengenalnya, agar kau tahu tentang dia, agar kau bisa mengerti mengapa aku sangat mencintainya.

Yesung POV

Hari ini tampak seperti hari-hari sebelumnya. Aku begitu bahagia menyambut mentari pagi di depan jendela kamarku. Hari ini aku ingin segera berangkat ke sekolah dan bertemu dengannya. Dengan pemilik mata indah itu. Dengan pemilik bibir mungil itu. Dengan dia, pemilik hatiku.

Hampir 12 tahun aku menjaga rasa ini. Rasa yang tak berkurang namun justru makin mendalam. Mungkin hanya aku yang tau bagaimana rasanya mencintai seorang dia hingga begitu lamanya. Kalian ingin tau bagaimana rasanya? Rasanya sangat bahagia hingga kau merasa ingin hidup 1000 tahun lamanya.

Jam sudah menunjukkan pukul 06.00, aku bergegas menyambar tasku yang menanti di meja sejak semalam. Kuturuni anak tangga di rumahku sambil bersenandung riang. Eomma menatapku dari bilik dapur. Tersenyum seperti biasa membuat hariku makin indah. Kukecup keningnya sambil melemparkan sapaan selamat pagi. Di meja makan sudah melambai-lambai dua piring nasi goreng yang khusus eomma siapkan untukku. Kami memang hanya tinggal berdua saja. Appa bekerja di luar kota, dan nona-ku kuliah di luar kota pula namun tak sekota dengan appa.

"Eomma, hari ini mungkin aku akan pulang terlambat."

"Wae?"

"Hm...hari ini aku akan mengantar Ryewook ke tempat kursus menyanyi"

"A...arasseo...", jawab eomma sambil tersenyum menggodaku.

Ryewook. Gadis mungil nan jelita itu. Entah mengapa dia begitu betah meringkuk nyaman di sebongkah hati yang kumiliki. Tak pernah lelah bergelayutan dan membuat otak yang ada di kepalaku tak pernah berhenti memutar bayangan wajahnya. Bibirku terus saja mengembang tiap kali membicarakan tentangnya. Mataku tak berhenti berbinar tiap kali melihat sosoknya atau sekedar membayangkannya. Kurasa aku benar-benar sudah gila. Gila karna seorang yoeja seperti dia. Hanya dia satu-satunya. Selama 12 tahun dia berhasil membuatku menjadi namja yang terjerumus dalam lingkar pesonanya. Aku sudah terikat terlalu erat, tak dapat lagi lepas. Dia seperti magnet yang menarik besi tanpa ampun. Wkwkwkw...ini lucu. Tapi, terkadang juga membuatku terpaksa menelan air mata. Yang membuatku bingung adalah, aku tak pernah lelah bahkan setelah 12 tahun lamanya.

###

Pukul 06.30. Aku berdiri di depan pintu gerbang sekolah. Mataku tak berhenti menyebarkan pandangan ke segala arah. Aku tak jua menangkap sosoknya. Dia terlambat hari ini. Memang bukan yang pertama kali, namun aku tetap saja khawatir sesuatu terjadi padanya hingga membuatnya datang terlambat. Mungkin ini berlebihan, tapi kalian tidak akan mengerti perasaan seseorang sepertiku yang memiliki rasa ini selama 12 tahun lamanya.

"Yesung-ah!", sebuah suara menggema di telingaku dan tangan pemilik suara itu meraih pundakku.

"Kau mengagetkanku saja", gerutuku kesal. Setelah perhatianku sempat mampir ke pemilik wajah tampan itu, aku kembali menerawang ke sekeliling untuk mencari sosok yang entah mengapa belum juga nampak.

"Ayo kita masuk. Apa yang kau lakukan di sini. Aku belum mengerjakan tugas. Pinjamkan milikmu!" rengeknya membuat telingaku gerah. Selalu seperti itu setiap harinya. Aku tidak tau apa yang dilakukannya tiap hari di rumah hingga tak ada sedikit saja waktu untuk mengerjakan tugas yang sebenarnya tak banyak. Dia memang pemalas. Untung dia tampan.

"Ah...berisik. ini ambil, kau duluan saja", jawabku tanpa melihatnya. Kuambil buku tugasku dan menyerahkan padanya dengan nada mengusir, berharap dia segera pergi dan tak menggangguku.

"Gomawo...", jawabnya riang sambil mengecup pipiku yang bahkan tak seorang yoeja-pun pernah melakukannya, kecuali eomma dan nona-ku tentunya.

"Aish...Siwon-ah!", belum sempat kujitak kepalanya dia sudah kabur membawa bukuku sambil tertawa menyebalkan. Kuusap pipiku bekas bibirnya. Ini menyebalkan. Dia selalu saja berhasil menyelonongkan bibirnya ke pipiku, keningku, atau bagian tubuhku lainnya (harap pembaca tidak berpikir terlalu jauh).

Akhirnya kekesalanku terhapus juga oleh datangnya sosok itu. Kulihat dia berlari-lari kecil dengan lucunya menuju ke arahku. Aku menyambutnya dengan senyuman terbaikku yang selalu aku siapkan khusus untuknya. Dia semakin dekat, dan jantungku makin cepat pula berdetak. 12 tahun aku seperti ini. Dan anehnya aku tak pernah lelah.

Saat melihatku, dia memperlambat langkahnya. Setelah di depanku dia tersenyum manis, senyum yang selama 12 tahun telah menyihirku.

"Kau sudah datang. Selau begitu pagi", ucapnya sambil manyun, membuatku makin gemas.

"Ne~. Kenapa kau terlambat?"

"Aku? Terlambat? Kenapa pertanyaanmu tak pernah berubah? Aku bosan menjelaskan padamu bahwa kita masuk pukul 7, dan jika aku datang setengah 7, itu tidak terlambat. Ah, terserahlah, rasanya sudah ke seribu kali aku menjelaskan hal yang sama padamu", dia bicara seolah dia tak pernah mengenal jeda. Lagi-lagi aku tersenyum. Namun, aku cukup sedih karna tau dia bosan dengan apa yang aku lakukan tiap hariku, sedang dia tak pernah tau bahwa selama 12 tahun aku tak pernah bosan mencintainya.

"Mianhae..." jawabku murung. Tiba-tiba,

Plak!

Tangan mungil itu berhasil mendarat di kepalaku yang besar. Lalu dia meringis dan menjulurkan lidahnya. Dia tidak tau bahwa yang dia lakukan membuat darahku berdesir.

"Ayo masuk. Apa kau sudah mengerjakan tugas. Huh...aku kesal sekali, apa kau tau kemarin...", dia mulai mengoceh kesana- kemari yang aku tak pernah bosan mendengarnya. Celotehnya seperti senandung pagi yang merdu. Dia berjalan riang sambil mengayunkan kedua tangannya. Begitu riang. Itulah dia, Ryewook-ku.

12 tahun yang lalu dia masih begitu kecil dan imut. Kulitnya putih dan tubuhnya mungil. Wajahnya selalu nampak riang. Dia sangat suka berbagi senyumnya ke semua orang. Celotehnya yang lucu membuat orang yang mendengarnya akan begitu mudah menyukainya. Tawanya yang renyah akan membuat orang selalu merindukannya. Ah...aku memang tak yakin semua orang merasa begitu, tapi, aku iya.

Gadis mungil itu kini tumbuh seiring berjalannya waktu. Meski kulitnya mulai kecoklatan, namun dia masih gadisku yang imut. Senyum dan tawanya tak berubah, seperti perasaanku yang masih sama padanya. Semua pasti tak menyangka bahwa gadis mungil itu adalah seorang atlet renang. Siapa sangka tubuh mungilnya bisa mengalahkan puluhan lawan dan meraih gelar perenang terbaik nasional. Namun, sejak cidera punggung yang menimpanya sebulan yang lalu, kini dia berhenti berenang.

Aku ingat benar hari itu. Aku membawa 2 buah permen karet di tangan kananku dan 1 buah permen karet yang kukunyah di mulutku. Langkahku terhenti ketika melihatnya tengah asyik mengobrol dengan eomma. Mereka tak sadar bahwa aku melihat mereka yang tengah bergurau.

"Bibi, bolehkah aku meminta sesuatu?" tanyanya dengan wajah polos.

"Ne...", jawab eomma sambil tersenyum menatapnya.

"Jika besar nanti, aku ingin Yesung menjadi suamiku", ucapnya begitu jelas hingga membuat permen karet di mulutku meluncur dengan mulus ke tenggorokanku. Aku tersedak. Dengan sekuat tenaga aku berusaha mengeluarkan permen karet yang kini seenaknya nyangkut di tenggorokanku. Kulihat eomma merendahkan berdirinya berusaha menyamai Ryewook. Kemudian eomma menyentuh kedua pipi Ryewook sambil tersenyum gemas.
"Kalau begitu tumbuhlah menjadi istri yang cantik", jawab eomma sambil mendaratkan kecupan di kening Ryewook. Ryewook tersenyum lucu yang membuat jantungku seakan berhenti berdetak untuk beberapa saat. Lalu kulihat dia berlari riang sambil bersenandung. Aku tiba-tiba lupa dengan permen karet di tenggorokanku. Hari itu, 12 tahun yang lalu, ketika kami masih duduk di bangku taman kanak-kanak, hari yang begitu dini jika mengatakan bahwa aku jatuh cinta.

Bel tanda masuk telah berbunyi. Ryewook masih asyik mengobrol dengan teman-teman satu genk-nya. Mereka berempat. Ada Sungmin, Heechul, Leeteuk, dan Ryewook. Tapi, mereka akrab disapa Minnie, Chullie, Teukkie, dan Wookie. Chullie adalah primadona di sekolah kami. Banyak sekali namja yang ingin mendaftar untuk menjadi kekasihnya. Mulai dari teman seangkatan, kakak kelas, bahkan adik kelas juga tak mau kalah. Dia memang gadis cantik dengan kulit putih mulus dan rambut hitam lurus sebahu. Dia tipe ideal para namja. Gadis yang humoris, lincah bahkan cenderung tak bisa diam, dan pandai bicara. Dia adalah sekertaris OSIS. Sering mengikuti lomba pidato dan juga debat bersama Teukkie. Jika mereka berdua sedang bersama, mereka bisa mengubah kuburan menjadi pasar dalam sekejap.

Berbeda dengan Minnie. Gadis cantik yang memiliki gigi kelinci yang lucu itu agak pendiam. Tapi jangan coba-coba mengganggunya jika kalian tak ingin nyawa kalian melayang. Dia jago bela diri, pemegang sabuk hitam sama seperti Siwon. Namun, meski begitu, dia sangat feminim dan pandai ber-aegyo. Gadis yang akan membuat namja rela taruhan demi mendapatkan hatinya. Mereka berempat memang menjadi sorotan dan membuat banyak yoeja iri. Mulai dari wajah mereka yang cantik, juga prestasi mereka yang menonjol.

Siwon masuk kelas sambil menjerit senang. Dia mengabarkan bahwa guru matematika kami sedang sakit, jadi itu artinya sekarang jam kosong. Jam kosong adalah saat yang sangat digemari oleh kami, para siswa. Meskipun terdengar jahat karna kami senang mendengar guru kami sakit, tapi sebenarnya kami tak sejahat yang terlihat. Kami hanya senang jika kami tak bergelut dengan angka-angka menyebalkan itu untuk sehari saja.

Jam kosong seperti biasa, digunakan untuk bergosip, pergi ke kantin, atau mengerjakan tugas pelajaran selanjutnya. Sedangkan aku lebih memilih duduk di tempat dudukku sambil memandang wajah cantik Ryewook dan melayangkan lamunan setinggi-tingginya. Jangan berpikir macam-macam, aku takkan tega menghayalkan hal yang tidak seharusnya kuhayalkan pada Ryewook-ku.

Aku dan Ryewook memang satu kelas ketika duduk di taman kanak-kanak. Namun ketika Sekolah Dasar, kami bersekolah di tempat yang berbeda. Hal tersebut sempat membuatku sedih dan tak semangat datang ke sekolah. Sebenarnya rumah kami letaknya tidak terlalu jauh, namun aku bukan tipe namja yang memiliki percaya diri yang tinggi untuk main ke tempat seorang yoeja. Saat Sekolah Dasar-lah Ryewook mulai menjadi atlet renang. Tak banyak yang kuketahui tentang dia selama kami bersekolah di tempat yang berbeda. Kami juga sangat jarang sekali bertemu, hanya sesekali ketika berpapasan di jalan, atau bertemu di sebuah acara yang diadakan antar sekolah. Namun, meski begitu, aku tak pernah sedetik pun tak mengingatnya. Bagiku, pertemuan hanyalah masalah waktu. Aku tak akan merengek untuk bisa melihatnya hanya sekedar melepas rindu, karna tanpa melihatnya pun dia akan selalu ada di sini, di relung hatiku. Jangan dikira aku tak pernah merindukannya. Jika saja kau mau bertanya seberapa besar rasa rinduku, maka kau akan tau bahwa besarnya sama dengan seluruh angka matematika yang pernah kau tau, dijumlahkan, lalu dikuadratkan. Kau tidak perlu susah-susah menghitungnya, biarkan hanya aku yang tau jawabnya.

6 tahun kemudian, saat kami masuk SMP, takdir kembali mempertemukan kami. Selama 3 tahun kami bersekolah di tempat yang sama, bahkan di kelas yang sama. Apa kau bertanya bagaimana perasaanku? Ah...harusnya jangan kau tanyakan, karna kau pasti bisa menebaknya. Tapi apakah kalian tau, bahwa saat itu Ryewook mulai beranjak remaja. Pertumbuhan nampak jelas ketika melihatnya. Pertumbuhan tubuhnya, berbanding lurus dengan pertumbuhan cintaku. Apa kalian sedang menertawakanku? Menertawakan seorang namja bodoh yang rela menghabiskan bertahun-tahun hidupnya hanya untuk mencintai satu yoeja yang bahkan tak tau perasaannya. Jangan tertawa karna ini tidak lucu. Ini belum seberapa. Bukankah aku sudah bilang, bukan hanya 6 tahun, tapi aku masih mencintainya meski kini sudah 12 tahun lamanya.

Ryewook tersenyum begitu manis seperti biasanya. Aku memang tak tau apa yang sedang dia bicarakan bersama teman satu genk-nya. Namun melihatnya begitu ceria membuatku merasa bahwa dia sedang berbicara denganku, karna aku juga tak berhenti tersenyum sedari tadi. Sampai detik ini, Ryewook memang belum tau bagaimana aku menyimpan begitu rapi perasaanku padanya. Dan dia juga tidak tau bahwa aku pernah begitu bahagia karna mendengar dia mengatakan pada eomma-ku bahwa dia ingin aku menjadi suaminya. Namun, akhirnya aku sadar bahwa itu hanya keinginan polos seorang gadis kecil yang tidak pernah menyangka bahwa ucapannya itu bisa membuat seorang namja sepertiku akan mematri memori itu sampai bertahun-tahun lamanya.

Kenapa kau mengerutkan dahi? Bingung? Tak usah bingung, aku tau apa yang ingin kau tanyakan. Aku akan menjawabnya. Ya, dia lupa. Aku tau kau tengah menebaknya. Dia memang lupa bahwa 12 tahun yang lalu dia telah berhasil membuat seorang namja tersedak permen karet karna ucapannya. Ya, dia lupa. Dia memang lupa bahwa 12 tahun yang lalu dia telah berhasil membuat seorang namja jantungnya berhenti untuk beberapa saat. Ya, dia lupa. Dia memang lupa bahwa 12 tahun yang lalu dia telah berhasil membuat seorang namja mencintainya tanpa lelah. Ya, dia lupa.

To be continue