Start Over
Disclaimer:
Naruto © Masashi Kishimoto
I don't own anything.
Saya juga tidak mengambil keuntungan apapun dari fic ini.
Enjoy~!
"Tak seorang pun diijinkan memberitahukanmu kenyataan bahwa..." Sang pria berambut putih tersenyum picik sebelum melanjutkan perkataanya.
"... Kau adalah siluman rubah berekor sembilan yang membunuh orang tua Iruka dan menghancurkan desa!" Mizuki menyeringai. Ia yakin kata-katanya akan sangat mempengaruhi psikis Naruto.
…
…
"HENTIKAN INI!" seorang pria dengan bekas luka berteriak mencoba menghentikan Mizuki dan mencoba menyelamatkan Naruto dari situasi ini.
"Kau telah disegel oleh Hokage, dan tidakkah kau temukan bagaimana semua orang membencimu?" seakan mengabaikan pria barusan, Mizuki tetap melanjutkan permainannya.
"Iruka juga sama! Sebenarnya Ia juga membencimu! Tidak seorangpun akan pernah menerimamu!" Mizuki tertawa sebelum melempar sebuah Fuuma Shuriken ke arahnya.
Bagi Naruto, kejadian ini bagaikan déjà vu. Kejadian ini sama persis dengan kejadian yang dulu pernah Ia rasakan. Ia sudah mengetahui bahwa Iruka akan segera melindunginya dari lemparan Fuuma Shuriken Mizuki.
Jika Ia masih menjadi seorang ninja yang sama seperti pada saat Ia berusia 12 tahun, mungkin gurunya itu akan terluka akibat melindunginya.
Namun, sekarang dirinya adalah ninja dari masa depan, yang entah bagaimana bisa kembali ke masa lalu.
Dan apakah ia akan membiarkan guru tercintanya itu terluka dari serangan yang sama untuk kedua kalinya?
Tentu tidak...!
Naruto menyeringai. Oh, andai Mizuki tahu. Betapa menyesalnya Ia melakukan hal ini...
Yang Iruka bayangkan ketika Ia mencoba melindungi Naruto adalah dirinya yang akan kesakitan menahan serangan Mizuki.
…
…
…
Namun rasa sakit itu tak pernah muncul.
"Lalu bagaimana jika kau kuberitahu bahwa aku telah mengetahui diriku sebagai Jinchuuriki dari Kyuubi?" Iruka menganga melihat keadaan di depannya saat Ia membuka mata. Seorang Naruto, menahan Fuuma Shuriken Mizuki hanya dengan satu tangannya!
Sementara itu ekspresi Mizuki tidak jauh berbeda dari Iruka.
'Bagaimana mungkin dia menahannya hanya dengan satu tangan?!'
"Hei Mizuki, sepertinya aku harus berterima kasih padamu." Naruto melepas Fuuma Shuriken yang telah ditahannya dengan tangan kiri yang berdarah-darah.
"Huh?"
"Karena berkatmu, aku berhasil menguasai teknik ini!" Naruto berkata sambil membuat segel ram di tangannya.
"Kage Bunshin no Jutsu!" Berbeda dengan dirinya yang dulu yang langsung mengeluarkan seribu bayangan, kini dirinya hanya membuat 5 kopian dari dirinya karena Ia tahu bahwa itu sudah lebih dari cukup.
Sementara itu Mizuki kembali berhasil mengendalikan dirinya. "Hahahahaha! Hanya lima bayangan dari seseorang yang tidak bisa apa-apa? Tidak masalah, aku akan tetap membunuhmu!"
Naruto menaikkan alisnya. "Tidak bisa apa-apa? Bukankah kau yang bilang bahwa aku ini jelmaan dari siluman rubah berekor sembilan?" Naruto nyengir.
"Kalau begitu akan kutunjukkan kemampuan dari ninja yang tidak bisa apa-apa ini!" dan kelima klon dari Naruto langsung berlari menuju Mizuki.
"Jangan bercanda kau!" jawab Mizuki dengan tawa gilanya. Walau Naruto telah berhasil menguasai Kage Bunshin dalam waktu singkat, tapi tampaknya Mizuki masih meremehkan Naruto.
Sebuah pukulan melayang terarah kepada sang ninja penghianat. Senyum meremehkan terpampang di wajah Mizuki.
"Menyerahlah Naruto! Berikan gulungan itu dan aku berjanji kematianmu tidak akan terlalu menyakitkan!" ucapnya sambil menghindari dan membalas serangan klon Naruto dengan pukulan telak ke arah perutnya, berharap akan membuatnya menghilang.
…
…
Namun hal yang ia harapkan tak kunjung terjadi.
'Tidak mungkin! Bukankah seharusnya satu pukulan cukup untuk membuatnya menghilang?!'
Naruto tersenyum ketika melihat klonnya kembali bangun dan menyerang Mizuki secara bersamaan. "Bukankah sudah kukatakan untuk tidak meremehkanku?"
"Ini tidak mungkin!" Mizuki menggertakan dirinya. Biar bagaimanapun ia adalah seorang chuunin, tidak mungkin dirinya dapat dikalahkan oleh seorang bocah yang gagal ujian akademi sebanyak tiga kali!
Mizuki mengeluarkan kunainya untuk menyerang salah satu klon Naruto hanya untuk mendapati dirinya diserang oleh keempat klon Naruto yang lainnya.
BUGHH
Sebuah tendangan telak berhasil mendarat di dada Mizuki sehingga menyebabkannya terpental menabrak sebuah pohon.
Mizuki terbatuk-batuk. Darah keluar bersamaan pada saat dirinya terbatuk. "Bagaimana mungkin kau menjadi sekuat ini?!" dalam benaknya, tidak mungkin bocah lemah sepertinya berhasil menjadi kuat hanya dengan sebuah gulungan rahasia.
"Kau mau tahu rahasiaku yang lain?" senyuman masih terpampang di wajah Naruto. Kelima klon Naruto tiba-tiba menghilang dalam kepulan asap meninggalkan Naruto sendirian.
Mizuki terpaku. Bocah berambut pirang di depannya itu tampak sangat mengintimidasinya.
"Kuanggap diam adalah jawaban iya." Naruto mengeluarkan killing intentnya dan mengumpulkan chakra di tangan kanannya untuk melakukan jutsu andalannya.
Seketika wajah Mizuki semakin memucat ketika merasakan aura Naruto dan melihat teknik yang ada di tangan Naruto.
Sebuah bola chakra padat berwarna biru yang tampak berputar pada porosnya. Mizuki terlihat mengenali jurus tersebut.
"Seharusnya, jika kau tahu bahwa diriku adalah Jinchuuriki dari Kyuubi, maka seharusnya kau juga tahu..." Naruto memejamkan matanya.
"… Bahwa Hokage keempat menyegelnya ke dalam bayinya sendiri."
Tubuh Mizuki membeku seketika. "J-jadi a-apakah k-kau adalah putra dari Minato-sama?" dirinya semakin diliputi ketakutan. Umumnya, tidak akan ada yang percaya jika ada orang yang berkata bahwa dirinya adalah anak dari Hokage keempat. Namun, lain lagi ceritanya jika orang itu memiliki tampilan fisik yang mirip dengannya dan bisa mengeluarkan jutsu andalannya.
Naruto tidak menjawab, melainkan hanya tetap tersenyum sambil terus mendekat ke arah Mizuki yang tak berdaya.
"T-tidak! Ampuni aku, Naruto-sama!"
Naruto mendecih. Senyum di wajahnya memudar. Memohon tidak akan menghasilkan apapun dari dirinya.
"Anggap saja hal ini adalah bentuk belas kasihan dari diriku." Pandangan mata Naruto menggelap. "Karena jika Fuuma Shuriken milikmu mengenai sensei-ku, akan kupastikan kematianmu tak akan sesingkat ini. Rasengan!"
Dan teriakan kesakitan saat bola spiral itu mengenai tubuh Mizuki tampaknya menjadi kata-kata terakhirnya.
Naruto mengalihkan pandangannya. Sebenarnya Ia tak suka membunuh. Namun, Ia bukanlah ninja yang sama dengan dirinya saat berumur 12 tahun. Ia telah belajar dari pengalamannya menjadi Hokage dan Ia sadar Ia tidak bisa mengubah dan menyelamatkan semua orang. Dan jika Ia harus membunuh, maka Mizuki masuk dalam list-nya. Terlebih lagi, Ia juga tidak mau berurusan dengan Mizuki yang bertubuh setengah harimau nanti. Lebih baik mengakhirinya daripada menunggu Mizuki membuat masalah lain di kemudian hari.
Naruto mengerang. Tampaknya kesempatan keduanya takkan berakhir sama dengan yang pertama. Ia telah mengubah banyak hal sejak kedatangannya dua tahun lalu. Dan sepertinya kali ini Ia tidak akan mendapatkan hitai-ate milik Iruka karena dirinya melihat gurunya itu sudah terluka parah karena serangan shuriken Mizuki yang sebelumnya, dan Ia hanya bisa terbaring lemah sambil tercengang melihat adegan yang barusan terjadi di depannya.
Naruto menghela nafas. Kini Ia mempunyai banyak hal yang harus Ia jelaskan.
Decitan burung di atas pohon, cahaya matahari pagi yang masuk ke dalam ruangan dan angin sepoi-sepoi yang ada tampaknya membangunkan seorang ninja terluka yang sedang dalam masa penyembuhan.
Saat Iruka terbangun, Ia sudah memperkirakan bahwa Ia akan berada dalam ruangan kamar rumah sakit. Tetapi, Ia juga sudah menyangka bahwa dirinya akan berada di dalam ruangan ini sendirian, bukan ditemani dengan suara dengkuran kecil yang berasal dari seorang bocah berambut pirang yang tertidur sambil duduk menyender ke dinding di sebelahnya.
Pikiran Iruka segera melayang dan dalam sekejap Ia mengingat segala kejadian yang telah terjadi sebelumnya. Niatnya yang ingin menyelamatkan Naruto yang kenyataanya malah berbalik dan dirinyalah yang diselamatkan oleh Naruto, sampai dengan adegan dimana Naruto menyatakan dirinya adalah anak Hokage keempat sekaligus berhasil mengalahkan Mizuki. Belum lagi ditambah keterkejutan dirinya saat mendengar bahwa Naruto telah mengetahui bahwa dirinya adalah Jinchuuriki Kyuubi.
Namun, sebuah erangan kecil yang berasal dari bocah di sebelahnya itu tampak membuyarkan lamunan Iruka. Perlahan matanya mulai terbuka yang menandakan bahwa pemilik sepasang pupil yang berwarna biru sepekat samudera itu telah terbangun dari tidurnya.
Instingnya sebagai guru yang sudah mengajar lama di akademi membuatnya berinisiatif untuk menyapa muridnya itu terlebih dahulu.
"Pagi, Naruto-kun."
Senyuman tipis langsung terpampang di wajah anak didiknya itu sebelum dirinya membalas. "Pagi juga, Sensei."
"Tidurmu nyenyak, Naruto?" tanya Iruka yang segera dibalas dengan anggukan dari sang bocah.
"Sudah berapa lama aku pingsan, Naruto?" Iruka memang penasaran seberapa dirinya tak sadarkan diri setelah kejadian itu.
"Kau tidak akan percaya jika kuberitahu yang sebenarnya, Sensei." Seringaian tercipta di wajah Naruto. "3 hari."
Mata Iruka melebar. "Selama itukah?!" Ia tidak sadar bahwa Ia telah terluka sebegitu parahnya dalam perkelahian kemarin.
Sebuah dehuman dari Naruto seakan mengiyakan pikiran Iruka. "Kau terluka parah, mengalami pendarahan, dan kehabisan chakra. Dan walau dokter berkata Ia telah memperkirakan bahwa seharusnya kau sudah sembuh hari ini, tubuhmu tidak akan langsung kembali dalam kondisi primanya. Kau masih membutuhkan waktu istirahat minimal sebanyak satu minggu, Sensei."
Iruka memang sadar tubuhnya masih terasa lelah dan lemas. Namun dahinya tiba-tiba mengernyit saat mengingat sesuatu. "Tunggu, tunggu sebentar. Apakah kau menemaniku saat aku pingsan selama 3 hari ini?"
Tidak ada jawaban yang diterimanya. Orang yang Ia tanyai hanya memasang cengiran lebar dan menggaruk-garuk kepala bagian belakangnya.
Iruka menghela nafas. "Kau tidak harus melakukan itu, Naruto."
"Memang bukan keharusanku, Iruka-sensei. Tapi itu adalah keinginanku."
Jawaban sang bocah berambut pirang itu membuat Iruka memandang kepadanya dengan penuh arti dan sedikit terharu mendengarnya.
Iruka tersenyum. Naruto memang betul seorang anak yang unik. Sebuah enigma.
Namun, tidak berniat berlarut-larut dalam perasaan senang itu, Iruka juga masih harus menghilangkan rasa penasarannya kepada Naruto, dengan cara memancingnya agar menjelaskan semuanya. "Kau memang benar anak dari Yondaime Hokage ya, Naruto?"
Sang bocah seakan berdehem terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaannya. "Ehm, soal itu..." Naruto menghentikan kata-katanya sejenak sebelum melanjutkan. "Aku memang sudah berniat untuk menjelaskan segalanya kepadamu, Sensei."
Iruka menaikkan satu alisnya. Jawaban yang Ia terima sama sekali tak terduga.
"Tapi kupikir aku akan menunggu sampai saat kau benar-benar pulih dahulu. Jadi, nanti akan kutanyakan pada dokter kapan kau boleh keluar dari sini, dan hari itu maukah kau pergi ke kedai ramen bersamaku? Aku berjanji akan menjelaskan semuanya saat itu!" Naruto menjabarkan dengan mata yang berbinar seperti anak kecil saat mengucapkan dua kalimat terakhirnya.
Iruka hanya tertawa kecil. "Tentu saja, Naruto." Kemudian Ia mengusap dan mengacak-acak rambut Naruto sebelum mencium bau yang tak sedap di hidungnya. "Namun, sebelum itu, aku minta kau mandi dan keramas yang bersih dulu, ya?"
Masih dengan mata yang berbinar-binar dan senyuman lima jarinya, Naruto menjawab, "Siap, Sensei!"
'Jika kau disini, kau pasti bangga dengan putramu, Minato-sama.' Pikir Iruka sambil menatap kepergian Naruto.
"Yah, kurasa proses regenerasi tubuhmu lebih cepat dari perkiraanku. Kau sudah boleh keluar dari rumah sakit hari ini." Ucap seorang dokter berkacamata setelah mengecek keadaan tubuh Iruka.
"Kau yakin, dokter? Ini baru dua hari semenjak aku siuman." Jawab sang pasien yang diketahui bernama Iruka itu.
"Yah, asal kau tidak melakukan hal-hal berat dan memaksakan dirimu, kurasa kau akan baik-baik saja." Balas sang dokter sambil meninggalkan Iruka dengan seorang bocah berambut pirang d dalam ruangan.
"Akhirnya! Kau dengar itu, Sensei? Ini artinya kita bisa pergi ke Ichiraku hari ini!" Sahut Naruto dengan semangat.
"Hahaha... kau selalu tak sabaran ya, Naruto. Seperti biasanya." Sang guru tersenyum. Nampaknya Ia tak merasa terganggu dengan cerocosan Naruto itu.
"Jadi, bisakah kita pergi sekarang?!"
"Apa kau mengharapkanku pergi ke sana dengan baju pasien?"
"Hehehe..."
"Disaat orang lain sibuk berkencan dengan pacarnya, kau malah sibuk berkencan dengan gurumu. Kau memang berbeda, Naruto."
'Ck, kau tahu betul apa yang akan kubicarakan pada guruku, dan ini bukan kencan!' Seakan tak senang mendengar ucapan lawan bicaranya itu, Naruto mendecak. 'Lagipula, jikapun aku mau berkencan, kau juga tahu siapa orangnya, dan kurasa itu tidak mungkin mengingat dirinya sekarang ini masih selalu pingsan saat berada didekatku.'
Sang rubah berekor sembilan itu hanya mendelikkan matanya. "Terserah. Dan ngomong-ngomong, gurumu sudah datang. Ingat dengan apa yang telah kita setujui, ceritakan seperlunya."
"Hai, Naruto! Maaf aku terlambat. Sudah lama menungguku?" belum sempat Naruto membalas perkataan Kurama, dirinya sudah dibawa kembali ke dunia nyata oleh sapaan dari gurunya itu.
"Ah, santai saja, Sensei!" jawab Naruto dengan nada riang seperti biasanya.
"Kalau begitu, ayo!" sepasang guru dan murid itu pun beranjak dari sebuah taman tempat bertemu mereka menuju sebuah kedai ramen yang paling dicintai Naruto, Ichiraku.
Tak terasa setelah langkah demi langkah mereka lalui, mereka sudah sampai di tempat yang dituju.
"Mari masuk, Naruto! Makanlah sepuasnya, kau akan kutraktir!" ucap sang guru sambil tersenyum lebar.
Oh, betapa menyesalnya kau setelah ini, Sensei…
Slurpp...
"Tambah satu porsi lagi ya, paman Teuchi!" Naruto berkata setelah menyisakan 19 mangkuk besar dalam keadaan bersih.
"Oke, Naruto!" balas sang koki yang diketahu bernama Teuchi itu.
Bahkan Iruka, sang gurunya itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Haahh..." Ia mengusap dahinya. Setelah selesai meneritakan kisahnya dan semua yang diketahuinya, muridnya itu langsung menghabisi mangkuk demi mangkuk ramen yang dipesannya.
Memang, tak pernah terbayangkan olehnya bahwa bocah di sebelahnya ini adalah anak dari Minato dan Kushina. Akan tetapi, semakin dirinya memikirkannya, maka semakin jelas bayangannya akan kejadian di hari yang menyebabkan kedua orang tuanya meninggal. Keharusan menyegel bijuu ke dalam tubuh anak kecil tentu saja membuat sang hokage keempat menyegelnya ke dalam tubuh anaknya sendiri, terlebih karena dirinya tak mungkin membiarkan Kyuubi disegel kepada orang yang tidak dapat dipercayainya. Dan secara kebetulan atau tidak, Naruto lah satu-satunya bayi yang baru lahir di hari itu.
Ditambah lagi, cara Naruto menyampaikan ceritanya sangat meyakinkan sehingga membuat dirinya percaya akan ceritanya. Entahlah, otaknya sudah terlalu pusing untuk memikirkan hal ini lagi. Namun, Iruka harusnya tahu, bahwa anak selalu mewarisi gen dari orangtuanya, baik itu berupa kemiripan maupun sifat. Dan Iruka juga seharusnya tahu, bahwa Naruto adalah anak dari sepasang penggila ramen dan sifat keduanya itu juga terdapat dalam diri anak mereka… bahkan lebih parah.
Dilihatnya kembali sang calon genin di sebelahnya itu. Badannya terasa semakin lemas saat melihat Naruto sudah menghabiskan ramen ke-20 nya tanpa terlihat kenyang sedikitpun dan siap untuk memesan lagi.
Malam ini akan menjadi malam yang menyedihkan bagi Iruka, dan dompet kesayangannya.
"Selamat Naruto-kun. Kau layak mendapatkan ini." Ucap sang Hokage sambil menyodorkan pelindung kepala Konoha kepadanya.
"Eh?!" Bagi Naruto, setelah–entah bagaimana–kembali ke masa lalunya, Ia tahu bahwa perbuatannya akan mengubah kejadian-kejadian selanjutnya. Ia sudah bersiap akan kemungkinan dipanggil karena kejadian dengan Mizuki kemarin. Ia sudah bersiap menghadapi segala interogasi maupun pertanyaan yang akan dilayangkan dengan penuh curiga kepadanya. Namun, Ia tidak bersiap menghadapi kemungkinan bahwa Ia diluluskan menjadi genin karena hal yang sama seperti yang pernah dialaminya dulu.
"Tapi kan aku tidak lulus ujian, Jiji! Walapun aku memang sangat ingin menjadi ninja, tapi kan, aku inginnya lulus melalui cara yang seharusnya, bukan seperti ini!" yah, sebenarnya sih, Ia sudah tahu, kalau Ia mendapat promosi lapangan karena kemampuan yang kemarin Ia pertunjukkan saat melawan Mizuki sudah sangat lebih dari cukup untuk lulus. Kalau Ia pikir-pikir lagi sih, memang logis kakeknya ini mengangkatnya menjadi genin. Lagipula, mana mungkin kan, seorang anak yang sudah bisa menguasai teknik sesulit Rasengan masih harus mengulang ujian akademi lagi?!
Sang Hokage menghela nafasnya. "Naruto-kun, kau berhasil melindungi Iruka dan mengalahkan Mizuki, yang notabene adalah seorang chuunin." Pria tua yang bernama Hiruzen Sarutobi itu kemudian tersenyum simpul. "Kerja bagus, Naruto. Kau layak mendapatkannya."
"Oh, jadi Jiji sudah tahu, ya." jawab Naruto yang masih berpura-pura bodoh sambil memasang muka bersalah.
Sang Hokage Ketiga mengerti apa yang Naruto pikirkan setelah melihat perubahan mimik di wajah bocah yang sudah Ia anggap seperti cucunya sendiri itu. "Tidak apa-apa, Naruto-kun." Pandangannya melembut. "Kita hidup di dunia Shinobi. Realitanya adalah kematian terjadi setiap hari. Dan cepat atau lambat..." Pria tua itu menghisap tembakaunya dan mengeluarkan kembali asapnya. "Akan ada waktu dimana kita harus membunuh orang lain demi menyelamatkan orang yang kita sayangi. Dan kau telah melakukannya kemarin. Jangan menyesal, Naruto. Aku percaya bahwa kau adalah anak yang baik, dan hanya melakukan apa yang harus dilakukan."
Naruto terpaku pada kata-kata yang kakeknya ucapkan. Walaupun telah hidup sekitar seratus tahun dan menjabat sebagai Hokage ketujuh untuk waktu yang lama, Ia masih saja terkagum-kagum dengan kewibawaan sang Hokage yang berada di hadapannya ini. Apakah mungkin di kehidupannya yang kedua ini Ia bisa memiliki kebijaksanaan sepertinya?
"Bah, ngimpi." Dahi Naruto sedikit berkedut saat mendengar ejekan dari seekor rubah yang berada di dalam pikirannya sendiri. Namun Ia memutuskan untuk tidak meladeninya dan memilih untuk melanjutkan percakapan dengan Hokage yang dikaguminya tersebut.
"Jadi Jiji tidak marah?" tanya Naruto yang kembali berpura-pura berlaga seperti dirinya saat umur 12 tahun dulu.
Sambil memberikan senyum simpul, sang Sandaime menjawab pertanyaan tersebut dengan gelengan kepala.
"Terima kasih, Jiji!" kini Naruto kembali tersenyum dengan lebar. Ia mengambil pelindung kepala Konoha yang diperuntukkan untuknya dan memakainya di dahinya dengan bangga.
"Hn. Sekali lagi selamat, Naruto-kun. Hari ini kau resmi menjadi ninja Konoha." Sang Hokage tidak dapat menahan senyumnya saat melihat tingkah bocah di depannya itu. Namun sembari menghisap kembali cerutunya, raut wajah sang Sandaime kini menjadi serius lagi. "Tapi aku memanggilmu kesini bukan hanya hal itu, Naruto."
"Jadi Iruka-sensei memang telah memberitahu Jiji segalanya, ya..." Nada bicara Naruto pun berubah menjadi lebih serius ketika sadar akan arah pembicaraan ini.
Hiruzen memberikan isyarat tangan untuk semua ANBU yang berjaga agar meninggalkan mereka berdua di ruangan itu. Ketika merasa sudah tidak ada yang bisa mendengar percakapan mereka, sang Hokage pun melanjutkan perkataannya. "Maafkan aku yang telah menyembunyikan rahasia itu, Naruto." Kakek tua itu menghela nafasnya. "Aku takut jika informasi itu tersebar maka musuh-musuh Yondaime akan mencoba untuk membunuhmu untuk membalaskan dendam mereka. Belum lagi dengan statusmu sebagai Jinchuuriki yang juga membahayakan keselamatanmu."
"Aku mengerti kok, Jiji." Sekilas Naruto merasa bersalah setelah melihat raut wajah penuh penyesalan di wajah orang yang disayanginya itu. "Aku tahu kok, Jiji kan Hokage, jadi Jiji tidak bisa membuat keputusan yang semena-mena dan membahayakan keselamatan seluruh warga Konoha, kan?"
Sang Hokage kehabisan kata-kata. Bahkan seorang Hiruzen Sarutobi pun dibuat terkagum-kagum dengan pemikiran dan pengertian dari bocah genin ini.
"Tapi aku masih punya satu pertanyaan lagi Naruto, apa kau mengetahui hal itu dari sang Kyuubi?"
Ia benci berbohong, apalagi kepada orang-orang yang Ia cintai. Tetapi kenyataannya, setelah kembali ke masa lalu, Ia telah banyak membohongi orang-orang didekatnya. Namun, Ia juga takut jika rahasianya terbongkar maka hal itu bisa merubah drastis masa depan mereka semua. Ia bimbang. Haruskah Ia tetap mengelabui semua orang?
Sampai saat ini, hanya Iruka dan Hokage Ketiga lah yang mengetahui rahasianya. Itupun hanya sebagian kecil dari seluruhnya dan masih Ia balut dengan berbagai kebohongan. Naruto hanya mengaku bahwa dia tahu sebenarnya dirinya adalah seorang Jinchuuriki dan Ia mengetahui identitas kedua orang tuanya dari sang Bijuu. Yah, walau harus Ia akui, kebohongannya itu berjalan dengan mulus dan baik 'kakeknya' maupun gurunya mempercayai apa yang Ia katakan. Walau memang menurutnya hal itulah yang terbaik dan harus dilakukan, tapi tetap saja, Ia merasa bersalah kepada mereka.
Entahlah. Ia kebingungan. Bagaimana bisa Ia kembali ke masa lalu, dan apa sebabnya?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus memenuhi pikirannya. Ia ingin membuat masa depan sama seperti yang seharusnya terjadi. Akan tetapi, dengan ledakan chakra yang Ia timbulkan saat pertama kali Ia sadar bahwa dirinya berada di masa lalu, Naruto sadar bahwa Ia telah merubah banyak hal sejak saat itu.
'Sudah terlanjur.' Saat Mizuki mencoba menyakiti Iruka yang mencoba melindunginya, Naruto tidak dapat lagi menahan diri dan terus berpura-pura. Ditambah lagi dengan kematian Mizuki, Ia tahu peristiwa-peristiwa selanjutnya akan berbeda dari yang dulu telah Ia lalui. Toh, Ia juga telah menunjukkan jati dirinya kepada dunia 2 tahun lalu. Jika informasi bahwa ledakan chakra itu berasal dari dirinya bocor ke mata-mata Akatsuki, maka mungkin mereka akan melakukan pergerakan yang lebih cepat dari yang seharusnya. Belum lagi Orochimaru…
"Tidak perlu menyesalinya, Naruto."
'Aku tahu.'
Walaupun mereka selalu mengejek satu sama lainnya setiap waktu, tapi mereka adalah partner yang tak terpisahkan. Kurama adalah teman terbaiknya saat ini. Satu-satunya yang dapat Ia andalkan.
"Dan jangan terlalu memusingkan masa depan, Naruto. Kau pasti kembali ke masa lalu karena suatu alasan, dan kita akan mengetahui alasan itu nanti seiring berjalannya waktu. Untuk sekarang, lakukanlah apa yang menurutmu benar dan harus dilakukan. Apapun yang terjadi, kau tahu aku akan selalu ada disisimu, Naruto."
Kata-kata dari sang Rubah berekor sembilan itu menghapuskan mood buruknya. Naruto tanpa sadar menyunggingkan sebuah senyuman kecil.
'Terima kasih, Kurama.'
Kurama benar. Ia telah menunjukkan kekuatannya kepada Iruka dan sang Hokage, walau Ia sudah meminta mereka untuk tidak memberitahu siapa-siapa tentang hal itu, Ia sadar tidak ada poinnya menggunakan topeng kekanakannya dan kembali berpura-pura menjadi orang bodoh. Bersiaplah, wahai para ninja dari seluruh Kontinen Shinobi, kini di kesempatan keduanya, Ia akan mengguncang dunia.
"... Namaku Kakashi Hatake, hal yang kusukai dan tidak kusukai tidak penting bagi kalian, hobiku ada banyak dan cita-citaku, hmm… aku tak pernah memikirkannya."
Tampaknya memang ada beberapa hal juga yang tidak berubah. Ia tetap menjadi anggota tim 7 bersama Sakura dan Sasuke, yang kalau Ia boleh jujur, sangat Ia syukuri. Ia sangat rindu dengan saat-saat ini.
"Bocah kuning, giliranmu." Kata-kata dari jounin pembimbingnya itu menyadarkannya dari lamunannya.
"Namaku Naruto Uzumaki. Hal yang kusukai adalah kedamaian, dan hal yang tidak kusukai adalah..." Naruto berhenti sejenak untuk berpikir, pikirannya melayang ke momen dimana Sasuke hampir membunuhnya demi kekuatan dari Orochimaru. "... hal yang tidak kusukai adalah penghianatan dan orang yang rela mengorbankan temannya sendiri demi keegoisannya." Walau Ia tahu pada akhirnya Sasuke akan kembali kepada Konoha, tapi siapa tahu kata-katanya ini bisa membuat Sasuke berpikir dua kali sebelum menghianatinya. "Kemudian hobiku adalah makan ramen, dan cita-citaku adalah menjadi Hokage terhebat yang mendamaikan dunia Shinobi!" Naruto mengakhiri dengan bangga.
Kakashi menghela nafas. "Kau tahu, selain bagian ramen, kau terdengar seperti orang tua, bocah."
Naruto tidak dapat menahan senyumnya.
'Oh, andai kau tahu, Kakashi-sensei...'
"AAAAAA~" oh, betapa dirinya menikmati momen ini. Kapan lagi Ia bisa makan sambil disuapin oleh Sakura dan Sasuke?
Menurutnya, ini bukanlah saat yang tepat untuk menunjukkan kekuatan aslinya pada kedua rekan setimnya itu, jadi sekarang Ia hanya akan menikmati dan menjalani kembali kehidupannya yang dulu pernah Ia lalui. Yah, walau harus Ia akui membiarkan dirinya masuk ke jebakan Kakashi dan membuat dirinya kembali terikat di batang kayu pohon ini bukanlah hal yang menyenangkan.
Naruto ingat persis kejadian ini. Setelah kedua rekannya menyuapinya makan, Kakashi akan datang dan me–
"Kalian!" tuh kan, betul. Kakashi langsung datang memergoki mereka.
"Kau sendiri yang bilang bahwa kita adalah sebuah tim, kan?" Naruto tahu kata-kata Sasuke barusan membuat gurunya itu tersenyum di balik topengnya.
"Benar." Sambil menengadah ke langit Ia melanjutkan, "Ingatlah ini, orang yang melanggar peraturan adalah sampah, tetapi orang yang tidak menghargai teman mereka lebih buruk dari sampah!"
Sang guru kemudian kembali tersenyum dan nada bicaranya menjadi ceria lagi. "Oleh karena itu, kalian bertiga lulus!"
Baginya, Naruto adalah sebuah enigma. Meskipun dibenci seumur hidupnya oleh para warga desa, Ia tetap bertahan, bahkan tidak sekalipun Ia menunjukkan kebenciannya pada mereka. Ia sedih karena Ia tidak dapat sepenuhnya melindungi Naruto, walau dirinya adalah Hokage. Ia malu pada dirinya sendiri karena tidak dapat memenuhi permintaan terakhir ayahnya yang mengingini Naruto dianggap sebagai pahlawan. Karena faktanya, yang Naruto dapatkan bukanlah pujian tetapi hanya makian dan tatapan penuh kebencian.
Ia sering mengamati Naruto dari bola kristalnya. Bagaimana bocah itu diperlakukan tidak adil oleh warga desanya sendiri. Bagaimana para orang tua selalu menasihati agar anaknya menjaga jarak dari sang Jinchuuriki. Bagaimana para pedagang memberinya barang yang buruk dengan harga yang lebih mahal. Dan yang dapat Ia lakukan hanyalah menyewakannya apartemen, membelikannya stok makanan, dan melindunginya dengan pasukan ANBU.
Kadang Ia kecewa dengan dirinya sendiri. Ia merasa seharusnya Ia dapat melakukan lebih. Tetapi tuntutan pekerjaannya sebagai Hokage mempersulit dirinya. Belum lagi Ia harus berurusan dulu dengan dewan penasihatnya yang selalu menghalanginya dengan berbagai alasan.
Ditambah lagi dengan fakta bahwa Naruto seringkali kabur dari pengawasan ANBU yang tentunya semakin memusingkan dirinya. Minato akan marah besar jika para warga desa membenci Naruto yang notabene telah menyelamatkan seluruh Konoha. Namun kenyataannya, sang Hokage pernah menemukan Naruto di sebuah gang kecil dengan tubuh babak belur dan para ANBU yang ditugaskan menjaganya entah dimana. Mirisnya, setelah Ia melakukan observasi, ternyata Naruto tidaklah terluka karena berkelahi oleh anak seumurannya atau bocah Genin lainnya, melainkan dipukuli oleh beberapa orang dewasa yang menganggap Naruto tidak lebih dari jelmaan Kyuubi. Sungguh ironis.
Sedangkan bagi para ANBU yang lalai dalam menjaga sang Jinchuuriki… anggap saja itu adalah hari terburuk bagi mereka. Sejak hari itu juga, pria tua yang bernama Hiruzen Sarutobi memperketat penjagaan Naruto.
Beberapa tahun berlalu dan Ia dapat menghirup nafas lega karena kejadian seperti itu tak pernah terulang kembali. Namun, saat segala hal mulai membaik, nasib tampaknya ingin bermain-main dengan kehidupannya lagi. Ia sudah tua renta dan butuh banyak istirahat, tapi yang Ia dapati malah lebih banyak masalah.
Ia sedang dalam perjalanan pulang ke rumah saat kejadian itu terjadi. Ledakan chakra yang diikuti dengan killing intent. Tentu, Ia tidak terpengaruh oleh hal itu. Ia tidak akan dijuluki sebagai Dewa Shinobi jika Ia tertekan dengan keadaan seperti ini. Namun, Ia terpaku saat menyadari sesuatu. Ledakan chakra tersebut berasal dari seorang Uzumaki Naruto. Lebih parahnya lagi, tidak hanya chakra unik milik Naruto yang Ia rasakan. Melainkan juga chakra Kyuubi.
Ia tak menyia-nyiakan waktu sedetikpun. Walau hanya berlangsung selama beberapa detik, tetapi hal itu mengubah raut wajah warga yang menyambutnya dengan gembira menjadi ketakutan.
Pikirannya berkecamuk. Berbagai skenario berputar di kepalanya. Apakah segel Kyuubi lepas? Ataukah Naruto sedang diserang? Apapun itu, Ia harus pergi ke tempat Naruto berada sekarang juga. Karena bagaimanapun, itulah tugasnya sebagai Hokage. Sudah menjadi kewajibannya untuk melindungi seluruh desa dan warganya, walau hal itu harus dibayar dengan nyawanya.
Jika terjadi sesuatu yang buruk pada bocah itu, Hiruzen tak akan dapat memaafkan dirinya sendiri.
Rasa ketakutan, kepanikan, dan kekhawatiran bercampur aduk menjadi satu di dalam hatinya.
Yang kemudian digantikan dengan sedikit rasa lega ketika Ia menemukan Naruto di sebuah ruangan di rumah sakit, dikelilingi oleh para ANBU yang sedang melakukan protokol keamanan desa. Naruto pingsan, tetapi masih bernafas.
Ia mengedipkan matanya beberapa kali. Ia masih dapat merasakan bahwa ledakan chakra dan killing intent itu berasal dari ruangan ini. Pikirannya mencoba membuat kesimpulan. Tidak ada kerusakan yang terjadi. Dan Ia tidak merasakan adanya chakra milik pria bertopeng dengan mata sharingan yang bisa berteleportasi itu. Segel Naruto pun baik-baik saja.
Informasi yang Ia dapatkan dari skuad ANBU tersebut pun tidak banyak.
Hiruzen menghela nafas. Tampaknya Ia harus menunggu Naruto bangun untuk menjelaskan segalanya.
Satu hal yang pasti, Ia tidak tahu bagaimana caranya Ia menjelaskan kejadian ini kepada warga desa.
Hari itu menjadi hari yang sangat melelahkan baginya.
Setelah Naruto siuman, Ia menanyainya banyak hal. Dan Ia tahu, bocah itu tidak mengatakan segalanya pada hari itu, bahkan sampai hari ini.
Tapi toh, setidaknya Naruto bersikap cukup terbuka untuk memberitahunya hal-hal penting yang harus diketahuinya.
Salah satu informasi mengejutkan yang Ia terima adalah Kyuubi bersikap baik terhadap Naruto. Ia tidak merasakan kebohongan saat sang bocah pirang mengatakan hal tersebut. Jadi entah sang Bijuu berpura-pura baik atau sang Jinchuuriki entah bagaimana membuat persekutuan dengan Kyuubi, yang menurutnya hampir mustahil.
Ia menyarankan agar Naruto berhati-hati dan memberitahu dirinya bila ada sesuatu yang janggal. Bagaimanapun juga, melihat dari hubungan sang Bijuu terkuat dengan kedua Jinchuuriki sebelumnya, Ia patut curiga bahwa itu hanyalah sebuah tipu muslihat Kyuubi agar Naruto melepaskannya dari segelnya.
Sejak kejadian itu juga, sikap Naruto berubah. Walaupun Ia tetap bocah cerewet yang jahil, tetapi sifat hiperaktif Naruto berkurang dan Ia berlatih jauh lebih giat dari sebelumnya.
Namun, itu bukanlah kejutan terbesar yang Ia dapatkan.
Di suatu malam, saat Ia ingin mengecek keadaan Naruto melalui bola kristalnya, yang Ia lihat bukanlah Naruto yang sedang tertidur, melainkan Ia melihat sang bocah sedang berlatih menggunakan sebuah jutsu untuk menghancurkan sebuah pohon.
Dan itu bukanlah jutsu biasa.
Itu adalah jutsu ciptaan Hokage Keempat. Rasengan.
Rasengan adalah salah satu jutsu yang gulungannya Ia simpan di tempat yang spesial. Ia akan tahu jika Naruto mencurinya.
Jadi, bagaimana caranya?
Mungkinkah Naruto mengetahui teknik tersebut dari Kyuubi? Apakah sang rubah berekor sembilan membocorkan informasi lainnya kepada Naruto?
Ia tidak dapat memikirkan kemungkinan lain. Dan jika teorinya ini benar, apa motifnya?
Ia yakin Jutsu yang Naruto lakukan pada malam itu adalah rasengan. Namun Ia tidak yakin jika Naruto dapat melakukannya dengan sempurna. Ninja yang Ia ketahui bisa menggunakan jurus itu hanyalah Minato, Jiraiya, dan Kakashi. Dan Ia yakin Naruto belum pernah bertemu dengan mereka semua sebelumnya.
'Kecuali sang Kyuubi menunjukkannya.'
Saat Ia menanyainya soal itu keesokan harinya, Naruto tampak terkejut. Ia dapat melihat sang Jinchuuriki mencoba mencari-cari alasan. Dan itu menambah kecurigaannya terhadap Naruto dan sang Kyuubi.
Namun akhirnya sang Jinchuuriki mengkonfirmasi teorinya. Bijuu yang berada di dalam tubuhnya memberi akses kepadanya untuk melihat sebagian dari memorinya sehingga Ia dapat melihat bagaimana cara untuk menggunakannya, walau masih belum sempurna.
Hal ini juga menguak fakta bahwa Naruto sudah melatih kontrol chakranya dengan alasan karena Ia tidak ingin gagal lagi di ujian akademi.
Setidaknya, itulah yang sang bocah katakan kepadanya.
Ia sangat menyayangi Naruto. Akan tetapi, Ia merasa akhir-akhir ini Naruto mempunyai banyak hal yang Ia sembunyikan kepadanya.
Ia frustasi. Semua hal ini membuatnya sakit kepala. Apalagi setelah kemarin Iruka melaporkan bagaimana Naruto mengalahkan Mizuki. Kejadian itu menimbulkan semakin banyak pertanyaan di benaknya. Iruka juga memberitahunya bahwa Naruto tahu siapa orangtuanya.
Ketika Ia menanyainya, sekali lagi Naruto menjawab bahwa Ia mengetahuinya dari sang Kyuubi.
Dua tahun lalu, Naruto bersikap seperti tidak tahu apa-apa tentang statusnya sebagai Jinchuuriki, maupun mengetahui siapa ayah dan ibunya.
Tapi sekarang?
Ia tampak lebih dewasa, Ia juga berlatih jauh lebih sering dari sebelumnya. Lalu, dia, entah bagaimana bisa menggunakan rasengan, yang notabene adalah sebuah ninjutsu yang sangat sulit dilakukan dan memerlukan chakra kontrol yang tinggi. Dan yang terpenting, Ia mengaku bahwa Ia berteman dengan KYUUBI, Bijuu terkuat yang sering disebut sebagai inkarnasi dari kebencian itu sendiri. Bagaimana mungkin?
Bukan hal yang buruk, tapi tetap sangat mencurigakan.
Apa mungkin, Ia sudah mengetahui semuanya dari awal dan sikap ceria Naruto hanyalah sebuah topeng dan Ia merasa lelah menyembunyikan jati dirinya yang sebenarnya?
Sang Hokage segera menepis pikiran tersebut. Ia dapat mengetahui kebohongan dan kepalsuan seseorang. Dan selama ini, emosi yang ditunjukkan Naruto itu asli.
Namun, sekarang Hiruzen mempunyai teori lain. Ia mengambil kesimpulan bahwa semua ini ada hubungannya dengan kejadian Naruto pada 2 tahun lalu. Hari itu adalah titik balik dari Naruto.
'Tapi apa?'
Ia tidak tahu. Tapi Ia berniat untuk mencari tahu penyebabnya.
.
.
.
To Be Continued
.
.
.
A/N: Yep, Naruto balik ke masa lalu!
Bagaimana pendapat, kritik, saran kalian mengenai chapter ini?
Tuliskan di kolom review di bawah ini ya :)
Thanks everyone!
Have a good day!
