PROLOG
JIN
SASHIHARA KOTORI
"Membosankan". Itulah kata-kata yang terpikir olehku saat menatap teman-teman sekelasku yang sedang asyik makan sama-sama dan bercerita ria dan cekikikan saat tengah makan, sampai aku yakin bahwa ludah dan makanan-makanan yang mereka makan bakalan muncrat-muncrat. Sangat mencerminkan sekolah Indonesia yang super kuno ini.
Omong-omong, namaku Sashihara Kotori, yeah, aku tahu namanya terlalu ke Jepang-Jepangan buat orang Indonesia. Begini, aku ini sebenarnya orang Jepang asli, ayah dan ibuku keduanya orang Jepang, tapi pinda ke Indonesia karena satu dan lain hal. Bukan karena mereka miskin atau semacamnya, percayalah, orang tuaku adalah orang tua yang beranggapan bahwa uang dapat menyelesaikan segalanya, dan menurut mereka image keluarga adalah sesuatu yang benar-benar harus dijaga seumur hidup, yang juga menjadi salah satu alasan kenapa aku dimasukkan ke sekolah keparat ini.
Sekolahku adalah sekolah khusus anak-anak perempuan di Indonesia, lebih tepatnya sekolah khusus tuan-tuan-putri-norak-yang-hobi-cekikikan-dan-gosip. Serius deh, tiap kali aku masuk sekolah yang kutemui hanya anak-anak perempuan yang kerjanya hanya cekikikan dan sebar menyebar gosip. Bahkan kegiatan ekskulnya juga tidak ada yang menarik, semuanya melibatkan cewek-cewek nan centil dan rapuh kayak gelas. Bayangkan aja hanya ada ekskul Fashion Show, Tari Tradisional, dan ekskul Olahraga paling Cuma golf. Sampai babi bisa terbangpun tak akan kuikuti ekskul-ekskul sialan itu.
Nah, reputasiku di sekolah ini cukup beken. Anak berandalan super cerdas yang tak pernah dikeluarkan karena selalu rangking satu umum. Aku bukannya melebih-lebihkan, tapi aku memang cukup pintar, nilai-nilaiku tak pernah di bawah 80, dan IQ-ku sekitar 180-an lha (mungkin salah satu faktor kepintaranku). Makanya itu walaupun guru-guru itu ingin sekali tidak menaikkanku ke kelas 2 tahun ini, mereka tak bisa melakukannya karena nilai-nilaiku yang lumayan sempuran dan juga… Kalaupun aku bodoh, paling-paling orang tuaku bakalan "menyelamatkan"ku dengan cara menyogok guru-guru sana sini agar reputasi keluarga tak hancur.
Dengan kata berandalan, aku cukup yakin kalian dapat mendeskripsikanku secara tepat. Kalau kalian membayangkan cewek dengan rambut pendek kayak cowok dan bajunya dikeluarkan, itu hampir benar. Aku memang sering mengeluarkan baju sekolahku, tapi rambutku tak pendek kayak cowok. Maaf-maaf saja, gini-gini aku masih cinta rambut panjangku. Rambutku berwarna Hitam dan di highlihgt ungu, lurus tergerai hingga dadaku, lalu kulitku putih bersemu merah seperti orang Jepang kebanyakan, bibirku merah merona seperti warna bunga mawar (setidaknya itu kata ibuku dulu) dan mata berwarna coklat. Kalau bukan karena tampangku yang garang bak preman, sepertinya aku bakalan jadi cewek yang cukup populer.
Sebagai cewek berandalan, penampilankupun mendukung tampangku yang super garang. Pakaian dikeluarkan, mengenakan jaket berwarna hitam polos dengan hood yang selalu ku angkat naik, membuatku kelihatan seperti seorang rapper, dan sarung tangan berwarna hitam polos. Singkat kata, ketimbang sebagai salah satu siswa, aku kelihatan seperti seorang rapper nyasar.
Aku memperhatikan para 'Tuan Putri' yang masih mengobrol dan cekikikan, dan memperhatikan jam dinding. Waktu menunjukkan bahwa istirahat masih akan berjalan lama, plus, para guru bakal ada rapat nanti berarti…
Kesempatan buat bolos akhirnya datang juga!
Aku langsung menyambar tas putihku dan berlari keluar kelas. Tak perlu repot-repot mengendap. Di sekolah ini aku sudah dianggap tak kasat mata. Guru-guru sudah kewalahan menegurku, dan para 'Tuan Putri' tak berani bertarung one on one denganku, lantaran takut wajah rapuh mereka bonyok karena kujotos. Jadi, daripada mereka menderita seumur hidup karena diriku, mereka memutuskan untuk menganggapku sebagai hantu. Aku cukup senang dengan fakta ini, karena aku jadi bebas bolos pelajaran sesukaku. Tentu saja aku masih tahu diri. Aku hanya bolos kalau guru-guru ada rapat setelah istirahat. Aku tidak bodoh dan malas, yah, gini-gini aku juga masih mau mendapatkan pendidikan.
Aku berjalan dengan santai menuju pagar sekolah dan menyapa Pak Tono, satpam yang berjaga di depan pos satpam.
"Siang pak." Sapaku dengan ramah.
"Siang neng. Bolos lagi, neng?" Tanya Pak Tono dengan wajah tak senang.
Sebelum kalian bertanya lagi, Pak Tono adalah sohibku sejak kelas satu. Oke, memang aneh memanggil orang yang sudah tua dengan kata "sohib" tapi begitulah kenyataannya. Saat kelas satu aku pernah berselisih dengan Pak Tono, tapi perselisihan itulah yang malah membuat kami jadi dekat seperti ini. Pak Tono bahkan sering membiarkanku bolos, walaupun dengan tidak rela dan tidak senang juga sih.
"Maaf atuh Pak. Kan sekarang rapat guru, paling juga nanti nggak ada pelajaran." Kataku sambil memelas. Kulihat Pak Tono agak gusar tapi dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Pak Tono tahu guru-guru nggak akan melarang bahkan menyadari bahwa aku telah kabur. Aku ini tak kasat mata, ingat? Tapi dari sekian banyak orang di sekolah, Pak Tono lah yang paling memperhatikanku. Biasanya kalau aku kabur begini dia bakal manggut-manggut dan menceramahiku bahwa bolos itu tidak baik dan aku merasa rugi pada akhirnya. Pasalnya sekarang, aku bolos hanya jika guru tidak masuk mengajar, maksudku, ngapain ngabisin waktu banyak-banyak saat nggak ada pelajaran? Boring banget kan? Makanya aku sering bolos pada saat-saat seperti itu.
"Neng, apa neng ga merasa rugi bolos terus?" Tanya Pak Tono.
"Lha, nggak terus kok pak. Kan kalau ada rapat guru doang yang berarti gak bakal ada pelajaran sampe pulang. Sama saja kan kalau misalnya saya tinggal di sekolah nggak ngapa-ngapain? Lebih baik saya jalan-jalan agar dapat mempergunakan otot-otot yang masih segar ini untuk berolahraga kan?" Kataku dengan nada semanis mungkin.
"Neng teh nggak berubah yah. Memangnya neng nggak kasian kalau saya dihukum ama atasan asaya karena ngebiarin neng kabur?" Tanyanya.
"Kasian kok. Tapi emang pernah selama ini saya bolos dan bapak dimarahin? Nggak kan?" Kataku yang langsung membungkam mulut Pak Tono. Jujur aku agak merasa bersalah melakukan ini, tapi lama-lama di sekolah ini bakal membuatku mati muda man! Cara satu-satunya adalah meninggalkan neraka penuh tawa cekikikan ini dan lari menghirup udara segar di luar sana sebelum aku mati kehabisan oksigen di sini.
Lalu, Pak Tono akhirnya menyerah dan membukakakn pagar. Aku langsung bersorak dan langsung memeluk Pak Tono. "Makasih pak! Sayang deh sama bapak!" Pak Tono hanya tersenyum dan membiarkanku pergi begitu saja.
.
.
.
Aku memandangi lubang yang terpampang di tembok itu. Aku kini berada di daerah perumahan yang tak jauh dari sekolahku. Nah, di salah satu taman di situ,ada tembok yang mempunyai lubang misterius yang kabarnya angker banget. Lubang itu sepertinya bisa dimasukin sih, walaupun terlihat seperti lubang biasa sih. Tapi aku emang selalu penasaran jika menemukan rumor aneh pasti akan langsung ku cari tahu kebenarannya, jadi, tanpa pikir panjang… Kumasuki lubang itu.
Dan aku sama sekali tak berfikiran akan bertemu dengan prajurit-prajurit berseragam biru dibalik lubang itu.
TBC
Hallo Minna~ ahaha ini fic DW kedua saya. Yang pertama saya hapus karena…. Sesuatu ^^; Anyway, I hope you enjoy it. Ah ini profile si Kotori:
Nama: Sashihara Kotori
Umur: 16 tahun
Rambut: Hitam dengan highlight ungu
Mata: Coklat
Sifat: Pendiam tapi galak dan kasar, tak banyak bicara, kalau udah berkelahi sifatnya berubah 180 derajat
Please R&R
