THE MAN BEHIND THE MASK
By : Redcloud
a Fate/Grand Order Fanfiction
Edmond Dantes x Sherlock Holmes
Disclaimer : Sherlock Holmes dan Edmond Dantes milik Delight Works
(Yang diadaptasi dari Karakter Orisinil Alexandre Dumas & Sir Arthur Conan Doyle)
WARNING : AU, OOC, OC, M, Typo dan sejenisnya
~SUMMARY~
Setelah dikenalkan Oleh Gudao, Edmond Dantes pun tinggal di rumah kontrakan dan kamar yang sama dengan Sherlock Holmes. Tapi, rasa penasaran Edmond Dantes tak tertahankan akan pekerjaan sebenarnya dari . Apakah pekerjaan Sherlock Holmes sebenarnya?
1
"Mr. Sherlock Holmes dan Keanehannya (bag.1)"
ENTAH sudah berapa lama aku tinggal di London. Mungkin sekitar 6 bulan, sejak kapal Le Pharaon bertolak dari Pelabuhan Marseille, Perancis, dan mengantarku hingga ke Plymouth.
Tujuan awalku kesini, ialah mengadu nasib untuk memulai kehidupan baru, setelah pedihnya kehidupanku di Perancis –takdir tak berada di pihakku. Dengan sisa kekayaanku, uang yang kumiliki selama aku menjadi kapten di Le Pharaon, kusimpan dan kubawa serta ke London. Dengan niat ingin mendapatkan uang lebih banyak –dalam artian bekerja keras,— aku memberanikan diriku, sendirian di tempat asing, dimana tak satupun ada orang yang kukenal.
Bagai Ikan diluar air..
Bagai Singa diluar hutan..
Ya. Mungkin itu pepatah yang cocok untuk mendeskripsikan keadaanku sekarang.
Aku yang berpikir akan semudah mencari pekerjaan di kota kelahiranku Marseille, perlahan-lahan terlena dalam kesenangan di London, kota baru ku ini.
Memasang taruhan pacuan kuda,
Minum-minum di Bar Hotel,
Menghabiskan uang-uangku untuk satu-dua potong daging di Kent's Meat,
Membayar sewa hotel yang cukup besar, bagi sebagian orang,
Telah membuatku sadar, aku tak akan mampu bersaing di London jika tetap seperti ini..
Aku merenungkan cara, bagaimana agar aku bisa lari dari kebiasaan burukku ini.
Dengan tekad yang kuat dan teguh, tegas seolah aku masih menjadi kapten di Le Pharaon, aku memulai cara hidupku yang baru dengan meninggalkan Hotel tersebut, mencari rumah kontrakan yang lebih murah dan tak terlalu mengikis lambung dompetku.
Siang itu, Cuaca cerah di London. Setelah cukup lama berputar-putar –kurang lebih— satu kilometer dari Hotel tempatku menginap sebelumnya, dengan kereta kuda, dalam Misi mencari rumah kontrakan baru, aku beristirahat dan berhenti di Gloria's Food and Inn, Bar kecil yang kesederhanaannya terpampang dari penampilan luarnya. Aku masuk dan duduk di kursi tepat didepan Bartender berada dan memesan segelas wine segar, untuk menghilangkan dahaga ku.
Jam menunjukkan pukul 12:30 siang, dan aku berharap bisa mendengarkan Detak –atau lebih tepatnya, getaran Big Ben,—30 menit setelah ini, walau lokasinya sangat jauh dari Jam raksasa tersebut. Namun tak ada yang lebih mengagetkanku, ketika seseorang menepuk pundakku.
"Tuan Edmond Dantes, kaukah itu?"
Aku langsung menoleh, dan tak ragu lagi dengan wajah yang kulihat waktu itu. Wajah yang tercukur bersih, rambut hitam dan sepasang mata besar yang kuingat persis pemiliknya.
"Astaga, Gudao!" Aku langsung memeluk tubuhnya dengan dipenuhi rasa kerinduan, bak ayah yang lama tak menjumpai anaknya. Aku akan memperkenalkannya sekilas padamu.
Dia adalah keturunan murni berdarah jepang, namanya Gudao. Dia adalah anak dari Emiya Shirou, rekan kerjaku di jepang yang sering berjumpa sewaktu –sekali-kali— berlabuh di Teluk Ise. Dari situlah, aku mengenal Gudao sejak Emiya mengajakku kerumahnya. Dan aku masih ingat wajahnya sampai sekarang.
"Apa yang kau lakukan disini?" Akupun membiarkannya duduk disampingku, setelah melepaskan pelukanku. Aku tak menyangka –dari semua orang yang kukenal— aku akan bertemu dengannya disini.
"Setelah Ayah berhenti bekerja sebagai Kapten kapal, aku merantau ke sini untuk menyiapkan bekal untuk masa depanku kelak—juga membiayai adikku Gudako." Ujarnya dengan kesenangan yang masih menempel di wajahnya.
Aku menawarkannya wine, dan dia tak menolak.
"Kalau paman sendiri, apa yang paman lakukan disini?" kini dia balas bertanya padaku.
"Aku memutuskan untuk memulai kehidupan baru di London, dan berhenti dari pelayaran Le Pharaon. Dan untuk sekarang, aku sedang mencari rumah kontrakan untuk mengulur uangku yang semakin menipis." Aku menyisipkan Majas dalam kata-kataku, agar mudah dicerna oleh Gudao, dan tampaknya berhasil. Ekspresinya lebih ceria, ketika dia menoleh ke arahku dengan senyum lebarnya yang mirip dengan senyum ibunya, Rin Emiya.
"Kebetulan sekali, paman!" Aku dikagetkan dengan seruannya itu "Aku punya teman yang akhir-akhir ini memiliki masalah dengan biaya sewa rumah kontrakannya, dan mencari teman untuk berbagi kamar dengannya –berbagi biaya rumah kontrakan. Bagaimana kalau paman kukenalkan pada dia?"
Seolah malaikat sedang berada dipihakku –walau aku yakin mereka tak akan berada di pihakku, karena aku tak terlalu religius— ketika Gudao mengatakan hal tersebut. Aku membalas senyumannya dengan senyuman gembira sembari menyambar kedua bahunya dengan sepasang tanganku.
"Benarkah!? Aku tak keberatan untuk berkenalan dengannya!"
Aku terbawa suasana dengan kejutan yang diberikan oleh anak temanku ini, hingga berteriak-teriak dan lupa darat, hingga Bartender yang tadinya mengelap gelas berbisik kepadaku.
"Sir, bisa kecilkan suara anda? Saya rasa orang-orang terganggu dengan suara anda yang keras"
Aku menoleh ke para pelanggan Bar , dan menemukan ekspresi tak bersahabat diantara mereka.
Segera setelah aku meminta maaf dan membayar biaya Wine yang kami berdua nikmati, aku langsung menyambar lengan Gudao dan bergegas keluar dari Bar itu. Setelah mendapatkan kereta kuda, aku pun meminta Gudao untuk memberitahu dimana aku bisa menemui orang tersebut.
"Baker Street 221B" Ujar Gudao kepada kusir, setelah kami mengambil posisi duduk yang nyaman di dalam kereta.
Kereta melaju dengan laju yang biasa kurasakan ketika menaiki kereta dari Hotel ke Kent's meat.
Aku melemparkan pandanganku ke jendela, ketika kami melewati tepi jalanan London yang dipenuhi dengan pepohonan hijau dan rumah-rumah modern model Victoria, Perpustakaan, Restoran, Bar, Gereja, dan bangunan lainnya selama perjalanan kami.
Setelah kurang lebih 15 menit, kereta berhenti, dan aku menyenggol Gudao.
"Benar ini tempatnya?" Ujarku dengan penuh penasaran, dan tak-sabaran.
Dia hanya mengangguk, mengiyakan pertanyaanku.
Kami turun, dan aku membayar ongkos kepada kusir. Kami masih berdiri di trotoar, hingga kereta yang kami tumpangi tadi menghilang di belokan depan, perempatan jalan. Aku masih memperhatikan rumah dengan nomor 221b terpampang jelas di pintunya. Memang –seperti kata Gudao— sepertinya biaya sewah rumah kontrakan ini cukup tinggi, tapi ringan jika dipikul bersama.
Aku pun mengekor, mengikuti jejak kaki Gudao, masuk dan melewati pintu hitam tersebut. Ketika kami masuk, kami langsung disambut oleh Nyonya Mata Hari, tak lebih dan tak kurang adalah pemilik dari rumah kos ini –Induk semangku nantinya. Dia adalah orang Asia, begitu yang kusimpulkan dari nama dan wajahnya, yang notabenenya tak terlalu berbeda dari wajah Gudao.
"Tolong beritahukan kepada dia, Gudao hendak menemuinya." Setelah mengatakan itu, Gudao dan aku duduk menunggu di kursi tunggu, sedang Ny. Mata Hari berjalan menaiki tangga dan terdengar suara ketukan pintu, yang kemudian dibuka. Setelah percakapan samar-samar, dia turun kembali dan menyapa kami.
"Dia ada dikamarnya, dan anda dipersilahkan masuk" setelah menerima senyum rahamnya, Gudao member isyarat bagiku untuk mengikutinya. Akupun mengerti dan melakukannya.
Aku menaiki tangga yang dilapisi karpet hijau dengan canggung, karena bagaimanapun ini bukan rumahku, sedang Gudao rasanya sudah terbiasa dengan 'memasuki' rumah orang di London, dan sepertinya aku harus belajar banyak dari sikapnya yang seolah 'sok akrab', namun kenyataannya bisa diterima dengan ramah oleh orang London.
Kami melangkah, dan berhenti di depan pintu kayu berwarna hijau. Gudao tersenyum ke arahku, sebelum dia mengetuk pintu tersebut dengan perlahan, dua kali.
"Holmes, aku sudah boleh masuk?" Ujar Gudao.
"Ya." Hanya itu, jawaban yang terdengar dari dalam.
Gudao langsung memegang kenop pintu, mendorongnya dan membukanya dengan lembut hingga terdengar bunyi gesekan khas ketika pintu sedang dibuka.
Saat itulah, untuk pertama kalinya, aku bertemu langsung dengan lelaki kurus yang duduk di kursi yang terletak di dekat perapian di kamar itu. Seorang lelaki hebat bernama Sherlock Holmes.
Hallo!
Apa kabar semuanya!? *terlalu semangat*
Ini fict pertama saya, sekaligus di Fandom F/GO
Jadi, kritik dan Saran –bagaimanapun— diterima dengan lapang hati, dari siapapun.
dan untuk Bab " Holmes dan keanehannya" kemungkinan akan Cuma ada dua bab, tergantung banyak waktu yang dihabiskan author untuk menulis (ampun ;-; tugas kuliah banyak).
Jadi, jangan sungkan-sungkan untuk REVIEW!
REVIEW!
REVIEW!
REVIEW!
RE-/udah oi!
RnR, ya!
