"Jadi tolong ya Hyuuga-san."

"Ta-tapi-."

"Ibu mohon Hyuuga-san! Kumohon!"

"Tapi... Tapikan-!"

"Kau hanya mengantarkan surat ini kepada Uzumaki Naruto-san saja! Hanya itu!"

"Uu-uhh... Baiklah."

"Yeey! Hyuuga-san kau baik sekali."

Gadis Hyuuga berambut biru tua itu menghela nafas berat sambil mengambil amplop yang disodorkan kepadanya itu, dia menyerah mengahadapi sifat keras kepala gurunya yang terkenal akan kekanak-kanakkannya itu.


.

.

.

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Genre : Romance, Comedy, Frienship, Etc.

Rated : T

Warnings : Typo(s), Melenceng dari EYD, OOC!, Gaje, Dan kecacatan lainnya, dan jika tidak suka silahkan klik tombol 'BACK'

.

.

.

-Don't Like, Don't Read-


Chapter 1

-Sparkle-


Sore itu setelah pulang dari sekolah, gadis berambut biru tua itu berjalan dengan gelisah sambil mendekap amplop cokelat pemberian dari wali kelasnya. Dia diberi amanat oleh wali kelasnya untuk mengantarkan surat yang berada didekapannya itu ke salah satu siswa bernama Uzumaki Naruto, teman satu kelasnya yang sudah dua minggu tidak hadir ke sekolah tanpa keterangan yang jelas. Gadis bernama lengkap Hyuuga Hinata itu berhenti berjalan dengan amplop yang masih berada didekapannya, dia berhenti di depan sebuah rumah bercat putih polos. Hinata berjalan memasuki pekarangan rumah itu dan berhenti setelah dia berada di depan pintu rumah bercat putih itu, dengan ragu-ragu dia mengetuk pintu itu dengan lemah lembut, seolah-olah pintu itu adalah mahkluk hidup yang harus diberi kasih sayang.

'Tok! Tok!'

Hening. Tidak ada jawaban sama sekali. Hinata kembali mengetuk pintu itu lagi.

'Tok! Tok!'

Masih tidak ada jawaban. Hinata kembali mengetuk pintu itu lagi dengan agak keras.

'Tok! Tok!'

Dan pada akhirnya Hinata mengetuk pintu itu dengan keras, benar-benar sangat keras.

'TOK! TOK! TOK!'

"Sebentar! Aku akan membukakan pintunya!"

Hinata berhenti mengetuk pintu rumah itu saat ada orang yang merespon, pintu cokelat itu terbuka, menampakkan pria setengah baya dengan rambut berantakan berwarna putih dan diikat kebelakang. Pria berbadan besar itu menatap Hinata dengan mata hitamnya, dia penasaran kenapa ada gadis SMA cantik yang berkunjung kerumahnya. Hinata yang ditatap hanya bisa menundukkan kepalanya, kakinya bergesekkan satu sama lain, surat yang berada didadanya didekapnya dengan sangat erat, menandakan kalau dia risih ditatap sedemikian olehnya. Pria setengah baya yang menatap Hinata tampaknya paham dengan gelagat Hinata, dia langsung menunjukkan senyum hangatnya. "Tampaknya ada tamu, ada perlu apa gadis cantik seperti kau mengunjungi rumahku?" Tanyanya mencoba seramah mungkin.

"Ano... Apa benar ini.. Ru-rumah Naru-Naruto Uzumaki?" Susah payah Hinata menjawab pertanyaan pria itu, ia takut kalau-kalau dia salah rumah.

"Kau mencari Naruto? Baiklah, masukklah nona."

"Ti-tidak, aku hanya-."

"Tidak usah sungkan nona. Masukklah dan bersantailah, kau pasti lelah berjalan kemari, akan kupanggilkan Naruto." Pria setengah baya itu memaksa Hinata untuk masuk kerumahnya dengan cara mendorong pelan punggung Hinata. Sedangkan Hinata yang diperlakukan seperti itu, hanya bisa pasrah mengikuti kemauan pria itu. Setelahnya, pria setengah baya itu berjalan meninggalkan Hinata sendirian di ruang tamu untuk memanggil orang yang bernama Naruto.

Hinata yang ditinggalkan sendirian hanya bisa mengehela nafas berat, lagi-lagi dia kalah menghadapi sifat keras kepala seseorang. Mata lavendernya menjelajahi setiap sudut ruangan itu, dia bisa melihat bingkai foto berukuran cukup besar yang berada di dinding ruangan itu yang menampilkan gambar seorang anak kecil berambut pirang jabrik dengan mata biru sebiru samudra, anak itu tertawa gembira di depan roti tart dengan lilin berbentuk angka 9 di atas roti tart tersebut. Di samping kanan anak itu terlihat seorang wanita muda dengan rambut panjang berwarna merah yang membingkai wajah cantiknya yang sedang tersenyum manis, tangan wanita itu tampak mengusap rambut pirang anak kecil yang sedang tertawa gembira itu dengan sangat lembut. Sedangkan di samping kirinya menampakkan gambar seorang pria berambut senada dengan anak yang sedang tertawa gembira itu, hanya saja terdapat jambang panjang yang membedakannya dengan anak itu, mata pria itu juga berwarna sama dengan anak itu, pria dewasa itu tampak tampan dengan senyum lebar yang menampilkan deretan gigi-gigi putihnya itu seraya bertepuk tangan. Sekali lihat saja, orang-orang akan berpikir bahwa itu adalah foto keluarga kecil yang bahagia. Sedangkan Hinata yang menatap foto itu hanya bisa memiringkan kepalanya sambil melamun.

"Kau mencariku?"

Suara itu membuyarkan lamunan Hinata, sesegera mungkin Hinata menolehkan kepalanya ke arah sumber suara bariton itu. Hinata dapat melihat seseorang yang mungkin seumuran dengannya, Hinata langsung berasumsi bahwa orang itu adalah anak yang terdapat di foto yang dilihatnya tadi karena ciri-ciri fisiknya sama dengan anak itu, hanya saja dia lebih tinggi. Hinata juga dapat melihat pria setengah baya yang ditemuinya pertama kali berada di belakang orang itu. "A-Apa, kau, Naru-to?" Tanya Hinata agak ketakutan karena wajah orang itu tampak sangar, berbeda dengan di foto yang tampak manis.

"Yeah." Jawab orang yang bernama Naruto itu, dia menatap intens Hinata dengan mata birunya yang berair seraya menguap, tanda bahwa dia baru saja bangun tidur.

"Aku akan membuatkan minuman untuk kalian." Ucap pria setengah baya tadi sambil melenggang pergi menuju ke arah dapur.

Naruto berjalan ke arah Hinata sambil menguap, kali ini lebih lebar dari sebelumnya. Dia langsung duduk di samping Hinata dengan acuh sambil menyandarkan punggungnya di sofa. "Ada apa kau mencariku?" Ucap Naruto sambil mengacak-acak rambut jabrik pirangnya itu.

Sedangkan Hinata yang berada di sampingnya, bergeser sedikit demi sedikit karena jaraknya yang terlalu dekat, wajahnya juga memerah seperti udang rebus. Mulut mungilnya yang awalnya tertutup rapat mulai terbuka secara perlahan-lahan yang hendak mengucapkan sesuatu, tetapi mulai menutup kembali. Naruto yang melihatnya hanya bisa menatap dengan datar, "Apa? Katakan saja~."

Hinata yang merasa didesak oleh Naruto, mulai mengambil nafas dalam-dalam dan mulai mengucapkan kata-kata yang ingin diucapkannya tadi dengan mantap, "A-a-ano, aku-aku hanya... Meng-mengantarkan i-ini!" Nyatanya dia tergagap saat mengucapkannya, Hinata menyodorkan surat yang di bungkus dengan amplop cokelat yang bentuknya sudah tidak beraturan karena di dekapnya itu kepada Naruto. Sedangkan Naruto sendiri hanya bisa berkedip bebarapa kali melihat tingkah laku Hinata, lalu dia tersenyum lebar seraya mengatakan sesuatu, "Hihi, kau lucu ya."

Hinata yang mendengarkan kalimat itu dari Naruto mendadak tubuhnya menegang, wajahnya yang sudah merah bertambah merah disertai kepalanya yang berasap. Naruto tampak tidak peduli dengan Hinata, dia mulai membuka amplop itu dan mengeluarkan suratnya seraya tersenyum dengan lebar. Tidak lama kemudian, pria setengah baya muncul dari dapur dengan membawa nampan disertai minuman berwarna mencolok di atasnya. Dia meletakkan dua minuman itu di atas meja di depan kedua orang remaja yang entah sedang apa, kemudian dia melenggang pergi begitu saja sambil membawa nampannya.

"Lagi-lagi surat yang sama, Tch!" Kesal Naruto saat membaca surat yang diberikan Hinata tadi, Naruto membentuk surat itu seperti bola tak beraturan lalu dia membuangnya sembarang arah. Hinata yang menatapnya hanya bisa bergidik ngeri melihat tingkah laku Naruto. Dia memberanikan diri untuk bertanya kepada Naruto.

"Ke-kenapa, ka-k-kau, mem-buang-nya?"

"Hah? Akhir-akhir ini aku selalu mendapatkan surat ajakkan masuk sekolah kembali."

"Ka-kalau begitu, masuklah!"

"Apa kau bilang?"

"HIII!" Hinata bergidik ngeri saat mendapatkan tatapan tajam dari Naruto, dia dengan cepat menundukkan kepalanya seraya jari-jari tangannya memainkan rok seragam sekolahnya itu dengan gelisah.

"Sudahlah, aku tidak akan masuk sekolah lagi."

"Ke-ke-napa?"

"Terlalu panjang ceritanya."

"Ce-ceritakan saja! Aku akan mendengarkannya!"

"Hah?"

"Ka-ka-kalau tidak- tidak mau ta-tak apa kok h-haha." Lagi-lagi Hinata menundukkan kepalanya saat di tatap tajam oleh Naruto untuk kedua kalinya, tapi kali ini dengan tawa hambarnya.

"Baiklah~ Di mulai dari empat bulan yang lalu."

.

.

.

...

.

.

.

-Flashback-

Uzumaki Naruto, dengan antusias dia berlari sangat kencang menuju gerbang sekolah SMA Konoha yang saat itu detik-detik gerbang untuk menutup karena sudah jamnya untuk menutup. "Tidaaaaakk! Paman kumohon jangan tutup gerbangnya duluuu!" Naruto berteriak dengan keras ke arah penjaga sekolah yang sedang melaksanakan tugasnya itu.

Di sisi lain, sang penjaga sekolah yang di ketahui bernama Tazuna berhenti melakukan aktifitasnya, dia menatap bocah berambut pirang jabrik yang sedang berlari dengan sangat kencang ke arahnya itu. Sebenarnya dia ingin menutup gerbangnya rapat-rapat dan menyuruh bocah itu untuk pulang ke rumahnya kembali, tapi dia tidak tega setelah melihat air mata bercucuran dari mata bocah itu yang deras bak air terjun, akhirnya Tazuna menunggu bocah itu.

"Terima kasih paman Tazuna~"

"Lagi-lagi kau bocah. Kau baru dua minggu berada di sekolah ini, tapi kau sering terlambat. Sana pergi, akan kututup gerbangnya sekarang."

"Hehe, okie dokie~"

Naruto berlari memasukki gedung sekolah, dia mulai berlari dari lorong ke lorong untuk menuju ke kelasnya, setelah dia sampai di depan kelasnya yang bertuliskan X C di papan kayu di atas pintu kelas. Dengan perlahan-lahan, Naruto mulai membuka pintu masuk ke kelasnya, "Ohayouu~" Ucapnya dengan acuh tak acuh tanpa memperdulikan fakta bahwa kelasnya sedang melakukan kegiatan belajar mengajar.

"Haah, lagi-lagi kau Naruto, istirahat nanti ke ruangan saya." Ucap guru yang sedang mengajar di kelasnya dengan nafas lelah, guru itu sudah hafal dengan Naruto walaupun dia baru masuk ke sekolah ini dari dua minggu yang lalu. Dia akan menceramahi muridnya yang satu ini.

"Ha'i~ Sensei~" Balas Naruto dengan sangat santai.

...

Naruto keluar dari ruangan guru setelah bel pertanda waktu istirahat telah usai, dia hanya bisa menghela nafas. Dan pada akhirnya, Naruto memutuskan bolos pelajaran untuk yang kedua kalinya dalam dua minggu ini. Dia berjalan sambil kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celananya, tujuannya saat ini adalah ke belakang sekolah, karena akhir-akhir ini atap sekolah sangat ketat penjagaannya dari OSIS. Saat Naruto berjalan menuju ke belakang sekolah, dia tidak sengaja melihat sekumpulan siswa kelas tiga sedang memukuli siswa kelas satu. 'Bully.' Batinnya seraya mengepalkan tangannya yang berada dalam sakunya.

Tanpa pikir panjang Naruto berlari ke arah siswa kelas tiga itu dan memukulnya dengan sangat keras tepat di bagian pipi siswa itu hingga siswa itu terpental kebelekang. Tanpa memberikan waktu jeda, dia menduduki perut siswa itu dan memukuli wajahnya tanpa ampun. Sedangkan siswa yang di bully tadi berlari ketakutan, tidak lama kemudian setelah siswa yang di bully tadi pergi, muncullah seorang guru dan seorang siswi berkacamata. Guru itu mencoba melerai perkelahian itu tetapi tanpa sengaja pukulan Naruto mengenai wajah guru wanita itu hingga pingsan, sedangkan siswi yang satang bersama guru tadi hanya bisa menjerit ketakuttan.

Semenjak tragedi berdarah itu, Naruto di beri hukuman berupa skors selama dua minggu. Tetapi setelah dua minggu berlalu berita mengenai Naruto menghajar siswa kelas tiga hingga pingsan dan seorang guru yang sempat terkena pukulan Naruto hingga guru itu memutuskan untuk berhenti mengajar sudah menyebar begitu saja. Hal itu menyebabkan Naruto di jauhi oleh siswa siswi lainnya saat dia kembali bersekolah karena mereka takut berhubungan dengannya.

-Flashback End-

.

.

.

...

.

.

.

"Semenjak saat itu aku mulai mendapatkan tatapan benci disertai ketakuttan dari orang-orang sekolah, bahkan aku sulit untuk mendapatkan teman. Jadi setelah tiga bulan aku memutuskan untuk berhenti saja bersekolah." Naruto mengakhiri ceritanya dengan tatapan sendu. Hinata yang mendengarkan cerita Naruto merasa prihatin kepadanya, tangannya tanpa di perintah olehnya, mengusap-usap punggung tangan Naruto dengan lembut.

"Uzumaki-san-."

"Panggil Naruto saja, aku tidak suka ke-formalan."

"Ba-baiklah. Na-Naruto-kun, aku.. Aku mau jadi temanmu kok."

Naruto menatap Hinata dengan tidak percaya. Sedangkan Hinata yang di tatap begitu oleh Naruto, menunjukkan senyum hangatnya yang begitu menawan dan itu sukses membuat kedua pipi Naruto merasakan hangat.

"Benarkah?"

"Ya, ta-tapi ada s-syaratnya."

"Apa syaratnya?"

"Ka-kau harus, masuk se-se-sekolah lagi!"

"Baiklah!" Naruto menerima syarat itu dengan antusias, bibirnya mulai membentuk sebuah senyuman lebar, menampakkan deretan gigi-giginya yang putih. Sementara itu Hinata tersenyum dengan lembut, dia menjulurkan jari kelingkingnya ke pada Naruto, "Ja-janji ya?"

"Janji!" Naruto menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Hinata seraya tersenyum gembira.

Sementara itu, tidak jauh dari mereka seorang pria setengah baya menatap ke arah mereka dengan malas dari tempat persenyembunyiannya, "Apa-apaan itu? Seperti anak kecil saja." Gumamnya seraya menguap, "Tapi baguslah." Lanjutnya, kali ini dengan senyum kebapakannya. Pria itu mulai melangkahkan kakinya pergi.

.

.

.

...

.

.

.

To Be Continued...


Author Note's :

Saya Author baru, jadi mohon bantuannya. Jika ada kesalahan dalam penulisan ataupun kecacatan lainnya, tolong beritahu saya dikolom Review, nanti akan saya usahakan memperbaikinya, juga kritik dan saran pembaca adalah bahan energi saya. Dan jika ada kesamaan cerita mohon maafkan saya, tetapi cerita ini adalah murni dari otak saya. Sekian dari saya dan Terimakasih atas perhatiannya~

See you next time~