.

.

Etangled Heart

By punchjongin

Kim Jongin – Oh Sehun – other

Fluff - Drama

Disclaimer : I don't own all character used in fanfiction, but story is mine. I don't know them and I have no idea of their sexual orientation. There are just stories about Boys Love.

.


Summary : Jongin hanya mengetahui bagaimana cara berpura-pura tidak melihat ekspresi wajah orang lain yang meliriknya, tidak mendengar apa perkataan orang lain terhadapnya. Itu caranya bertahan hidup. Dan, seorang Oh Sehun, mahasiswa pindahan datang, lebih sialnya, Sehun menjadi teman sekamar Jongin.


.

Chapter 1

.

"Apakah kursi ini kosong?"

Jongin menengadah, seorang lelaki dengan senyum tipis yang belum pernah ia lihat sebelumnya berdiri di hadapannya dengan baki berisi menu makan siang yang penuh dengan makanan. Dia berambut cokelat sedikit ikal dan menggunakan kemeja putih dengan jacket hitam.

Seketika, Jongin meletakkan sendok di atas baki dan menutup sebagian wajahnya dengan masker.

"Tidak," kata Jongin dari balik maskernya.

Tidak mengindahkan perkataan Jongin, bukannya mencari kursi lain, lelaki itu menaruh menu makan siang di atas meja, menjatuhkan tas punggung di lantai, dan duduk di hadapan Jongin. Matanya bersinar gembira ketika melihat lelehan keju di atas pastanya.

"Ugh…" katanya setelah menyuapkan suapan pertamanya. "Kampus ini memiliki menu makanan yang enak ya, hyung?"

Jongin mengangguk, "Ya."

"Namaku Oh Sehun, siapa namamu, hyung?" tanya Sehun menggebu.

"Jongin."

"Sehun!" seorang perempuan datang mendekati meja dan membawa baki. "Kenapa kau duduk disini? Ayo kembali ke meja."

"Disana terlalu ramai," Sehun menjawab, "Duduklah disini, masih ada kursi kosong."

Perempuan berambut pendek seleher itu terlihat bingung beberapa saat. Lalu menggeleng, "Tidak perlu," ujar perempuan itu, pergi.

Sehun menoleh ke arah Jongin, menarik kedua ujung bibirnya, dan mengambil suapan keduanya.

"Kenapa hyung tidak makan?" tanya Sehun, ia mengerutkan keningnya.

Jongin menggeleng, "Aku menunggumu selesai makan, dulu."

Alis Sehun berkerut. Sehun meletakkan sendoknya di atas baki, "Kenapa harus menungguku selesai makan?" Sehun melanjutkan, "Lepas maskernya dan kita makan bersama hyung."

"Tidak. Aku tidak akan melepaskannya."

"Kenapa? Apakah hyung sedang sakit?" Sehun berkata sedetik kemudian, "Daya tahanku bagus. Aku tidak akan mudah tertular penyakit."

"Kau akan terkejut jika aku melepas masker."

"Kenapa?"

Jongin tidak mengatakan apapun. Setelah beberapa berpikir, ia menaikkan sedikit masker yang menutupi mulutnya, dan menunduk. Mencoba mengambil satu suapan dan memasukkan ke dalam mulutnya dengan kesulitan.

Sehun risih melihat itu, ia dengan lancang, menarik satu tali pada telinga Jongin dan melepaskan masker itu. Terkejut dengan tindakan Sehun, Jongin menengadah menatap Sehun dengan kilatan tidak suka.

Mata Sehun terbelalak sempurna, mulutnya sedikit terbuka, perasaan bersalah hinggap pada dirinya setelah melihat wajah Jongin. Wajah dengan luka bakar dan bekas jahitan memanjang dari pipi hingga dagu, panjang dan lebar.

"Sudah kubilang, kau akan terkejut melihat wajahku," pekik Jongin. Kemudian, ia merebut kembali maskernya dan memakainya dengan cekatan. Setelah memastikan sebagian wajahnya tertutupi, ia menyambar tasnya dan beranjak pergi dari meja tersebut.

.

.

.

"Ini adalah gedung asramamu dan kamarmu berada pada lantai 3. Jika kau ingin berkeliling, teman sekamarmu akan memberitahu."

Sehun mengikuti Ahn songsaenim berjalan menuju sebuah bangunan asrama yang di khususkan oleh mahasiswa kampus ini.

Ketika memasuki ballroom asrama, Sehun dapat melihat pohon natal yang menyambutnya tepat di tengah ballroom. Mereka menggunakan tangga untuk menuju ke lantai 3. Setelah mereka menyusuri lorong kecil, Ahn songsaenim menghentikan langkahnya di depan pintu kamar nomor 309.

"Ini adalah kamarmu. Lantai 3, kamar nomor 309. Dan passwordnya, sudah tertera pada halaman belakang di buku kesiswaanmu," Ahn songsaenim berbicara sembari membuka pintu dengan memencet password dan membuka pintu.

Ketika mereka berada di dalam ruangan, mata Sehun menelusuri setiap sudut dengan teliti. Ada dua ranjang yang berseberangan.

"Kau memiliki teman sekamar dan aku sudah memberitahunya jika ia mendapat teman sekamar. Jika kau mengalami kesulitan, dia bisa membimbingmu."

Sehun mengeluarkan suaranya, "Apakah dia juga satu angkatan denganku?"

Ahn songsaenim berbalik menghadap Sehun dan mengangguk, "Tentu. Dia satu angkatan denganmu, tetapi satu tahun lebih tua darimu. Kau bisa berkenalan dengannya setelah dia datang." Ahn songsaenim memberikan kartu kunci masuk pada Sehun, Sehun menerimanya.

"Jika ada sesuatu yang ingin kau tanyakan, kau bisa mendatangi ruanganku. Jongin akan mengatarmu ke ruanganku."

Sehun tersentak, "Ye?"

Ahn songsaenim mengulang kata-katanya, "Kim Jongin, teman sekamarmu, akan mengatarmu ke ruanganku jika ada sesuatu yang ingin kau tanyakan."

"K-Kim Jongin? Apakah aku tidak salah dengar?"

"Kau tidak salah dengar, Sehun. Teman sekamarmu bernama Kim Jongin."

.

.

.

Tadinya, Sehun ingin berkeliling sekitar asramanya. Namun, ia hingga saat ini masih berdiri di depan jendela, mengunggu teman sekamarnya datang. Sudah 1 jam Sehun tidak melakukan apapun. Ia hanya mengecek panggilan terakhir pada ponselnya dan bergulung di ranjangnya.

Ketika suara password pintu kamarnya dipencet, Sehun menoleh ke arah pintu. Dari balik pintu terbuka, seorang lelaki dengan mengenakan penutup kepala dan jaket tebal memunggunginya untuk menutup pintu.

Sehun berbalik dan mata mereka bertemu. Mata Jongin membulat melihat senyum tipis di wajah Sehun.

Sehun tidak terlalu dapat membaca ekspresi Jongin karena hanya matanya yang tidak tertutup oleh masker dan rambutnya.

Mereka terdiam beberapa saat.

Lalu, Jongin memutus kontak mata itu dengan duduk di kursi meja belajarnya, dan meletakkan kantong belanjaannya di samping meja belajarnya. Mereka dalam keheningan selama beberapa saat.

Sehun memutuskan untuk mendekat ke arah Jongin yang tengah menyalakan laptopnya dan duduk di pinggiran ranjang Jongin.

Sehun angkat suara, "Hai. Kita bertemu lagi, hyung."

Jongin tidak menjawab, hanya mengangguk sekilas.

Sehun tertawa sedikit untuk mengusir kecanggungan, "Aku tidak menyangka hyung menjadi teman sekamarku."

"Ya," jawab Jongin singkat.

Ketika Sehun memiringkan sedikit kepalanya dan menatap Jongin dengan seksama, ia tersenyum pada Jongin, "Hyung tidak risih memakai masker terus?"

"Tidak," Jongin kembali menatap layar laptop yang menyala. Mengetik sebuah passoword disana dan membuka applikasi game.

Sehun sedikit menggaruk rambutnya. "Aku ingin minta maaf tentang kejadian di kantin tadi. Aku tidak bermaksud seperti itu, aku hany…."

Jongin memotong perkataan Sehun, "Hanya terkejut."

Kening Sehun berkerut dua garis, "Ne?" ia mencondongkan badannya pada Jongin.

Setelah membuang napasnya, Jongin menoleh ke arah Sehun, "Kau hanya terkejut. Aku sudah memaafkanmu dan jangan menggangguku lagi."

Tanpa melepas pakaian dan masker, Jongin berkutat dengan game online dihadapannya. Namun, baru beberapa saat ia memainkan counter strike online, pandangan Sehun membuat Jongin risih, ia bertanya "Apa lagi?"

"Ahn songsaenim berkata, hyung akan mengantarkan aku berkeliling asrama. Jadi kapan hyung akan mengajakku berkeliling?"

Jongin tidak mengeluarkan kata apapun. Jemarinya masih sibuk di atas keyboard, menggerakkan kontrol untuk gamenya.

"Bisakah aku memintamu untuk mengajakku berkeliling?" pinta Sehun dengan penuh keraguan.

"Tidak."

"Aku akan mentraktirmu kopi," Sehun mencoba membuat tawaran yang menguntungkan.

"Aku tidak suka kopi," jawab Jongin tanpa menoleh ke arah Sehun.

Sehun memikirkan hal lain, "Bagaimana dengan ramen?" tanyanya.

"Tidak."

"Cokelat? Kue? Rokok? Soju?" runtut Sehun.

Jongin geram dengan perkataan Sehun. Ia membanting mousenya dan menoleh pada Sehun.

Tatapan Jongin tajam, membuat Sehun terkejut dengan tatapan mengintimidasi itu, "Tidak. Tidak. Tidak. Tidak. Aku tidak mau. Kau bisa melakukan itu dengan temanmu."

"Tetapi hyung juga temanku," sanggah Sehun.

Jongin mendengus kesal dari balik maskernya, "Seseorang yang berbicara denganmu di kantin."

"Oh. Irene?" Sehun meyakinkan.

"Siapapun itu," balas Jongin dingin.

"Aku tidak tahu dimana letak asrama perempuan. Kalaupun aku tahu, aku akan tetap memintamu karena Ahn songsaenim sudah memberimu tanggung jawab itu," sanggah Sehun menggebu.

Kali ini, Jongin memutar bola matanya malas, "Kau bisa pindah kamar jika kau tidak menyukai aku melakukannya."

Lagi, Sehun melakukan pembelaan, "Bukan begitu. Tapi… Ahn songsa…"

"Oh Sehun," Jongin memotong perkataan Sehun, "Please. Jangan ganggu aku. Arraseo? Walau kita ini teman sekamar, kita urusi urusan masing-masing, jangan ikut campur. Atau aku akan menendangmu keluar dari kamar ini," kata Jongin dengan nada mengancam.

Wajah Sehun merah padam, lalu ia beranjak dan berdiri di dekat meja belajar Jongin, "Baiklah. Jika itu maumu, hyung. Oh Sehun tidak akan mencampuri urusan Kim Jongin. Tidak untuk sesuatu apapun itu yang buruk yang akan terjadi," Sehun keluar, pergi.

.

.

.

Oh Sehun tidak memakan kata-katanya. Walau ini sudah 3 hari sejak dia dan Jongin menjadi teman sekamar, namun mereka tidak saling bicara sedikitpun. Beruntung, jadwal kuliah Sehun lumayan padat, sehingga, ia mempunyai alasan untuk tidak cepat ke kamarnya, tidak mempedulikan Jongin.

Ketika pandangan mata mereka saling bertemu pun, Jongin akan segera memutuskan kontak itu. Dan selama 3 hari, Sehun tidak melihat Jongin membiarkan seluruh wajahnya terlihat, sedikitpun. Jongin selalu menggunakan masker atau menutupi dengan syal tebal. Saat tidur, Jongin akan menutupi wajah dengan selimut dan membelakangi ranjang Sehun. Tingkah laku Jongin, sedikit banyak menyinggung perasaan Sehun.

Sehun bukanlah orang yang memilih pertemanan berdasarkan kekurangan orang lain.

Sehun membaca buku literature di atas ranjang. Sejak 10 menit yang lalu, matanya tak berpaling dari buku itu sedikitpun. Tetapi, malam ini ia tidak bisa berkonsentrasi membaca buku kesukaannya. Sosok Jongin terbayang samar-samar di depan matanya. Kepalanya seakan-akan diliputi kabut, keadaan sekelilingnya menjadi kabur. Ia menutup buku literature dan meletakkan di pangkuan.

Sehun meraih gelas berisi kopi dan mengecapnya beberapa kali. Memegangi gelas tersebut di pangkuannya dengan sesekali meneguk satu atau dua tegukan. Sebenarnya, Sehun tidak menyukai kopi. Mungkin, bagi semua orang, kopi dapat mengurangi rasa kantuk, tetapi, tidak untuk Sehun. Sehun dengan mudahnya tertidur, dan dengan mudahnya ia terbangun oleh suara berisik apapun.

Malam ini ia meminum kopi, agar dirinya terjaga ketika Jongin masuk kamar. Sudah 2 hari belakangan, Jongin akan meninggalkan kamar sore hari dan akan pulang tengah malam. Sehun mengetahuinya karena ia terbangun ketika Jongin berusaha untuk membuka pintu dengan password.

Sehun menyukai berteman dengan siapapun. Ia sangat suka bertemu dengan orang baru dan berinteraksi. Tetapi, baru pertama kali, seseorang menolak pertemanan secara terang-terangan.

Sehun menoleh ke arah jendela, ketika mendengar suara gesekan benda dibalik jendela yang tertutup. Ketika ia menoleh, ia mendapati Jongin yang berusaha untuk memasuki kamarnya dengan masuk melalui jendela. Sehun tidak habis pikir, bagaimana dia dapat memanjat hingga lantai 3?

Dalam cahaya yang kurang, Sehun dapat melihat Jongin yang sedang melompat sisi jendela dengan cepat, sepertinya, dia sering melakukan itu.

Ketika Jongin berjalan menuju ranjangnya, ia dikejutkan oleh Sehun yang tengah menatapnya. Namun, Jongin segera mengambil beberapa pakaian ganti dan masuk ke dalam kamar mandi tanpa berkata apapun.

Sehun menghela napas, ia meletakkan kembali cangkir kopi dan buku literaturnya di meja kecil samping ranjangnya. Untuk beberapa saat, Sehun memandang pintu kamar mandi yang tertutup, lalu ia merebahkan tubuhnya di kasur. Menarik selimut hingga dadanya dan memejamkan mata.

Beberapa saat kemudian, Jongin keluar dengan mengenakan celana pendek selutut dan kaos hitam longgar. Tak lama, ia merebahkan diri di ranjang, bergerak membelakangi Sehun dan mulai terbawa ke alam mimpi.

Selimut biru Sehun tersingkap ketika Sehun mendengar suara dengkuran, perlahan, Sehun bangkit dan berjalan menuju ranjang Jongin. Tangan kanannya berayun di depan wajah Jongin. Sehun tersenyum, setelah memastikan Jongin tertidur pulas. Sehun mencondongkan wajahnya, ke telinga Jongin,

"Jaljayo, Jongin-hyung" lirihnya.

Ini kali pertamanya, Sehun terjaga karena secangkir kopi.

.

.

.

To Be Continued

A/N :

Jongin yang memakai masker, terinspirasi dari Korean Horror: Mourning Grave dan bukan re:make. Bisa dilihat film tersebut jika penasaran.

.

.

Review juseyo?

Jika respon bagus, saya akan melanjutkan.

.

XOXO