A KaiBaek's story by CekerJongin2
Ojek payung
Kim Jongin and Byun Baekhyun
Rated T
Yaoi, typo(s), abal
Standart disclaimer applied
Dedicated to my beloved Baby's breath Kim Bekhyun who gave me this inspiration. Thank you!
Happy reading!
.
.
.
Musim hujan mulai datang menghampiri Seoul. Dapat dilihat malam ini kota Seoul yang basah karena hujan yang cukup deras.
Membuat anak laki-laki mungil itu harus mencari tempat tidur baru. Berjalan menerobos hujan dengan kemeja putihnya yang mulai basah. Surai hitamnya pun telah sepenuhnya basah.
Badannya yang kurus mulai bergetar -menggigil-. Bibir tipisnya mulai berubah menjadi pucat. Dan cipratan dari beberapa mobil membuat celana hitamnya basah dan kotor. Rasanya lelaki bertinggi 173cm itu mulai membenci orang kaya.
Beberapa minggu yang lalu ia kehilangan rumahnya. Ia sangat bersyukur karena ia dapat mengatasinya dengan tidur di halte. Mengamen dan melakukan hal apa pun untuk mendapatkan sesuap nasi.
Tapi sekarang telah memasuki musim hujan. Tidak mungkin ia harus tidur di halte. Halte akan ramai lebih dari biasanya saat musim hujan. Ia harus memikirkan musim dingin juga. Ia bisa mati karena kedinginan.
Sesekali lelaki muda itu menoleh ke belakang untuk memeriksa kereta. Karena sekarang ia telah berjalan di dekat rel kereta. Siapa tahu hujan yang deras dapat meredam suara dari kereta yang akan lewat.
Ia terus berjalan entah ke mana. Tujuannya adalah tempat yang dapat ia tinggali.
"Hey anak muda!" telinganya mendengar teriakan pria paruh baya. Ia menoleh ke kanan dan kiri. Mungkin saja orang itu meneriakinya karena akan ada kereta yang lewat.
"Hey kau! Hujan semakin deras jangan berkeliaran!" suara itu makin dekat. Ia mengarahkan pandangannya ke sumber suara tersebut.
Seorang bapak tua berseragam karyawan kereta menghampirinya. Payung berwarna biru berlogo perusahaan kereta di tangan kanannya. Pak tua itu melangkahkan kakinya lebar-lebar.
"Kau mau ke mana? Bunuh diri?" lelaki muda itu mengangkat sudut bibirnya. Mungkin wajahnya terlihat seperti orang depresi. Dan kenyataannya memang iya. Dia depresi.
Tapi, ia bukan orang bodoh yang akan bunuh diri. Itu namanya lari dari masalah. Dia sedang menyelesaikan masalahnya dengan caranya sendiri. Entah orang lain mengatakan apa ia tidak peduli.
"Tidak, paman. Aku tidak akan bunuh diri," pria berusia kepala 4 itu mulai memayunginya.
"Lalu kau mau ke mana? Ini hujan dan kau tidak membawa payung. Kau seperti orang yang akan bunuh diri."
"Aku sedang mencari rumah," jawaban lelaki muda itu membuat si pak tua bingung.
"Rumahmu ada di mana?"
"Aku tidak punya rumah. Aku sedang mencarinya," bibir tipisnya masih tersenyum. Karena rasa iba pak tua itu memikirkan sebuah solusi untuk lelaki mungil itu.
"Bagaimana kalau tinggal di posku? Aku bisa membicarakannya dengan rekan yang lain."
"Maaf, aku hanya dapat menawarimu pos, nak. Rumahku sendiri sangat sempit dan jelek. Cucuku ada banyak. Tidak mungkin aku membawamu pulang."
Lelaki itu mengangguk. Kepalanya terlalu pusing untuk berpikir sejenak.
"Maaf merepotkanmu, paman," ia membungkuk 90 derajat pada pak tua itu.
"Tidak apa-apa. Aku punya anak seusiamu. Aku tidak tega membiarkanmu seperti tadi," mereka berdua mulai berjalan menuju pos di sebrang rel kereta api.
Pos itu tidak besar. Hanya berukuran lebar 4 meter, panjang 6 meter dan tinggi 2,5 meter. Sebuah kamar mandi ada di dalam sana. Pak tua dan lelaki muda itu telah memasukinya.
"Tidak terlalu besar untuk rumah. Tapi ini terlalu besar untuk orang yang bertugas mengawasi gerbang pembatas," jelas si pak tua itu sambil berjalan menuju kamar mandi dan mengambil handuk berwarna biru muda dengan logo perusahaan kereta.
Sedangkan lelaki muda itu melihat ke sekeliling. Andai saja ia mempunyai sebuah pekerjaan. Ia mengosok-gosokan tubuhnya karena kedinginan.
"Keringkan badanmu dengan ini," pak tua itu memberikan handuk yang ia ambil tadi kepada lelaki mungil itu. Lelaki itu menuruti perintahnya. "Maaf tapi aku tidak punya baju. Mungkin aku akan membawakan baju anakku untukmu besok."
Lelaki mungil itu tersenyum lagi. Matanya yang kecil jadi semakin sipit karena hal yang ia lakukan.
"Tidak apa-apa, paman. Maaf, aku merepotkanmu."
"Aku tidak repot. Kau mau kopi? Ah, ngomong-ngomong siapa namamu?" lelaki mungil itu menghentikan kegiatan mengeringkan badannya.
"Namaku Byun Baekhyun, pam-" ia menyipitkan matanya untuk melohat name tag pada lelaki itu. "-an Lee Sooman."
Ya, namanya Baekhyun. Anak tunggal dari keluarga Byun. Orang tuanya telah meninggal karena dibunuh oleh rentenir yang seperti mafia. Tempat tinggalnya hilang pun karena manusia biadab itu.
Apa yang ia miliki disita. Bahkan ijazah SMA-nya. Betapa bodohnya mereka, bagaimana caranya Baekhyun dapat melunasi hutang kalau ia tidak bekerja?
Tahun lalu ia masih dapat tinggal di rumahnya dan bekerja di café. Tapi, sekarang ia adalah seorang gelandangan. Yang ia miliki adalah baju ini dan uang 10000 won di saku celananya.
Dan hal yang membuat Baekhyun semakin malang adalah rentenir itu masih mengejarnya. Apa yang mereka cari? Apa mereka ingin menjual tubuhnya?
Yang Baekhyun bisa adalah menghindar dan terus berjuang untuk hidupnya.
.
.
.
Hari masih pagi. Sekitar jam 6 pagi. Namun, ponselnya sudah berdering sedari tadi. Pemuda yang masih terlelap itu meraba meja nakas di sampingnya. Mencari benda persegi panjang itu.
Ia mengangkat panggilan masuk tersebut tanpa melihat sang penelpon.
"Halo?" sapanya terdengar malas.
"Halo, Jongin?"
"Hmm… iya siapa lagi. Ada apa Junmyeon hyung?" pemuda pemilik ponsel bernama Jongin itu membalas.
"Chanyeol kecelakaan, Jongin-ah," Jongin mengumpat dalam hati.
kakak sepupunya ini bodoh atau bagaimana? Membangunkannya demi hal seperti ini. Apa mereka tidak dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri?
Jongin lantas memejamkan matanya kembali.
"Bawa ke rumah sakit. Sepulang dari kantor aku akan menjenguknya."
"Kecelakaan bersama mobilmu."
Mobil? Jongin berpikir beberapa sekon. Kendaraan beroda 4. Berharga ratusan juta yang telah lama ia idamkan. Warnanya abu-abu. Jongin menamainya Silver bullet.
"Hmm… silver bullet?" sedikit demi sedikit Jongin mulai memasuki alam tidurnya.
"Iya, Chanyeol menabrakkan mobilmu ke pembatas tol tadi pagi. Mobilmu sedang ada di bengkel, dan Chanyeol ada di rumah sakit Busan," penjelasan Junmyeon memasuki gendang telinga dan otak Jongin.
"APA?" mata Jongin yang awalnya terpejam sekarang terbelalak lebar. Ia dudukan badannya yang terlentang.
"CHANYEOL ITU BISA MENYETIR TIDAK SIH? JANGAN-JANGAN SIM-NYA ADALAH PALSU!"
Helaan napas Junmyeon terdengar.
"Jongin sabar…. Chanyeol pasti mengantuk."
"TAATI PERATURAN! JANGAN MENYETIR SAAT MENGANTUK! LALU BAGAIMANA DENGANKU? AKU KE KANTOR DENGAN APA?"
"Pakailah mobil hyung. Kuncinya ad-"
"Kau tahu sendiri bagaimana pelitnya ibumu," Jongin sudah tidak berteriak lagi. mungkin ia lelah atau pusing. Karena sekarang ia sedang mengurut keningnya.
"Pakai motor atau sepedamu."
Jongin mendecak kesal mendengar saran Junmyeon.
"Sepedaku kalian bawa ke Busan. Motorku masih di bengkel karena ulah Park idiot Chanyeol yang mengendarainya sambil berenang di sungai."
"Maafkan Chanyeol. Aku akan meminta Sehun mengantar jemputmu," Jongin mengerutkan alisnya. Diantar jemput Sehun? Yang benar saja?
"Aku bukan perempuan. Aku akan naik kereta. Katakan pada bibi Park untuk menghukum Chanyeol."
Dan, pip. Jongin mengakhir pembicaraan mereka. Mengecek jam dinding yang mulai menunjukan pukul 6 lebih 30 menit.
Lelaki sexy berkulit tan itu beranjak dari ranjangnya dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.
.
.
.
Sore itu. Warnanya jingga. Seperti baju lengan panjang yang dipakai oleh Baekhyun. Baju itu memiliki garis-garis hitam. Ia mendapatkan ini dari pegawai perusahaan kereta yang iba padanya.
Lelaki mungil itu sedang ada di stasiun. Tempat itu tidak jauh dari pos paman Lee.
Awalnya ia berpikir untuk mengamen di sana. Tapi tempat itu berisi banyak orang sibuk. Mereka tidak menghiraukan nada-nada indah yang Baekhyun lantunkan.
Baekhyun bernyanyi dari jam 7 pagi hingga sore ini. Namun uang yang ia dapat hanya 5000 won. Membuatnya harus memutar otak. Ia tidak bisa terus mengamen di sini. Rentenir itu bisa menemukannya.
Pekerjaan yang tidak jauh dari pos. Dan tidak berdiam diri di satu tempat. Apa itu?
Ia memutuskan untuk duduk. Menekuk lututnya dan berpikir. Ia melihat ke sekeliling.
Bermacam-macam profesi ada di sini. Baekhyun paling sering melihat guru dan pekerja kantor. Beberapa orang dijemput dengan mobil. Turunnya hujan membuat orang-orang itu mempercepat langkahnya.
Ia menangkap seorang pria memayungi anaknya dan berjalan ke mobil berwarna hitam. Baekhyun jadi ingat ayahnya. Ayahnya sangat baik. Beliau sering memayunginya. Namun, itu dulu.
Ngomong-ngomong tentang payung. Otak baekhyun mendapatkan ide cemerlang. Ia mempunyai payung dari paman Lee. Ia bisa menyewakan payung itu untuk orang yang tidak membawa payung.
"Satu kali penyewaan 5000 won. Tidak buruk!" gumamnya sambil tersenyum.
.
.
.
Kemeja warna biru muda. Mantel berwarna hitam. Itu adalah pakaian yang dipakai oleh Jongin. Ia baru saja turun dari kereta. Lelaki berkulit tan itu mendecak kesal saat ia menyadari bahwa sedang hujan.
Ia tidak mungkin menerobos hujan. Dan lebih tidak mungkin lagi berdiam menunggu hujan reda di stasiun ini. Ia tidak mau dijemput Sehun. Ongkos taxi terlalu mahal.
Lelaki berkulit tan itu menghela napas berat. Lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Siapa tahu di stasiun ini menjual payung. Tapi, hasilnya nihil.
Di sisi lain. Baekhyun sedang menawarkan jasanya ke sana dan ke mari. Baru satu pelanggan yang berhasil ia dapatkan.
Ia mulai lelah. Tapi, Baekhyun bersikukuh untuk tidak menyerah. Ia mendekati seorang wanita paruh baya. Kalau dilihat-lihat nenek itu tidak membawa payung. Lelaki bermata bulan sabit itu tersenyum manis.
"Nek, tidak bawa payung? Mau memakai jasaku? Aku akan mengantarmu ke tempat tujuan. Hanya 5000 won, jika jaraknya dekat," tawarnya dengan nada yang manis.
Tanpa Baekhyun sadari Jongin mendengarnya. Lelaki tinggi itu mengamatinya. Mengamati paras indahnya. Wajah mulus bak porselen. Apa Jongin tidak salah lihat?
Baekhyun telah menunggu cukup lama. Tapi nenek itu tidak merespon selain menatapnya dengan mata yang memicing. Baekhyun tersenyum lebih lebar. Dan mengulangi perkataannya lebih lembut.
"Aku akan mengantarmu ke tempat tujuan. Hanya 5000 won, jika jaraknya dekat."
Nenek itu membelalak.
"Tidak tidak! Kau bukan cucuku!" serunya dengan suara serak. Baekhyun bingung. Karena nenek itu memukulinya dengan dompet hijau super besar. Bersyukur tak lama kemudian datang seorang pemuda. Bukan Jongin.
Pemuda itu meninggalkan sepatah kata sebelum menuntun nenek tua itu pergi.
"Maaf, nenekku ini tuli. Maaf."
Dan, kata-kata itu membuat Baekhyun mengerti kenapa nenek itu tidak merespon tawarannya. Ia menghela napas. Lalu memanyunkan bibirnya.
Imut.
Lelaki mungil itu baru saja berniat untuk menawarkan jasanya. Akan tetapi, seorang lelaki asing berdiri di depannya.
"Aku mau memakaimu?" Baekhyun mendelik. Memakai? Memakai untuk apa? Wajah mesum lelaki asing itu membuatnya berpikir macam-macam.
"Tidak, aku tidak bisa dipakai," balasnya selang beberapa menit. Baekhyun melangkah mundur secara perlahan.
Lelaki berkulit tan itu. Memutar bola matanya dan menghela napas. Jongin merasa dewi fortuna sedang bermarahan dengannya.
"Tadi kau menawarkan jasa ojek payung kepada nenek tua itu. Lalu, kenapa kau menolak permintaanku? Aku tidak bawa payung dan aku membutuhkanmu," sekarang Baekhyun tau apa yang hendak lelaki kulit hitam ini pakai. Yaitu, payungnya, bukan badannya.
"Atau jangan-jangan kau ini seorang perampok. Dan kau hendak merampok nenek tua itu," mata kecil Baekhyun membulat. Ck orang asing ini kenapa seenak jidat berpikiran buruk padanya.
"Aku seorang pengojek payung, bukan perampok! Enak saja kau bilang aku perampok!" Jongin menarik satu sudut bibirnya. Dan mendekatkan kepalanya ke wajah Baekhyun. Huh, Baekhyun benci seringaian itu.
Tapi dengan jarak sedekat ini. Baekhyun gugup juga. "Bisa kau buktikan?" Baekhyun menelan saliva susah payah setelah mendengar pertanyaan itu. Bibirnya yang tebal. Matanya yang tajam. Ugh, Baekhyun bukan lelaki pecinta sesama jenis.
"B-boleh! Ayo! Kau bilang kau mau menyewa payungku! Biar kuantar kau ke tempat tujuan."
"Kuharap kau tidak melakukan pencitraan padaku."
Baekhyun menatap lelaki itu dengan tajam.
"Untuk apa aku melakukan pencitraan untukmu. Aku bukan artis. Ayo jangan banyak omong! Kau mau diantar ke mana?"
Baekhyun melangkahkan kakinya duluan, menuju keluar stasiun. Sedangkan, Jongin mengikuti di belakangnya dengan langkah panjang.
"Ke rumahku. Tidak jauh dari stasiun. Mungkin sekitar 150 meter."
Mereka telah berdiri di pintu keluar stasiun. Baekhyun membuka payungnya dan memayungi Jongin. Baru saja ia sadari bahwa lelaki asing ini lebih tinggi darinya.
Mau tidak mau Baekhyun harus mengangkat payungnya tinggi-tinggi. Dan itu cukup merepotkan jika dilakukan sambil berjalan.
Jongin terkekeh geli melihat usaha Baekhyun memayunginya. Baekhyun melemparinya deathglare.
"Kenapa kau? Sakit huh?"
"Biar aku yang membawa payungnya, nona kurcaci," ijin Jongin sebelum merebut payung berwarna biru yang Baekhyun genggam.
"Huh nona kurcaci? Aku ini pria!"
"Tapi kau pendek seperti perempuan. Dan sekarang lebih baik. Mantelku tidak kehujanan."
"Tidak semua perempuan itu pendek, buktinya Sooyoung SNSD itu tinggi!" sanggah Baekhyun dengan cepat. Enak saja ia disamakan dengan perempuan. Dia ini seorang lelaki.
"Intinya kau lebih pendek dari dia."
"Tinggi badan hanyalah angka. Jangan menghinaku! Lihat karena kau tidak fokus bajuku jadi basah!" protes Baekhyun dengan maksud mengalihkan pembicaraan. Bisa gila jika ia terus menerus dihina pendek oleh si hitam Jongin ini.
Sekarang Baekhyun mendengarkan lelaki di sampingnya itu tertawa. Apa yang ia tertawakan?
"See? Kau seperti perempuan, cerewet."
Seperti tersambar petir. Kalimat itu membuat Baekhyun menutup mulutnya. Ia tidak mau mengobrol dengan orang ini lagi meskipun seseorang memberinya uang sebesar apa pun. Baekhyun membuang wajahnya. Tak lupa bibir bebeknya.
"Kau semakin seperti perempuan. Merajuk seperti perempuan," Jongin menghentikan langkahnya. Mendengar Baekhyun menatap Jongin kembali. Sekarang mereka saling bertatap tatapan.
Tanpa terasa mereka telah sampai di depan rumah Jongin yang minimalis.
"Apa mau mu? Jika aku bicara kau bilang aku seperti perempuan. Aku diam pun kau juga mengatakan hal itu," cerocosnya pada Jongin.
Jongin hanya tersenyum menyeringai dan mengambil dompet dari sakunya. Mengambil selembar uang 10000 won lalu memberikannya pada Baekhyun.
"Aku mau memakaimu lagi besok. Aku tidak akan membawa payung."
"Kenapa? Kenapa? Kau masih mau menginaku lagi hah? Kau masih belum puas menghinaku? Ayo ayo hina saja aku sekarang!" Jongin tertawa lagi. Tangannya terulur lalu menjitak puncak kepala Baekhyun. Menyebabkan lelaki cerewet itu mengaduh.
"Aku punya payung. Aku hanya ingin menolongmu," Jongin menjelas penuh penekanan "Jangan berpikir aku menghinamu. Aku hanya bercanda oke?"
Baekhyun hanya mengangguk seperti Jjangah -anjing kecil milik Jongin-. Membuat Jongin menahan rasa gemasnya pada lelaki mungil itu.
"Sampai bertemu besok, nona kurcaci," tangan besar itu mengacak surai hitam Baekhyun dan menghilang di balik pintu rumahnya yang berwarna abu-abu.
Baekhyun tersenyum mengamati pintu kayu yang telah tertutup itu. Bukan, bukan karena ia jatuh cinta pada lelaki yang tidak ia kenal itu. Yang benar saja? Ia bukan seorang homo seksual. Atau bisa saja ia berubah menjadi homo seksual karena lelaki itu!
Ia tersenyum karena ia merasa beruntung. Disaat masalah menimpanya, ada saja orang asing yang menolongnya. Ia sangat berterima kasih pada Tuhan.
Tuhan tidak tidur untuk manusia-manusia yang mau berusaha. Baekhyun yakin itu.
.
.
.
Sore itu. Kira-kira pukul 5 PM. Baekhyun berdiri menunggu orang asing berkulit tan yang baru ia temui kemarin. Baekhyun tak ragu untuk menunggunya. Ia yakin meskipun wajahnya mesum namun sebenarnya orang itu berhati baik.
Dan keyakinan Baekhyun itu terbukti. Lelaki itu memang tidak bersinar di antara yang lain. Tidak juga lebih tinggi dari segerombolan manusia yang keluar dari kereta berwarna biru itu. Akan tetapi, Baekhyun dapat menemukannya dengan mudah.
Lelaki itu namanya Jongin. Tapi sampai saat ini Baekhyun belum juga tahu nama sederhana itu. Sesederhana orangnya. Orang itu memakai kemeja berwarna putih, tak lupa tas selempang berwarna gelap menggelantungi pundaknya.
Baekhyun tersenyum saat lelaki itu menatapnya dari kejauhan. Jongin juga ikut tersenyum karena itu. Sedikit demi sedikit jarang di antara mereka terpangkas. Jongin telah berdiri di depan Baekhyun.
"Sudah lama menunggu, nona kurcaci?" pertanyaan itu membuat bibir tipis Baekhyun berubah menyerupai mulut bebek.
"Lama, lama sekali. Dasar siput!" dustanya sambil menatap tajam Jongin. Yang berhasil membuat Jongin tertawa. Karena Baekhyun gagal memberi kesan seram.
Bibir Baekhyun semakin maju.
Menyebalkan.
"Jangan tertawa ayo pulang!" perintahnya sambil berjalan terlebih dulu. Meninggalkan Jongin dengan tawanya.
"Hey hey tunggu!" dengan segera Jongin mengikuti lelaki mungil itu. Matanya melihat ke sekeliling.
"Hari ini cukup cerah," simpulnya setelah melihat langit cerah di luar stasiun.
"Cuaca dapat berubah-ubah dengan cepat," timpal Baekhyun sambil menatap langit. Dan benar saja, mereka mendengar suara petir setelah itu.
"Seperti mood-mu hm?"
"Haaah… cepat pulang pulang," dengan cemberut lelaki mungil itu membuka payung birunya. Lalu mengangkatnya tinggi-tinggi.
Pemuda berkulit tan merebut benda itu.
"Biar aku yang memegangnya," sanggah pemuda tan itu.
Dan benar, seiring berjalannya waktu bulir-bulir air mulai turun dari langit. Jatuh membasahi Seoul.
Baekhyun merapatkan tubuhnya pada pemuda tan itu. Bukan bermaksud menggoda. Hanya menghindari tetesan hujan yang semakin deras.
"Payungku tidak cukup besar," komentar Baekhyun. Mereka segera mendongak menatap payung yang sedang digunakan.
"Tidak apa, dengan begini kau bisa dekat denganku," timpal si pemuda tan. Baekhyun melihat seringaian di bibirnya.
Dasar mesum, Baekhyun mulai menjaga jarak. Telinganya mendengar suara tawa. Menyebalkan!
Dengan secepat cahaya Baekhyun men-death glare pemuda tan yang sedang tertawa lepas itu. Begitu lepas tak memperdulikan tatapan sok seram dari lawannya.
Entah roh apa yang memasuki pikiran Baekhyun pada saat itu. Baekhyun berpikir jika pemuda tan itu sangat manis sekaligus tampan di saat seperti ini.
Tanpa Baekhyun sadari. Ia memberikan tatapan terpana pada lawannya yang tubuh kekar itu. Jongin berhenti tertawa.
"Ada yang sedang terpesona," ejek Jongin yang spontan membuat mata Baekhyun membulat.
"Uh! Tidak! Tidak!" serunya salah tingkah.
"Kau jangan ke PD-an!" kepalan tangan kecil itu mulai menghujani lengan Jongin. Si korban berpura-pura kesakitan supaya Baekhyun semakin kesal. Tapi, itu benar adanya, Baekhyun semakin kesal dan semakin menambah kecepatan tangannya dalam memukul Jongin.
.
.
.
Langit berwarna jingga. Menurut Baekhyun cuaca cukup cerah. Tapi, ia masih menunggu Jongin di stasiun seperti biasanya.
Terdengar bel berdentang sebanyak 5 kali. Itu artinya sekarang sudah memasuki pukul 5. kereta para pekerja akan segera datang. Kereta Jongin.
Mereka semua turun dari gerbong-gerbong biru tua. Berjalan menjauhi kendaraan dengan rel tersebut.
Hari itu mata kecil Baekhyun menangkap bayangan Jongin seperti biasanya. Namun, ada yang sedikit berbeda. Lelaki dengan kemeja putih itu sedang mengobrol dengan seseorang. Seorang namja dengan mata yang bulat. Heenja. Dan tubuh yang lebih kecil dari Jongin.
Siapa dia? Atau lebih tepatnya siapa mereka? karena sampai sekarang Baekhyun dan Jongin belum bertukar nama.
Rasa penasaran dan debaran menyebar di dada Baekhyun. Siapa lelaki itu? Apakah ia teman sekantornya atau bahkan kekasih dari lelaki tan itu? Mereka pulang dari kantor atau pulang dari berkencan?
Lalu, Baekhyun mengutuk rasa penasarannya. Tak sepantasnya dia seperti itu. Bahkan dia masih menyebut Jongin dengan lelaki itu; lelakai tan itu; dengan kata lain Baekhyun tidak tahu namanya.
Lelaki itu telah berada di depannya.
"Siapa dia Jongin? Kekasihmu?" sekarang Baekhyun tau nama pemuda tan itu adalah Jongin. Baekhyun melihat Jongin mengangguk sambil tersenyum menawan seperti biasanya.
Eh? Kekasih?
Jongin merangkulnya. Baekhyun terkaget selama beberapa sekon.
"Hey sayang. Ini Kyungsoo, temanku. Perkenalkan dirimu!" titahnya sambil menatap Baekhyun lekat.
Oh tolong.
Ditambah salah satu kata pada kalimat Jongin yang membuat jantungnya bekerja 2 kali lipat! Sayang.
Kata itu bergema ditelinganya. Bahkan saat Kyungsoo mulai mengulurkan tangannya. Menawarkan sebuah jabat tangan pada Baekhyun.
"Aku Kyungsoo," Baekhyun masih terdiam dan tidak menyambut tangan putih bersih itu. Tapi, Jongin menginterupsi tindakan diamnya dengan tatapan tajam.
"E... a-aku Baekhyun," ujarnya dengan senyuman dan tangan yang sudah terjabat. Kyungsoo ikut tersenyum dan melepaskan jabatan mereka.
"Kekasihmu cantik juga," pujinya yang membuat Jongin kembali menatap Baekhyun. Mata itu mengamati setiap gambaran di wajah Baekhyun.
Sedangkan Baekhyun hanya bisa menahan napas dan membuang pandangannya jauh jauh dari mata mempesona itu.
Cantik. Simpul Jongin dalam hati.
"Oh ya? Kupikir mantanku lebih cantik," dustanya sambil merapikan poni Baekhyun. Rasanya seperti ditusuk sebuah pisau tepat di hatimu. Tapi, Baekhyun menutupinya.
Ngomong-ngomong siapa mantan Jongin? tanya Baekhyun pada hatinya yang tertusuk pisau. Yang jelas dia lebih cantik darimu, jawab si hati.
Kyungsoo sendiri memutar bola matanya -berpura-pura kesal-. Dan berkata "Jongin hentikan!" dengan bibir berbentuk hati yang menyembunyikan sebuah senyuman.
"Mm… Jongin aku duluan. Kris sudah datang," pamitnya sambil menunjuk mobil putih mulus. Kaca depannya turun dan memperlihatkan lelaki Cina-Kanada di tempat kemudinya.
"Sampaikan salamku pada Kris!" seru Jongin pada Kyungsoo yang mulai berjalan menjauh.
Sama dengan langkah Kyungsoo yang menjauh. Tangan Jongin yang tadi merangkul Baekhyun pun juga menjauh.
"Maaf, aku harus menjadikanmu kekasih di depannya."
Dalam hati Baekhyun ia ingin mengatakan "tidak, apa-apa," tapi jika begitu ia akan jadi kekasih bohongan Jongin selamanya. Sejujurnya dia suka, entah kenapa. Tapi, ia lebih suka menjadi kekasih beneran Jongin selamanya.
"Aku akan menambah ongkosmu," beritahu Jongin sambil mengambil payung Baekhyun.
"Dia itu mantan kekasihku. Aku malu jika aku belum mempunyai penggantinya sedangkan dia sudah mempunyai pengantiku, haha."
Terhitung dua buah pisau menancap di hatinya. Sekarang pertanyaan tentang siapa mantan Jongin telah terjawab. Mantannya adalah Kyungsoo dan Baekhyun tidak tahu penyebabnya, ia merasakan nyeri di hatinya.
Pikirannya berkecambuk. Antara 'berhenti mencintainya' dan 'sebenarnya aku tidak mencintainya'.
.
.
.
Malam harinya. Baekhyun sedang tidur beralaskan selimut. Biasanya ia dapat tidur dengan nyenyak. Dengan membayangkan tingkah menyebalkan Jongin.
Tapi, sekarang tidak. Pikirannya melayang pada kejadian di stasiun tadi sore. Tentang kekasih bohongan dan mantan kekasih.
Baekhyun belum pernah berpacaran sebelumnya. Otaknya bertanya-tanya, apakah jika kau bertemu mantan kau harus sudah memiliki kekasih? Apa kau harus mengorbankan hati orang lain untuk kepentinganmu?
Ditambah saat perjalanan pulang Jongin tak seusil biasanya. Tak menghinanya ini atau itu. Lelaki itu hanya diam seperti patung budha rumahnya dulu.
Ini karena Kyungsoo, Baekhyun menyimpulkan.
Matanya tertuju pada langit-langit ruangan yang sedang ia tiduri. Ia menghembuskan napas berat beberapa kali.
"Kau tidak tidur, Baekhyun-ah?" tanya paman Lee.
"Aku baru saja mimpi buruk. Maaf, aku akan tidur lagi paman," dustanya. Baekhyun berganti posisi menghadap dinding dan tidak juga menutup matanya.
Sayang. Kata itu bergema di telinga Baekhyun.
Kau berharap terlalu tinggi, Byun. Ucapnya dalam hati untuk menutupi kata sayang yang menggema berulang-ulang.
.
.
.
Pukul 5 sore. Seperti kemarin, kemarin dan kemarin yang lain, Baekhyun menunggu pemuda asing itu di stasiun. Tak lupa tangan kanannya menggenggam payung biru muda dengan logo perusahaan kereta api.
Selang beberapa menit. Kereta berwarna biru tua berhenti di stasiun dan menumpahkan beratus-ratus penumpang. Tapi, ia bisa menemukannya. Si pelanggannya. Lelaki berkulit tan dengan badan tinggi dan manly.
Baekhyun baru sadar jika Jongin terlihat lebih pucat dan dingin dari biasanya. Tatapan mata pemuda di hadapannya itu terlihat tak bersemangat. Ditambah bagian bawah matanya terdapat bulan sabit berwarna hitam juga bibirnya yang kebiruan.
"Hey apa kau baik-baik saja? Apa kau sakit?" spontan Baekhyun menyentuh pipi pemuda tan itu.
Hangat. Tapi dengan cepat pemuda itu menepisnya.
Hmm… ya Kyungsoo. Baekhyun baru mengingat sesuatu.
"Aku sedang tak enak badan," gendang telinga Baekhyun juga mendengar suara yang berbeda. Serak tak seperti kemarin.
"Aku mau ke starbucks di dekat stasiun," Baekhyun menatapnya lama. Setelah menghela napas Jongin merebut payung Baekhyun secepat kilat.
.
.
.
TBC!
.
.
.
A/N: Thanks for read this fanfiction! Don't forget to leave you review! I will update ASAP if the review is good/? xD
Sign, cekerJongin2
