HELLO BABIES!

.

A story by timeandpain84

.

Naruto © Masashi Kishimoto

.

DLDR!

.

Summary

Hatake Kakashi. Aktor, 27 Tahun. Tampan, pintar, kaya, dan terkenal. Namun, tiba-tiba kehidupannya berubah ketika dia menemukan dua orang balita laki-laki tanpa identitas saat sedang bersembunyi dari kejaran fansnya.


[1] How I met them.

.

"Katakan bahwa mereka hanya ilusi, tidak nyata, fatamorgana!"

Kakashi memandang malas pada Maito Gai, managernya yang punya kelebihan kadar dalam semangat itu. Gai kini menatap dua orang balita montok yang duduk manis di sofa dengan mata yang seolah ingin mencuat keluar. Kalau menurut taksiran Kakashi sih usia mereka berdua tidak lebih dari tiga tahun.

Kakashi lalu mendengus pada Gai karena pria itu menunjukkan reaksi yang berlebihan—lebih berlebihan dari perkiraannya sebelumnya. Rasa pusing di kepala Kakashi langsung bertambah. Dasar Gai!

"Pappappa..." seorang bocah berambut pirang dan bermata biru menjulurkan tangannya ke arah Kakashi seolah ingin menggapai tubuh tegap aktor 27 tahun itu..

Kakashi hanya memandangnya datar, "Aku bukan papamu!"

Entah mengerti atau tidak, tapi bocah itu justru tertawa-tawa kesenangan melihat 'papa'nya yang terlihat ketus. Beda sekali dengan bocah mungil berambut raven di sebelahnya yang hanya duduk diam tanpa suara. Dia terlihat pendiam dan tak seaktif satunya. Lihat saja wajah datarnya! Ekspresi tak wajar yang ditunjukkan bocah seumurannya.

Gai memijit pelipisnya yang langsung berdenyut ketika melihat interaksi Kakashi dan kedua anak itu. Lagi-lagi Kakashi berulah; batin Gai menangis. Mengesampingkan fakta betapa berbakat dan terkenalnya dia di Konoha, Kakashi punya reputasi sebagai seorang scandal-maker.

Dan kabar buruknya, mungkin ini akan jadi skandal baru yang besar. Ah, bagaimana jika wartawan ternyata sudah tahu?

"Oke, Kakashi. Aku manager sekaligus sahabatmu kan? Jadi kau harus jujur padaku! Ceritakan yang sebenarnya dan jangan mengarang cerita konyol tentang mereka berdua!" ucap Gai tegas, dia menatap Kakashi lekat-lekat dengan sorot mata menuduh.

Kakashi mengangkat sebelah alisnya risih, "Apa maksudmu?" Dia bisa menebak jalan pikiran ala sinetron milik Gai. Pasti Gai sedang berpikir yang aneh-aneh tentangnya.

"Jadi siapa ibu mereka?"

"HAH?!" Mata Kakashi melotot.

"Kau tak perlu berteriak begitu, Kakashi! Karena tidak ada satupun yang mirip denganmu, maka aku simpulkan bahwa mereka mirip dengan ibu mereka."

"Gai..."

"Dan orang bodohpun juga tau bahwa ibu mereka bukan orang yang sama."

WTF! Jadi Gai mengira mereka berdua anak Kakashi?

"Gai... Hentikan!"

"Kau benar-benar playboy busuk. Kau membuat mereka di saat yang tak terpaut jauh dengan wanita yang berbeda. Kau selalu bertindak tanpa berpikir. Mana yang lebih tua? Si kuning atau si hitam?"

"ASTAGA! KUBILANG HENTIKAAAN!" teriak Kakashi kesal membuat Gai bungkam seketika. "AKU SUDAH BILANG PADAMU, KAN? MEREKA BUKAN ANAKKU. BUKAN!"

"Lalu apa? Kau menculik mereka? Astaga! Kau naksir ibunya tapi dia menolakmu jadi kau menculik anaknya? Tak kusangka kau berubah jadi kriminal karena dibutakan oleh cinta!" Gai menggelengkan kepalanya sok prihatin.

Kakashi melempar satu kaos anak yang tadi baru dia beli dengan buru-buru ke wajah Gai.

"Tutup mulutmu! Kau terlalu banyak nonton sinetron!"

"Aku tiba-tiba teringat peranmu di film Bad Romance. Bukankah kau berperan jadi psikopat yang melakukan apapun demi cintamu? Jadi yah... Siapa tahu peranmu terbawa ke dunia nyata." cerocos Gai santai.

"Aku bersumpah aku akan mencekikmu jika kau bicara yang tidak-tidak lagi." ancam Kakashi.

Gai menanggapinya santai dengan senyuman anehnya.

"Oke, mari kita bicara yang 'iya-iya' saja. Mungkin bisa dimulai dari cerita bagaimana kau menemukan mereka di jalanan—seperti katamu tadi." kata Gai menyindir Kakashi membuat pria berambut perak itu melotot.

"Aku tidak bohong tentang menemukan mereka di jalan! Tadi aku ingin makan ramen di tempat biasa jadi aku pergi sebentar. Tapi gadis-gadis SMA itu mengenaliku dan mulai mengejarku." Kakashi menarik napas sejenak sebelum melanjutkan ceritanya. "Aku belok ke sebuah gang sepi dan terus berjalan sampai aku yakin mereka kehilangan jejakku."

"Lalu?"

"Dari kejauhan aku melihat onggokan pakaian. Aku berniat melewatinya dan tiba-tiba ada sesuatu yang bergerak di baliknya. Aku pikir itu hantu jadi aku memutuskan untuk lari. Tapi aku dengar ada suara 'papapapa... mamamama' dari onggokan itu. Aku memutuskan berbalik dan akhirnya menemukan dua buntalan daging itu." jelas Kakashi panjang lebar dengan intonasi malas.

"Babababaaa ciyayan..."

Kakashi dan Gai sama-sama berjengit kaget ketika bocah raven berteriak. Tangan mungilnya mengarah kepada Kakashi seolah ingin mencekiknya. Sementara si pirang merangkul lengan temannya sambil tertawa bahagia.

Dua bocah yang menyeramkan; Gai membatin.

Dia lalu menoleh pada Kakashi lagi, "Nah, kenapa kau tidak menyerahkan mereka pada polisi saja? Kau bisa dikira penculik, Hatake Kakashi!" Gai memasang wajah heran. Kemana otak cerdas milik Kakashi?

"Ceritaku kan belum selesai tadi! Rencanaku juga begitu. Eh, saat mengangkat mereka berdua gerombolan anak SMA itu muncul lagi. Refleks aku membawa mereka berlari sampai ke apartemen. Aku seperti rusa yang dikejar serigala-serigala kelaparan jadi aku tak bisa berpikir jernih lagi." Kakashi menghela napas lega setelah memberitahu Gai tentang bagaimana dia bertemu dengan bocah-bocah itu.

Salahnya juga sih karena saat menelepon Gai, Kakashi cuma bilang 'Gai, cepat datang ke apartemenku! Aku menemukan dua bayi di tengah jalan dan tidak tahu apa yang harus aku lakukan pada mereka.'

"Lalu apa rencanamu?" tanya Gai. Matanya melirik heran ke tumpukan baju anak yang baru dibeli Kakashi.

"Oh, itu. Aku membelinya tadi di sebuah baby shop. Habis, dua bocah ini telanjang bulat saat aku menemukan mereka," kata Kakashi seolah bisa membaca pikiran Gai.

Gai mencibir.

"Bagaimana kalau kau saja yang mengantar mereka ke kantor polisi?" lanjut Kakashi.

"Yang benar saja?" respon Gai sambil memberanikan diri untuk mendekati kedua bocah itu. "Siapa nama kalian, anak manis?" tanya Gai, dia mulai bermain cilukba dengan mereka.

"Naayuuu~" bocah pirang menjawab dengan antusias.

"Nayu?" Gai mencubit pipinya gemas.

Si rambut pirang terlihat senang dan meraih sebelah tangan Gai dan memainkan jemarinya. Sementara si rambut raven memalingkan muka ke bantalan sofa.

"Eh, mereka lucu begini kenapa ditinggal di tengah jalan?" Gai keheranan. Sepertinya dia sudah mulai menyukai kedua bocah lucu itu.

Kakashi berdecak. "Mana kutahu?"

"Tega sekali yang membuang mereka."

"Kalau begitu kau saja yang merawat mereka!" mata Kakashi berkilat saat mendapat ide itu.

"Heh? Tentu saja kita harus mengembalikan mereka pada orangtuanya, itu tanggung jawab mereka sebagai orangtuanya. Aku akan membantu mencari dengan semangat mudaku!"

Kakashi tersenyum tipis, "Memangnya kau tahu siapa orangtua mereka jika kita mencari sendiri? Lalu bagaimana jika mereka benar-benar dibuang keluarganya? Kalau itu benar, orangtuanya pasti tidak akan mau menerima mereka lagi, AWWW! KENAPA KAU MENGGIGITKU SEPERTI PIRANHA?" ocehan Kakashi terhenti ketika bocah raven menggigit tangannya. Entah sejak kapan dia merangkak ke arah Kakashi.

Gai dan si pirang tertawa puas melihat itu.

"Chacuca..."

Kakashi mendelik pada si pirang. "Apa itu lucu?"

"Nananana."

"Baaaa."

"Kakashi, tampaknya mereka menyukaimu!" Gai berteriak heboh. "Kalian mau main dengan Paman Kakashi ya? Aduh imutnya..."

Kakashi memutar bola matanya dan melirik si raven yang tengah menatapnya polos tanpa dosa setelah menggigitnya seperti ikan piranha penghuni sungai Amazon. Anak kecil memang menyusahkan!

"Sudahlah! Kalau begitu aku saja yang mengantar mereka ke kantor polisi. Aku tidak ingin direpotkan oleh dua bocah ini." Kakashi mengambil kunci mobilnya dan memandangi dua bocah itu satu persatu. "Nah, mari Paman antar ke tempat yang aman untuk kalian..."

Kakashi menjulurkan tangannya ke bocah raven, namun bocah itu berusaha menghindar dari rengkuhan tangan Kakashi.

"Dengar, paman-paman polisi itu pasti bisa menemukan Ayah dan Ibu kalian dengan cepat! Lebih cepat daripada kami berdua." ucap Kakashi mulai tak sabar. "Kalau kalian diculik, mereka juga pasti senang karena bertemu dengan kalian lagi. Tapi kalau kalian dibuang, yah... polisi akan menghukum mereka karena telah menelantarkan kalian. Cukup rasional bukan? MENGERTI?"

"Jangan teriak pada anak kecil dong!" tegur Gai. Dia mulai khawatir karena si pirang Nayu mulai terisak. "Cup cup cup. Paman Kakashi memang suka begitu. Dia sedikit galak jadi tak laku-laku."

Bukannya diam, tapi si pirang malah...

HUUWEEEEE

"Jangan nangis dong anak tampan. Nanti aku umpankan Paman Kakashi ke Kyuubi ya." bujuk Gai.

Kakashi mendelik pada Gai.

HIKS HIKS

Tunggu...

Kakashi fokus lagi pada bocah raven di depannya. Mata onyx-nya terlihat berair.

Tidak! Jangan lagi!

HUUWEEEEE

Dan satu lagi tangisan pecah di dalam apartemen Kakashi.

"Gai, lakukan sesuatu!" panik Kakashi.

"Aku sedang membujuk si kuning!"

Kakashi mencoba menggendong satunya, "Diamlah, bocah! Gai tolong bawa yang itu ke mobilku."

Bocah raven itu meronta-ronta di gendongan Kakashi, membuat Kakashi kepayahan dannyaris terjatuh karena tersandung karpet. Untung saja dia mempunyai gerak refleks yang bagus.

"Tadi kau pendiam, kenapa berubah jadi anarkis begini?" gerutu Kakashi, "ADDAWWW! KENAPA KAU MENGGIGIT PIPIKU?"

Kakashi menjauhkan bocah itu dari gendongannya dan menatapnya mata onyx-nya lekat-lekat, "Atau jangan-jangan kau anak vampire?"

Bocah itu hanya mengerjapkan mata bundarnya sebagai jawaban.

"Sepertinya mereka tidak mau pergi dari sini," tebak Gai. Tangis si pirang tiba-tiba terhenti. Muncul senyuman lebar di bibirnya walau matanya masih berair. Seolah bocah itu mengiyakan pernyataan Gai.

"Lalu apa aku harus merawat mereka?" tanya Kakashi sakartis. "Bukannya tadi kau yang pertama bertanya kenapa aku tak langsung membawa mereka ke kantor polisi?"

Gai tampak berpikir lalu melihat jam dinding.

"Mungkin kita bisa mengantar mereka besok pagi? Lihatlah! Sekarang sudah hampir jam 12 malam, waktu tidur mereka sudah terlewat sejak tadi."

Gai memandang Nayu yang menguap lebar dengan penuh sayang. Kakashi ikut melihat bocah dalam gendongannya, mata anak piranha itu bahkan sudah nyaris terpejam.

"Huh, baiklah!" Kakashi memutuskan. Begini-begini dia juga masih punya hati. "Tidurkan mereka di kamar tamu."

"Kok aku?" Gai menunjuk dirinya sendiri. "Aku harus pulang! Besok pagi aku janji segera kesini untuk menemanimu mengantar mereka ke kantor polisi!" lanjut Gai. Matanya menatap Kakashi penuh permohonan.

"Huh, baiklah! Kemarikan si kuning itu!" Kakashi terlihat sedikit kesal.

Gai menyodorkannya pada gendongan Kakashi. Kakashi menerimanya setengah hati. Entah apa yang akan terjadi padanya bersama kedua bocah ini. Yang jelas dia sama sekali tidak punya pengalaman merawat anak kecil. Tapi masa sih dia tidak bisa mengatasi dua bocah ini?

Pikiran itu mulai mengganggu Kakashi seolah sebuah tantangan yang harus dia lakukan.

"Kalau begitu aku pulang dulu ya, bye bye!" Gai segera kabur sebelum Kakashi berubah pikiran dan menahannya.

Sepeninggal Gai, Kakashi masih diam seraya memandangi kedua bocah yang tertidur dalam gendongannya.

Huh, sebenarnya apa yang sudah terjadi?


Paginya…

"Gimana Chachu~ Bangunin dia ato nggak?" bocah pirang itu terkikik geli sambil menatap pria berambut perak yang masih terbuai dengan mimpi indahnya padahal matahari sudah tinggi. Benar-benar tipe manusia pemalas.

"Aku tak peduyi! Dan aku benci cuaya ini. Ciyayan. Benciii cekayiii!" bocah raven mendengus setelah mendengar suaranya sendiri yang keluar dari mulut mungilnya, dia hanya menatap dingin sobat pirangnya yang mulai merangkak ke atas tubuh Hatake Kakashi, sang aktor.

"Anguuun~"

"Hmmm. Nanti dulu!" Kakashi melenguh malas.

"Aku laaapaaalll."

Kakashi mulai terganggu. Bagaimana tidak? Sekarang ada seorang balita jahil yang sedang menariki helaian rambut peraknya. Makin lama makin kencang pula.

"Arggghhh! Siapa sih yang mengganggu?" Kakashi berteriak dan langsung bangkit dari tidurnya, membuat Nayu yang duduk di perutnya terguling. Untung saja ranjangnya king size jadi Nayu tak jatuh ke lantai.

Mata Kakashi membelalak begitu melihat kedua bocah itu. Astaga, dia lupa kalau ada bocah-bocah ini di kamarnya. Tapi dia sedikit bersyukur karena mereka berdua ternyata tidak rewel.

"Nayu-chan?" Kakashi melirik bocah pirang, "Dan kau Piranha-chan," Kakashi terkekeh ketika bocah yang dia panggil piranha terlihat kesal. "Sekarang hari liburku, jadi aku ingin tidur dulu sebelum Gai datang. Nanti setelah itu aku akan mengantar kalian ke kantor polisi. Oke?"

Kakashi merebahkan tubuhnya lagi dan menarik selimut, berusaha memejamkan mata.

"Nggak mau!"

Eh?

Kakashi tak jadi tidur lagi. Dia duduk dan menatap bocah-bocah itu.

"Piranha-chan, kau sudah bisa ngomong? Kupikir belum!" ucap Kakashi heran.

Bocah itu mendengus, "Aku bukan piyanha!"

"Kau masih bocah tapi galak sekali." gumam Kakashi, "Hah, ini aneh! Kenapa bocah sekecil kalian sudah punya banyak perbendaharaan kata? Ini lelucon kan? Atau jangan-jangan aku sedang ada di dalam variety show?"

Kakashi mengamati sekeliling kamarnya, siapa tahu ada kamera tersembunyi yang dipasang. Tapi sepertinya tak ada.

"Masa bodohlah..." Kakashi kembali merebahkan tubuh ke ranjang. Tapi...

"ADUUUHHH! JANGAN GIGIT LENGANKU! DASAR BALITA KANIBAL! HEY, LEPASKAN! HENTIKAN!"

Kakashi berteriak histeris. Dua bocah itu terlihat senang melihat Kakashi kesakitan. Bahkan Nayu bertepuk tangan kegirangan karena temannya sudah menggigit Kakashi untuk ketiga kalinya.

"Lapal."

"Heh?" Kakashi menatap ke arah mata sebiru samudra yang membulat polos memandangnya.

"Lapal~ Nayu lapal."

"Oh. Eh, kau, maksudku kalian lapar?"

Mereka berdua mengangguk pelan. Kakashi segera memutar otaknya. Ah, pasti mereka ingin susu!

"Baik! Aku akan membuatkan kalian susu! Tapi, tunggu! Aku kan tak punya susu buat balita."

"Nayu ingin yamen!"

"Yamen? Ramen? Hey! Anak seusia kalian tidak boleh makan ramen tau!" ucap Kakashi tak habis pikir.

Nayu cemberut dan Piranha tak peduli.

"Kalau begitu aku mau beli susu dan makanan bayi dulu!"

Dengan sedikit ogah-ogahan Kakashi menyingkap selimutnya dan berjalan ke kamar mandi. Tak sampai sepuluh menit dia sudah terlihat rapi.

Kakashi lalu mengambil sebuah masker hitam untuk menyamarkan wajahnya. Tak lupa topi hitam untuk menutupi rambut perak miliknya yang cukup mencolok.

"Kalian tunggu saja di rumah! Bisa bahaya kalau aku ketahuan membawa dua bocah!" Kakashi menyejajarkan wajahnya ke mereka berdua yang masih duduk di atas ranjang. "Jangan nakal ya!"

Kedua tangan Kakashi menepuk-nepuk kepala bersurai pirang dan hitam itu.

"Hmmmm... Tapi, apa tidak apa-apa ya aku tinggal mereka di rumah sendirian? Kalau mereka jatuh atau terluka bagaimana? Bisa-bisa aku kena masalah karena dituduh melakukan kekerasan pada anak kecil." Kakashi berbicara sendirian seperti orang gila. "For God's sake, aku pusing!"

Tangan kecil Nayu menggapai-gapai pada Kakashi manja seolah tak ingin ditinggal. Kakashi tampak bimbang.

"Oke, aku akan mengajak kalian saja!" putus Kakashi akhirnya.

Dia menggendong dua tubuh mungil itu dengan hati-hati, lalu berjalan dengan cepat menuju basement apartemen untuk mengambil mobilnya.

Dan tanpa menunggu lama, mobil sport merah itu sudah meluncur di jalanan mulus Konoha.


Flashback
A few hours ago…

"Aku lapar."

Uchiha Sasuke mendengus pelan saat mendengar keluhan Uzumaki Naruto, sobat pirangnya yang berperut karet itu. Padahal, sejam yang lalu Naruto baru saja menghabiskan tiga mangkuk ramen jumbo di Ichiraku. Dan sekarang dia sudah lapar lagi? Fantastis.

"Teme, ayo kita makan lagi!" Naruto pura-pura menggelayut manja di lengan Sasuke.

Sasuke mengibaskan lengan Naruto jijik. "Kau makan sendiri saja sana! Aku masih kenyang."

"Ah, kau tidak asyik!" Naruto ngambek seperti anak kecil, "Coba tadi Sakura-chan ikut, dia pasti mau menemaniku makan lagi. Sayang sekali dia ada jadwal operasi jadi tidak bisa ikut kita."

Naruto mengingat Haruno Sakura, sahabatnya yang bekerja sebagai dokter. Senyuman lebar muncul di wajah lelaki 24 tahun itu ketika wajah wanita merah jambu itu muncul di benaknya.

Sasuke berdehem pelan saat nama sahabat sekaligus mantan kekasihnya disebut Naruto. Memang mereka berdua sudah tidak ada hubungan istimewa lagi. Tapi tetap saja ada desiran aneh di hatinya ketika nama Sakura disebut.

"Kau kan tau kalau dia sibuk. Bukan seorang pengangguran tanpa acara sepertimu." Sindir Sasuke.

"Cukup sibuk juga untuk sekedar memperhatikanmu!" Balas Naruto dengan tawa yang berderai.

Sasuke melotot kesal pada Naruto tapi tawa Naruto tak juga berhenti.

"Ya sudah, kau tunggu aku di sini dulu, aku mau beli takoyaki di sana!" Naruto menunjuk sebuah kedai mungil di seberang jalan. Sasuke hanya mengangguk pelan dan membiarkan Naruto melakukan apapun yang dia suka.

Naruto menuju ke kedai itu dan memesan beberapa tusuk takoyaki untuknya dan Sasuke. Begini-begini Naruto tidak akan lupa teman jika menyangkut makanan, mau dimakan Sasuke atau tidak itu bukan yang terpenting. Yang terpenting dia tidak boleh melupakan temannya, dalam keadaan apapun.

Setelah takoyaki ada di tangannya, Naruto kembali menghampiri Sasuke. Karena saking excited-nya dengan takoyaki membuat Naruto jadi tak memperhatikan jalan. Tanpa sengaja dia bertubrukan dengan seorang pria berkacamata.

Sasuke yang melihat itu semua meringis pelan saat Naruto terjatuh dan takoyakinya terlempar ke jalan.

"Aduh! Maafkan aku! Anda tidak apa-apa?" panik si pria berkacamata. Dia menjulurkan tangannya untuk membantu Naruto berdiri.

Naruto menyambutnya dan sedikit nyengir, "Tidak apa-apa kok!"

"Tapi takoyakimu? Aku akan menggantinya!"

"Tidak perlu. Aku tau bahwa anda sedang terburu-buru. Aku bisa membelinya lagi nanti."

Pria berkacamata itu terlihat tidak enak hati.

"Serius tidak apa-apa?"

"Aku serius." Naruto meyakinkan.

"Hmmmm... Aku memang sedang terburu-buru. Tapi sepertinya aku punya sesuatu sebagai permintaan maafku padamu..." pria itu merogoh tas yang dia bawa. "Nah, ini dia..."

Naruto menerimanya dengan mata yang berbinar, "Cokelat? Wah, terimakasih."

Pria itu mengangguk, "Kalau begitu, aku harus segera pergi karena bosku sudah menungguku. Sekali lagi maaf ya!"

Setelah berpamitan pria itu segera berlari menembus kerumunan orang, benar-benar kelihatan sedang terburu-buru. Mungkin dia punya bos yang super galak yang akan memanggangnya hidup-hidup kalau dia tidak datang tepat waktu.

Naruto lalu menimang sebatang cokelat yang ada di tangannya. Lumayan untuk dibagi dengan Sasuke.

"Dasar ceroboh!" celetuk Sasuke saat Naruto berjalan ke arahnya.

"Hehehe..." Naruto nyengir kuda.

Sasuke mendengus. Naruto itu memang ceroboh dan tidak pernah serius. Semua hal selalu Naruto tanggapi dengan enteng, tak pernah berpikir ke depan.

"Teme, kau mau cokelat? Pria yang menabrakku tadi memberikan ini sebagai permintaan maaf." tawar Naruto dengan senyuman manis.

"Aku tak suka makanan manis." tolak Sasuke.

"Ayolah, separuh untukku, separuh lagi untukmu."

Tanpa mempedulikan Sasuke, Naruto membuka kertas bungkus cokelat berwarna yang perak itu dan mematahkan batangan cokelatnya jadi dua.

Disodorkannya salah satu potongan cokelat itu pada Sasuke yang masih tak berminat untuk memakannya.

"Makanlah ini Sasuke-chan..."

"HEH!?" Sasuke tampak kesal karena Naruto memanggilnya dengan seenak udelnya saja.

Bersamaan dengan Sasuke membuka mulutnya Naruto menjejalkan cokelat itu dengan cepat ke mulut pria Uchiha itu. Sasuke melotot karena merasa dibodohi oleh Naruto.

Dobe sialan!

"Kunyah cokelat di mulutmu teme!" Ucap Naruto sambil memakan cokelat yang separuhnya dengan senyuman kemenangan.

Sasuke mendelik, "Aku akan membalasmu nanti!"

Naruto pura-pura cuek dan mengalihkan perhatian dengan mendongak ke layar LCD besar yang tertempel di gedung megah Konoha Mall.

"Wah, Hatake Kakashi..." gumam Naruto menyebut nama aktor tampan Konoha itu. Memang layar raksasa itu sedang menampilkan iklan brand parfum internasional yang dibintangi Kakashi.

"Jangan bilang kalau kau ketularan si Yamanaka Ino yang jadi ketua klub penggemar pria itu!" sinis Sasuke. Maklum saja, si dinding batu Uchiha ini kadang sinis pada orang-orang keren yang berpotensi menyaingi ketampanannya.

Salah satu sisi Sasuke yang tidak banyak diketahui orang lain.

"Aku mengaguminya. Aktingnya keren sekali tau!"

"Oh ya?" balas Sasuke tak tertarik.

"Dua bulan lalu aku nonton salah satu filmnya yang berjudul 'Sunrise', di film itu dia berperan sebagai agen rahasia Konoha yang bertugas menangkap teroris. Pokoknya benar-benar keren! Dan aku cuma bisa bilang 'wow' karena akhirnya aku tau kenapa para wanita menggilai Hatake Kakashi. Dia itu mengagumkan." cerocos Naruto tanpa henti.

Sasuke yang sudah berhasil menelan semua cokelat yang ada di dalam mulutnya hanya memasang ekspresi datar andalannya. Apanya yang keren? Bukankah biasanya para selebriti itu hanya memasang topeng sempurna untuk terlihat baik di depan publik?

"Kalau ketemu dia aku pasti akan langsung minta tanda tangan sama foto bareng."

"Sudah dobe! Kau terlihat seperti cewek labil!"

"Dasar teme! Ini bukan masalah labil atau tidak!" Naruto mulai jutek.

Sasuke menertawakan Naruto dalam hati.

Pria raven itu lalu melirik ke arloji hitam di pergelangan tangan kirinya. Sudah hampir pukul sembilan malam ternyata.

Sepertinya dia harus segera mengajak Naruto pulang karena besok Sasuke harus hunting lokasi pemotretan. Pria itu memang bekerja sebagai seorang fotografer lepas dan begitu memuja pekerjaannya itu.

Belum sempat membuka mulutnya untuk mengajak pulang Naruto, tiba-tiba Sasuke dikejutkan oleh kehadiran sesosok pria yang begitu dikenalinya di seberang jalan. Sosok itu nyaris mirip dirinya dalam versi lebih dewasa.

Kakaknya. Uchiha Itachi.

Dari tingkah Itachi yang sedang celingak-celinguk, Sasuke bisa memastikan bahwa Itachi tengah mencari dirinya untuk menyeretnya pulang ke rumah atas perintah ayahnya lagi.

Gawat!

"Na-Naruto! Ayo pergi dari sini!"

"Eh, kau kenapa?"

"Ada kakakku!"

"Itachi-nii?"

"MEMANGNYA SIAPA LAGI?" kesal Sasuke.

"SASUKEEE!" panggil Itachi kencang ketika dia melihat Sasuke dan Naruto di seberang jalan sana.

"Demi rambut Shikamaru! Ayo lari!" teriak Naruto. Mereka berdua langsung berlari sebelum Itachi berhasil menyeberang jalan.

Kenapa Sasuke harus kabur dari Itachi yang notabene kakaknya sendiri?

Well, jawabannya mudah.

Sasuke itu lebih suka jadi fotografer sementara ayahnya lebih suka putra bungsunya itu ambil peran di Uchiha Corp dan membantu Itachi. Sasuke yang tak berminat terjun di dunia bisnis mencoba berontak dan memilih tinggal sendiri demi mengejar impiannya menjadi fotografer profesional. Dia tak suka dipaksa-paksa melakukan hal yang tidak dia inginkan.

Dan di sini Uzumaki Naruto berperan menjadi teman yang baik dengan selalu mendukung keputusan Sasuke, apapun itu.

"SASUKE! BERHENTI KAU!" teriakan Itachi makin membabibuta.

"Belok ke kanan, teme!"

"Ini jalan buntu!"

"Kalau begitu balik dan belok kiri!"

"Aishhhh!"

"Dia masih mengejar kita, teme!"

"SASUKE! KEMARILAH! AKU PUNYA PERMEN RASA TOMAT! LIMITED EDITION ASLI DARI MEKSIKO! AKU KHUSUS MEMBELIKANNYA UNTUKMU." bujuk Itachi menyebut buah kesukaan Sasuke. Memang Itachi pikir Sasuke anak kecil apa?

"Kakakmu benar-benar gila!" umpat Naruto dengan napas terengah-engah.

"Itu sih dari dulu!"

Mereka berdua terus berlari tanpa henti. Sekitar sepuluh menit kemudian, Sasuke dan Naruto memutuskan untuk istirahat sejenak karena napas mereka sudah hampir habis. Rasanya tempat ini sudah aman dari jangkauan Itachi. Tempat yang sepi seperti kuburan.

"Dia sudah kehilangan jejak kita! Ah, leganya!" kata Naruto.

Sasuke mengangguk dan menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya. Namun, tiba-tiba Sasuke merasa ada yang aneh dengan dirinya. Sensasi apa ini yang merambati tubuhnya? Seperti rasa kesemutan dan berputar-putar.

"Kau merasa pusing tidak, Naruto?" tanya Sasuke. Kepalanya sekarang berdenyut nyeri. Atau mungkin ini karena efek berlari?

Naruto menggeleng tapi juga merasa tak yakin atas apa yang dia rasakan, "Tidak—maksudku mungkin iya. Pandangan mataku sedikit kabur."

Sasuke tidak bisa mendengar jawaban Naruto dengan jelas. Rasa pusing yang dialaminya mungkin mirip dengan sensasi jika tubuhnya dimasukkan dalam mesin cuci. Perlahan-lahan pandangan Sasuke juga terasa kabur.

Dan…

"Sasukeee!"

Hanya teriakan panik Naruto yang Sasuke dengar sebelum semua jadi gelap di pandangan matanya.


oOo

To be continued…

oOo


Fanfic ini udah lama nangkring di draft, sebelumnya sih bukan nama-nama di atas yang muncul di cerita, aku pakai nama member boyband favoriteku. Well, tapi karena mereka udah punya banyak fanfic di wordpress pribadiku jadi aku ubah cerita yang ini. Jadi maaf kalau nanti kalian menemukan nama yang salah di cerita.

Yang terakhir,

Mind to review?