Crown © Ivera

Naruto © Masashi kishimoto

Rated : T

Genre : drama, family, tragedy, action, dkk.

Pair : You know :D

WARNING : OOC, typo, miss typo, ala Kerajaan dinasti Silla, bahasa amburadul, alur tak jelas, femNaru.

Don't like, don't read guys.

(Naruto : 7 tahun

Menma : 3 tahun

Minato : 26 tahun

Kushina : 24 tahun

Nagato : 22 tahun

Kakashi :20 tahun

Ayame : 17 tahun

Chiyo : 32 tahun

Orochimaru : 30 tahun

Hiashi : 30 tahun)

-Ivera present-

"Yang Mulia Puteri, Silahkan Anda bangun." Ayame yang merupakan dayang yang mengurusi kebutuhan Naruto membangunkan Naruto selembut mungkin.

"Ayame? Ada apa? Ini masih malam." Naruto mengucek matanya. Bagaimanapun memang ini masih malam, untuk alasan apa Ayame membangunkannya.

"Silahkan ikut hamba ke kediaman Yang Mulia Raja, Puteri." Ujar Ayame.

Naruto langsung bergegas menuju kediaman utama Ayahnya, "Kondisi Yang Mulia Raja semakin membuuruk. Hamba tak dapat melakukan apa-apa, Hamba pantas mati yang Mulia."

Dia ingat perkataan tabib yang berbicara dengan Ibunya yang tanpa sengaja Dia dengar. Naruto tak peduli udara dingin menusuk kulitnya karena pakaian tidur yang Dia kenakan tipis. Dia tak peduli Ayame yang berteriak menyuruhnya untuk setidaknya memakai sepatunya. Dia tak peduli.

"Tou-sama..." bisik Naruto melihat Sang Ibu memeluk Ayahnya yang terbujur kaku, dan para pelayan serta pejabat Istana bersujud menangisi Ayahnya.

"Ti-tidak. Tou-sama, jangan tinggalkan Naru. Bukankah Tou-sama sudah janji akan hadir dihari perayaan kelahiran Naru besok. Tou-sama." Teriak Naruto memeluk tubuh Ayahnya yang sudah dingin.

Kushina memeluknya erat, mencoba menguatkan Puterinya. Bagaimanapun Naruto masih berumur 7 tahun (besok), masih butuh kasih Sayang dari Sang Ayah.

(1412)

"Puteri Naruto. Anda dimana? Kumohon keluarlah. Yang Mulia," teriak Ayame memanggil-manggil Naruto. Namun hasilnya nihil, Naruto tak ditemukan, para dayang yang lain sudah dibuat bingung. Sudah sejak pemakaman Sang Raja Naruto menghilang, bahkan sarapan pagi dan makan siangpun belum disentuhnya, sedangkan hari sudah menjelang sore.

"Sedang apa kalian?" tanya Nagato melihat rombongan Puteri yang tengah kebingungan.

"Yang Mulia Putera Mahkota. Ti-tidak, hanya saja Kami tengah mencari Yang Mulia Puteri. Namun tak ditemukan dimanapun," ujar Ayame membungkuk hormat pada orang didepannya.

"Kalian siapkanlah makan malam, biar Aku mencari Puteri, dan jangan membantah karena itu perintah." Ayame yang mau protespun hanya mengatupkan mulutnya kembali dan pamit undur diri bersama para dayang dan penjaga Naruto.

"Sudah kuduga Kau ada disini Naru. Tidakkah Kau bosan akan tempat ini?" tanya Nagato melihat Sang Puteri kecil tengah menangis sendiri di dekat pohon Oak, yang ada di Istana timur, tempat tinggal yang khusus dibuatkan untuknya oleh mendiang Raja.

"Pam... Pangeran Mahkota, Puteri Naruto memberi hormat, semoga Anda diberi kesehatan dan umur panjang." Naruto memberi hormat pada Nagato ala Puteri Kerajaan pada umumnya.

Nagato memberi isyarat parda kasimnya untuk menjauh bersama rombongannya, memberi privasi untuk Mereka berdua.

"Naru, sudah Paman katakan jika hanya ada Kita Kau jangan bersikap formal seperti itu, Paman tak suka." Nagato berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Sang keponakan.

Naruto menunduk dan langsung memeluk Nagato dan menangis sesegukan, "Paman.. hiks, Apa yang akan terjadi padaku, Kaa-sama dan Menma? Hiks ... Tou-sama sudah tak ada. Siapa yang akan melindungi Kami dari pejabat yang selalu menatap Ayah tak suka? Mereka pasti merencanakan sesuatu. Paman Aku takut, hiks.. hiks..."

Nagato mengeratkan pelukannya, keponakannya dewasa terlalu cepat, Diumur yang seharusnya Dia bermain dengan teman sebayanya malah Dia harus berhadapan dengan ilmu klasik yang rumit, mempelajari berbagai bahasa, tata krama keputerian yang sudah dapat dipastikan sangat berat untuk anak seumuran Naruto. Namun Nagato bangga, karena Naruto tak pernah mengeluh, gadis kecil itu tegar, namun rapuh disaat bersamaan, seperti sekarang ini, Dia tak memiliki pegangan. Yang Mulia Raja sudah tiada, orang yang akan melindunginya sudah tak bisa berbuat apa-apa.

"Ssstt... jangan berbicara seperti itu, Paman akan melindungi Kalian apapun yang terjadi. Tak akan ada yang menyakiti Kalian. Jangan khawatir." Ujar Nagato menenangkan.

"Be-benarkah itu Paman?" tanya Naruto menatap polos Sang Paman.

"Tentu saja. Paman berjanji," ujar Nagato.

"Aku pegang janjimu Paman."

(1412)

"Yang Mulia Permaisuri. Silahkan angkat Putera Mahkota mejadi Raja, agar tidak ada kekhawatiran dari rakyat." Ujar Pejabat Orochimaru.

"Jangan sembarangan Orochimaru-dono. Masih ada keturunan sah disini, Pangeran Agung adalah Putera sah Raja dan Permaisuri. Sedangkan Putera Mahkota hanya Putera Raja terdahulu dengan seorang selir. Dia tak bisa menjadi pewaris." Ujar Hiashi tak terima.

"Saya juga tahu Hiashi-dono, Namun Pangeran Agung masih berumur 3 tahun. Beliau bahkan belum bisa melakukan apa-apa. Untuk menjaga Pemerintahan tetap stabil harus ada yang menggantikannya terlebih dahulu." Ujar Orochimaru tenang.

"Tapi ini terlalu cepat untuk pengangkatan Raja baru." Hiashi kembali bersuara.

"Terlalu cepat? Apa musuh diluar sana akan menunggu Kita sampai mengangkat Raja baru. Mungkin saja saat mendengar kabar kematian Yang Mulia Raja Minato Mereka tengah mempersiapkan serangan? Jangan terlalu naif Hiashi-dono. Pejabat disini pasti setuju dengan pendapatku, ini demi kepentingan Kerajaan dan juga rakyat."

"Cukup. Aku akan berbicara dengan Putera Mahkota, Berdua saja di kediamanku. Pertemuan ini dibubarkan." Kushina turun dari singgasana tempat biasa suaminya memerintah.

(1412)

"Paman bukankah Aku cantik? Lihat, Aku seperti seorang Puteri bukan?" Naruto memakai mahkota bunga hasil rangkaiannya.

"Kau terlihat sangat cantik Naru. Kau memang seorang Puteri sesungguhnya. Puteri sulung Yang Mulia Raja dan Permaisuri."

Seorang kasim membisikan sesuatu pada kasim pribadi Nagato, dan mengangguk mengerti, "Yang Mulia Putera Mahkota, Yang Mulia Permaisuri memanggil Anda." Ujar kasim bermana Zetsu itu.

"Naru. Kita pulang ke kediamnmu ya. Ayame tengah menyiapkan makan malam untukmu. Paman harus menemui Yang Mulia Permaisuri." Ajak Nagato, Naruto mengangguk dan keduanya bergandengan tangan menuju Istana timur, kediaman dari Naruto.

(Ivera)

"Yang Mulia Permaisuri. Putera Mahkota tiba." Ujar Chiyo. Dayang kepala yang menjadi dayang pribadi Kushina dan juga Pangeran Agung.

"Putera Mahkota memberi hormat pada Yang Mulia Permaisuri, Semoga Yang Mulia diberi kesehatan dan umur panjang." Nagato memberi hormat pada Kushina yang tengah menggendong Pangeran Agung a.k.a Menma.

"Duduklah Putera Mahkota. Ada hal yang ingin kubicarakan dengamu," ujar Kushina.

Nagoto menatap Kushina yang terlihat lelah, "Ha'i, Silahkan Yang Mulia,"

"Kau mungkin sudah menduga apa yang ingin kubicarakan. Ini perihal Tahta." Nagato mengangguk siap mendengarkan penjelasan yang pasti akan memakan waktu yang cukup panjang.

"Kerajaan Konoha dari dahulu dipercayai diberkahi oleh Dewa dan Dewi, Terlebih lagi Kerajaan ini konon dilindungi Dewa Naga. Raja-Raja Konoha sebelumnya adalah Putera Sah dari Raja dan Permaisuri. Termasuk mendiang Yang Mulai Minato. Namun Aku bukanlah mempermasalahkan garis keturunan, karena Kerajaan ini akan terus ada jika pemimpinnya adil dan bijaksana. Aku tak mempermasalahkan garis keturunanmu Pangeran Mahkota. Kau adik Yang Mulia Raja meski dilahirkan dari rahim seorang selir. Kau juga adikku." Kushina menatap Nagato lagi kemudian menatap Menma yang tengah tertidur lelap digendongannya.

"Dulu, Aku frustasi karena tabib mengatakan bahwa Aku tak dapat memiliki keturunan. Minato juga terlihat sedih, Aku bermaksud turun dari posisiku sebagai Permaisuri dan meminta Minato untuk mencari penggantiku. Namun, Dia tetap tak mau, Dia tak ingin orang lain ada disampingnya. Disitu Aku merasa senang sekaligus sedih. Aku tak bisa meneruskan garis keturunan Raja, para pejabat ingin Minato mengangkat seorang selir, namun itu tak terlaksana karena Aku mengandung. Takdir dipatahkan oleh lahirnya seorang Puteri, Dia adalah Puteri yang diberkahi di kuil Naga, dan juga harapan Kami. Akan tetapi Naruto tidaklah bisa memerintah negeri ini. Konoha harus diperintah oleh seorang Raja dan bukan Ratu. Hingga akhirnya Kau diangkat menjadi Putera Mahkota, dan Saat Naruto berumur 6 tahun, Aku mengandung kembali dan melahirkan Menma. Pangeran yang Kami dambakan. Belum sempat Menma mengingat wajah ayahnya Minato meninggalkan Kami." Kushina mengusap wajah Puteranya yang tidur sangat pulas.

"Para pejabat mendesakku mengangkatmu sebagai Raja. Dan sebelum pengangkatan itu, Aku ingin memberimu nasihat, Tahta memang indah, dan berkuasa, namun juga memiliki banyak kelemahan. Kau terkadang akan dipaksa distuasi yang sulit, suka ataupun tidak. Kau harus membuat keputusan yang terkadang mengorbankan sesuatu. Disini Aku ingin mengingatkan. Semua keputusanmu akan mempengaruhi masa depan Konoha. Kau juga harus memiliki seseorang yang amat Kau percaya untuk berbagi. Pandanglah semua orang yang mendekatimu, dan nilailah, Apa Dia akan menjadi orang yang berguna bagi masa depan Kerajaan atau malah merugikan. Jangan melihat sifat luarnya saja. Terkadang ada orang yang berlaku kejam namun sebenarnya Dia hanya meninginkan Konoha untuk maju."

"Dan Aku juga meminta satu hal padamu, Tolong lindungi Pangeran Agung dan Puteri Naruto. Mereka belum mengerti apapun yang berhubungan dengan Istana. Terlebih Puteri Naruto, Dia sudah banyak menderita dengan pelajaran yang diberikan oleh para pengajar. Dan Menma, Aku yakin nyawanya akan selalu terancam, karena ada saja pejabat yang tak menyukai akan pemerintahan yang dibangun Minato. Karenanya kumohon lindungi Mereka. Aku memintamu bukan sebagai Permaisuri Konoha namun sebagai seorang Ibu, Bisakah Aku mempercayakan keselamatan kedua anakku padamu."

Nagato tak tahu pribadi isteri sang Kakak seperti apa. Dia hanya bertegur sapa seadanya, tak pernah lebih dari itu, ini baru pertama kalinya Mereka berbincang panjang lebar. Namun Nagato tahu, Kakaknya tak akan memilih wanita sembarangan dan juga terlihat dari pancaran mata Kushina ada kebaikan dan kasih Sayang yang besar untuk sang anak, pancaran yang sama seperti mendiang Ibunya.

"Anda bisa mempercayai Saya yang Mulia Permaisuri. Saya akan menjaga Mereka." Ujar Nagato mantap.

"Terima kasih. Bersiaplah, besok hari pengangkatanmu sebagai Raja."

"Ha'i, Saya pamit Yang Mulia." Nagato pamit undur diri.

'Semoga keputusanku benar Minato.' Batin Kushina menatap kepergian Nagato.

"Kakashi, Kau disana?" tanya Kushina.

"Ya, Yang Mulia." Kakashi menggeser pintu yang ada dibelakang punggung Kushina, jalan rahasia yang hanya diketahui segelintir orang.

"Aku akan memeberimu perintah. Lindungilah Menma dan Naruto dalam bayangan. Jangan ada yang tahu Kau melindungi Mereka." Perintah Kushina.

"Ha'i." Kakashi menggeser kembali pintu itu dan pergi entah kemana.

Flashback on

"Permaisuri, Menurut tabib, penyakitku semakin parah. Aku pasti akan merasa bersalah jika Aku tak bisa menepati janjiku pada Naruto untuk hadir merayakan hari kelahirannya." Ujar Minato yang tiduran manja dipangkuan Kushina.

"Yang Mulia, Anda terlalu pesimis, Anda akan berumur panjang, jangan mengatakan hal yang membuatku sedih." Ujar Kushina.

"Kushina..." panggil Minato,sudah lama rasanya Dia tak memanggil nama dari Ratu hatinya itu.

"Ya, Minato?"

"Aku tak takut akan kematian. Aku sudah siap bertemu pendahuluku jika saja Menma sudah besar. Aku mengkhawatirkan keselamatannya. Jika Nagato naik tahta maka pejabat yang pro pada Nagato akan mencoba mencelakai Menma. Aku memang mempercayai Nagato namun tidak dengan bawahannya. Menma akan selalu terancam, dan Aku tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya. Saat Aku tak ada, Apa yang akan terjadi nanti dimasa depan? Aku takut."

"Minato. Kau hanya mengkhawatirkan Menma? Bagaimana denganku dan Naruto?" tanya Kushina.

"Aku yakin Kau bisa menjaga diri. Karena Kau adalah Kushina. Dan juga Pejabat Arashi tak akan membiarkan Puteri kesayangannya sengsara. Dan Naruto, Dia akan bertahan, tidak akan ada yang bisa menyentuhnya, bahkan para pejabat. karena Dia adalah Puteriku hahaha..." Kushina hanya mengerenyitkan dahinya tak mengerti.

Flashback off

"Bisakah Aku mempercayai kata-katamu Minato?" gumam Kushina

(1412)

-8 tahun kemudian-

(Naruto : 15 tahun

Menma : 11 tahun

Kushina : 32 tahun

Nagato : 30 tahun

Konan : 25 tahun

Kakashi : 28 tahun

Ayame : 25 tahun

Chiyo : 40 tahun

Itachi : 18 tahun

Sasuke : 16 tahun

FugAku : 35 tahun)

(Ivera1412)

"Yang Mulia, Kumohon Anda turun yaa... Kepala hamba bisa dipenggal jika Anda terluka. Dan juga, pasti Dayang Chiyo akan marah-marah."pinta Ayame, menatap Naruto yang tengah bersantai diatas pohon.

"Ck. Ayame, Kau semakin cerewet seperti Dayang Chiyo saja. Baiklah, Baik. Aku akan turun, puas."

Naruto dengan cekatan turun dari atas pohon, dan menepuk-nepuk jubah khas Puteri Konohanya yang sedikit berdebu. Ahh, jangan tanya bagaimana gadis itu menaiki dan menuruni pohon dengan jubah berlapisnya itu, karena itu rumit.

"Ya Tuhan Yang Mulia. Bisakah Anda bersikap layaknya Puteri. Bagaimana jika Yang Mulia Ibu Suri melihat Dia pasti akan menambah daftar pelajaran keputerian Anda." Ujar Ayame yang membantu merapikan jubah milik Naruto. Lambang Naga emas dibagian dadanya terlihat hidup saat terkena sinar matahari.

"Nee-sama..." teriak Menma berlari menerjang Naruto dan memeluknya erat.

"Menma. Kau sudah pulang? Bagaimana, Apa perjalanan menuju Kuil Naga menyenangkan?" tanya Naruto

"Sangat menyenangkan. Disana udaranya sejuk, tenang, Aku dan Kaa-sama mengunjungi makam para leluhur dan juga Ayah. Seharusnya Nee-sama ikut." Jawab Menma terlihat antusias.

"Hormat Saya pada yang Mulia Puteri." Kakashi membungkuk hormat.

"Paman Kakashi, Kau juga ikut, Uhh Aku juga ingin ikut namun tak bisa. Aku harus belajar. Oh iya Paman, Sudah lama kita tidak berlatih ped...

Khem.

... ang,"

"Da-dayang Chiyo, Kau ada disini?" tanya Naruto gugup, senyum paksa Dia tampilkan, keringat dingin menetes dipelipisnya.

"Saya sedari tadi berada bersama Pangeran Agung. Berlatih pedang lagi Yang Mulia? Bukankah lebih baik Anda mempelajari tata krama keputerian?" ujar Dayang Chiyo menatap tajam sang Puteri.

"Ahaha... Ba-baiklah, oh Tuhan, Ayame Ayo, Aku akan terlambat menghadiri pelajaran ilmu klasik. Jaa Paman Kakashi, Menma, Dayang Chiyo." Naruto besertra rombongannya pergi dari taman teratai tempatnya bermain, meninggalkan Kakashi, Menma dan dayang Chiyo.

"Sudah Saya katakan bukan Yang Mulia, Dayang kepala memang menakutkan." Bisik Ayame yang diamini oleh Naruto dan rombongan.

(1412)

"Yang Mulia Apa Anda mendengar Saya?" tanya seorang sarjana yang mengajarkan ilmu klasik pada Naruto.

"Ha'i, silahkan lanjutkan Sensei. Tapi sebelum itu, Bolehkah Saya bertanya?" tanya Naruto dari balik tirai. Ya, memang wajah dari Sang Puteri dirahasiakan dari publik, bahkan didinding dalam Istanapun terkadang Naruto harus memakai caping dan kain tipis agar wajahnya tak dikenali oleh orang-orang dari Kerajaan lain yang datang berkunjung untuk melakukan bisnis.

"Ya, Silahkan yang Mulia." Ujar Sang Sarjana.

"Suara yang kudengar sedari tadi itu, Apa Kau tahu itu apa? Terdengar samar namun Aku yakin itu suara genderang."

"Ah suara itu. Itu suara dari festival rakyat." Jawab Sang Sarjana.

"Festival rakyat? Seperti apa itu?" tanya Naruto seemakin tertarik.

"Ya, Yang Mulia. Festival itu diadakan satu tahun sekali, menyambut hari panen besar. Festival ini biasanya diadakan 3 hari, disana semua berkumpul, mulai dari bangsawan dan rakyat biasa, pedagang makanan dan barang yang biasa sammpai yang langka, disana berkumpul semua. Dan hari ini adalah hari terakhir,pasti akan sangat meriah, Rakyat akan menerbangkan lampion berisi harapan dan do'a, diakhir acara akan ada kembang api. Tetapi, untuk seorang Puteri seperti Anda mungkin akan terdengar membosankan." Sarjana itu menjelaskan panjang lebar, dan didengarkan dengan baik oleh Naruto, tanpa diketahui sang sarjana, Naruto mulai tertarik akan Dunia diluar tembok Istana. Kehidupan rakyatnya seperti apa.

"Kalau begitu, Saya akan melanjutkan pelajaran ini."

'Mungkin tak ada salahnya menyelinap keluar Istana.' Batin Naruto, tak peduli akan penjelasan Sang Sensei.

(Ivera)

Pagi harinya Ayame dan dayang pribadi Naruto dibuat bingung oleh kelakuan Sang Puteri, Dia terlihat lebih diam dan mudah diatur, bahkan Dayang Kepala memuji kecakapan Sang Puteri bermain kecapi.

"Karena semua pelajaran sudah selesai. Aku akan pergi ke taman teratai, Ayo Ayame." Ajak Naruto, berjalan menuju taman kesukaannya.

"Ayame, Apa Kau tahu apa itu festival rakyat?" tanya Naruto.

"tentu saja, yang Mulia. Dulu sebelum Saya memasuki Istana Saya adalah rakyat jelata, dan sering mengikuti lomba yang diadakan di festival rakyat. Itu festival yang selalu Saya nantikan sewaktu kecil. Bermain bersama teman-teman Saya." Jawab Ayame, sambil mengenang masa lalunya.

"Kenapa Anda tiba-tiba bertanya hal itu Yang Mulia?" tanya Ayame heran.

"Tidak. Ayame, Kenapa hari ini banyak orang yang keluar masuk Istana? Apa ada sesuatu?" Naruto mengalihkan pembicaraan. Menatap rombongan yang membawa peti-peti besar kedalam gudang penyimpanan.

"Bukankah Mereka adalah utusan Kerajaan lain yang ingin melakukan kerjasama dan berdagang." Jawab Ayame yakin tak yakin.

Naruto menyeringai senang. Dewa Dewi yang menaungi Kerajaan Konoha sepertinya sangat Sayang padanya karena memberi jalan untuknya agar bisa keluar Istana.

"Ayame, bagaimana Kalau Kita bermain petak umpet. Sudah lama rasanya. Kau yang jaga yaa." Usul Naruyto yang langsung disetujui Ayame tanpa curiga apa-apa.

Naruto langsung melesat menuju tempat-tempat tersembunyi menuju gudang penyimpanan , dan tersenyum saat melihat apa yang dicarinya.

"Nee-sama, Aku ikut,"

"Me-Menma, Sedang Apa Kau disini bocah nakal?" bisik Naruto mencubit pipi Menma karena kesal sudah dibuat kaget.

"Ittai Nee-sama. Ehehe ..." Menma nyengir gaje, dan dibalas tatapan horor oleh Naruto.

"Jangan bilang Kau ingin menyelinap keluar Istana?" tanya Naruto memastikan.

"Bukankah Nee-sama juga? Aku mendengar percakapan Nee-sama dengan dayang Ayame loohh..."

"Ya tuhan. Kenapa Kami harus memiliki pemikiran yang sama?" gumam Naruto tak habis fikir.

"Baiklah kalau begitu adikku yang tampan. Kalau Kau bersikap baik maka Nee-sama akan mengajakmu, Sekarang Nee-sama akan berganti baju dulu. Setelah itu Nee-sama akan membantu Menma mengenakan baju. Oke."

Tidak ada salahnya bukan mengajak sang adik. Daripada adiknya nekat keluar sendiri. Bisa bahaya nanti.

Beberapa menit kemudian keduanya sudah siap. Naruto menyelipkan 2 belati disela-sela betisnya,

"Yosh Kita akan berangkat." Ujar Naruto semangat.

"Nee-sama, tadi itu untuk apa?" tanya Menma tak mengerti.

"Ssst.. hanya Menma yang tahu. Ini adalah hadiah dari Paman Kakashi saat Aku berulang tahun, Ini jimat keberuntungan." Ujar Naruto.

"Apa Kita akan berhasil keluar Istana?" tanya Menma tak yakin, meski sudah memakai pakaian yang sederhana namun memang akan sulit keluar dari penjagaan Istana yang ketat.

"Kau tahu Menma. Tadi Aku melihat anak seumuran Kita ikut masuk kedalam Istana. Kita bisa menyamar ikut sebagai Mereka. Kau jangan panik. Tak semua orang di Istana mengenal Kita mengerti." Ujar Naruto. Dia kemudian mengambil caping yang sekelilingnya tertutupi kain tipis setipis kassa.

"Ha'i."

"Baiklah Kita berangkat."

(1412)

"Arrgghh... Menyebalkan, Paman tolong jaringnya lagi,"pinta Naruto frustasi. Pasalnya itu adalah jaring kelimanya untuk mengambil ikat mas yang ada disana. Jaring yang terlihat seperti terbuat dari kertas. Naruto menatap Menma yang tersenyum kegirangan yang memamerkan ikan masnya.

"Lihat Nee-sama, Aku mendapatkan ikan yang kelima." Teriak Menma kegirangan.

"Wah sepertinya adik Anda berbakat Nona. Anda seorang bangsawan? Sepertinya Saya belum pernah melihat Anda?"

Naruto tersenyum kikuk dari balik kain yang menutupi wajahnya, "Kami bangsawan dari Kerajaan lain yang tengah melakukan bisnis. Terima kasih Paman, Kami akan melanjutkan ketempat lain lagi." Ujar Naruto menjawab dengan nada halus.

"Ya, hati-hati Nona." Ujar Sang pedagang.

"Nee-sama Aku lapar." Menma memegang perutnya. Memang sudah waktunya makan siang, dan Dia juga memang lapar.

"Menma sepertinya tempat makan disana enak, lihat banyak sekali pengunjungnya." Naruto menujuk sebuah kedai bernama 'Ichiraku'

"Paman eetto.. Tolong 2 porsi makanan yang difavoritkan disini," pesan Naruto pada pria yang tengah menyajikan makanan.

"Irasahi.. Silahkan duduk Nona dan Tuan muda." Sambut pemilik kedai dngan ramahnya.

"Silahkan, maaf menunggu lama, Ramen miso 2 porsi." Pemilik kedai bernama Teuchi itu memberikan 2 mangkok ramen pada Naruto dan Menma. Keduanya terlihat antusias meski Naruto tak terlihat karena tertutupi kain capingnya.

"Arigatou Paman. Ittadakimasu."

Keduanya makan dengan lahap, baru kali ini Mereka makan makanan yang berkuah selezat mungkin, tadi Paman iitu bilang apa? Ramen? Hmm.. sepertinya makanan ini harus dimasukan kedalam daftar menu makan sehari-hari untuk Mereka.

"Nee-sama, rasanya lezat, di Istana sepertinya tak ada menu makanan seperti ini."komentar Menma.

"Ssst.. jangan bahas Istana. Disini tak ada yang tahu siapa Kita," bisik Naruto,

BRAAKK

"Kau mencari masalah denganku brengsek! Jangan sombong hanya karena Kau seorang bangsawan Kau tak mau meminta maaf." Teriak seorang pria berpakaian biasa layaknya rakyat kasta rendah.

"Hah! Kau tak tahu Ayahku?! Kau bisa dipenggal ditempat ini sekarang juga." Uajr pemuda bangsawan yang tak kalah sama berteriaknya.

"Mereka Kenapa Paman?" tanya Naruto yang kurang nyaman mendengar teriakan saat menikmati makan siangnya.

"Masalah sepele Nona. Sepertinya, Pemuda bangsawan itu tak mau meminta maaf karena telah menjatuhkan makanan pria itu. Biarkan saj... hey Nona mau kemana? Jangan ikut campur." Teriak Teuchi memperingatkan.

"Ch. Kau hanya manusia tak berguna yang berdiri ketakutan dibalik pungung nama Ayahmu. Bangsawan memang semuanya seenaknya. Seakan Dunia tunduk dibawah kaki Mereka." Ujar pria itu mencemooh.

"Kau! Kubunuh Kau!" Sang Pemuda menarik pedang dari sarungnya, siap mengayunkan pada si pria.

"Anoo.. Permisi mengganggu, bisakah jika ingin membuat keributan jangan disini? Pengunjung disini terganggu, termasuk Aku. Aku tak bisa menikmati makan siangku dengan santai. Aku tak tahu masalah Kalian apa dan tak ingin tahu, Jadi, Kalian bisa melanjutkan pertengkaran Kalian diluar, itupun jika Kalian ingin ditangkap dan dipenjarakan oleh prajurit Istana."

Orang-orang menatap takjub, Naruto dengan santainya menangkis pedang pemuda itu dengan sarung pedang yang entah kapan Dia ambil. Terlebih Dia dengan berani melerai pertengkaran Mereka.

"Jangan mencoba menghalangiku Nona. Harusnya Kau membela Kaummu bukan Mereka yang dari kasta rendah." Sang pemuda tak terima mengacungkan pedangnya pada Naruto.

Naruto mendekati si pria dan berbisik, "Jangan pernah samakan Aku denganmu. Aku bukan berasal dari Kaummu, Kau pasti dari klan Hyuuga, namun bukan keluarga inti karena Aku belum pernah melihatmu di pesta Kerajaan, Aku bisa saja meminta Paman Hiashi untuk mengeluarkanmu dari klan, namun Aku masih memiliki hati. Aku juga bisa saja membuatmu serta keluargamu mengalami hal buruk sampai 3 keturunanmu jika Aku mau. Turuti perkataanku, Minta maaflah pada Paman itu, ganti semua kerusakan yang Kau perbuat dan jangan sampai Aku melihatmu lagi." Bisik Naruto berbahaya, membuat si pemuda mengangguk ketakutan. Entah kenapa aura yang dipancarkan gadis didepannya membuat dirinya segan.

"Dan Paman. Maaf saja, namun tak semua bangsawan itu sama, Diantara Mereka masih ada yang memiliki hati." Ujar Naruto dengan nada lembut.

"Benarkah? Tapi Sayangnya Aku sudah tak percaya lagi. Sekarang ini banyak sekali para bangsawan yang hanya memperkaya diri Mereka. Sedangkan pajak dinaikan, membuat rakyat seperti Kami kesusahan. Mungkin rumor itu benar, Raja yang sekarang tidak kompeten, Raja yang seharusnya tak memiliki tahta, Tahta yang harusnya milik dari keturunan sah Yang Mulia Raja Minato. Raja yang tak sah hanya akan membawa petaka pada Kerajaan yang dipimpinnya." Ujar si pria tak takut.

"Lancang. Itu bisa dianggap sebagai sebuah pemberontakan. Lagipula Kau tak tahu apa-apa tentang Yang mulia Raja tak seharusnya berkata seperti itu." Naruto tak suka, sangat tak suka jika ada orang yang membicarakan tentang Pamannya, tak tahukah bahwa sang Paman bekerja keras untuk kepentingan Kerajaan?

"Nee-sama sebaiknya kita pergi." Menma menarik lengan sang kakak dan berjalan keluar kedai tentunya setelah membayar 2 porsi ramen yang tadi dimakan Mereka.

"Nee-sama terlalu emosi. Biarkan rakyat bersuara, Mereka tak tahu apa-apa tentang Yang Mulia Raja, cukup Kita yang tahu kerja keras Yang Mulia. Ayo Kita bermain lagi, kita kesini untuk bermain, bukan Mencari keributan." Ujar Menma bijak.

"Kau benar, Ayo Menma, kita nikmati festival ini."

Terkadang jika dilihat sebenarnya siapa yang kakak dan siapa yang adik. Karena terkadang Menma bisa menjadi tenang dan bijak layaknya Minato saat kecil. Tak gampang terpancing emosi.

(1412)

Istana (taman teratai)

Ayame panik. Amat sangat panik, pasalnya Puteri Naruto tak ditemukan dimanapun, padahal dia sudah berteriak menyerah, firasatnya tak enak.

"Sedang Apa Kau Ayame?" tanya dayang kepala Chiyo.

"da-dayang kepala. Sa-Saya sedang mencari Yang Mulia Puteri, Kami bermain petak umpet namun Beliau tak ditemukan dimanapun, padahal Saya sudah berteriak menyerah." Jawab Ayame takut.

Chiyo terdiam. Pasalnya Dia juga tengah mencari Pangeran Agung yang menghilang saat pelajaran. Mungkinkah sekarang keduanya ini tengah bersama disuatu tempat, menunggu ditemukan?

"Cari disetiap penjuru. Pangeran Agung juga menghilang, kemungkinan Mereka bersama. Mungkin Mereka ingin mencoba membuat Kita bekerja keras." Ujar Chiyo memerintahkan dayang dan prajurit pribadi Puteri dan Pangeran.

Pencarian dilakukan di Istana, cukup untuk mebuat keributan disana atas hilangnya kedua Putera dan Puteri dari Raja sebelumnya. Jika terjadi apa-apa, maka para dayang dan prajurit pribadi Merekalah yang terkena imbas, baik itu hukuman dari Raja maupun Ibu Suri yang Merupakan ibu Mereka.

"Da-dayang Kepala. Sa-Saya me-menemukan ini." Seorang dayang memperhatikan baju kebesaran milik sang Puteri dan Pangeran.

"Dimana Kau menemukannya?" tanya Chiyo.

"Digudang Penyimpanan tempat pakaian yang akan dihadiahklan pada Putera dan Puteri bangsawan." Jawab sang dayang takut.

Ayame jatuh terduduk melihat pakaian yang seharusnya dikenakan Sang Puteri, "Da-dayang kepala. Sepertinya Yang Mulia Puteri dan Pangeran. Mereka pergi keluar Istana." Ujar Ayame.

TBC

A/N : Hallo Minna. Saya datang dengan cerita yang baru, padahal cerita yang lainnya belum selesai. Namun mau bagaimanapun Aku sudah berusaha menyelesaikannya namun malah ide cerita yang baru, well yang penting bisa selesai sampai End. Dan saat baca fanfic ini silahkan kalian bayangkan aja Kerajaan dinasti Silla. Pakaian Mereka juga seperti di dinasti Silla, hanya memakai lambang naga didada Mereka. Silahkan lihat di mbah google drama korea The great queen seondeok. Kurang lebih seperti itu.

Oke byee...