Attack On Chibi
Fanfic SNK
Summary : Levi suka Eren, Mikasa suka Eren, Jean ngakunya suka Mikasa tapi suka ngelirik-lirik Eren, Armin suka Jean tapi juga suka Erwin (lha?), Erwin suka Armin, Hange suka ketawa, Krista-Ymir duo mak comblang, trio titan jadi bulliers, Levi Squad jadi guru TK. Yah, beneran cinta segi-banyak. Dan yang berada di tengah-tengahnya adalah si polos Eren Yeager.
Disclaimer : Shingeki no Kyojin punya orang. Tauk deh siapa. (Isayama Hajime) Nama-nama produk yang muncul juga bukan punya saya. Yang saya miliki hanyalah alur ceritanya yang amburadul.
Warning : Baru bikin barusan. Unyu-unyu. OOC setengah mampus. Soooo much pairing! Cinta segi-banyak. Eren punya kekuatan imut super tapi selalu salah ngeja nama. BTW, Levi dan Mikasa kembar. Pfftt...
Hari ini hari yang sangat cerah, tepatnya hari ketika Indonesia merdeka secara yuridis. Ha? Kapan tuh? Entah, saya lupa. Ayo, ayo, buka buku Sejarahnya lagi. Kalau nggak ada, buka buku PKN. Jangan ngandalin mbah Gugel aja.
Jadi... hari ini hari apa? Daripada pusing-pusing mending kalian cabut lotre terus pilih dah hari apa. Yang jelas antara Senin sampe Minggu (aduh, mak, juteknya).
Eren kecil dengan melompat-lompat riang berjalan menuju pintu rumah setelah dengan terburu-buru mengenakan topi TK-nya yang bundar berwarna kuning. Baju seragam biru mudanya melambai-lambai. Ibunya kewalahan mengikuti anak tunggalnya sambil membawa tas mungil berwarna hitam.
"Eren! Hati-hati, nanti kamu jatuh, sayang." Karula yang akhirnya berhasil menyusul Eren berjongkok dan merapikan seragam baby blue Eren yang tampaknya sedikit longgar. Nanti aku sesuaikan ukurannya, batin sang ibu. Tak lupa syal merah kesayangan Eren membaluti leher mungilnya.
"Mama! Mama! Mama!"
Karula balik menatap kedua bola mata berkilau milik buah hatinya tersayang. "Iya, sayang?"
"Papa ikut 'kan?"
"Oh, Papa lagi sibuk, sayang, nggak bisa ikut kita," ujar Karula sambil membelai sayang surai cokelat manis anaknya. Eren menggembungkan kedua pipi tembemnya. Sang ibu sampai harus menahan diri agar tidak kebablasan mencubit pipi imut Eren.
"Maaf ya, sayang. Pekerjaan Papa benar-benar nggak bisa ditunda lagi. Kemarin 'kan kamu sudah main kuda-kudaan terus makan es krim sama Papa."
"Tapi sekarang beda! Sekarang 'kan Eyen mau masuk sekolah!" air mata mulai menggenangi bola mata eksotis bocah yang selalu saja salah mengeja nama. Karula makin was-was. Eren dalam mode tersakiti ini benar-benar ampuh dan sulit ditolak. Tapi, asalkan nggak lihat matanya, dia tidak akan kalah. Ya! Karula harus kuat! Demi masa depan pekerjaan suaminya! Sekuat tenaga, Karula menghindari tatapan manis sang anak.
"Um, Eren sayang? Gimana kalau pulang sekolah nanti kita main di taman bareng Papa? Mau 'kan?" sang ibu membujuk harap-harap cemas. Susah bung ngebujuk balita ngambek sambil berusaha menghindari mata supernya.
"Mau! Tapi Eyen tetap maunya Papa ikut sekarang!" Eren merengek manja sambil bergelayut di tangan ibunya. Karula masih sibuk mengalihkan pandangan. Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Sial! Anak gue kenapa imut banget sih!
"Mama! Kok Mama nggak mau lihat Eyen? Eyen jelek ya?" suara Eren bergetar. Sekejap saja Karula langsung menoleh menghadap sang anak.
"Nggak dong, Eren 'kan anak Mama yang paaaliiiing maaaniiiss sedunia!"
Eren malah menggembungkan pipi merahnya sambil mengerutkan dahi, berusaha tampak marah tapi malah jadi makin manis. Ibunya terkikik geli.
"Kok Eren marah? Mama salah ngomong ya?"
Eren masih menggerutu imut. "Anak Mama 'kan cuma Eyen. Makanya Eyen anak Mama yang paling manis. Berarti kalau dibandingkan anak lain, Eyen jelek dong."
"E-eh, gitu ya? Ya udah deh, Mama ganti. Eren itu anak yang paaaliiingg manis di dunia. Nah, gimana?"
Eren pura-pura mempertimbangkan kata-kata ibunya yang membuat orangnya terkikik geli. Setelah beberapa menit, senyuman merekah di wajah Eren. Ia mengangguk semangat. Bola mata laut tropisnya yang bulat besar berkilau bahagia. Oh no! Karula menatapnya, bung.
"Jadi, Papa ikut 'kan?" ternyata nih bocah masih ingat aja topik yang barusan. Maju tak gentar nih anak.
"Iya, sayang." Lho? Karula? Sadar woy!
"Horeee! Papa ikut!" Eren melompat ke dalam pelukan ibunya dengan girang.
Karula senyum-senyum saja melihat anak sematawayangnya bersinar senang. Masih berada dalam hipnotis kawan. Karula Yeager tidak berhasil melawan puppy eyes beam dari anak tunggalnya. Grisha yang ternyata sedari tadi mengintip dari balik tembok hanya mendesah pasrah dan menggeleng-geleng.
Ah, sudahlah. Emang nasib punya anak imut. Kerjaan nggak bakalan kelar. Grisha bertopang dagu. Mungkin kapan-kapan dia akan mengajak Eren ketemu atasannya di kantor. Grisha tersenyum evil.
Eren berjalan melompat-lompat dengan kedua tangannya digandeng kedua orang tuanya. Eren senang sekali Papanya juga ikut mengantar ke sekolah barunya. Tampak cahaya cerah berbunga-bunga mengelilingi balita itu yang membuat orang-orang di sekitarnya tersenyum gemas melihatnya. Emang bener ternyata kata guru Sosiologi saya waktu kelas satu, senyum itu menular.
Sampailah mereka di TK Shiganshina. Temboknya berwarna lembut dan cerah, membuat anak-anak betah berlama-lama di sana. Di tamannya terdapat berbagai macam wahana bermain, seperti TK pada umumnya. Ada perosotan, jungkat-jungkit, kolam berenang anak-anak, roller coaster, rumah hantu, bianglala... lho? Ini TK apa pasar malam?
Tanpa disadari keluarga kecil yang bahagia tanpa KB (?) itu, sepasang mata biru kelabu gelap menatap tajam anggota keluarga yang paling muda. Kedua bola matanya terus mengikuti gerak-gerik imut si rambut cokelat. Ia memperhatikan bagaimana rambut cokelatnya melambai lembut tertiup angin pagi, bagaimana bibir mungil merah mudanya mengerucut sebal, bagaimana mata laut tropisnya membulat riang saat melihat kuda merry-go-round (seriusan! Ini kayaknya pasar malam yang nyamar jadi TK!), bagaimana pipi tembemnya terangkat ketika si empunya tersenyum manis. Semua itu tak luput dari mata pemilik rambut arang di bawah pohon beringin TK Shiganshina. Kok horor ya?
Anak bermata iblis ini bernama Levi, Levi Ackerman. Dia sangat bosan dengan kehidupan TK-nya. Apa-apaan, cuma main, belajar pelajaran cetek, makan, tidur, ulangi. Beuh, Levi bukan bocah lima tahun biasa, man. Levi ini sebenarnya adalah om-om cebol umur tiga puluhan yang menyamar jadi balita. Ups.
Becanda.
Seriusan, becanda! Suer!
Jadi, balik lagi ke Levi Ackerman. Jari-jari bocah itu sedari tadi sudah gatal mau mencubit pipi manis di seberang sana. Tapi nggak mungkin bisa tercapai. Yang ada nanti dia malah dipelototi sama orang tuanya. Idih, nggak sudilah yang mulia Levi dipelototi rakyat jelata. Bocah arogan detected.
"Levi."
Levi menoleh dan mendapati adik kembarnya, Mikasa Ackerman, sedang menatapnya datar. Walau ekspresinya sedatar papan tulis, tapi Levi masih bisa mendeteksi adanya ekspresi heran di wajahnya. Kok bisa? Simpel aja. Karena mereka kembar.
"Sedang apa di sini sendirian? Nggak takut diculik kuntilanak?"
Levi mendengus mengejek. Siapa takut dengan makhluk khayalan buatan rakyat jelata. Mudah saja membuat mereka bertekuk lutut di hadapannya. Buset dah, masih bocah aja sombongnya nggak ketulungan. Tanpa menjawab pertanyaan si kembaran, Levi kembali asyik dengan tontonannya yang sekarang sedang berbincang riang dengan seorang guru (Petra Ral) yang tampaknya telah terperangkap pesona seorang Eren Yeager.
Cih, satu saingan muncul. Batin Levi tak suka. Hm, mudah saja kusingkirkan.
Mikasa yang penasaran dengan apa yang dari tadi diperhatikan kakak kembarnya mengikuti arah pandangan Levi. Saat bola mata dingin itu mendapati sosok yang mencuri perhatian kembarannya, Mikasa terpaku.
Rambutnya seperti cokelat Silverqueen, kulitnya seperti susu Bendera, dan matanya... seperti sirup Marjan rasa melon. Tiga panah asmara menusuk hati Mikasa secara bersamaan. Duh, nak, perumpamaannya plis bingit.
Levi yang merasakan aura jatuh cinta dari samping kirinya menoleh dan mendapati adik kembar sialannya tengah mengagumi anak manis yang sudah Levi lihat duluan. Levi menggeram kesal. Satu lagi saingan cintanya muncul. Tak akan ia biarkan orang lain mengambil miliknya. Bocah posesif detected.
"Pagi, semuanya," Petra Ral, salah satu guru di TK Shiganshina, menyapa murid-murid manisnya dengan ceria.
"Pagi, Petra-sensei!" suara murid-murid mungil menjawab kompak. Tentu saja Levi tidak termasuk.
"Sensei punya kejutan buat kalian. Ayo coba tebak apa kejutannya?" bocah-bocah sekelas berdiskusi antusias. Sedangkan Levi hanya memutar bola matanya bosan dan Mikasa menatap lurus ke depan. Entah kenapa adegan ini mengingatkan Levi dengan acara yang paling dia benci (tapi masih ditonton juga), Titan The Explorer. Acara di mana titan kolosal bersama armored titan mencari entah apa di dinding tiga lapis dan selalu dihadang oleh rogue titan.
"Ada yang tahu?" Petra bertanya lagi. Kepala-kepala mungil menggeleng. Petra menepukkan kedua tangannya. "Kita kedatangan murid baru!" serunya gembira. Murid-murid bersorak riang.
"Sensei!" seorang bocah botak mengangkat tangan.
Petra tersenyum ke arah si botak. "Ya, Connie?"
"Murid barunya cewek 'kan? 'kan? 'kan? 'kan?" tanyanya penuh harap.
"Huh, aku tak peduli anak barunya cewek atau waria. Di mataku hanya ada Mikasa seorang," seekor, eh, seorang bocah bertampang kuda menggerak-gerakkan alis gombal. Murid yang lain antara ketawa dan berteriak 'ciyeee'. Mikasa yang malang sudah menghijau karena menahan muntah. Levi menyeringai mengejek.
"Sudah, sudah, nanti kalian juga tahu." Petra berbalik ke arah pintu kelas. "Eren, ayo masuk."
Dari balik pintu menyembul rambut cokelat berantakan disusul dengan sepasang mata laut tropis yang memukau. Dari sorot matanya, ia tampak ragu memasuki kelas tanpa ditemani orang tuanya. Petra tersenyum kepada Eren untuk memantapkan hatinya. Nampaknya sih begitu, tapi dalam hati mah udah teriak-teriak histeris melihat anak seimut itu masuk ke kelasnya. Eren menatap Petra ragu dengan sepasang bola matanya yang besar. Senyum Petra makin lebar. Levi heran, kenapa bibirnya belum sobek juga.
Kepala itu kembali menghadap ke arah koridor. Sepertinya sedang menatap orang tuanya. Terdengar suara wanita dan pria dewasa dari balik pintu. Setelah itu barulah Eren masuk ke dalam kelas dengan takut-takut. Petra merangkul bahu mungil Eren, bermaksud memberinya ketenangan. Sudut alis Levi berkedut. Petra berjongkok menatap kelereng besar berwarna eksotis itu.
"Eren, pekenalkan dirimu pada semuanya, ya?"
Eren mengangguk lemes, menggumamkan, "Ya, Sensei," lalu menghadap teman-teman barunya. Ia menutup mata kemudian mengambil napas dalam-dalam dan mengembuskannya kembali. Ketika matanya kembali dibuka, ia menampakkan ekspresi prajurit siap bertempur. Dengan dada dibusungkan, Eren berkata lantang (dengan suara imutnya).
"Namaku Eyen Yeager! Lahir di Shiganshina tapi sempat pindah ke Trost lalu balik lagi! Umurku empat tahun! 31 Maret tahun depan jadi lima tahun! Hobiku nonton Titan The Explorer!" Eren membungkukkan tubuh 90 derajat. "Tatakae, semuanya!"
Keheningan datang.
Eren, Eren, harusnya 'kan 'salam kenal' bukan 'tatakae'.
Eren yang baru menyadari kesalahan memilih kata-katanya barusan berkeringat dingin. Mana namanya salah eja lagi. Eren menutup matanya rapat-rapat, takut menatap semua mata yang ada di dalam kelas. Semburat merah muda menggerayangi wajah chubby-nya hingga ke telinga karena malu. Sedangkan kedua orang tuanya yang berdiri di luar kelas hanya tertawa tertahan mendengar perkenalan anak tunggal mereka. Memang, anak merekalah yang paling manis sedunia.
Setelah keheningan yang menyiksa, terbitlah suara-suara 'kyaaaa!' dari berbagai sudut ruangan. Eren mengangkat wajahnya bingung. Kenapa murid-murid cewek teriak-teriak gitu? Eren mengedarkan pandangan ke seluruh sudut kelas. Anak-anak cewek pada gelinjangan berteriak 'imut sekaaalleee~' sedangkan murid-murid cowok... er... apa itu semburat merah muda yang ia lihat di pipi mereka?
Karena bingung dengan perkembangan ini, Eren menoleh ke arah gurunya untuk meminta penjelasan. Tapi ternyata Petra juga sedang sibuk berteriak senang sambil menatapnya dengan pandangan berbinar. Eren mengerucutkan bibirnya kesal, tapi malah membuat teriakan kaum hawa makin kencang.
Seorang gadis berambut pirang mengangkat tangan kanannya dengan semangat berlebihan. "Hei! Hei! Namamu Eyen 'kan?" tanyanya dengan senyum malaikat.
Eh? Eyen? EH?!
Wajah Eren makin memerah. "Bu-bukan... namaku... Ew... Ei... Eyen... euuhh..." Eren menundukkan kepalanya malu. Derita anak empat tahun yang udah lancar ngomong tapi masih selalu salah mengeja nama. Para cewek makin teriak kesenangan. Gawat! Ada yang mimisan!
Sedangkan di salah satu sudut ruangan, tampak si kembar terpaku melihat mangsa mereka yang malu-malu titan di depan sana. Pemandangan yang sangat menggoda iman. Muncul sedikit, sangat SEDIKIT, semburat merah di pipi pucat seorang Levi Ackerman. Levi tak menyangka, bocah itu mampu membuat pipinya memerah.
Eyen, ya? Lumayan juga, pikirnya dengan seringai lebar. Bukan, Levi! namanya bukan Eyen! Hadeuuhh...
Petra yang baru sadar dari hipnotis mata Eren menepukkan kedua tangannya hingga para murid tenang kembali.
"Nah, nah, anak-anak, namanya bukan Eyen, tapi Eren, E-R-E-N. Ikuti Sensei ya? E-R-E-N, Eren!" murid-murid mengikuti guru mereka dengan kompak. Anehnya, kali ini Levi juga ikut-ikutan, minus nada antusias. Mungkin karena ini nama si manis itu ya? Ehem... ehem...
"Bagus! Baiklah Eren, kamu duduk di sebelah Armin ya? Armin! Angkat tanganmu."
Seorang anak laki-laki pirang dengan mata biru langit mengangkat tangan kanannya dengan bersemangat. Akhirnya ia mendapat teman sebangku juga. Eren tersenyum manis kepada teman sebangkunya lalu berlari riang ke tempat duduk barunya. Mereka yang melihat senyum malaikat dari sang murid baru fangirling-an di dalam hati... dan fanboying-an.
"Baiklah, anak-anak, kalian berteman baik dengan Eren, ya?" Petra tersenyum lebar ke arah murid-muridnya.
"Baik, Sensei!" jawab mereka serempak. Kali ini Levi nggak ikutan.
Dengan begini, kisah cinta segi-banyak di TK Shiganshina pun dimulai! Teng! Teng! Teng! Teng! Teng!
Haha~ Saya post cerita baru lagi. Mumpung liburan! Awalnya ini one-shot, tapi karena kepanjangan, jadi saya pisah deh~
Chapter selanjutnya akan saya post besok!
(=RnR=)
