Disclaimer: Masashi Kishimoto
Genre: Drama / Romance
Rated: T
Pairing: SasuSakuNaru
Warning: Alternate Universe, OOC tingkat tinggi, Dramatic, Angsty
The Melody of Loneliness
Story by: Akina Takahashi
Chapter 1: I Don't Wanna be Alone
.
.
.
.
.
Tolong aku…
Siapapun, kumohon tolong aku…
Keluarkan aku dari kegelapan yang membelengguku…
Kumohon…
Kumohon…
Tolong aku…
Jangan biarkan aku seperti ini.
Apakah ada yang mendengar suaraku?
.
.
.
.
.
.
"Apa kau pernah mendengar rumor tentang manusia yang menikahi siluman?"
"Ya, aku pernah. Katanya anak hasil pernikahan mereka akan memiliki warna rambut yang berbeda dari manusia normal seperti kita."
"Mengerikan ya?"
"Ya."
"Jangan dekat-dekat, nanti kita bisa terkena kutukan."
"Ibu lihat itu bu!" seorang anak laki-laki menunjuk seorang anak perempuan yang berambut merah muda. "Warna rambutnya aneh ya bu?"
"Jangan dekat-dekat dia, nanti kau bisa terkena kutukan." Seorang wanita muda menarik lengan anaknya.
.
.
.
.
.
.
.
Seorang gadis berambut merah muda berjalan menuju sekolahnya dengan tergesa-gesa. Ia berumur sekitar 16 tahun dengan rambut lurus merah muda yang panjangnya mencapai pinggang. Matanya berwarna hijau emerald, kulitnya berwarna putih bersih, Ia benar-benar terlihat cantik seperti boneka.
"PLETAKK!" sebuah batu mengenai dahi gadis itu. Darah mengalir dari dahinya. Ia berbalik berusaha mencari siapa pelakunya.
"Gawat! Dia melihat kesini! Ayo cepat lari!" segerombol anak kecil berusia sekitar 10 tahunan berlarian masuk ke semak-semak.
"Huf…" Sakura menarik napas panjang, ia mengambil sapu tangan yang ada di kantung seragamnya untuk menghetikan pendarahan di keningnya. Ia memang sudah terbiasa dengan perlakuan seperti ini.
Sejak zaman dulu sudah ada legenda yang menceritakan tentang seorang manusia yang menikah dengan siluman akan membawa bencana bagi desa yang menjadi tempat tinggalnya. Anak yang lahir dari perkawinan campur manusia dan siluman akan memiliki warna rambut yang unik dan berbeda dari yang lain.
Sakura adalah salah satu korban legenda itu. Dia bahkan tidak mengetahui siapa ayahnya yang sebenarnya. Suatu ketidakaadilan jika ia tiba-tiba menerima perlakuan seperti itu hanya karena warna rambutnya yang aneh.
Sakura berjalan memasuki ruang kelasnya yang biasa. Menaruh tasnya di kursi yang terletak di pojok ruangan. Seluruh teman-teman sekelasnya menjaga jarak dengannya. Mereka bahkan menjauhkan bangku mereka dari bangku Sakura dalam radius dua meter.
"Hhh…" Sakura menghela napas kemudian mengeluarkan beberapa buku dari dalam tasnya. Ia sudah biasa diperlakukan seperti ini. Ia sudah biasa diacuhkan. Ia sudah terbiasa sendirian.
.
.
Sendirian.
Aku tidak mau sendirian.
Tolong aku… Temani aku…
Sendirian itu menyedihkan.
Sendiri
Itu
Menyedihkan..
.
.
"TING TONG" bel pertanda sekolah usai berbunyi.
Sakura memasukkan barang-barangnya ke dalam tasnya kemudian bangkit dari tempatnya. Ia berjalan melewati koridor dalam diam, sementara disekitarnya banyak orang yang bersenda gurau, mereka terlihat sangat bahagia. Ya mereka bahagia. Mengapa mereka bisa bahagia sedangkan Sakura tidak bisa? Dunia ini sangat tidak adil. Sungguh, tidak adil. Apa yang telah diperbuatnya hingga ia harus seperti ini?
Ia melangkah melintasi lorong sekolah hingga akhirnya ia sampai di jalan kecil di depan sekolahnya.
"BRUKK" Tiba-tiba ia terjatuh. Tampaknya ada seseorang yang memasang jebakan, hingga membuatnya terjatuh dengan keras. Darah mengalir dari kedua lututnya. Ia berusaha bangkit dari jatuhnya dengan susah payah.
"Hahahaha"
"Lihat, anak siluman itu terjatuh."
"Wah,wah pasti sakit ya?"
"Pergi kau dari sini!" Seorang pria berteriak seraya melemparkan sebuah batu kearah Sakura.
Sakura hanya diam, membersihkan seragamnya yang kotor kemudian berjalan melewati mereka. Berpura-pura tidak mendengar kata-kata mereka.
Ia berlari, berlari berharap angin dapat membawanya terbang menghilang dari tempat ini.
.
.
.
.
.
"Aku pulang." Sakura membuka pintu rumahnya dengan perlahan.
"Sakura, apa yang terjadi? Kenapa kau berantakan begitu? Apa yang terjadi?" Sesosok wanita muncul dari balik pintu. Wajahnya tampak khawatir.
"Ah, tadi aku tidak sengaja terjatuh. Ibu tidak usah khawatir. Aku baik-baik saja." Sakura tersenyum lembut pada ibunya kemudian berjalan masuk ke kamarnya.
"Sakura…" Ia tahu kalau Sakura berbohong. Ia hanya menatap punggung Sakura dengan sedih. "Maafkan ibu, Sakura…"
.
.
.
.
.
Sakura menutup pintu kamarnya. Ia menangis dalam diam berharap ibunya tak dapat mendengar tangisannya. Ia membenamkan wajahnya ke telapak tangannya.
Seorang anak perempuan berambut merah muda berada di tengah-tengah kerumunan orang. Ia jatuh terduduk, air mata mengalir dari kedua mata hijaunya. Ia menyeka air mata yang berjatuhan dari matanya dengan kedua tangannya yang terluka.
"Pergi kau!" Sekelompok anak berusia sepuluh tahunan melemparinya dengan batu.
"Pergi saja kau!"
Sakura mengepalkan tangannya, "Hentikan!" Ia memukul tanah sekuat tenaga hingga bumi di sekitarnya berguncang hebat.
"Arghh!" kerumunan orang yang mengelilingi Sakura terjatuh akibat guncangan yang diantara mereka terkubur dalam tanah yang hancur.
"Hhh… hhh…" Sakura menatap kedua tangannya. Matanya melebar tak percaya atas apa yang baru saja dilakukannya. "Apa… apa… yang terjadi?"
"SAKURA!" seorang wanita berambut pirang berlari ke arah Sakura. Wajahnya tampak cemas. Ia mendekap erat gadis kecil ada di hadapannya.
"Apa yang terjadi Sakura?" Tsunade menatap nanar ke sekitarnya. Di sana terlihat banyak orang-orang yang bergelimpangan. Ia sedikit bersyukur ketika mengetahui orang-orang itu belum meninggal.
"Ibu… aku takut…" Sakura membenamkan kepalanya ke pelukan ibunya. "Aku tidak… bermaksud… aku ha-nya…" Sakura tak bisa menyelesaikan kalimatnya dengan benar. "Tiba-tiba me-re-ka ja…di seperti ini. Aku tidak tahu apa-apa. Aku tidak melakukan apa-apa." Suaranya bergetar hebat.
"Sakura…" Tsunade mendekap erat Sakura.
"Apa yang terjadi?" terdengar suara pria dewasa.
Tsunade mencari sumber suara suara. Matanya menatap sesosok pria tinggi besar yang menatap marah ke arahnya dan Sakura. Sial bagi Sakura dan Tsunade. Orang itu adalah kepala desa tempat mereka tinggal.
"Pasti ini akibat perbuatan kalian!" Pria itu tampak marah.
"Kami… tidak-" Tsunade tak sempat menyelesaikan kalimatnya
"Atas nama warga Ame-gakure, kalian harus segera meninggalkan tempat ini dalam waktu 24 jam!"
"Tapi…"
"Tidak ada tapi-tapi. Seharusnya aku telah mengusir kalian sejak dulu. Sekarang pergi dari hadapanku!"
"Baik."
.
.
.
"Ibu, maafkan aku. Maafkan aku bu. Aku tidak akan melakukannya lagi."
"Selamanya. Apapun yang terjadi. Aku tidak akan melakukannya lagi."
"Aku berjanji, aku tidak akan membuat ibu menderita seperti ini lagi."
.
.
Terkadang aku berharap, suatu saat nanti akan ada seorang ksatria berkuda putih yang akan menyelamatkanku.
Aku tahu itu konyol, karena di dunia ini takkan ada yang namanya happily ever after.
.
.
.
Sakura melangkahkan kakinya dengan enggan menuju ke sekolah. Ia yakin hari inipun akan menjadi hari yang berat baginya. Setelah kejadian kemarin, ia benar-benar tidak memiliki keinginan untuk pergi sekolah. Sakura memutar langkahnya kemudian berlari menuju arah berlawanan. Berlari, berlari, hingga ia terhenti karena di depannya ada sebuah danau yang membentang menghalangi langkahnya.
Sakura melemparkan tasnya ke arah pohon sakura yang sedang mekar di belakangnya. Ia menatap pantulan bayangannya di danau.
.
.
Aku ingin pergi ke suatu tempat dimana tak ada seorangpun yang bisa melukaiku.
Aku ingin menghilang agar tak ada seorangpun yang dapat menghancurkan hatiku.
Aku ingin terbang bersama angin agar tak ada seorangpun yang dapat menyentuhku.
Aku ingin tenggelam di dasar laut agar tak ada seorangpun yang bisa menemukanku.
.
.
Sakura menutup matanya dengan perlahan berniat untuk melompat ke danau. Sesaat sebelum ia melompat ia mendengar suara seorang pria yang menghentikannya.
"Apa kau begitu putus asa hingga ingin menenggelamkan dirimu sendiri dalam danau?" Sakura menoleh ke sumber suara. Matanya menatap sesosok pria tampan berambut hitam dengan mata onyx yang mengenakan yukata berwarna hitam. Pria itu duduk di atas cabang pohon sakura yang ada di belakangnya. Pria itu balas menatap Sakura. Mata mereka bertemu. Emerald bertemu onyx.
Sakura mengacuhkan pria itu dan kembali menatap danau hendak meneruskan niatnya tadi.
"Aku suka warna rambutmu."
"Indah… sama seperti warna bunga sakura yang sedang mekar. Warna musim semi. Warna yang memancarkan kebahagiaan dan keceriaan." Pria itu melanjutkan.
Sakura seakan membeku. Tidak ada orang yang mengatakan rambutnya indah. Tidak ada dan tidak akan pernah karena rambutnya adalah suatu kutukan. Ia harus menderita karena warna rambutnya yang aneh.
"Bohong." Sakura berbalik menatap pria itu. Matanya berair. Ia menatap pria itu dengan tatapan sakit, sedih, dan putus asa yang bercampur menjadi satu.
Pria itu melompat ke bawah kemudian berjalan mendekati Sakura.
"Menjauh dariku." Sakura mundur beberapa langkah ke belakang hingga kakinya hampir menyentuh danau.
Pria itu menghentikan langkahnya ketika ia dan Sakura hanya berjarak setengah meter. Sakura menatap wajah tampan pria itu, ia harus mengangkat wajahnya keatas karena pria itu lebih tinggi 20 cm darinya.
.
.
Menjauh dariku.
Jangan dekati aku.
Jangan lukai aku.
Jangan sentuh aku.
.
.
Pria itu menatap Sakura dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Matanya tertuju kepada dahi Sakura yang terbalut perban kemudian pada kedua lutut dan siku Sakura yang juga terbebat perban.
"SYUU" Angin berhembus menerbangkan bunga-bunga Sakura yang berguguran.
"Tinggalkan aku sendiri." Pinta Sakura.
"Baiklah. Tapi apa kau tahu?" Pria itu menghentikan perkataannya sesaat. "Sendirian itu sama sekali tidak menyenangkan."
Tahu, tentu saja Sakura sangat mengetahui hal itu. Ia selalu sendirian seumur hidupnya.
Sakura menatap pria yang ada di hadapannya dengan tatapan sendu. Mata hijaunya mulai tergenang air mata. Bulir-bulir air mata membasahi wajahnya. Ia menangis tanpa suara. Mata hijaunya yang basah masih menatap pria itu.
Pria itu berjalan mendekati Sakura kemudian memeluk erat Sakura, membiarkan ia menangis di bahunya.
"Hu… hu… hua.." Sakura memeluk erat leher pria itu. Akhirnya ia bisa melepaskan semua emosi yang dipendamnya selama ini.
Ia menangis, menangis terus menangis.
Setelah beberapa menit berlalu, tangis Sakura mereda.
"Apa kau keberatan untuk melepaskan pelukanmu?" Bisik pria itu.
Sakura segera melepaskan pelukannya. Wajahnya memerah karena malu. Selama ini ia tidak pernah menangis di pelukan pria seperti ini.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu. Tapi aku yakin itu pasti berat untukmu."
Sakura hanya tertunduk diam.
"Namaku Uchiha Sasuke. Dan kau?"
Sakura kembali terdiam.
"Kalau kau tidak mau bilang ya sudah." Sasuke tampak sedikit kesal.
"Sakura."
"Eh?"
Sekilas Sakura dapat melihat keterkejutan di wajah pemuda tampan itu.
"Namaku Haruno Sakura."
"Sakura ya? Nama yang bagus."
"Maaf, sudah larut, aku harus pulang." Sakura mengambil tasnya yang tergeletak di bawah pohon sakura. Kemudian berjalan menjauhi Sasuke.
"Sampai jumpa. Sakura."
Langkah Sakura terhenti sesaat. Senyum kecil tersungging di bibir tipisnya. Selama ini tak pernah ada seorang pun yang mengucapkan 'sampai jumpa' padanya.
"Ya. Sampai jumpa juga Sasuke." Sakura membalikkan badannya dan melambaikan tangannya pada pria tampan dengan yukata yang berdiri di bawah pohon Sakura.
.
.
.
.
.
.
Sakura membuka pintu rumahnya perlahan kemudian masuk ke dalam. Namun, suara seorang wanita kembali menghentikan langkahnya.
"Sakura, dari mana saja kau? Kenapa pulang terlambat?" Suara Tsunade terdengar khawatir.
"Aku hanya menenangkan diri sebentar di dekat danau." Jawab Sakura.
"Danau? Maksudmu danau yang dekat pohon sakura itu?"
"Ya."
"Apapun yang terjadi, jangan pernah pergi kesana lagi."
"Tapi, kenapa bu?" tanya Sakura.
"Ini perintah! Jangan pernah pergi kesana lagi!"
"Uhh ibu menyebalkan!" Sakura berlari menuju kamarnya.
"Ini untuk kebaikanmu sendiri Sakura." Bisik Tsunade.
Sakura tidak habis pikir kenapa ibunya melarangnya pergi ke tempat Sasuke. Ia tidak peduli pada larangan ibunya.
Ia sangat senang bisa mempunyai teman setelah sekian lama.
.
.
.
.
.
.
Sakura membereskan buku-buku yang ada di mejanya lalu memasukkannya ke dalam tas. Hari ini ia sudah mulai bersekolah. Menjalani rutinitas membosankan seperti biasanya. Baru kali ini ia merasa senang ketika bel sekolah berbunyi.
Sakura berlari menuju ke danau tempat pertama kali ia dan Sasuke bertemu.
Dari kejauhan Sakura melihat Sasuke tampak sedang bersandar pada batang pohon sakura yang ada dibelakangnya. Ia melipat kedua tangannya di depan dadanya. Matanya tertutup seakan ia sedang tertidur.
Sakura meletakkan tasnya di samping Sasuke. Ia mengamati wajah Sasuke dari dekat. Hidung mancung, kulit putih bersih, rambut hitam berkilau alangkah sempurna mahluk yang ada di depannya.
"Hei, apa yang kau lakukan?" Sasuke membuka matanya perlahan.
Sakura mengalihkan pandangannya dari wajah Sasuke. "Ah, hari ini cuacanya cerah ya?" Sakura berusaha mengalihkan pembicaraan
"Hn." Sasuke hanya bergumam.
Sakura berjalan menuju danau; menatap refleksi wajahnya di permukaan danau.
"Hei, kira-kira bagaimana keadaan di bawah sana ya?" Sakura menatap pantulan dirinya dengan sedih.
Sasuke sedikit berjengit ketika mendengar pertanyaan Sakura yang cukup aneh. Ia menatap Sakura dengan tatapan heran.
"Terkadang…" Sakura berhenti sesaat "Aku berpikir. 'bagaimana ya keadaan di bawah permukaan air ini'." Sakura mendudukkan dirinya di pinggir danau, ia tersenyum sedih. "Ya, pasti di sana ada suatu tempat dimana tak ada orang yang melukaiku, menyakitiku. Aku yakin di sana pasti ada suatu tempat dimana aku bisa hidup dengan tenang tanpa ada seorang pun yang menggangguku."
"Jangan berkata seakan kau akan membuat dinding tebal yang akan menghalangi dirimu dan orang lain." Sakura sedikit kaget ketika mendengar perkataan Sasuke.
"Mungkin ini sedikit bodoh, tapi ketahuilah bahwa 'sendirian itu sama sekali tidak menyenangkan.'" Sasuke mendudukkan dirinya di samping Sakura.
"Kenapa kau bicara seakan kau mengetahui segalanya?" Sakura menatap mata onyx Sasuke dengan serius. "Kau bahkan sama sekali tidak mengetahui apa yang telah kualami selama ini."
"Ya, mungkin."
Sakura mengerutkan dahinya.
"Tapi satu hal yang aku tahu, kau tidak mungkin bisa hidup sendirian di dunia ini." Ujar Sasuke dengan suara datarnya.
"Tahu apa kau?!" Sakura sedikit kesal. "Di dunia ini tak ada seorang pun yang menginginkanku, tak ada seorang pun yang membutuhkanku, tak ada seorang pun yang menyayangiku. Tidak ada seorang pun yang mencintaiku. Aku tidak punya seseorang yang bisa kujadikan sandaran, yang bisa berbagi kehidupan denganku, yang bisa kusayangi, kucintai. Tidak, tidak ada seorang pun."
"Mereka bahkan berharap aku menghilang dari dunia ini. Daripada berada di dunia yang seperti ini lebih baik aku sendiri selamanya." Air mata menetes dari kedua mata hijau Sakura.
"Ada. Sekarang kau punya." Sasuke kembali menatap mata hijau Sakura yang basah.
"Eh?"
"Ya. Aku akan menjadi orang itu. Untukmu."
-TSUZUKU-
Author Note:
Aku kepikiran buat cerita ini setelah nonton Natsume Yujincho. Awalnya sih aku mau bikin Sakura itu seorang jinchuriki tapi ga jadi, soalnya nanti bakalan aneh ceritanya. Jadi aku bikin dia itu setengah siluman kaya Inuyasha.
Bakalan ada kejutan di chapter-chapter berikutnya. Jadi, simak terus ya kelanjutannya!
With Love,
Akina Takahashi
