Lu Han

Warn : pointless, marie sui-harry stue, ide pasaran

Disc : chara's belong to God and SMEnt

Re Yi

Daejoon High School, 07.45 a.m Seoul, August 17 2010

Pagi hari. Ia memiliki langit biru. Awan putih. Kesibukan. Keramaian. Orang-orang yang berjalan. Bergerak dalam metode dan ritme yang cepat. Terburu-buru.

Pagi hari pula, ia membawa cerita. Sebuah kisah yang terus berganti seperti halaman buku sejarah.

Pagi hari. Memiliki dua remaja ini.

" ulurkan tanganmu Jongin!" perintah Oh Sehun cepat. Setengah berbisik, tapi Jongin tahu ia harus melakukannya dengan baik dan segera.

Pagar pembatas sekolah mereka cukup tinggi. Mencapai dua meter dengan dinding beton yang dilapisi semen halus. Tidak terlalu baik untuk dipanjat. Dan Jongin merasa kesal karena Sehun melewati itu lebih dulu. Jongin agak kecewa sebenarnya atas tinggi tubuhnya yang tidak melebihi Oh Sehun. Tapi, ia tidak bisa menyalahkan hal-hal seperti itu.

" aku bisa melakukannya sendiri Tuan Oh." Jongin mengabaikan lengan pucat Sehun yang terulur diatas kepalanya dan memilih meraih tepian pagar tembok yang kasar. Sehun mendelik sinis. Setengah mencibir atas keras kepala pemuda berkulit tan itu.

Satu lompatan dari kaki Jongin dan sekarang ia sudah berada disamping Sehun. Duduk dengan minim keseimbangan diatas pagar pembatas sekolah mereka.

Dalam dua detik yang hening. Terasa canggung mungkin untuk mereka berdua. Tidak biasanya mereka diam-diaman seperti ini. Tapi sekolah mereka yang tampak anggun seperti kastil Victoria dari jarak sejauh ini, terlalu sayang untuk diisi pertengkaran konyol mereka. Untuk itu mereka 'sepakat' untuk diam. Dua detik saja. Merasakan hembus angin yang menembus kemeja putih berlengan pendek yang kini dikenakan Jongin dan Sehun.

Mereka berdua menatap jauh sekolah dengan dinding bata yang tersusun kecil-kecil dan kokoh. Dengan banyak jendela persegi panjang yang melengkung di atasnya. Sekolah itu tetap saja terlihat keren walaupun dari samping. Terutama atapnya yang hitam, miring menjadi deretan rapi. Seperti sepotong waffle gosong yang terguling setengah.

Hembus angin memainkan surai lembut berwarna hitam pekat Jongin. Membawa rambut-rambut halus itu menari bersama dedaunan yang kini bersuara serak. Memecah konsentrasi Sehun sesaat. Ia menoleh, melihat pemuda disampingnya yang sekarang memejamkan mata. Girly sekali. Menggoda sekali.

Sehun tersenyum jahil. Menampilkan smirk nakal yang pasti akan membuat Jongin memutar mata kesal jika melihat itu. Ia mengulurkan tangannya menyentuh rambut halus itu. Membuat Jongin membuka mata heran. Sebelum ia sempat bertanya 'ada apa?' Sehun telah mengacak rambut belakangnya kasar. Begitu jahil dan menyebalkan.

" kau cantik." Komentar Sehun pendek. Tulus jika ia boleh jujur. Tapi Sehun yakin Jongin tidak akan pernah percaya itu.

" Soojung lebih cantik. Dasar Tukang Rayu." Jongin menepis lengan Sehun cepat. Lalu merapikan rambut lurusnya lagi.

Oh Sehun. Seorang pemuda berkulit putih. Kurus dengan tulang-tulang yang menonjol di siku dan lututnya. Menunjang dua kaki yang panjang dan kecil. membuat ia terlihat tinggi di masa remajanya ini. Matanya sipit, digaris alis coklat tua. Hidungnya mancung dan mungil. Ia juga memiliki tulang pipi yang akan tercetak jelas ketika ia tersenyum atau tertawa. Tawanya kekanakan dan jahil. Terlukis dari bibir tipis berwarna dasar peach. Suatu perpaduan menarik dan tampan.

Kim Jongin adalah sesuatu yang lain. Serupa dalam ketampanan. Tapi ia lebih ke 'manis'. Sebuah fakta karena kulitnya cenderung gelap. Coklat gelap yang berkilauan ketika ditimpa sinar matahari. Ia juga tinggi. Meskipun tidak setinggi Sehun. Matanya hampir bulat, dengan garis tajam dan akan berubah menjadi eye smile ketika ia tersenyum. Satu yang paling berkesan darinya adalah bibir tebal yang selalu terlihat sexy dan menarik. Entah ketika ia sedang diam atau tertawa. Karena benar, ia memiliki senyum yang sangat manis. Tulus dan mengundang cinta.

Mereka adalah dua orang pemuda yang terikat oleh hubungan bernama persahabatan. Ya. Hanya persahabatan. Tidak lebih. Dan tidak akan pernah.

Jongin sudah memiliki kekasih bernama Jung Soojung. Gadis manja dan cantik teman sekelas mereka. Satu bukti nyata bahwa Jongin adalah pria straight. Sementara Sehun, tidak. Sampai detik ini ia tidak memiliki itu. Ia nyaman dengan kesendiriannya. Ia nyaman menjadi 'orang ketiga' diantara Jongin dan Soojung. Ia suka mengganggu gadis itu dengan berpura-pura menggoda Jongin atau bahkan menggoda gadis itu sendiri. Ia menikmati ini. Menjalani persahabatan dengan Jongin dan mungkin Soojung juga. Tentu persahabatan yang professional. Tanpa, 'cinta'.

" kau yakin Pak Tua Cho itu sudah datang? Ayo ke cafeteria dulu dan membeli sandwich." Usul Sehun sambil merapat tembok, turun dengan pelan-pelan menyentuh rerumputan yang mengalas lapangan sepakbola Daejoon High School. Tapi Jongin tidak menjawab cepat-cepat. Ia hanya memutar mata bosan. Heran mengapa Sehun masih sempat berpikir akan pergi ke cafeteria lebih dulu padahal mereka sudah terlambat.

" ayo membeli sandwich dan kita tidak akan mengikuti ulangan hari ini. Kau suka? Kalau aku tentu tidak. Pak Tua Cho itu terlalu galak. Ia tidak akan sungkan memberi kita nilai nol jika melewatkan yang ini." Jongin mencoba memberi nasihat dan jalan keluar yang paling bijak. Oh Sehun harus disadarkan secepatnya.

" baiklah… baiklah… Pak Tua Kim. Tapi kita harus pergi saat pelajaran Jungsoo songsaenim. Etika itu membosankan." Sambung Sehun pasrah sambil memungut tas punggung berwarna hitamnya yang tergeletak lebih dulu di tanah lalu menepuk-nepuk celananya yang kotor oleh debu dan sarang laba-laba. Jongin mengangguk. Sedikit setuju atas usul kali ini.

Lapangan Daejoon High School adalah hal baik lain dari sekolah ini. Sebuah hamparan rumput seluas lapangan sepakbola yang dipagari tembok beton setinggi dua meter. Dan pusatnya, bangunan Victoria yang anggun dan cantik. Cukup jauh untuk mencapai tempat itu. Dan Sehun tahu bahwa lapangan itu bukan lagi salah satu hal baik dari sekolah ini. Tentu untuk saat seperti ini. Ketika mereka terlambat dan menyusup seperti anak nakal. Lapangan yang menyebalkan.

Lu Han

Jongin memimpin di depan kali ini. Mereka berdua berjalan dengan hati-hati saat melewati koridor panjang lantai satu karena disana ada kantor kepala sekolah. Sesekali Jongin atau Sehun akan berhenti dan melihat sekeliling. Bersikap seolah pencuri kecil yang merampok kantor pemerintahan. Mengawasi jika ada guru piket yang menyadari kedatangan mereka.

Kantor kepala sekolah dengan pintu yang sedikit terbuka. Sehun mengumpat dalam hati. Jika seperti ini akan lebih sulit melewatinya. Ia memandang Jongin. Mencari keputusan.

Jongin mengangguk. Walaupun hatinya pun tidak terlalu yakin. Tapi mereka memang tidak memiliki pilihan. Satu-satunya jalan untuk ke kelas mereka di lantai dua hanya dengan melalui koridor ini. Jongin menelan ludah. Memberi isyarat pada Sehun untuk lebih dekat dengannya.

Tawa yang nyaring. Berderai-derai dengan bahagia. Jongin tahu bahwa itu suara kepala sekolah. Hal yang sedikit aneh. Mengapa ia bisa tertawa seceria itu di pagi yang mendung ini? Jongin mengintip dari celah kecil di pintu itu. Memperhatikan dengan cermat. Bukan karena penasaran. Lebih kepada tugasnya untuk meloloskan ia dan Sehun dari ruangan itu.

Kepala sekolah sedang berdiri dari belakang mejanya. Ia tampak bahagia. Menyalami seorang pria paruh baya dengan setelan jas mahal. Bertubuh kurus dan tinggi, dengan beberapa rambut putih di tepi dahinya yang berkilauan. Disamping pria asing itu, ada seorang pemuda yang lebih kecil. Berusia hampir sama dengan Jongin dan Sehun. Ia memakai seragam Daejoon High yang tampak baru dan bersih. Dengan rambut dicat merah muda lembut. Juga tidak lupa satu pricing hitam berkilat di cuping telinga kirinya. Jongin hampir tersedak menahan tawa. Tidak habis pikir bagaimana pemuda dengan wajah cantik itu bisa memiliki selera fashion seliar itu. Sungguh menarik. Juga kasihan. Jika Mrs. Boa tahu ini pasti akan lebih menarik. Guru bimbingan konseling mereka itu pasti akan 'senang' dengan murid nakal seperti ini.

" psstt…. Bagaimana?" bisik Sehun sangat pelan menyadari jika Jongin tidak kunjung member instruksi. Menggumam dengan kesal karena pemuda itu tidak bertugas dengan benar. Jongin menoleh sambil menyeringai kecil. Ia membulatkan jempol dan jari telunjuknya membentuk huruf 'o'. Mengabarkan pada Sehun bahwa situasi okey. Bagus. Aman. Mereka bisa bergerak sekarang.

Jongin melongokkan sekali lagi kepalanya ke dekat pintu. Memastikan sekali lagi bahwa ini benar-benar sudah terantisipasi.

Pemuda itu, yang sepertinya murid baru tampak bosan pada percakapan dua orang tua yang terlihat akrab ini. Ia menoleh asal ke pintu. Dan menangkap mata Jongin dalam radius pandangnya.

Jongin terkejut bukan main. Ia segera menarik tangan Sehun tanpa menoleh ke belakang lagi. Mengambil satu langkah pelan namun lebar untuk menjauhi ruangan kepala sekolah. Tidak menghiraukan Sehun yang mengumpat pendek ketika ia hampir jatuh tersungkur.

Lu Han

Sehun dan Jongin sudah duduk dengan gugup di bangku mereka. Meja paling pojok dekat pintu belakang. Mereka menghela nafas pendek. Bersyukur bahwa Kyuhyun songsaenim belum datang dan membiarkan hampir separuh kelas ribut oleh berita baru yang dibawa Jinri.

" ada apa?" Jongin bertanya penasaran pada seorang gadis berambut coklat sepunggung yang duduk di depannya. Gadis itu lalu menoleh dengan malas, terusik akan acara mengerjakan soal latihan matematika-nya. Tapi ia tidak mengeluh. Hanya tersenyum kecil. Mengingat bahwa pria yang sedang mengajak-nya bicara adalah Kim Jongin. Kekasihnya.

" ada anak baru pindahan dari Amerika. Dia masuk di kelas dua belas dan menurut Jinri ia sangat cantik." Jelas Soojung singkat lalu Ia memutar lagi duduknya. Menghadap ke depan. Sementara itu Sehun menatap jengah di belakang gadis itu. Mencibir bagaimana Soojung berubah menjadi gadis taat aturan saat mendekati ulangan seperti ini. Soojung jadi tidak menarik. Ia melirik Jongin heran. Yang hanya dijawab dengan gelengan oleh pemuda bermarga Kim tersebut.

Jung Soojung seperti yang telah kita kenal adalah kekasih dari Kim Jongin. Gadis yang kurus dan cukup tinggi untuk ukuran gadis berusia belasan tahun. Ia cantik alami sekalipun tanpa polesan make-up tebal. Memiliki rambut coklat tua sepunggung yang sedikit ikal. Dahinya lebar. Selalu bersih tanpa poni. Bibirnya mungil dan menandakan sekali jika ia adalah seorang yang cerewet. Hanya, pengecualian untuk pagi ini mungkin saja. Matanya lebar, disemai bulu lentik diatasnya dengan sepasang alis melengkung berwarna merah marun. Soojung adalah gadis yang manja, tulus, polos dan banyak bicara. Ia suka menceritakan banyak hal bagus pada Sehun tentang fashion karena Sehun jauh lebih memahami hal daripada Jongin. Atau juga ia suka mengajak bicara Monggu, puppy kesayangan Jongin saat ia mampir di rumah kekasihnya itu. Dia suka melakukan hal-hal yang menyenangkan bertiga. Tentu harus bertiga. Karena sampai kapan pun ia tidak akan bisa memisahkan Jongin dan Sehun.

" dia? Dia pria?" Sehun baru menyadari keterangan Soojung tadi. Ia mengernyit bingung. Tapi memilih untuk tidak menjadikan pertanyaan untuk gadis itu. Ia paham betul Soojung tidak suka diganggu ketika mendekati ulangan seperti ini. Hanya keajaiban dan Kim Jongin yang akan mampu membuat gadis itu menoleh dan menghiraukan dunia yang bergerak disekitarnya. Soojung bukan jenis gadis yang berkepribadian ganda tentu saja. Terlihat bahwa Soojung seperti gadis kebanyakan yang manis dan manja. Tapi Sehun tahu bahwa ada suatu misteri dalam diri Soojung yang tidak dapat ia pahami. Dan mungkin Jongin juga. Entah apa itu. Tapi itu pasti akan selalu berkaitan dengan Jongin. Sehun pikir begitu.

" benar. Aku belum melihatnya tapi berita yang dibawa Jinri hampir selalu akurat. Kurasa dia memang 'secantik' itu." Sehun menoleh heran pada Soojung yang ternyata mendengar perkataan-nya. Sedikit takjub meskipun itu tidak merubah penilaian pemuda itu.

Jongin mendesah pelan mendengar 'pertengkaran' mereka berdua. Ia tidak mau ikut campur kali ini karena itu akan berakhir sia-sia. Sehun suka sekali menggoda dan menjebak dirinya untuk memilih. Dan Soojung tidak suka jadi pilihan.

Tangan-nya sibuk mencari pen dan buku catatan di dalam tas. Menyusul Soojung belajar. Tapi sungguh pikiran-nya tidak sedang fokus pada itu. Mengingat-ingat wajah pemuda yang tadi ia lihat di kantor kepala sekolah. Bagaimana penampilan-nya yang luar biasa kurang ajar itu. Juga tatapan-nya yang dalam. Dingin. Datar. Jongin tahu bahwa anak baru itu akan jadi istimewa. Terutama, ya kecantikan itu. Jongin tidak bisa menampik keseluruhan citra indah yang terpancar dari mata kekanakan-nya saat menatap. Begitu lain dan memikat. Apalagi rambut merah muda yang tampak lembut itu membuatnya terlihat sangat cute. Uhm, Jongin harus mulai mengakui senior baru itu dan segala ketenaran yang akan ia miliki.

" namanya Lu Han. Rusa yang lahir di kala fajar." Siapapun yang mendengarnya pasti akan menoleh pada sosok berambut hitam dengan suara ringan namun dalam yang tiba-tiba duduk di sebuah bangku di samping Sehun.

" siapa?" Sehun yang mewakili mereka bertiga untuk bertanya. Mereka terlihat mulai antusias. Walaupun tidak separah anak-anak yang duduk di bagian depan kelas.

Pemuda berdarah China yang bernama Huang Zitao itu menoleh heran. Ia mengangkat alisnya yang tajam lalu melirik Sehun.

" tentu saja. Senior baru yang kalian bicarakan."

Zitao menjelaskan dengan wajah kesal dan logat Korea-nya yang sedikit lucu. Tapi toh itu tidak membuat kepahaman Soojung, Jongin maupun Sehun berkurang. Mereka kini malah duduk menghadap si pria yang mulai terlihat angkuh dengan informasi yang ia miliki. Terlihat dari caranya menyeringai dan pandangan matanya yang penuh misteri.

" kau tahu sesuatu?" giliran Jongin yang bertanya. Ia cukup heran sebenarnya mengetahui ada seseorang yang lebih mengenal sosok Lu Han melebihi Choi Jinri sang ratu gossip maupun dirinya yang bahkan telah melihat orang baru itu lebih dulu.

" aishh… tentu saja. Dia sepupu jauhku. Pasti aku mengenalnya." Zitao tertawa kecil sambil menggeleng remeh melihat anak-anak eksklusif yang biasanya tidak tertarik pada hal seperti ini begitu berminat akan cerita yang akan ia bagi.

Ia mengulum seringainya dan menatap Soojung serius. Bagaimana obsidian gelap gadis itu tampak memikat dan cantik. Alasan utama ia ingin bicara pada mereka. Well, yeah. Semua orang tahu bahwa Soojung itu memang cantik dan menarik. Banyak pria yang menyukainya. Tidak terkecuali pemuda China itu. Dan kesempatan seperti ini, sangat sayang dilewatkan.

" jangan menggodanya Huang Zitao atau aku akan membuang tas Gucci-mu." Jongin mengeram dingin. Ia menatap tajam pria berkulit coklat yang sekarang tampak panik dan menjauhkan wajahnya dari sang kekasih. Soojung dan Sehun terkikik geli. Tidak menyangka bahwa Jongin akan segalak itu.

Zitao menyandarkan punggungnya ke belakang dan menatap Jongin tidak percaya.

" aku tahu kau akan marah ketika seseorang mengganggu Sehun. Tapi ternyata Soojung juga. Wow, itu keren. Kau harus sering seperti itu pada kekasihmu." Nasehat Zitao terasa menusuk Jongin. Ah, tidak. Soojung juga. Dan Sehun mungkin.

Pada awalnya pembicaraan ini memang sunyi. Tapi setelah Zitao mengatakan hal itu suasana ini menjadi semakin senyap. Ada suatu kecanggungan disana. Kecanggungan yang mengganggu mereka bertiga hingga terasa sungkan untuk membalas Huang Zitao.

" hey, aku mengatakan hal buruk? Kenapa kalian menatapku seperti itu?" wajah panik itu semakin panik begitu menyadari tatapan mata Oh Sehun yang biasa jahil dan malas begitu tajam kearahnya. Juga bagaimana Soojung dan Jongin yang terlihat gugup. Zitao semakin yakin jika pasti memang ada sesuatu yang aneh diatara mereka bertiga.

" hey kalian bertiga. Keluar dari kelas ini jika ingin mengobrol."

Suaranya begitu khas. Seperti suara anak kecil yang sedang tumbuh dewasa. Lembut dan manis. Sang guru muda yang mengampu matematika sudah berdiri di depan kelas dengan tatapan matanya yang dingin. Tajam kepada empat orang siswa yang duduk di baris paling belakang yang sedang sibuk mengobrol. Tadi.

Zitao segera mengubah posisi duduknya dan menunduk. Tak kuasa melihat sang guru yang biasanya galak menjadi semakin galak pagi ini.

Tidak berbeda dengan Sehun, Jongin dan Soojung yang kemudian duduk menghadap depan dengan gugup. Sedikit merutuk bagaimana mereka bisa tidak menyadari kehadiran setan berwajah tampan itu. Keke~. Oh, maaf. Setan tampan itu persepsi Soojung saja. Bagi Jongin dan Sehun, guru killer itu tidak lebih dari guru muda yang sok kharismatik dan percaya diri.

" keluarkan alat tulis kalian. Kita akan ulangan logaritma hari ini."

Nada suaranya masih dingin. Tidak ada keramahan disana. Jongin melirik Sehun. Begitu pula sebaliknya. Lalu mereka memutar mata bosan.

Selalu sok galak. Sehun pikir mereka harus membeberkan rahasia Cho Kyuhyun songsaenim yang maniak game dan akan berubah menjadi anak kecil ketika sampai di game center. Itu pasti akan membuat guru sok galak itu berhenti dari image mengerikan-nya.

*masih berlanjut*

A/N : hallo temen-temen sekalian… gue kembali lagi Pertama gue mau ngucapin terima kasih buat temen-temen yang RnR di 'Cuci Piring'. Yang follow dan favo juga. Buat anak baru kayak gue itu honorary banget seriusan . Padahal gue rada-rada worried nggak ada yang notice sama fic gue. Maklum itu summary stuck banget, ancur parah.

Mungkin tidak sesuai harapan temen-temen yang minta sekuel 'Cuci Piring', kali ini gue bawa fic baru gue minta maaf . Karena ya emang gue nggak pernah kepikiran kalo itu fic ada lanjutan-nya. Baru sadar pas pada minta. Tapi semoga 'Lu Han' ini bisa menggantikan rasa penasaran temen-temen. Btw ini chaptered, jadi meski nggak ada yang minta pasti gue lanjut kok. Kalo reader ngerasa chap ini sama sekali tidak menceritakan apapun, harap maklum aja. Chap pertama ini emang semacam prolog kepanjangan gitu. Hehe,, oke. Sekian cuap-cuapnya, see you next time,,,,*bow*

Yang dibawah ini beberapa balasan review :

Novisaputri09 : bingung? Fic gue yang lain bakal lebih membingungkan. Tenang aja :- / evil laough

Akasuna no Akemi : seriusan? Gue baru tau. Maklum nggak pernah maen ke AFF. Ya, tapi tema fic kek gitu pasaran ya kayaknya, kalo enggak ya uhm… anggep aja gitu ;-)

Org : gue baru sadar dah,,, iya entar gue kasih warn, mostly fic gue emang tidak bermakna macam itu,,

Askasufa : itu modusnya Luhan emang, hehehe,,,