Butterfly

Prolog

Kedua mata cokelat itu nampak berair. Begitu pula dengan hidung bangirnya yang nampak memerah. Sesekali terdengar isakan pelan dari bibir anak yang kini tengah berdiri dari posisi duduknya. Tatapan matanya tertuju pada pintu kayu jati yang berjarak lima langkah dari tempatnya berdiri.

Kaki mungilnya melangkah perlahan mendekati pintu. Kemudian tangan kanannya terangkat untuk mengetuk pintu tersebut. Namun, pintu itu terbuka sebelum ia sempat mengetuknya.

"Eom-ma..." panggil anak itu. Seseorang yang baru muncul dari pintu yang tertutup itu berjongkok, menyesuaikan tingginya dengan anak didepan nya.

"Ada apa, hm?" Tanya wanita yang dipanggil ibu itu.

"PSP-..." cicitnya pelan. Wanita itu tersenyum lalu mengusap pipi anak itu -putranya- yang basah. "Henry menyukai benda persegi milikmu. Mulai sekarang, benda itu adalah milik Henry."

"T-tapi itu milikku-..." sahutnya dengan suara yang lirih.

Wanita bermarga Cho itu menegakkan tubuhnya. Ia mengulas senyum ringan pada putranya. "Kyuhyun, kau harus terbiasa mengalah. Henry masih kecil. Ia akan meminta semua benda yang kau punya. Kau sebagai hyung tidak boleh egois." Dielusnya rambut kecoklatan itu sekilas. "Eomma harus ke dapur. Kau cepatlah masuk kamar dan belajar."

Kedua manik cokelat itu menatap nanar pada ibunya yang berjalan menuju dapur.

.

.

.

"Tapi aku sudah sering mengalah-..."

"Dan-..."

"PSP itu hadiah dari Changmin..."

.

.

.

"Selamat pagi, eomma, appa..."

Sepasang suami istri yang tengah duduk di kursi makan itu menoleh pada sang anak yang baru turun dari kamarnya.

"Pagi, Kyuhyun." Balas sang ibu yang baru saja meletakkan dua piring nasi goreng di meja makan. Sedangkan sang ayah -yang sedang membaca koran sembari menyesap kopi menoleh sejenak- hanya mengulas senyumnya .

Kyuhyun menarik kursi yang berhadapan dengan kursi ibunya. Namun-...

"Itu tempat Henry, Kyu." Ah, ia lupa. "Kau duduklah di sebelahnya." Lanjut wanita itu.

Akhirnya, Kyuhyun duduk di kursi yang terletak di sebelah kursi Henry -yang bahkan belum ditempati oleh pemiliknya. Matanya menelusuri berbagai hidangan yang tersaji di meja makan. Ia tersenyum senang saat mendapati seporsi ramen -makanan kesukaannya- di meja makan. Ya, walau lumayan aneh mengingat saat ini waktunya sarapan.

Tangan pucatnya terulur untuk menggapai mangkuk ramen di meja. Namun-...

"Itu milik Henry..."

Oh

"Tadi malam ia merengek untuk dibuatkan ramen saat sarapan. Eomma tidak tega menolaknya. Kau sarapan dengan nasi goreng saja, ya. Atau jika kau ingin ramen, masih ada beberapa bungkus di lemari dapur. Kau bisa membuatnya sendiri."

Wanita paruh baya itu tersenyum tulus dan Kyuhyun tak sampai hati untuk mengeluh padanya.

"Harusnya kau juga membuatkan satu untuk Kyuhyun." Suara bass milik sang kepala keluarga membuat keduanya menoleh. Pria berkacamata itu meletakkan koran yang tadi ia baca di pinggir meja. Ia menatap istrinya serius.

"Tadi aku lupa, Han. Aku hanya teringat pada Henry saat memasak tadi."

Ada sebilah pedang tak kasat mata yang dengan tega menusuk hati Kyuhyun. Hanya sebuah senyum yang Kyuhyun tampilkan. "Sudahlah, appa. Tidak perlu dipermasalahkan. Aku akan makan nasi goreng ini saja."

.

.

.

Aku berharap bisa terbang bebas layaknya kupu-kupu yang baru bermetamorfosa. Aku berharap memiliki sayap seindah itu. Aku berharap bisa lepas dari bayang-bayang sebuah kepompong.

Semua perasaan yang menjerat hidupku selama ini, aku ingin melepasnya.

Tapi...

Aku tidak berharap mendapat bantuan saat terbang. Aku tidak berharap ada tangan lain yang mengangkat sayapku. Aku tidak berharap akan hal itu.

Karena jika hal itu benar terjadi...

Percayalah...

Aku tak akan mampu untuk terbang...

.

.

.

.

.

.

.

Hanya sebatas prolog. Ada yg tertarik? Kalo responnya bagus, bakal kulanjut jadi fanfic.

Need review, please.