Title : You Reflect Me
Genre : Fluff- romance? Semi angst?
Length : Twoshot
Rating : M
Summary : Cerita ringan, yang menampakkan kehidupan seorang pelacur yang suci.
DISC; Donghae milik Kibum, Kibum milik Donghae, Saya milik saya, begitupun ceritanya. LOL~
[CHAPTER 1]
.
"Aku akan menikah dengannya.."
Satu pernyataan yang tak berbuah tanggapan, disusul dengan langkah kecil kemudian. Berbunyi; Dug. Dug. Dug. Begitu keras, saat telapak kaki itu, menyentuh permukaan lantai yang terbuat dari papan, dan memasuki sebuah ruangan, berakhir dengan bunyi keras.
Blam.
Pintu tertutup. Menyisakan dua sosok yang masih diam, terpaku di tempatnya. Terduduk di kursi, tak jauh dari ruang yang baru saja tertutup pintunya. Kedua orang tersebut saling melempar pandang, disertai satu helaan nafas.
"Apa dia tidak apa-apa?" tanya salah satunya.
"Kau tak lihat dia marah?" jawab sosok lain, sambil tersenyum tenang. Tak ada raut hawatir di wajahnya, padahal sosok di sampingnya kini, terlihat sedikit gusar, atau terlihat ragu, mungkin. Satu delikan ia berikan pada dia yang masih menatapnya. "Baru pertama kali aku melihat Kim Kibum takut seperti ini," ujarnya, nampak menggoda.
Dia yang adalah Kim Kibum, mengernyit mendapati dirinya tengah digoda sang kekasih. Namun, apa yang hendak ia bela? Itu benar adanya. "Aku hanya takut tak bisa menikahimu, Donghae sayang.." begitulah jawabnya, mengalun dalam nada pelan, namun balik menggoda.
"Benarkah?" tantang Donghae, memajukan wajahnya ke arah wajah Kibum, seolah menantang. Ia sedikit mencibir, dan sibuk menggoda hingga tak sadar, Kibum mencuri satu ciuman di bibirnya. Namun itu tak menjadikannya marah, dan malah mengulum senyumnya.
"Apa itu kurang cukup untuk membuktikan, bahwa aku begitu menginginkanmu?" tanya Kibum, memberi sahutan pada tantangan Donghae, yang sudah kian menggodanya.
"Aku ingin tahu, apa lagi yang bisa kau lakukan padaku, selain ini.."
"..."
Selang beberapa menit berikutnya, disertai dengan bergantinya tempat di detik lain. Suara tawa kecil terdengar dari mulut Donghae yang tengah dihimpit Kibumnya. Mereka yang kini telah menghuni ruangan lain, masih di satu atap yang sama.
"Hentikan!" hardik Donghae tertahan, dengan tawa kecil yang masih terjadi.
Tirai pada satu jendela di ruangan itu sudah tertutup, menyisakan ruang yang redup. Mereka entah sedang melakukan apa, hingga membuat suara agak gaduh disana. Saling mengejar dalam langkah kecil, disertai satu pasang tangan yang terus berusaha menyentuh tubuh lawannya.
"Kibumie! Itu menggelikan!" jerit Donghae tertahan, dan mencoba memperingati, kala jemari Kibum sudah menguncinya di salah satu juru dinding, dan menghimpitnya serta menyentuhnya di berbagai tempat.
Sedang Kibum tak peduli. Ia semakin menekan tubuh Donghae di antara dirinya dan juga dinding yang dingin. Sentuhan jemarinya berakhir, disambut dengan tangannya yang mendekap tubuh Donghae, erat. Saling merapatkan tubuh itu, menempel tanpa cela, disertai dengan wajah Kibum yang tertanam di ceruk leher Donghae. Mengendusnya, mengecup-ngecupnya perlahan. Membuat Donghae,
"Engh.." melenguh perlahan, disertai dengan mata yang mulai terpejam, menikmati. Terlebih ketika Kibum semakin merajai tubuhnya. Memberikan lumatan, serta lidah yang dapat Donghae rasa, menelusuri tiap kulit pada lehernya. Ia mabuk seketika. Mabuk akan sentuhan itu.
Satu hisapan pertama kala itu, mampu membuat Donghae menahan sambil menggigit bibirnya. Sepertinya Kibum telah memberi satu tanda tepat pada kulit di bawah rahang kirinya. Juga, jangan lupakan tangan Kim Kibum yang tak ingin diam. Salah satunya yang masuk ke dalam kaus, dan meraba kulit dipunggung Donghae, dengan tangan lain yang menyusuri bokong Donghae. Meremasnya dengan gemas, menyisakan lenguhan Donghae yang lain..
"Mmh," Donghae mulai tak diam. Tangannya mencengkram kaus Kibum di bagian punggung. Ia remas kain itu, mencurahkan rasa yang sedang ditahannya.
Nafas keduanya, mulai terdengar berat. Kibum terlihat sedikit menggila. Ia lumuri dan membasahi Donghaenya, dengan susuran lidahnya. Naik, melumat dagu Donghae, dan terakhir? Dengan tepat ia lesakkan lidah itu, ke dalam mulut Donghae yang terbuka. Tak ada kecupan lembut semenjak itu. Hanya mulut yang saling beradu dalam posisi nyaman dan menggairahkan..
Ciuman yang kasar, bersamaan dengan nafsu yang terus dan terus memuncak, terasa panas. Mereka menggeser posisi, bersamaan dengan tekanan yang diberikan Kibum. Menyusuri dinding, tanpa penyatuan bibir yang terlepas. Saling beradu bertukar saliva yang lalu bertumpahan memenuhi sudut bibir mereka, juga menimbulkan bunyi basah yang terdengar memabukkan..
Kaki-kaki merekapun tanpa sadar turut bergerak. Bergerak, dan bergerak, hingga..
Brak.
Bruk..
Suara berisik, terdengar dari buku-buku yang berjatuhan, dari sebuah dengan lemari dengan tinggi kira-kira sepinggang mereka. Buku yang berjatuhan, setelah tak sengaja Donghae menubrukkan satu tangannya ke arah buku-buku tersebut.
Donghae terlihat kewalahan, seperti terseret oleh pergerakan liar Kibum. Ia berniat mencari sesuatu yang dapat ia genggam, namun berakhir dengan tangan yang menyentuh koleksi bukunya, hingga berserakan di lantai. Itu sudah terjadi. Kini ia yang menggantikan posisi buku-buku itu. Terduduk di atas meja, setelah Kibum yang mengangkatnya kesana.
Dua bibir itupun masih menyatu. Bergerak liar, bersamaan dengan desahan tertahan dari mulut keduanya, terlebih Donghae. Ia bahkan meremas surai Kibum tanpa sadar. Menekan wajah Kibum, agar ciuman yang tercipta itu, bisa lebih dalam dan dalam..
Beberapa waktu terlewati. Masih bersama dengan buku-buku yang berserakan di lantai. Salah satu helai pakaianpun, tergeletak disana. Dua celana yang terkulai di bagian sisi ranjang..
Di waktu itu, masih dengan benda lainnya yang menjadi saksi, terutama sebuah ranjang yang kini bergerak-gerak. Aneh karena, tak ada pergerakan berarti di atas sana sebenarnya. Namun, seolah menjawab, sehelai sprei yang melekat dengan ranjang tersebut, perlahan terlepas, bergerak ke tempat dimana Donghae, menariknya perlahan dari ujung ranjang tersebut.
Lebih tepatnya, Donghae meremas kuat sprei itu berulang-ulang, bersamaan dengan tubuhnya yang menghentak-hentak. Raut wajahnya mengatakan, seolah ia tengah menahan sesuatu yang sakit? Terlihat dari tiap ringisan itu. Namun nampak pula sebuah rasa indah yang tergambar. Terdengar dari lantunan di bibirnya, mengalun indah..
Salahkan posisinya yang kini menekuk lutut di atas lantai dengan sebagian tubuh atas yang terkulai, telungkup di sudut ranjang tersebut. Sedang Kibum? Berada tepat di belakang dirinya, di antara pahanya yang terbuka.
"Kibumieh!" desah Donghae, dengan meremas sprei untuk kesekian kalinya. Ia melantunkan nama Kibumnya, kala Kibum datang. Tepatnya milik Kibum, yang tengah menerobos miliknya, berulang-ulang, dengan sangat dalam.
"Agh! Agh.."
Beginilah Donghae. Bersuara erotis, tiap kali ia merasa dirinya penuh. Kibum benar-benar selalu membuatnya melayang. Sentuhan Kibum di tiap kulitnya, remasan Kibum, semuanya, seolah Donghae selalu menyukai dan menginginkannya.
Bahkan jemari Kibum kini tersampir di kedua sisi pinggulnya, mencengkramnya kuat, bersamaan dengan dorongan Kibum untuk kesekian kalinya..
"Ungh.."
Sementara itu Donghae terus menggeliat, tanpa sadar menarik sprei hingga menggulung di dekatnya. Tak ia sadari pula lelah yang sudah sangat ia rasa, tertuang melalui tiap tetes keringatnya. Wajahnya memerah, dengan nafas memburu dari mulutnya yang terbuka.
Dan Kibum? Asik melesakkan miliknya. Tak peduli, seberapa banyak cairan miliknya tertuang di dalam tubuh Donghae, mengiringi tiap gerakan kejatanannya disana. "Hae," geramnya merasakan ia kembali memasuki puncaknya. Cairan itu mencuat keluar sebagian, membasahi lantai dan juga kaki Donghae.
Donghaepun merasakannya. Ia cengkram jemari Kibum di pinggulnya. " , !" titah Donghae terbata, merasakan rasa canggung akibat gerakan Kibum yang melambat. Kibum tersenyum senang atas titah itu tentu saja. Ia segera menurut, membuat Donghae menggeram hebat dalam gerakannya.
"AKH! Agh.." jerit Donghae, sambil berusaha bernafas keras. "Kibumh, ANGH!" pekiknya.
Gerakanpun menjadi lebih cepat, menyisakan asa bagi Donghae yang tak hentinya meremas jemari Kibum. "akh! Ungh! Ugh!" terus ia melenguh, hingga ia dengar Kibumpun menggeram hebat, sesaat setelah cairan yang keluar itu, lebih banyak dan banyak, hingga keduanya lelah..
...
Kembali dalam waktu berbeda..
Ditemani sedikit cahaya dari balik tirai yang sedikit terbuka. Donghae kini tengah tertidur nyaman dalam dekapan Kibum di belakangnya. Tubuh polos keduanya, hanya tertutup sisa sprei putih tipis yang ada.
"Apa yang kita lakukan, Kibumie?" tanya Donghae tiba-tiba. Ia sedikit menerawang, melihat apa yang sedang terjadi.
"Kenapa?" balas Kibum, sambil membelai perut Donghae di balik sprei..
Donghae menggeleng pelan. "Tidak! Aku hanya sedang berfikir, mengapa semua menjadi seperti sekarang?"
Sedang Kibum? Hanya mengulum satu senyuman berarti..
[Flashback on]
"Seorang tamu baru tiba dari Amerika, Donghae-ya. Ini tamu pertamamu," ucap seorang pria dengan tubuh cukup kurus, dan tak lebih tinggi dari Donghae. Pria cantik yang kini tengah merapihkan pakaian Donghae. Memperbaiki letak rambut Donghae. "Layani dia dengan baik, jika kau serius dengan pekerjaan ini.."
Sedang Donghae terlihat menghela nafasnya, malas. "Sebenarnya aku tak yakin bisa melakukannya.." keluhnya nampak ragu. "Oh! Jaejoong hyung! Kumohon.." lirihnya, nampak meratap, pada seorang Jaejoong yang nampak tak mampu melakukan hal berarti baginya.
"Bukankah kau sendiri yang meminta? Untuk Minho? Aku sudah terlanjur menawarkan dirimu padanya.."
Donghae mendesah kecil. "Ini terlalu mendadak," komentarnya dengan bibir mengerucut manja.
Jaejoongpun menjadi tersenyum kecil. "Aku sudah menanyakan kesiapanmu beberapa hari lalu, bukan? Dan kau berkata, kau siap kapanpun!" timpal Jaejoong sambil menyelipkan rambut Donghae, yang memang terlihat agak panjang, ke arah belakang telinga pria manis tersebut.
"Mendadak, aku menjadi takut.."
"Sudah kubilang ini tak mudahkan, Hae? Tapi kau memaksa! Padahal aku tak ingin, kau menjadi seperti diriku.." tutur Jaejoongpun, nampak turut mengiba.
"Kenapa tak kau berikan saja tamu kali ini pada yang lain?"
Jaejoong nampak melangkah, lalu terduduk di sofa hitam di ruangan tersebut. Ia ambil sesuatu yang lalu ia hisap, berbuah asap mengepul dari bibirnya. "Dia istimewa, Donghae-ya. Untuk itulah, aku ingin yang terbaik untuknya, terlebih, ia sahabat Yunho.."
Donghae mengikuti Jaejoong, terduduk di sampingnya. "Aku takut.." ujarnya.
Jaejoong tertawa kecil. "Dia tak akan menggigitmu, Hae.."
"Bukan itu maksudku!" kilah Donghae, semakin menekuk wajahnya. "Aku hanya tak tahu, akan melakukan apa nanti," tuturnya kemudian.
"Kau tak akan tahu jika belum mencobanya.."
"..."
Belum diulaskah? Tentang Donghae? Siapa dirinya? Bisakah itu kita ungkap perlahan? Karena kini, ia, adalah Donghae yang dimaksud, tengah bergelut dengan waktunya. Bersama seorang hyung cantik bernamakan Jaejoong.
Tentang mereka, di sebuah ruangan pribadi berwarna dasar putih. Hanya putih, dengan barang yang tak banyak, namun cukup tertata rapih..
Keduanya bergelut dengan pikiran masing-masing, hingga suara ketukan pintu terdengar, mengejutkan keduanya, termasuk Donghae. Suara dari arah luar, yang lebih mengejutkan sebenarnya.
"Yunho datang.." ucap Jaejoong, tersenyum manis, menatap Donghae, lalu beranjak membuka pintu yang tak jauh dari jarak pandang mereka. "Sepertinya dia akan menjemput kita. Bersiaplah, pakai jaketmu, Hae.."
Donghae semakin bergetar di buatnya. Apalagi, disaat ia melihat Jaejoong membuka pintu, hingga nampaklah, pria yang nampak tinggi dan juga tampan, dengan sebuket bunga mawar ditangannya, dan langsung di sambut dengan kecupan cepat dari Jaejoong dengan bunga yang lalu diraihnya.
"Kalian sudah siap?"
Samar Donghae mendengar pertanyaan dari Yunho, yang membuatnya semakin merekatkan kesepuluh jemarinya, dan lebih gusar dari sebelumnya. Sedang Jaejoong? Hanya berbalik menatapnya penuh arti. "Dia siap, Yun.." ujarnya, memberi delikan manis pada Donghae.
"Hyung.." pelan, Donghae merajuk, namun tetap menurut, mengikuti langkah Jaejoong yang sudah melangkah lebih dulu, sambil menggandeng lengan Jung Yunho, kekasihnya..
...
Sebuah sudut kota, tempat yang cukup sunyi, dan jauh dari keramaian. Ditemani satu bias cahaya dari lampu jalanan itu, sebuah mobil terparkir tepat di pinggir jalanan. Sebuah mobil mewah, dimana salah seorang, terbalut dengan celana jeans hitam, dan juga kaus abu tipis, seolah tak ingin peduli pada dinginnya kota Seoul kala itu.
Derap langkah kecil terdengar setelahnya, membangunkan dia yang sedari tadi hanya diam melamun sambil memperhatikan kendaraan lain yang berlalu di hadapannya. Dia yang melipat kedua tangannya di dada, dengan tubuh yang bersandar pada badan mobilnya.
"Maaf.."
Iapun menoleh, mendapati sosok manis yang berjalan ke arahnya perlahan. Sesaat setelahnya, satu pesan masuk ia terima, berisikan; "namanya Lee Donghae.," membuatnya kembali menutup ponselnya tanpa membalas pesan singkat tersebut, karena ia lalu memperhatikan sosok yang terus saja melangkah kecil ke arahnya.
Setelah keduanya dalam jarak yang cukup dekat, barulah ia dapat melihat wajah manis itu dengan jelas. "Itu, sebenarnya.."
Ia tersenyum menangkap rasa gugup pada lawan bicaranya kali ini. "Kau Lee Donghae?" tanyanya menjeda ucapan dia, Donghae, yang kini berada di hadapannya.
Dan Donghae, mengangguk, tetap dalam ragunya, meski sudah lebih berani menatap. "Anda?" tanyanya.
"Kim Kibum.."
...
"Ahh, dia lebih tampan darimu, Yun!"
Pekik Jaejoong, sambil memandang antusias ke arah seberang, dari dalam mobilnya bersama Yunho. "Donghaeku beruntung!" pujinya, terlebih dengan sangat terlihat gagah, Kibum mempersilahkan Donghae memasuki mobilnya, dengan sopan bahkan, dan tanpa sadar mengundang rasa cemburu bagi seorang Jung Yunho.
"Tapi aku disini sayang," sanggah Yunho, mendelik sebal. "Kau tak perlu memuji pria lain!" ketusnya.
Jaejoong mencibir kemudian. "Tapi kenapa dia mengajak bertemu di pinggir jalan sih? Tidak romantis!" cibir Jaejoong, mengurungkan pujiannya untuk Kibum. "Dan pakaiannya, kenapa seperti itu?" ungkapnya.
"Kau terlalu banyak berkomentar!" balas Yunho.
"Tapi, kaupun berpakaian sangat rapih saat pertama kali bertamu, Yun!" ucap Jaejoong. "Dia berbeda!" ujarnya lagi.
"Dia bukan laki-laki gatal yang sengaja mencari pelacur untuk menemani malamnya, Jaejoongieku!" tutur Jaejoong.
"Huh?"
Yunhho tersenyum. "Dia hanya butuh teman.."
"Tapi dia membayar mahal padaku untuk Donghae malam ini!"
...
Sama hal dengan Jaejoong? Donghae merasa heran dengan pertemuan tersebut. Berulang kali ia melamun, namun ditepis oleh deheman berat dari Kibum. "Apa yang kau pikirkan?" sapa Kibum, sambil tetap fokus pada jalanan yang tengah dilaluinya.
"Tidak," bantah Donghae pelan.
"Maaf sebelumnya, aku.."
Donghae menoleh, mendapati Kibum yang berujar ragu. "Kau meminta maaf untuk apa?" tanyanya heran. "Kau tak melakukan kesalahan apapun padaku," ucapnya.
Kibum mengulum senyumnya. "Ini pertama kalinya bagiku sebenarnya, membeli seorang pria untuk menemani satu malamku," tutur Kibum. Terdengar sedikit kasar memang, namun itulah yang terjadi.
Dan Donghae, nampak tersenyum kaku. "Kau sudah membeliku, dan kau berhak atasku untuk malam ini," ucapnya tanpa ragu, meski ia terlihat gugup. Gurat wajahnya yang mengatakan demikian. Ia bahkan tak sanggup menatap wajah Kibum.
"Kau takut?"
Donghae kembali menoleh. Terpana akan kata Kibum yang terdengar tulus. "Jika harus jujur, kukatakan ya, aku takut," jawabnya. "Tapi ini jalanku.."
...
Beberapa kaleng minuman menemani mereka, kini yang hanya terduduk di sisi sebuah sungai. Terduduk di antara kerikil di pinggir Sungai, dimana di atas mereka, adalah jembatan besar. Terasa gelap, meski mereka tersorot lampu mobil milik Kibum.
Hanya terduduk, dan menghabiskan beberapa kaleng minuman, juga disertai kegiatan kecil, dengan melempar batu-batu kecil sambil melontarkan beberapa perbincangan kecil.
"Kupikir kau akan mengajakku minum, atau mengajakku ke, umh.. hotel?" ujar Donghae terdengar tak yakin, dan menahan malu saat mengatakan hal tersebut.
"Kau ingin seperti itu?" balas Kibum.
Donghae menggeleng sambil tersenyum tulus. "Ini menyenangkan," komentarnya. Namun tak lama setelahnya, ia dikejutkan, oleh Kibum yang bersandar pada pundaknya. Kibum menjatuhkan dirinya, di sisi tubuh Donghae, membuatnya canggung..
Kibum nampak diam, hingga ia berucap, "aku datang kemari, dan ingin melupakannya.."
"Huh?"
Dengan sedikit pergerakan, lalu Kibum menyamankan posisinya di pundak Donghae. Dengan mata terpejam, ia kembali berkata bahwa, "aku baru saja bercerai dengan istriku, beberapa hari lalu.."
Komentar Donghae? Hanya "oh," tanpa ekspresi.
"Entah ini nasibku," ungkap Kibum. "Ditinggal oleh wanita-wanita di sampingku," tuturnya dalam nada pilu. "Ini membuatku seolah ingin melupakan mereka saja!"
Donghae diam mendengarnya. Sejauh yang ia rasa, ia tak pernah memiliki ikatan serius terhadap seorang wanita, kecuali jalinan-jalinan cinta ringan yang pernah ia rasa dulu semasa sekolah, pikirnya..
"Lalu?" tanggap Donghae akhirnya. "Apa kau akan menghabiskan waktumu seorang diri?" tanyanya.
"Aku mendengar kisah menarik Yunho hyung kemarin. Tentang pasangan prianya, dan.."
"Kau bisa mencobanya!" ucap Donghae kemudian, membuat Kibum beranjak dari posisinya, dan menatap lekat ke arah Donghae, yang hanya tersenyum ke arahnya. "Bukankah aku telah kau beli untuk malam ini?" ungkap Donghae.
"Tapi.."
Donghae tak menjawab, dan hanya memberi Kibum sebuah kecupan singkat di sertai kata, "cobalah.."
...
Berdesakan adalah kata yang tepat. Sebuah mobil dengan pintu belakangnya yang tak mampu tertutup semenjak dua pasang kaki nampak terlihat dari luar. Bergumul, dan perlahan saling melepas sepatu yang melekat disana.
Mereka sang pemilik kaki tersebut, kini tengah beradu di kursi belakang mobil tersebut, dalam keadaan gelap. Gelap, disertai bunyi lenguhan dan desahan dari keduanya. Hanya lenguhan yang tertahan, dan desahan dalam dua pasang bibir yang saling membungkam satu sama lain.
Donghae berusaha bertahan, di antara gerakan liar Kibum. Rincik hujan turun, entah mengapa, membuat suasana menjadi lebih dingin, mengiringi satu tetes air dari sudut matanya. Bagaimanapun, ini adalah yang pertama baginya. Namun semua sudah terlanjur.
Menapaki menit berikutnya..
Lampu di dalam mobil menyala, menampakkan Donghae yang tengah terduduk di atas Kibum dan telah berpindah ke kursi depan. Kibum yang menahan tengkuknya agar terus mengadukan bibir mereka dengan begitu dalam, disertai dengan peraduan lidah yang begitu menantang bagi Kibum, yang sudah memasuki permainannya.
Lagipula..
"Engh," Donghae sudah asik melenguh, begitupun Kibum, semenjak tubuh bagian bawah mereka sudah tak berbusana. Meski belum pada tahap sesungguhnya, namun, organ bawah mereka itu, sudah saling beradu di bawah sana, membawa sensasi tersendiri, yang begitu menggugah..
"Apa ini pertama bagimu?" tanya Donghae, di sela ciuman Kibum pada lehernya, sambil menahan nafas dan lenguhannya. Kibum menghisap beberapa kulit disana, dan menyisakan tanda. Kibum nampak lebih menikmati, hingga hanya menjawab dengan deheman saja.
"Melakukannya dengan seorang pria?" tanya Donghae lagi.
"Ya," jawab Kibum, sejenak menghentikan kegiatannya.
"Sebelumnya?"
"Tentu pernah, dengan istriku.."
Donghae mengangguk lemah. Ia tahu itu dengan sangat jelas bukan?! Namun tak harus pula ia masuk ke dalam permasalahan tersebut. Karena bukan urusannya pula..
Maka setelahnya, dengan kemantapan hati, Donghae sedikit mengangkat tubuhnya dari lahunan Kibum. Ia posisikan dirinya, hingga Kibum bertanya, "kau yakin?" dengan sangat serius. Lalu, "aku tak memaksamu," ucapnya lagi..
Donghae tersenyum lemah, di antara wajahnya yang sudah sangat memerah dan penuh akan peluh. Ia berkata, "ini sudah kewajibanku," dengan tulus. Lantas?
"AKH!" Ia memekik kaget, sesaat setelah memasukkan milik Kibum yang keras, mungkin. Ia belum utuh mendudukkan dirinya, dan berkata "sebentar, tunggu sebentar, maafkan aku.." racaunya, bergetar sambil menahan perih yang menderanya saat itu juga. Ia merasa, lubangnya mungkin sudah robek? Sangat perih!
Kibum hanya diam merasakan, sambil menyusupkan jemarinya di antara kulit punggung Donghae, dan berakhir, diam di antara dua sisi pinggul Donghae, hingga ia dengar..
"Enghhhhhhhhhhhh!" lenguhan panjang dari Donghae, tepat di telinganya. Donghae yang lalu mencengkram kuat lehernya, lantas meringis di telinganya. Begitupun dengan satu kenikmatan yang datang bersamaan dengan itu, bagi Kibum, saat Donghae mendudukinya dengan sempurna. Disaat miliknya benar-benar tertanam dengan baik.
"Aku tak tahu akan sesakit ini," komentar Donghae di antara ringisan-ringisannya. Dan Kibum hanya mencoba mengecupi Donghae, bersamaan dengan ia yang bergerak, membuat Donghae kembali meringis. Tidak akan mudah merubah rasa sakit itu dalam waktu cepat.
Bahkan, meski Donghae telah menggerakkan tubuhnya di atas Kibum, menunggangi Kibum yang lalu balik melenguh hebat akan ulahnya. Terus bergerak, dan berteriak memecah keheningan malam itu..
"Akh! Akh!"
Donghae, yang tetap meringis merasakan kejantanan Kibum yang terus dan terus menerobos ke dalamnya. Menerobos, bahkan mungkin saja menyisakan sesuatu, entah itu apa. Namun malam itu, adalah saksi bagaimana mereka beradu untuk pertama kalinya, meski tanpa cinta yang mengiringi, atau belum menggiringi?
...
"Terima kasih atas waktunya, Donghae.."
Donghae tersenyum, sesaat setelah dirinya turun dari kendaraan Kibum. Waktu masih terlalu pagi, dan Kibum mengantarkannya pulang, tepat di depan rumahnya. Sebuah kediaman yang sederhana di tengah kota Seoul.
"Ya," balas Donghae tersenyum.
"Aku pergi," ucap Kibum, dan hanya dibalas dengan bungkukkan tubuh Donghae. Kibum diam melihatnya, meski selanjutnya, ia katakan, "semoga kita dapat bertemu lagi di lain waktu.."
"Ya.." balas Donghae.
"Dan terima kasih atas malam yang indah.."
Donghae termenung di tempatnya, Wajahnya seketika memerah mengingat kejadian semalam. Ia hanya mengangguk kecil, tak mampu memberikan komentarnya..
Seketika saat Kibum pergi, ia hanya dapat memegangi kedua pipinya, meski, lalu ia berjalan dengan cara yang agak kurang baik sambil memegangi pinggangnya. "Aku tak habis pikir, ternyata itu sakit!" ringisnya sambil berjalan, masuk ke dalam kediamannya.
...
"Kau darimana saja? Aku takut sendiri di rumah semalam!"
Donghae di sambut dengan sebuah rajukan manja. Ia dapat melihat seorang remaja pria yang sudah rapih terbalut oleh seragam sekolahnya. Donghae hanya mengangkat bahunya, lantas memberikan sebuah amplop pada remaja itu.
"Apa ini?"
"Uang sekolahmu, Choi Minho!" jawab Donghae agak merutuk. "Aku bekerja semalam, mencari uang untuk sekolahmu, kau puas?" cercahnya, terlihat menyebalkan, namun tertuang dalam candaan tentu saja.
Minho, sang remaja nampak puas dengan bungkusan di tangannya. "Kau bekerja keras, hyung. aku mencintaimu, sungguh!" komentarnya dengan mata berbinar.
"Tsk," decak Donghae sambil berkacak pinggang. "Kau menyebalkan, bocah!" rutuknya, menempelkan ujung jari telunjuknya, tepat di kening Minho yang hanya dapat tersenyum menyebalkan ke arahnya. "Jangan sia-siakan sekolahmu, karena jika kau membantah, aku akan memberitahu paman dan bibi, jika kau kabur dan bersembunyi disini! Biarkan mereka menjemputmu, dan menyeretmu agar mau tinggal di Jepang.." peringat Donghae.
"Jangan!" sergah Minho dengan tegas. Ia menatap takut ke arah Donghae. "Aku akan menurutimu, hyung.. aku janji!" ratapnya.
Donghae tersenyum geli, melihat seorang remaja nakal yang kini tengah merajuk manja padanya. "Pergilah sekolah," suruhnya kemudian. Juga, "Eoh? Apa kau sudah sarapan?"
"Sudah!" jawab Minho, sambil melesat pergi, setelah satu orang lain, nampak memanggil namanya. Ia terburu-buru, hingga menjerit, "tunggu aku, Taeminie!"
...
Sebuah cermin, mampu memantulkan bayangan wajah seorang Lee Donghae. Tanpa busana atas, dengan wajah yang baru saja terbasuh oleh air, masih basah dengan ujung-ujung rambut yang mampu meneteskan beberaoa tetesan air. "Apa yang telah kulakukan?" tanyanya, pada bayangannya tersebut.
Sejenak bayangan tentang apa yang terjadi semalam tadi, ia ingat kembali. Sebuah rasa yang begitu menguasai dirinya. Rasa panas, seakan berdesakan, disaat kulitnya, bersentuhan dengan kulit asing, milik Kim Kibum.
Dirinya, telah dimiliki satu malam tadi, oleh orang lain tersebut. 'Telah dipakai', jika harus dijabarkan secara bahasa kasarnya. Donghae berfikir, 'mungkin aku sudah gila?!' disertai dengan satu basuhan air lagi di wajahnya.
Hingga kembali ia dongakkan wajahnya, menghadap cerminnya. "Aku kotor?" gumamnya pelan, lantas menutup wajahnya, dengan kedua telapak tangannya. "Oh, kupikir aku benar-benar bermimpi tadi malam!" ungkapnya, terdengar menyesal.
Bayangan saat bibir Kibum, beradu dengan bibirnya? Juga nampak saat ini, beberapa tanda merah di kulit lehernya. Tanda bahwa ia telah benar-benar dimiliki. Dan satu bukti lain? Rasa perih yang masih dapat ia rasa pada lubang anusnya. Semua hal menyatakan semua benar-benar nyata.
"Agh!" pekik Donghae, menjambak rambutnya sendiri. "Aku benar-benar kehilangan akal sehatku!" rutuknya pada dirinya sendiri.
...
Sedang di tempat lain, Kibum hanya diam. Terduduk di atas lantai balkonnya. Merasakan sentuhan angin lembut yang mengelus wajahnya, juga rambutnya. Ia terpejam, menghisap wangi tubuhnya sendiri. Ia harum, mengingat dirinya, baru saja selesai membersihkan diri, setelah pulang mengantar Donghae tadi pagi.
Donghae?
Kibum membuka matanya, saat mengingat satu nama itu. Seseorang yang sadar atau tak sadar, telah ia sentuh semalam. Ia sentuh hingga sejauh itu?
Kibum hanya tersenyum saja. Ditatapnya helaian daun yang bergerak, pada pohon di hadapannya. Terlihat segar daun-daun itu. Segar, seolah merefleksikan dirinya, hatinya yang tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Kenapa?
"Apa karena aku menyukainya?" gumamnya. "Rasanya lebih menyenangkan.."
Tak butuh waktu lama baginya untuk berfikir, lantas meraih ponsel yang sebelumnya terletak di sampingnya. Ia hubungi nomor dengan nama 'Jung Yunho,' hingga terjadi percakapan singkat itu.
"Hyung! Aku ingin memilikinya, seutuhnya!"
...
"Hah," keluh Donghae, menjatuhkan dirinya di atas ranjang. Ia tertidur telungkup dengan ponsel bertumpu pada telinga kanannya. "Aku tak yakin, untuk membicarakan soal kehormatanku, hyung.."
Jaejoong yang sedang dihubungi Donghae saat ini. Jaejoong yang tak ragu untuk memberi tanggapannya, atas pernyataan Donghae.
"Kehormatan apa, Donghae-ya? Kita punya, meski itu berbeda dengan posisi seorang wanita.."
"Itulah maksudku, hyung!" balas Donghae, berguling hingga ia mampu menatap langit-langit kamarnya. "Apa aku pantas, jika menyebut diriku, telah kehilangan kehormatanku, setelah apa yang terjadi semalam? Bahkan aku sudah tak lagi perawan jika aku wanita!"
Tawa keras terdengar setelahnya, dari seberang sana.
"Jangan berfikir macam-macam, Hae! Kita lebih beruntung dari wanita. Kita tak harus menanggung apapun, meski mereka meniduri kita berapa kalipun! Tak akan terjadi apapun, selama kau bersedia melupakannya.."
"Untuk itulah kubilang, aku ragu soal kehormatan! Aku sudah kotor, tapi? Apalah artinya, bagi seorang laki-laki," decak Donghae.
"Jadi apa yang kau inginkan sekarang?"
Donghae nampak berfikir. "Aku tak tahu, jika akan berdampak seperti ini, hyung. Hatiku.."
"Jangan katakan kau menyukainya!"
Donghae menghela nafasnya. "Semoga saja ini tidak benar. Kau tahu, Kibum adalah yang pertama bagiku, dan dia? Memberikan kesan baik, sejauh ini.."
"..."
"Berikan aku tamu yang lain, agar terbiasa dengan pekerjaan ini, dan melupakannya dengan cepat!"
Brak.
Jaejoong, terperanjat hingga menjauhkan ponsel dari telinganya, saat pintu ruangannya tiba-tiba terbuka dengan sangat keras. Ia melihat siapa yang datang, lalu berbisik pada Donghae. "Yunho datang, kita sambung nanti lagi, Donghae-ya.."
"Kau sedang apa?"
Jaejoong segera menutup sambungan telponnya, lantas menyambut Yunho, yang tak sabar, mencium pipinya. "Aku menghubungi Donghae, menanyakan yang semalam, Yun," tutur Jaejoong. "Kau bilang, Kim Kibum hanya butuh seorang teman, karena ia kesepian, dan hanya laki-laki normal," terang Jaejoong.
"Itu memang benar. Sudah kukatakan ia baru saja bercerai dengan istrinya di Amerika sana," timpal Yunho.
"Pembual!" bantah Jaejoong. "Buktinya ia meniduri Donghae semalam," rutuknya.
"Eh?"
Jaejoong mendelik kesal. "Kalian sama saja!" omelnya, namun disambut dengan wajah heran milik Yunho. "Kau kenapa Yun?" tanyanya.
"Pantas Kibum berkata, ia tak ingin melepas Donghae.."
"Huh?"
...
"Tidak bisa!" tolak Jaejoong keras, merutuk pada Jung Yunho yang mengekori di belakangnya. Ia hentakkan kakinya keras, bersamaan dengan pintu yang hampir ia banting jika saja tak ada lengan Yunho yang mengganjalnya.
"Jaejoongie! Dengarkan aku dulu," ucapnya. "Kupikir Kibum benar-benar serius dengan ucapannya. Dan juga, Donghae akan benar-benar aman berada bersama Kibum nantinya."
"Tidak Yun!" sanggah Jaejoong. "Kibum tak bisa membeli Donghae seenaknya! Donghae sudah ku anggap saudaraku sendiri! Tak akan kubiarkan ia menjadi budak seks bagi Kim Kibum! Aku tahu benar, pria itu tak mungkin mencintai Donghae dalam waktu semalam.."
"Apa bedanya, dengan ia yang menjadi pelacur selamanya, huh?"
Jaejoong menatap kesal pada sang kekasih. "Dia hanya mencari uang, untuk membebaskan ayahnya dari penjara!" ucap Jaejoong tajam. "Tak akan kubiarkan ia bekerja disini selamanya!" ungkap Jaejoong. "Apa jadinya, jika temanmu yang kaya itu membelinya, dan mengekangnya nanti? Tidak, tidak!"
"Tapi ia benar-benar menawarkan tawaran yang tinggi untuk Donghae," ucap Yunho. "Kau bisa membeli apapun yang kau ingin, sayang.."
Hening..
"Mobil? Rumah? Berlian? Kibum bisa menjamin semuanya untukmu, terlebih Donghae!"
Satu tatapan, yang sulit di artikan, Jaejoong berikan untuk sang kekasih yang sudah membuatnya merah dalam waktu dekat ini. Namun? "Benarkah?" tanyanya dalam sebuah seringaian yang cukup jelas..
...
Donghae masih merutuk, padahal dirinya tengah berada di antara keramaian. Wajahnya menekuk sebal. "Kukatakan badanku masih sakit, tapi kau memaksaku datang!" rutuknya dalam langkah terburu-buru.
Masih di bawah terik matahari, saat Donghae berjalan. Tiba-tiba sebuah klakson mengejutkannya. "Huh?" Donghaepun terkejut, lantas menolehkan kepalanya, pada sebuah mobil yang baru saja meneriaki dirinya. Ingin rasanya dia marah, namun ia tahan, saat tahu siapa yang turun dari mobil tersebut.
Sosok tampan yang lalu melambai ke arahnya..
"Astaga!" umpat Donghae tertahan. "Mengapa dia bisa ada disini!" rutuknya, dalam sebuah senyuman kaku yang ia beri, pada Kibum yang masih melambai ke arahnya, dan lalu melangkah ke arahnya.
Donghae sudah ingin langsung pergi saja. Namun, "eh?" ia menjadi terkejut saat Kibum tiba-tiba menarik lengannya, dan sedikit menyeretnya. "Apa yang anda lakukan? Lepas!" raung Donghae merasa tak terima.
Tapi Kibum, dengan dinginnya ia masih tetap menarik Donghae, lalu sedikit mendorong tubuh Donghae agar masuk ke dalam mobilnya.
Donghaepun, menjadi sebal seketika. 'Apa-apaan dia ini! Menyebalkan!" rutuk Donghae dalam hati. Ia begitu menekuk wajahnya, terlebih ketika duduk turut masuk, duduk di kursi kemudi di sampingnya.
"Pakai sabuk pengamannya!"
Donghae tak percaya akan orang di sampingnya tersebut. Kibum yang tak lagi seramah semalam. "Sebenarnya apa yang kau lakukan?!" raung Donghae, sedikit berteriak kesal, meski itu tak mendapat tanggapan dari Kibum. "Kau sudah gila!"
Kibum hanya menjalankan kembali kendaraannya. "Aku hanya ingin kau menemaniku, siang ini. Hanya beberapa jam saja.." ucapnya.
"Tsk," Donghae berdecak. "Urus saja bayaranmu pada Jaejoong hyung nanti!" rutuknya, seolah tengah menghargai tubuhnya sendiri.
"Begitukah?" gida Kibum.
Donghae tak ingin lagi menjawab. Ia memalingkan wajahnya kesal. "Terserahmu saja!" rutuknya..
...
"Aku ingin membeli sebuah mobil, tapi aku ingin, kau yang memilihkannya untukku."
"Eh?"
Donghae melongo, mendengar penuturan Kibum baru saja. Ia alihkan pandangannya, pada sebuah mobil antik di hadapannya. Ia alihkan pandangannya lagi pada Kibum. "Apa maksudmu!" tanyanya.
"Cobalah salah satu mobil, apa kau bisa mengemudi?"
Donghae nampak berfikir. "Sedikit," ujarnya dengan nada ketus.
"Kalau begitu cobalah, dan kau pilih mana yang paling cocok denganmu. Aku tahu, seleramu bagus. Aku percaya padamu," ungkap Kibum, sambil menepuk-nepuk pundak Donghae.
"Tapi.."
"Aku ada sedikit urusan. Kau pilihkan untukku, oke?" ucap Kibum, sambil meninggalkan Donghae begitu saja. "Kujemput dalam waktu dua jam kedepan."
"Aku tak janji memilihkan yang bagus, hey!" teriak Donghae semakin kesal. Sementara Kibum terus berjalan, dan melambai tanpa berbalik ke arahnya. Membuat Donghae berkacak pinggang, sambil menyipitkan matanya. "Aku akan pilihkan mobil terburuk!" teriaknya kembali, dengn sebuah ancaman.
Donghae masih dapat melihat Kibum menaiki mobilnya, dan sempat berbalik ke arahnya sambil mengangkat bahu dan tersenyum singkat.
"Oh, dia gila!" umpatnya dengan wajah heran. Ia terkejut bukan main, dengan apa yang dititahkan Kibum, yang kala ini berstatus sebagai tamunya. Namun?
"Silahkan kembali ke dalam tuan. Ada banyak pilihan dengan berbagai model. Saya bisa jabarkan perlahan. Anda bisa memilih, dari segi warna bahan, dan lainnya.."
Donghae tak boleh banyak melamun. Tugasnya adalah, memilihkan satu mobil untuk orang lain. Hey! Ini bukanlah barang yang dapat dibeli dengan uang kecil saja. Kim Kibum memang nampak gila. Mempercayakan hal tersebut pada orang yang baru dikenalnya malam tadi..
"Baiklah.."
Ucap Donghae pasrah pada akhirnya..
...
Dua jam berlalu. Donghae tengah merenung di samping Kibum yang tengah mengemudi. Ya, Kibum telah menjemputnya dan kini mereka kembali mengukir jalanan. Tak ada kata, karena Donghae sibuk menekuk wajahnya. Ia masih kesal..
"Kau sudah makan? Ini hampir memasuki jam makan siang," ujar Kibum kemudian. Ia bertanya begitu saja, terlihat biasa, padahal yang ia lakukan adalah, hal gila bagi Donghae. Dan Kibum? Tetap bersikap ringan seperti tak pernah terjadi apapun..
"Terserahmu, mau kau ajak aku kemanapun!" cetusnya.
"Baiklah," balas Kibum. Ia tahu Donghae marah. Itu nampak marah. Namun, Kibum tak berniat membahasnya, dan malah sibuk dengan wajahnya yang usil. "Kau sudah memilih dengan baik," ucapnya tiba-tiba.
"Aku tak mau dengar! Kau membuatku kesal!"
Kibum melirik Donghae dengan ujung matanya. "Apa kau sedang berbuat kurang baik pada tamumu?"
"..."
...
"Aku tetap belum mampu memutuskan, Yun! Ini tidaklah mudah!" ucap Jaejoong. "Orang gila itu! Eoh, Kim Kibum maksudku," ucap Jaejoong menyela ucapannya sendiri. "Membeli orang padaku? Ini tak pernah terjadi sebelumnya! Ini diluar kuasaku, aku harus berbicara dulu pada Donghae tentunya..
Donghae?
Ya. Donghae harus mengetahuinya bukan?
Ia belum tahu, karena kini sedang sibuk menemani Kibum. Menemani langkah Kibum, setelah sebelumnya, mereka menghabiskan beberapa waktu untuk mengisi perut mereka. "Kau mau kemana?" tanya Donghae.
Kibum? Tak menjawab dan tiba-tiba saja, meraih jemari Donghae menuntun langkahnya. Donghae kaget, dan menghentikan langkahnya. Ia merasa, sesuatu yang aneh terjadi pada detak jantungnya.
"Kenapa?" tanya Kibum.
Donghae menggeleng kaku, dan kembali berjalan, dalam tuntunan Kibum. Mendadak ia merasa wajahnya panas, dan mungkin menjadi merah? Ia malu..
"Kau tahu aku baru datang dari Amerika, bukan?" tanya Kibum di antara langkah mereka.
Dan jawab Donghae? "Ya.."
"Aku tinggal di hotel. Jadi sekarang, antar aku membeli apartemen," ucapnya.
"Kau akan menetap disini?"
"Mungkin. Dan kau?" ucap Kibum, sambil mencolek dagu Donghae dengan jahil. "Harus pilihkan apartemen yang menurutmu bagus," ucapnya dengan senyumnya.
"Huh? Apa?"
Donghae lebih heran, hingga ia harus memukul lengan Kibum. "Kau benar-benar tidak waras!" omelnya dalam bisikan tajam. "Kau menyerahkan urusan penting seperti ini pada orang yang baru kau kenal sepertiku?"
Kibum, kembali mengangkat bahunya. 'Menyebalkan!' pikir Donghae.
"Kau pasti lebih tahu bentuk apartemen yang bagus di Korea," jelas Kibum. "Lagipula.." ucapnya sambil mengangkat salah satu lengannya untuk melihat jam disana. "Aku akan pergi untuk urusan lain. Kau.."
"Lagi?" potong Donghae tak percaya. Ia menatap Kibum heran. Ia tahu, mungkin saja Kibum akan kembali meninggalkannya seperti tadi.
"Tidak, aku akan menunggu di mobil dan akan kembali secepatnya," terangnya.
Donghae mendesah pasrah. Terlebih ketika Kibum kembali berlalu, meninggalkannya bersama seorang wanita pemilik apartemen yang lalu mengajaknya melihat apartemen yang akan dibeli oleh 'tamu tak waras'nya tersebut.
"Dasar Kim Kibum aneh!"
...
Menghabiskan waktu berjam-jam bahkan. Donghae merasa lelah luar biasa. Dia harus memilah dua hal besar sekaligus. Tidakkah itu akan menguras tenaga dan juga pikirannya?
"Kau benar-benar memillih yang ini?" tanya Kibum, memilih tempat berdiri di samping Donghae.
Donghae mengangguk. Keduanya berada di balkon apartemen yang baru saja Donghae pilih. "Warnanya cukup cocok untukmu. Ada beberapa ruangan, satu kamar cukup luas. Dan ruangan lain yang menurutku nyaman. Terlebih.." tutur Donghae, terhenti karena jemarinya sibuk, menunjuk matahari yang akan mulai tenggelam, dan memang terlihat jelas dari sana. "Kau bisa melihat pemandangan indah disini!" ucapnya riang.
"Ah, kau benar-benar menyukainya?" tanya Kibum.
"Apa kau juga menyukainya?" tanya Donghae teringat. Ini bukanlah sesuatu yan harus disukainya, karena ia memilih tempat untuk Kibum, bukan untuk dirinya.
Kibum tak menjawab, dan memilih untuk menatap Donghae dalam senyum lembutnya. Membuat Donghae terpana untuk sesaat dan menjadi bungkam. Wajah Kibum yang tersorot sinar mentari sore itu, membuat kadar tampannya bertambah. Begitupun Donghae, dimata Kibum.
Maka tanpa sadar, Kibum mengecup bibir Donghae, lama..
Sedang Donghae menegang. Dari balik wajah Kibum, ia mencoba untuk tak terbuai. Ia tetap fokus mengumpulkan kesadarannya dengan membuka lebar matanya, dan mencoba melihat apa yang bisa ia lihat, meski jari-jarinya mengepal.
Bibir Kibum, bibir tebal yang Donghae masih ingat rasanya, saat menyentuhnya malam kemarin. Bibir yang kini mulai bergerak pelan, menyentuhnya. Membuat Donghae berdebar kembali.
Kibum menggeser wajahnya, dan melumat bibir Donghae perlahan. Kali ini, Donghae tak tahan. Ia memejamkan matanya, turut bergerak ke arah berlawanan, agar bibir itu menyatu sempurna. Di akhiri dengan tangan Kibum yang menahan tengkuknya. Menekannya, menciptakan satu ciuman panas di temani sinar mentari yang mulai meredup..
...
Hari berikutnya, Donghae kembali dikejutkan dengan kedatangan Kibum di halaman rumahnya. Keningnya mengkerut seketika, di balik jendela dengan tirai yang baru saja ia sibakkan. "Kenapa dia kemari lagi sih!" rutuknya, lalu dengan cepat meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.
Sambungan yang nyatanya tak tersambung, padahal bel pintu rumahnya sudah berbunyi. "Aish! Kau kemana hyung!" rutuknya pada ponselnya? Bukan! Tapi pada Jaejoong yang sulit ia hubungi sejak semalam, entah mengapa..
Sedang bel itu terus berbunyi, bahkan hampir membangunkan Minho yang maih terlelap di pagi minggu tersebut. 'Gawat!' pikir Donghae, hingga ia dengan cepat membuka pintu. Ia tak ingin Minho terbangun dan menanyakan perihal, siapa itu Kim Kibum?
Dalam langkah cepat, Donghae hampiri pintu depan rumahnya, dimana Kibum tepat berada disana, tengah menghadap pintu tersebut. Dalam hati Donghae berteriak, 'Kibum!' juga 'Kibum' dan 'Kibum!', merutuk dalam gerak mulutnya tanpa mengeluarkan suara. Sesungguhnya, langkahnya terlihat bergetar.
Pintu terbuka, menampakkan wajah Kibum seketika. Menatapnya, meski hanya dengan sedikit senyuman. Ya. Bibir Kibum memang, terlihat jarang tertarik untuk membentuk sebuah lengkungan, menurut Donghae. "Ada apa kemari?" tanya Donghae, sebelum sempat mempersilahkan tamunya masuk.
"Aku ingin bertamu.." jawab Kibum santai.
Donghae merapatkan kedua matanya erat, dan terlihat kesal, lalu mengeluh. "Mengapa kau senang sekali muncul di hadapanku?" tanyanya dengan lelah yang tersirat dari wajahnya.
"Aku sudah membayarmu pada mereka, untuk satu hari ini.."
"..."
Donghae diam mendengarnya. Ia tatap Kibum dalam mulut yang bungkam. Bukan diam yang sesungguhnya, karena nyatanya batinnya berkata sakit, akan sesuatu yang baru saja terlontar dari mulut Kibum. Tentang dirinya? Tentang tubuhnya yang memang memiliki harga di tiap waktunya. Detik dan juga menitnya.
'Inikah yang dirasakan Jaejoong hyung?' batinnya kembali berkata lirih. Namun, sesuatu tersebut adalah hal yang tak mampu ia bantah. Maka dengan lemas ia berjalan, melewati batas pintu rumahnya.
Donghae tutup perlahan pintu rumahnya, meski enggan menatap Kibum. "Mari pergi.." ajaknya..
...
"Antar aku membeli barang untuk perlengkapan apartemenku!"
Donghae berulang kali merutuk. Ia tak lagi kaget, akan ulah manusia aneh tersebut. "Jangan katakan nanti kau akan meninggalkanku lagi karena urusanmu itu, sementara aku harus memilih barang yang kau ingin!" omel Donghae.
"Bukan," bantah Kibum. "Kau hanya perlu memilih barang yang kau suka. Sofa? Ranjang? Lemari? Dan semuanya.." tutur Kibum dengan nada ringan dari bibirnya.
"Astaga! Astaga!" ricuh Donghae. "Aku tak tahu apa yang ada dalam otakmu, Kim Kibum!" umpatnya dengan wajah lelah, dan heran yang bercampur. "Kau membeli barangmu, dan menyuruhku memilih, tapi sesuai dengan keinginanku?" tanyanya, tanpa menunggu jawab, karena ia lalu menimpal, "selera kita bisa saja tak sama!"
"Aku percaya padamu.."
Donghae mendengus sebal. "Itu lagi!" cibirnya..
Sesuai denga apa yang dikatakan Donghae, menjelang siang itu, ia terduduk lunglai di sebuah kursi, di toko ice cream, sejak Kibum mengajaknya bertemu disana. Ia merasa sangat lelah, setelah memilih dan memesan banyak barang. "Akan lebih baik jika salah satu barang itu, ia berikan padaku, bukan?" gumamnya pada dirinya sendiri. Beberapa cup bekas ice cream, berjajar rapih disana, menemani Donghae yang terus mengomel tak jelas.
Sebuah suara tiba-tiba mengagetkan Donghae, membuatnya menegakkan tubuhnya. "Kau kemana saja? Aku sudah selesai memesan semuanya!" lapor Donghae, mendelik pada Kibum yang baru saja datang, dan duduk di hadapannya.
"Baguslah.." komentar Kibum. Ia lalu melihat beberapa cup bekas Donghae dan tersenyum. "Kau menghabiskan ice cream sebanyak ini?" tanyanya.
"Kau datang terlalu lama!"
"Aku akan memesan, kau ingin lagi?"
Donghae hanya diam, ketika Kibum kembali berlalu untuk membeli bebepara ice cream. Saat itulah, ia terperanjat saat merasakan ponselnya berdering. Dengan tergesa ia angkat panggilan tersebut. "Hyung, dia terus mengikutiku beberapa hari ini!"
...
Kibum kembali menghabiskan waktunya dengan Donghae, di sampingnya. Di dalam mobilnyalah mereka kini. Sudah banyak waktu mereka habiskan di dalam kendaraan tersebut. Pergi kesana dan kemari, hingga melakukan sesuatu yang lebih saja, mereka pernah lakukan disana. Itu benar.
Adakah mereka ingat? Atau setidaknya, sedikit ciuman saat di apartemen baru itu? Tidakkah mereka merasakan sesuatu?
Nyatanya kini mereka bersama dalam suasana berbeda. Donghae terus saja menundukkan wajahnya, sementara Kibum melihat ke arah lain dengan wajah canggung. "Sebenarnya, mungkin ini terlalu cepat.." ucapnya tiba-tiba memecah keheningan.
Donghae mengangkat wajahnya. "Apa?" tanyanya. Ia tak terlihat bingung, dan memilih menatap Kibum, untuk selanjutnya, melanjutkan ucapannya. "Kau ingin berkata, bahwa kau ingin membeliku? Membeli tubuhku ini?" tanyanya mengundang satu tanya di wajah Kibum, meski itu belum sempat tertuang dalam kata.
"Kupikir kau adalah lelaki normal yang sopan!" timpal Donghae lagi. "Tapi kau sama saja dengan yang lain!"
"Apa maksudmu?"
"Aku sudah tahu!" sanggah Donghae dengan nada yang mulai meninggi. "Jaejoong hyung sudah mengatakannya. Kau ingin membeliku, eoh?"
Kibum menarik pelan nafasnya, namun masih terlihat tenang. "Katakanlah demikian," jawabnya, membuat Donghae semakin terkurung emosi. "Aku ingin membelimu, memilikimu apa itu salah?"
"Aku bukan barang!" teriak Donghae.
Kibum tersenyum. "Kau pelacur.."
Plak.
Dengan nafas memburu, Donghae berikan satu tamparan di pipi Kibum. Ia tak habis fikir dengan apa yang Kibum lakukan saat ini. "Lantas mengapa kau mau menyentuh pelacur sepertiku, huh?"
Kibum mengusap wajahnya. "Lalu sebutan apa yang harus kuberikan padamu, Donghae?" tanyanya, menantang Donghae dalam tatapan dinginnya. "Kau, pelacurku!"
"Eh?"
"Bukankah aku yang pertama kali menyentuhmu?"
"..."
"Aku ingin, menjadi seseorang, yang terakhir menyentuhmu. Tak ada orang lain lagi.."
Suara bising dari kendaraan lain seolah ikut masuk ke dalam pendengaran Donghae, membuat kata Kibum terdengar samar di telinganya. Ataukah, hati dan otaknya yang terlalu kaget, hingga melumpuhkan fungsi pendengarannya?
Setelahnya dapat Donghae rasa, belaian lembut pada pipinya.
"Inipun pertama bagiku, bisa menyukai seorang pria.."
Donghae menoleh pada Kibum saat itu juga. Selalu, adalah wajah terkejut yang ia tampilkan. Salahkan Kibum yang selalu berbuat hal yang tak mampu ia tebak. "Apa yang kau bicarakan!"
"Jika kau tak ingin aku membelimu, maka ijinkan aku menikahimu, Lee Donghae.."
Sebuah rasa panas, tiba-tiba menyerang Donghae. Otaknya seolah mendidih, karena berfikir terlalu keras, akan kata Kibum padanya. Bagai mimpi di siang hari, mungkin. Namun itu bukanlah sesuatu yang dapat diragukan. Tatapan yakin dari Kibum. Juga?
Cring..
Suara gemerincing terdengar setelahnya. Kibum memberikan dua buah kunci padanya sambil berkata, "mobilmu, dan juga apartemenmu.."
"Huh?" lagi Donghae harus terkejut sambil memandang Kibum.
"Semua untukmu," jelas Kibum.
"Aku tak mengerti!" bantah Donghae, hendak keluar dari kendaraan tersebut, jika saja Kibum tak menahan lengannya.
"Aku ingin kau menerimanya!" desak Kibum.
Donghae menghembuskan nafas lelahnya. "Kau pikir aku akan menerimamu, karena semua ini? Karena uangmu?"
"..."
Donghae mengerucutkan bibirnya seketika, namun amarahnya terlihat mencair. "Aku hanya tahu kau menyukaiku, apa itu bisa dipertaruhkan?" ucapnya.
Kibum mengerti dan tersenyum lebar. "Bagaimana jika aku mencintaimu?"
"Kau tak sungguh-sungguh!" rutuk Donghae, hingga kemudian Kibum memeluknya dengan hangat. Baru pertama kali ini bahkan, Kibum memeluknya. Terasa hangat memang..
"Aku mencintaimu, Lee Donghae. Ini terlalu cepat, apa kau percaya?"
"Aku percaya pada semua hadiahmu.."
[End of Flashback]
"Seharusnya aku tak pulang, sebelum meyakinkan sepupumu, agar mengijinkan kita menikah.." ucap Kibum, dalam langkahnya sambil menggandeng Donghae.
"Aku bisa meyakinkan Minho nanti. Dia memang sulit untuk mengerti, tapi kau tenang saja. Kuyakin, dia punya alasan, dan aku bisa mengatasinya.."
Donghae, sedang mengantar Kibum menuju kendaraannya. Kibum akan pulang, setelah ia berkunjung dan melakukan banyak hal di kediaman Donghae. Meski agak melenceng dari rencana, namun kejadian indah, kembali mereka lalui bersama.
Bukankah mereka berniat meminta ijin pada sepupu Donghae atas hubungan itu? Namun hasilnya?
Memang sudah agak larut saat itu. Tepat saat Kibum baru saja menyentuh kendaraannya dan akan membuka pintu, terdengar suara wanita yang menyebutkan namanya.
"Bryan!"
Lantunan suara merdu itu, menyebutkan nama Kibum yang lain. Kibumpun menoleh dalam wajah terkejutnya.
"Akhirnya aku menemukanmu!"
Donghae mengernyit, manatap ke arah seorang wanita asing yang cantik, yang baru saja menyebutkan nama baru baginya. Wajahnya mungkin, masih seperti asia? Berwajah korea namun, penampilannya sungguh terlihat asing. Wanita yang indah, jika ia lihat dari jiwa prianya. Bentuk tubuh yang benar-benar sempurna, menurutnya.
Ingin Donghae bertanya, namun tak sempat kala wanita tersebut, tiba-tiba menghampiri Kibum dan memeluk Kibum. Kibumnya. Kibum yang baru beberapa jam lau bercinta dengannya. Sakit jika mengingat hal itu, namun, Donghaepun belum tahu jelas siapa wanita tersebut.
Terdengar tangis disertai kata, "aku menyesl, Kibum! Aku menyesal" dari mulut sang wanita, yang kini menenggelamkan wajahnya di dada Kibum. Kibum yang sebenarnya masih diam. Berdiri kaku dan belum membalas pelukan tersebut.
Donghae pikir, bukan saat yang tepat untuk bertanya. Ia sudah dewasa, untuk tak mengamuk atau menjambak wanita tersebut, misalnya. Ia berinisiatif meninggalkan mereka berdua, namun..
Kibum menggenggam erat jemarinya, mengisyaratkan padanya untuk tidak pergi. Kibum memanglah seorang yang gila. Ia tak melepas Donghae, padahal, terdapat wanita lain dalam peluknya saat ini..
Siapa?
TBC
Duh, maaf jika harus sedikit memberikan NC? D: Saya sedang bosan, dan pengen aja publish disini. Yang di atas, sudah saya post di blog jadi, pasti sebagian udah baca. :)) Yang belum? Mangga dibaca. Saya tunggu tanggapannya, terima kasih, :')) Juga, 'gigolo = pelacur pria' saya enggan pake istilah gigolo, kurang berasa jika lihat posisi Hae yang uke. Ngahahaha~
