Haikyuu! milik Haruichi Furudate
Hearty's Kurotsuki Week
Day 7- gratitude
Kuroo pernah mengkhayalkan dalam lamunan hari dimana dia akan mengucap janji di depan altar dan memulai sebuah kebahagiaan bersama Tsukishima.
Mereka pernah menaut janji diatas sekuntum mawar di malam hari, mengatakan betapa esok semua akan lebih baik. Tidak, hanya Kuroo yang mengatakannya ketika Tsukishima telah datang padanya dengan mengumbar kesah. Wajah layu si mata empat menumbuk ulu hatinya. Lalu sepuluh menit kedepannya terjadi perbicangan menyesakkan mengenai kepindahan Tsukishima menuju negeri seberang yang diselingi jeda buruk. Kuroo merebut tangan Tsukishima menuju genggaman, dan menghempaskan punggungnya pada dinding bercat hitam kamarnya. Sebentar mata keemasan mengerling foto dalam figura diatas nakas. Tsikishima dengan wajah masamnya, dan dirinya sendiri yang menyeringai dari telinga ke telinga.
Lelaki ini butuh lebih dari sekadar sesumbar.
Kemudian segalanya terjadi begitu saja. Berawal dari sebuah kecup ringan di bibir, Tsukishima perlahan mulai memahami jika kekasihnya lebih dari serius dengan segala ujar yang dianggapnya omong kosong.
.
"Katakan! Katakan jika kau menginginkanku! Ughh!"
"Sialan kau!"
Tsukishima mencengkeram pundak polos itu kuat ketika tubuhnya terhentak-hentak cepat. Mata coklat keemasan itu menyusuri bidang dada lelakinya, menyasar keenam kotak pada abdomen yang memompa geloranya. Serundai yang menyesap inchi kulitnya terasa membutakan dan Tsukihima merasa lumpuh untuk sesaat. Pada akhirnya mereka menyulam malam dengan berbagi nama dalam desah napas terputus. Saling mempelajari tubuh satu sama lain tanpa tergegas, lalu bergerak perlahan mendaki puncak.
Dua pasang netra itu bertemu. Kuroo tak lagi menjumpai roman congkak seorang Tsukishima Kei, sebaliknya Tsukishima begitu memuja seringai arogan di sudut bibir kekasihnya. Ah, bukankah momenum seperti ini yang mereka impikan diam-diam?
Waktu seolah merayap lekas manakala petang perlahan memudar di ufuk timur. Bulan telah berkesah, malam panjangnya tak lagi sendirian. Dua anak manusia yang merajut asmara membuatnya tersenyum malu. Menyesal pula keremangannya mengintip melalui celah tirai sementara dia hanya berselimutkan gelapnya malam.
Tirai hitam berkibar dan sekali lagi bulan menyingkap sebuah rasa tabu. Dua anak manusia melolongkan nama satu sama lain. Entahlah, dia tak ingin menghitung jumlah peluh mereka.
Malamnya tak lagi sendiri. Ah seharusnya dia patut bersyukur, janji kedua anak manusia telah tertaut di atas lembar ranjang, bahwa kebahagiaan di depan altar akan datang lekas.
Fin
a/n: Yah, dengan datangnya ff seadanya dari saya sebagai pertanda bangunnya saya dari hiatus puanjang, kesese~
