Summary: Rahasia yang selama ini kau sembunyikan dan telah kuketahui... Bagaimana aku menyikapinya?


OoO OoO-I Know-OoO OoO


Aku belum lama tinggal di sini, baru sekitar satu bulan. Aku sama sekali belum mengenal dirimu seutuhnya. Begitu pun dengan tempat ini—tempat yang menjadi tempat tinggalmu selama lebih dari 10 tahun—bagaikan istana di dongeng anak-anak yang selalu dibacakan oleh Ayahku ketika aku hendak terjaga.

Kuakui, tempat tinggalmu ini sungguh aneh. Entah mengapa, aku merasa ada kengerian yang menjalar ke seluruh tubuhku saat aku tahu bahwa tempat tinggalmu adalah tempat seperti ini.

Kau tahu? Tempat tinggalmu yang bagaikan istana ini memiliki banyak sekali misteri aneh. Beberapa sudah kuketahui jawabannya, dan beberapa masih menunggu untuk kuketahui jawabannya. Jika kuhitung, ada 3 misteri yang sangat membekas di pikiranku hingga saat ini.

Misteri yang pertama; ada sebuah kamar kosong yang letaknya membelakangi kamar kita. Kau selalu menguncinya dan melarangku untuk masuk. Menyentuh daun pintu milik kamar itu saja kau tidak memperbolehkan aku. Kau pun tidak kulihat pernah masuk ke kamar kosong itu.

Misteri yang kedua; ada sebuah lilin yang diletakkan di sudut ruang kerjamu. Jika aku mendekat sedikit saja pada lilin itu, amarahmu langsung memuncak dan membentakku dengan kata-kata yang sangat keras.

Misteri yang ketiga, yang menurutku teramat aneh; ada sebuah jendela kecil yang letaknya persis di atas lilin di sudut ruang kerjamu. Setiap hari, kau selalu berdiam diri dan merenung di dekat jendela itu. Menerawang jauh keluar jendela kecil itu, kedua bola mata onyx-mu terlihat sayu. Memikirkan sesuatu yang tidak bisa kubaca di pikiranmu.

Sebenarnya, ada apa di balik semua itu?


OoO OoO-I Know-OoO OoO


Disclaimer: Naruto character © Masahi Kishimoto, 'I Know' © kuronekomaru

.

~"I Know"~

Rated: T

Genres: Drama, Romance

Pairs: SasuHina

.

Warning: OOC, OC, OOT, abal, gaje, jelek, aneh, typo, judul nggak nyambung sama isi, alur kecepeten, etc.

.

My first fanfction story, flame—accepted.

Hanya untuk hiburan semata.

.

Don't Like Don't Read!

.

Happy Reading And Enjoy!


OoO OoO-I Know-OoO OoO


"Nona Hinata, silahkan nikmati sarapan anda. Saya harap anda berkenan hati menerima menu ini untuk sarapan anda," kata seorang maid muda dengan bahasa yang sangat santun. Ia meletekkan sepiring grilled onion beef di meja makan yang ada di hadapan gadis indigo berbola mata lavender—Hinata Hyuuga.

"E-eh, i-iya. T-terima kasih b-banyak," Hinata berdiri dari kursi dan membungkukkan badan ke arah maid itu.

"Nona Hinata, anda tidak pantas melakukan itu pada saya. Justru, saya yang seharusnya melakukan itu kepada anda," maid itu membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan pada Hinata.

Pastilah senang jika diberi penghormatan seperti itu. Tapi, lain dengan Hinata. Hinata justru merasa canggung dan tidak nyaman. Ia panik, keringat dingin terlihat di keningnya. Hinata harus mencari cara yang pas agar maid itu berhenti memberikan penghormatan padanya dengan kata-kata lembut agar tidak membuat maid itu sakit hati.

"T-tidak apa-apa, k-kau tidak perlu m-melakukan itu p-padaku. K-kalau kau lelah, k-kau s-sekarang boleh p-pergi d-dan i-istirahat."

"Baik, Nona Hinata. Apapun yang anda minta, akan saya turuti segera."

Maid muda itu membungkukkan badannya kemudian sekejap ia pergi dari ruang makan. Beberapa maid lain yang sedari tadi mengekor pada maid muda itu pun ikut pergi dari ruang makan. Mereka keluar dari ruang makan dengan berbaris rapi seperti membentuk formasi. Ah... rupanya mereka mempunyai tata cara tersendiri untuk keluar dari ruang makan.

Hinata kembali duduk di kursinya dengan perlahan-lahan. Walaupun hanya duduk seperti dengan cara biasa, ia terlihat sangat anggun.

Ia menghela napas panjang dengan memejamkan kedua matanya. Berkali-kali ia melakukannya agar ia merasa nyaman ketika menyantap sarapan. Ia menjadi tidak nyaman menyantap sarapannya sejak ia mendapatkan penghormatan yang berlebihan dari maid muda yang tadi.

Tapi, sayang usahanya itu sia-sia saja. Rasa nyaman tidak ia dapatkan. Justru, yang ia dapatkan adalah ketidaknyamanan yang berlipat ganda lebih kuat.

Perlahan-lahan, ia membuka kedua matanya. Ia memandangi seseorang dengan mengarahkan sorot matanya ke depan, lurus.

Sasuke Uchiha.

Ya, rupanya Sasuke Uchiha-lah yang membuat Hinata tidak nyaman. Sasuke duduk di seberang meja yang berhadapan dengan Hinata. Tatapan datar ia tunjukkan kepada Hinata ketika ia menyadari bahwa Hinata tengah memandanginya.

"Ada apa?" ia terus menatap Hinata dengan tatapan datar. Dan itu membuat Hinata semakin tidak nyaman.

"E-err, e-etto… A-ano, Sasuke-kun, b-bukannya k-kau harus b-berangkat k-kerja? A-apa kau tidak t-takut kalau terlambat?" Hinata berusaha mencari topik pembicaraan.

Ia mencoba mengatakan sesuatu yang mungkin akan dijawab oleh Sasuke. Sekali lagi, mungkin. Sasuke tidak akan sembarangan menjawab perkataan orang lain. Bisa dibilang, ia tidak mau menjawab perkataan orang lain yang dirasanya tidak penting.

"…" Sasuke tidak merespon dan melanjutkan sarapannya. Ia menganggap perkataan Hinata sebagai perkataan tidak penting.

Akhirnya Hinata melanjutkan sarapan karena ia kecewa pada Sasuke yang tidak menggubrisnya sedikitpun. Dengan perasaan yang masih tidak nyaman, Hinata berusaha melahap sarapannya sesuap demi sesuap.

Lama kelamaan gerakan tangan Hinata untuk sarapan semakin melambat. Ia terlihat tidak bersemangat dan tidak berselera makan. Sesuatu tengah mengganggu pikirannya.

"Kamu kenapa? Mengapa kamu menopang sisi kanan kepalamu seperti itu?" Sasuke mengarahkan sorot bola mata onyx-nya pada Hinata dengan tajam, setajam pisau yang akan memotong apa saja. Sungguh... sorot mata yang mengerikan.

Hinata yang terkesiap akan pertanyaan Sasuke yang tiba-tiba itu, tiba-tiba saja tersedak. Ia tersedak sangat parah sekali. Ckckckck...

"Uhuk, uhuk, uhuk, uhuk," Hinata berulang kali memukul dadanya. Berharap agar ia dapat berhenti tersedak. Tapi, itu semua percuma saja.

Sasuke menghentikan kegiatan sarapannya. Ia berdiri dari kursinya dan berjalan menghampiri Hinata dengan tergesa-gesa. Wajahnya terlihat sangat cemas. Entah itu sungguhan atau pura-pura, Hinata lega ketika Sasuke datang menghampirinya seperti ini.

"Kau tidak apa-apa? Apakah ada yang sakit?" Sasuke terus menatap Hinata dengan raut wajah cemas.

Sasuke memijat kedua sisi pundak Hinata dengan halus. Perlahan-lahan tapi pasti, Hinata berhenti tersedak. Hinata mengehela napas lega ketika berhenti tersedak. Begitu pun dengan Sasuke yang menghela napas lega.

"M-maaf, aku m-membuatmu r-repot. S-seharusnya kau tidak perlu m-membantuku s-seperti ini. Waktumu k-kan j-jadi terbuang sia-sia."

"Tidak apa-apa. Sebagai suamimu, aku harus melakukan tugasku sebagai suami yang seutuhnya ideal," Sasuke menepuk kedua sisi pundak Hinata.

Semburat merah semerah tomat, muncul di kedua sisi pipi Hinata. Wajah Hinata terasa sangat panas dan hatinya merasa berdebar-debar saking bahagianya. Hinata merasakan suhu sekujur tubuhnya meninggi. Padahal pemanas ruangan sama sekali tidak dinyalakan.

Hinata berusaha menutupi wajahnya yang semakin memanas dengan kedua tangan. Hei hei, Hinata malu kah?

"I-iya, S-Sasuke-kun. A-aku juga akan b-berusaha menjadi I-istri yang b-baik dan I-ideal untukmu," wajah Hinata masih panas, Hinata merasa ada yang aneh dalam dirinya.


OoO OoO-I Know-OoO OoO


"Ah, kau sudah selesai ganti pakaian? Kalau begitu, ayo kita pergi ke RS. Kita periksakan jantungmu," Sasuke menunggu Hinata yang sedari tadi ganti pakaian di kamar.

"T-tapi, S-Sasuke-kun, a-aku t-tidak apa-apa, tidak p-perlu ke r-rumah sakit," Hinata menggelengkan kepalanya dan menyibakkan tangan tanda bahwa tidak ingin ke RS.

Sasuke berdecak, "Ck, Sudah berapa kali kubilang? Jantungmu itu lemah. Kita harus selalu rajin kontrol ke RS agar tidak terjadi apa-apa padamu," ia mengacak-acak rambut indigo-ku.

"T-tapi a-aku tidak ingin me-merepotkanmu…" Hinata menyisir rambut indigo-nya yang terlihat acak-acakan akibat ulah Sasuke.

"Tck, lagi-lagi kau berkata seperti itu. Aku sama sekali tidak merasa direpotkan. Jadi tidak usah bersikap layaknya aku ini direpotkan. Kalau sudah mengerti, ayo kita pergi," Sasuke menarik tangan kanan Hinata.

Mau tak mau, Hinata harus mengikuti kemauan Sasuke. Karena ia tahu, jika kemauan Sasuke tak dituruti maka Sasuke akan murka. Hinata hanya bisa mengekor pada Sasuke dan melihat punggung Sasuke. Pundak Sasuke yang lebar menyita perhatiaannya.

"Tuan Muda Sasuke! Tuan Muda Sasuke! Ada telepon dari jalur khusus untuk anda!" seorang butler tiba-tiba saja datang berlari sembari membawa telepon genggam berwarna hitam. Wajahnya terlihat panik sekali.

"Nani? Dari jalur khusus?" Sasuke kaget ketika mendengar bahwa ada telepon dari jalut khusus untuknya.

Sasuke mengambil telepon genggam berwarna hitam itu dan segera menjawab panggilan. Entah kenapa, suasana tidak nyaman menyelimuti keadaan sekitar. Suasana menjadi sangat tegang dan sangat mengherankan. Saat Sasuke menjawab panggilan dengan wajah horror, ia tidak bersemangat dan hanya diam saja. Butler yang tadi mengantarkan telepon genggam itu pun hanya terdiam mematung, sama sekali tidak bergerak dan hanya menunduk.

Di sela-sela pembicaraan, Sasuke sering menjawab sang penelepon dengan kata 'ya', 'hn', 'aku tahu', atau 'baiklah'.

"Ya, aku tahu. Jangan kau kira aku melupakannya. Baiklah, aku akan datang," ucap Sasuke di akhir pembicaraan.

Sasuke menutup telepon dan menghela napas panjang. Raut wajahnya masih horror. Kenapa kau, Sasuke?

"S-siapa Sasuke-kun? A-apa ada masalah? Ka-kalau ada masalah, t-tidak perlu repot-repot m-mengantarku ke RS," Hinata tak tahu kenapa kata-kata itu terlontar dari bibirnya begitu saja.

"Hn, tidak. Bukan siapa-siapa. Ayo kita pergi," Sasuke mengacak-acak rambut raven-nya dan berlalu.

Tapi, Hinata bisa melihat bahwa hati Sasuke sedang galau sekarang. Hinata bersendu hati ketika melihat Sasuke yang bertingkah tidak seperti biasanya.


OoO OoO-I Know-OoO OoO


Hinata sudah selesai kontrol di RS. Tadi, Sasuke menyuruh Hinata untuk menemuinya di ruang tunggu. Tapi saat Hinata mencari Sasuke di ruang tunggu, Sasuke tidak ada. Dan itu membuat Hinata kesal sekali. Tapi, ia tahu bahwa kesal tidak akan menyelesaikan masalah.

RS lantai 1 sudah dikelilingi Hinata beberapa kali. Sasuke sama sekali tidak terlihat batang hidungnya. Sasuke tiba-tiba saja menghilang bagaikan pasir yang ditiup angin. Ckckck, dasar si Sasuke Teme. Merepotkan saja orang lain saja.

Hinata akhirnya menunggu di luar pintu masuk RS. Banyak sekali orang yang berlalu-lalang untuk masuk atau pun keluar dari RS. Dari orang yang berlalu-lalang itu, Sasuke tidak terlihat sama sekali. Kemanakah dan dimanakah Sasuke berada? Itu masih menjadi rahasia.

"Sudah kubilang, kau seharusnya menjauhi dia. Bukannya mendekati dan justru menikahinya. Kau akan kena getahnya jika kau berbuat seenaknya seperti ini, Sasuke."

Hinata terkesiap mendengar suara aneh itu. Ia berusaha mencari asal suara itu secepat mungkin karena ia tahu bahwa orang yang menyuarakan suara aneh itu kini tengah bersama dengan Sasuke.

Hinata kembali masuk ke RS dan mencoba mencari Sasuke dengan lebih seksama.

"Ini bukan urusanmu. Aku menikahinya justru karena aku tidak ingin kejadian dua tahun yang lalu itu terjadi lagi."

Kali ini suara Sasuke yang Hinata dengar. Karena mendengar suara Sasuke itu, Hinata menjadi bersemangat. Ia pun lebih bersemangat mencari Sasuke karena sepertinya ada sangkut pautnya dengan dirinya.

Ia terus berlari mengelilingi RS, karena ia yakin Sasuke masih ada di dalam RS.

"Oh, benarkah? Kalau begitu, apa kau akan terus-terusan menipunya dengan cara seperti itu? Kau sungguh seseorang yang jahat, Sasuke."

Semakin lama mencari, suara aneh yang didengar Hinata itu semakin mengecil. Ah, lebih tepatnya semakin menjauh dari Hinata.

Namun, itu sama sekali tidak menghalangi niat Hinata untuk terus mencari Sasuke—suaminya.

"Diamlah. Aku sama sekali tidak mau mendengar ocehanmu lagi. Aku kecewa, seharusnya tadi aku tidak perlu menjawab teleponmu dan seharusnya aku tidak perlu menemuimu di sini. Dasar menyebalkan."

Hinata tidak menyerah. Ia terus mencari Sasuke walaupun suara aneh yang ia dengar itu semakin menjauh darinya.

"Ya, kau boleh saja lari, Sasuke. Tapi ingat! Rahasia pasti akan terbongkar dengan segera. Jadi, segera persiapkan dirimu untuk menerima kenyataan pahit dan mengatakan kebenaran yang sesungguhnya pada istrimu itu."

Hinata naik ke lantai 2. Ia menoleh ke kanan ke kiri. Tapi, sepanjang matanya memandang yang terlihat hanyalah dokter-dokter, suster-suster, maupun pasien-pasien yang tidak henti-hentinya beraktivitas. Bukannya Sasuke yang ia temukan.

Hinata menghela napas panjang—berusaha mengatur napas. Bukankah jantung Hinata itu lemah?

"Aku tahu itu, baka. Kau tidak perlu memberitahukan itu padaku. Sejak awal, aku sudah mempersiapkan diriku. Jadi kau tidak perlu ikut campur dengan urusanku lagi. Mengerti? Jangan pernah temui atau hubungi aku lagi.'

Itulah suara aneh terakhir yang sepertinya dikatakan oleh Sasuke. Hinata tidak bisa mendengar suara-suara aneh itu lagi. Yes, dan kali ini Hinata menyerah. Mana mungkin ia tahu keberadaan Sasuke jika suara-suara aneh itu—yang merupakan satu-satunya petunjuk untuk menemukan Sasuke—tiba-tiba saja menghilang?

"Ah, Hinata? Kaukah itu? Kenapa ada di sini?"

Hinata membalikkan badannya. Tak disangka, kini Sasuke tengah berdiri di belakangnya dengan raut wajah terkaget-kaget.

"E-eh? S-Sasuke-kun? K-kau ada d-di s-sini?"

"Yah... dari tadi sih. Kau pasti mencariku ya? Maaf kalau aku tidak menunggumu di ruang tunggu..."

"T-tidak a-apa-apa kok, S-Sasuke-kun. T-tidak p-perlu m-merasa bersalah p-padaku."

"Hn. Kalau begitu, ayo kita pulang."


OoO OoO-I Know-OoO OoO


Hinata dan Sasuke, kini dalam perjalanan pulang ke tempat tinggalnya—istana—mereka dengan menggunakan mobil Lamborghini Gallardo. Kalian tahu berapa harga mobil itu? Tentunya, sangat fantastis. Dan Hinata tidak percaya bisa menaiki mobil mewah itu dalam hidupnya

Hinata masih penasaran soal suara-suara aneh yang ia dengar tadi. Bukankah beberapa dari suara-suara aneh itu adalah suara dari Sasuke? Bibir Hinata rasanya gatal dan ingin segera bertanya soal 'itu' pada Sasuke. Tapi, akankah Sasuke menjawabnya?

"S-Sasuke-kun..." panggil Hinata dengan pelan.

Hinata tidak ingin memanggil Sasuke dengan suara keras karena ia takut konsentrasi Sasuke akan buyar. Sasuke kan sedang menyetir. Bisa gawat jadinya jika konsentrasi menyetir Sasuke buyar.

"Hn?" jawab Sasuke tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan. Ia terus konsentrasi pada menyetir.

"A-ano... A-ah. T-tidak jadi deh," Hinata mengurungkan niatnya untuk bertanya dan kembali duduk sembari menatap jalanan.

"Kau ini aneh sekali sih. Apa jantungmu sakit dan ingin kembali ke RS?"

"T-tidak kok, a-aku tidak apa-apa, S-Sasuke-kun..."

"Kau ingin jalan-jalan ke suatu tempat?" Sasuke semakin mencemaskan Hinata.

"...Hmm, yah... B-boleh juga sih..."

"Kalau begitu, kita ke taman saja. Pasti di sana seru dan kau bisa bermain-main."


OoO OoO-I Know-OoO OoO


"Taman!" teriak Hinata girang ketika ia dan Sasuke telah sampai di taman.

Memang sih taman itu jaraknya tidak begitu jauh dari tempat tingal—istana—mereka. Tapi, Hinata terlihat sangat lucu, imut, dan manis ketika ia berlari-lari ke sana kemari dengan riang di taman. Yeah, Hinata sangat menyukai taman, taman yang memiliki suasana nyaman dan taman yang indah.

"Kau senang sekali ya?" Sasuke duduk di bangku taman dengan duduk bertongkat lutut.

"Tentu! D-dari dulu a-aku sangat menyukai taman! Terutama taman y-yang s-seperti ini," jawab Hinata sembari berlari riang ke sana kemari.

"Kau bisa lelah lho kalau terlalu gembira seperti itu."

"T-tidak akan. P-pemandangan i-indah di taman ini y-yang akan m-mengobati rasa l-lelahku."

"Jangan keras kepala. Kalau begitu, aku beli makanan ringan dan beberapa minuman di supermarket yang ada di dekat sini ya. Jangan ke mana-mana."

"I-iya, aku t-tahu. L-lakukan saja a-apa yang m-mau kau l-lakukan, S-Sasuke-kun,"

Sasuke bangkit dari bangku taman dan segera pergi ke supermarket yang letaknya tidak jauh dari taman itu. Ia pergi sembari bersiul-siul kecil dan memasukkan tangan ke kantung celana. Sedangkan Hinata, tetap saja bermain-main riang di taman tanpa mempedulikan keadaan sekitar.

"Wah, kau masih bisa senang ya, Hinata."

Hinata yang sadar namanya dipanggil segera menoleh ke asal suara. Ia melihat seorang gadis berambut pink sebahu yang dari raut wajah dan penampilan terlihat beriktikad jelek. Ia melipat kedua tangan di depan dada, dan bersikap angkuh pada Hinata yang terbengong-bengong. Hinata sadar bahwa gadis pink itu sedari tadi telah mengamatinya dari kejauahan. Yeah, gadis pink itu mencari kesempatan di saat Sasuke pergi.

"M-maaf, t-tapi k-kau s-siapa ya? A-aku sama s-sekali t-tidak m-mengenalmu. A-apa aku m-mengenalmu?"

"Tentu kau tidak mengenalku. Setelah amnesia, kau melupakan semuanya. Harta, keluarga, teman, bahkan kekasihmu sendiri yang kini terpuruk."

"E-eh? M-maaf, t-tapi a-aku s-sama sekali t-tidak tahu apa y-yang kau b-bicarakan," Hinata menundukkan kepala.

"Dan sekarang... Kau menikah dengan Sasuke? Cih, dasar menyebalkan. Kau sama sekali bukan gadis baik-baik."

"H-hah?"

"Eh, oh iya. Kamu masih amnesia kan? Tentu kau masih belum tahu kalau kau dan Sasuke itu..."


OoO OoO-I Know-OoO OoO


Sasuke kembali dari supermarket sembari membawa beberapa tas kresek berisi beberapa minuman dan makanan. Masih dengan bersiul-siul kecil, Sasuke melangkahkan kakinya perlahan-lahan mendekati taman. Yeah, mana mungkin Sasuke tahu kalau Hinata sedang ditemui oleh gadis pink aneh yang sama sekali tidak ia kenal?

"Hinata, aku kem—" Sasuke menghentikan kata-katanya ketika melihat gadis pink, "Sakura, kenapa kau di sini? Apa yang kau katakan pada Hinata?"

Ah, gadis pink itu bernama Sakura rupanya...

Hinata mematung. Sama sekali tidak bergerak dan hanya terdiam setelah diberitahu sesuatu oleh Sakura. Dari kejauhan, kedua bola mata lavender-nya membulat sempurna.

"Ah? Aku hanya menceritakan kebenaran pada Hinata. Kenapa Sasuke? Apa kau takut?" gadis pink—Sakura, menyeringai melihat Sasuke yang terkesiap.

"A-apa? Kau menceritakan semuanya pada Hinata?" kedua bola mata onyx Sasuke membulat sempurna.

"Habis, aku tak tega melihat Hinata terus kau bohongi. Kau tahu, Sasuke? Kau membuat Hinata terlihat seperti orang bodoh," Sakura tertawa kecil.

Sasuke mengalihkan pandangan pada Hinata, "Hinata, kau tidak perlu mendengar perkataan Sakura. Semua yang dikatakan Sakura itu bohong!"

"S-Sasuke-kun... Apa b-benar y-yang d-dikatakan gadis pink yang k-kau panggil Sakura i-itu?" Hinata masih shock, kedua bola mata lavender-nya masih membulat sempurna. Ah, kasihan sekali Hinata...

"A-apa? Memangnya apa yang dikatakan Sakura padamu? CEPAT BILANG!" bentak Sasuke. Ia terlihat sangat murka, amarahnya meluap-luap.

"Apa benar... k-kalau s-sebenarnya a-aku ini adalah a-adikmu?"


T.B.C


A/N:

Hula! Salam kenal, saya kuronekomaru, panggil aja neko... author newbie yang masih sangat kurang berpengalaman. Hehehe. *nyengir*

Maaf kalo ceritanya jadi kayak gini... padahal awalnya nggak gini lho, ini mah namanya melenceng banget dari ide awal T^T

Nah, untuk para senpai-senpai... Kritik aku dong! Flame juga boleh kok... Asal nggak pedes-pedes amat yah. Ehehe xD /plakk.

Oh iya, neko masih bingung sama genre untuk fanfict ini... Jadi, kalo ada masukan ato saran buat genrenya, silahkan beritahu di review atau PM ^ ^

Arigatou so much (?) *bungkuk badan* *sembah sujud*

.

RnR please?