Timeline Sasuke-Sakura

FANFICTION

Uchiha Sasuke dan Haruno Sakura

Bad diction and Typo

.

.

.

1

.

.

.

CANON

Chapter 699: ( Musim Gugur )
• Perang Dunia Ninja ke-4 berakhir
• Sasuke tinggal di desa selama setahun
• Prolog Kakashi Hiden, Naruto dan Sai melakukan misi di dekat negeri ombak.

.
.

Saat itu adalah Musim Gugur.

Ketika daun-daun kering berwarna orange kecoklatan berserakan membentang luas di sekitar pepohonan, tatkala seperti sebuah lukisan dengan tinta abstrak yang menyejukkan hati jika kau berdiri disekitarnya. Angin sepoy seperti simponi lagu menerbangkan helai rambut di bawah daun-daun gugur diatasmu. Tenang dan damai.

Namun, musim gugur saat itu tidaklah seindah seperti bayangan, perang besar dunia ninja ke-4 menjadi penyebabnya. Daun-daun kering orang kecoklatan berubah menjadi tubuh-tubuh tanpa nyawa dengan warna merah darah yang membanjiri badan. Angin sepoy seperti teriakan, jeritan dan tangisan dari sisa-sisa tubuh yang masih bisa berdiri. Suram dan gelap.

Mempertaruhkan nyawa demi sebuah kedamaian di masa depan.

Konyol.

Itulah yang Uchiha Sasuke pikirkan saat itu.

Di umur yang mulai beranjak tujuh belas tahun, mencoba sebuah revolusi bagi dunia perninjaan, siapapun pikir itu adalah sesuatu yang luar biasa. Keinginan untuk menjadi hokage demi perubahan adalah sesuatu yang seharusnya di dukung penuh oleh semua pihak baik petinggi maupun masyarakat. Tapi hal itu tidak terjadi pada Uchiha Sasuke.

Menghabisi para Kage yang membawa dunia perang hingga tidak ada habisnya sampai sekarang, membunuh seluruh Biju yang menjadi senjata bagi negara untuk berperang. Dengan dua syarat utama itulah yang membuat Uchiha Sasuke harus bertarung dengan Naruto sampai pada titik dimana dia menyadari suatu hal bahwa dia kalah.

Kehilangan lengan kiri. Lengan kebanggannya kini seperti tak mau bersamanya lagi, tapi bukan itu. Sedari dulu perasaan kehilangan itu menyakitkan, ibu dan ayahnya pergi meninggalkannya ketika dia masih genin. Terus menerus hingga sang kakak yang berkorban masa depan untuknya, dengan mengatakan bahwa apa yang dia lakukan terdahulu, sekarang ataupun esok sosok sang kakak akan terus menyayanginya. Dari semua perasaan sakit yang paling terasa menusuk hatinya semenjak itu adalah kehilangan.

Tapi kehilangan lengan kiri itu baginya bukan seperti apa yang sering dia rasakan, sebab menurutnya itu adalah langkah awal. Untuk menjadi lebih baik. Nah kan, kehilangan tidak semuanya buruk jika perasaan yang kau rasakan bisa mengerti makna tersendiri.

Kira-kira hampir beberapa bulan lebih- menurutnya karena dia tidak pernah menghitung hari dirinya berada di desa konoha- desa yang pernah menjadi ambisi untuk dihancurkan setidaknya dulu. Setelah perang berakhir, pilihannya hanya satu yaitu memulihkan tubuhnya dan serentetan rencana apa yang akan dilakukannya. Tubuhnya juga sudah sehat, lengan kiri yang di perban dan tertutup rapi dengan pakaian lengan panjang yang dia kenakan. Rasanya, masih belum terbiasa dengan kondisi satu tangan sekarang.

Mengenai rencana, dia belum memikirkannya. Setelah ini apa?
Apa yang harus dia lakukan? Pemikiran tersebut masih menyelubungi isi kepalanya, karena bagi Sasuke sesuatu itu tidak hanya sampai disini. Masih ada lagi dan masih banyak lagi sesuatu yang harus dia lakukan.

Satu daun kering jatuh dari salah satu ranting pohon hinggap di atas hidung Sasuke yang tengah mememjamkan kedua matanya dengan punggung pria itu menyentuh batang besar pohon. Duduk menyendiri di atas daun-daun kering yang berjatuhan sudah menjadi kebiasaannya entah sejak kapan. Mungkin setelah keluar dari rumah sakit.

Rumah sakit mengingatkannya akan suatu hal, pertarungan diatap dengan Naruto dulu. Saat itu, dia tidak mengingat apapun selain harus mengalahkan si pecundang yang terus-menerus melampaui kekuatannya. Setidaknya pikiran naif 'Orang terbodoh di kelas dan di pandang remeh semua orang bisa melampaui kekuatannya' saat itulah sasuke selalu bertumpu dan mengukur kemampuannya sendiri yang begitu lemah hingga bisa begitu saja dikalahkan. Perasaan tak ingin di remehkan dengan berdasar iri semakin membuatnya gelap mata.

Sangat gelap hingga saat tersadar adalah Chidori di tangannya telah mengarah pas dan cukup untuk melukai Naruto, tapi semua terlambat. Mungkin, penyesalan seumur hidup akan dia rasakan sampai mati adalah jika saat itu Kakashi tidak datang untuk menghentikannya.

Selalu menyebalkan. Selalu ikut campur. Selalu memimpikan cinta dan hidup bahagia. Selalu begitu menikmati lamunannya tentang cinta itu. Sebenarnya apa makna cinta baginya? Itu cuma omong kosong dan hanya ada di masa lalu.

Sasuke memang bisa menebak keberadaan seseorang dengan mata kirinya yang istimewa dan dia tidak perlu jurus apapun untuk bisa menghitung mundur akan keberadaan seseorang yang baru saja dia pikirkan.

Satu. Tepat setelah hitungan mundur, seseorang menyapa dirinya.

"Ohayo, Sasuke-kun."

Benar kan. Bagaimana tidak, jika hal seperti ini terus terulang setiap hari entah sejak kapan tepatnya.

Duduk di depannya seperti biasa. Tersenyum ceria seperti biasa. Ya. Seperti biasa.

Bahkan sebelum Sasuke membalas sapaannya, gadis itu sudah mulai cerita barunya yang sering dia bawa untuk di sampaikan pada pria itu. Sasuke tidak memintanya, tapi menolak pun juga tidak. Satu-satunya yang dia perbuat hanya mendengarkan.

Haruno Sakura. Siapa lagi selain dia yang memiliki hati paling kuat dibanding apapun yang paling kuat di dunia ini. Bahkan telah dia hancurkan sehancur-hancurnya pun, pemilik kepala berambut merah jambu itu masih bisa mengatainya bodoh dan si biang masalah. Baik Genjutsu terkuat pun hingga perkataan menusuk pun tak jua mendapati kata menyerah darinya, untuk Uchiha Sasuke.

"Besok Naruto dan Sai akan melakukan misi di dekat negeri ombak. Kakashi Sensei bilang bahwa ada mata-mata mencurigakan yang menggunakan jurus terlarang. Lalu..."

Sambil bercerita Sakura mengeluarkan kotak bento dengan tidak begitu banyak isi, hanya nasi Onigiri dan beberapa lauk lainnya. Menyodorkan di hadapan Sasuke dengan tujuan agar dimakan.

"Sudah ditetapkan kalau hokage selanjutnya adalah Kakashi Sensei, tapi seperti tak acuh sensei seperti memikirkan sesuatu, aku tidak yakin tepatnya tapi kemungkinan adalah ketidakpercayaan dirinya akan mengemban desa."

Pandangan Sakura juga ikut berubah seperti khawatir setelah mengatakan itu tapi tak berlangsung lama ketika matanya melihat Sasuke mengambil nasi kepal onigiri di dalam kota bento yang di bawanya.

Sasuke selalu memakannya sejak Sakura membawakannya untuk pria itu. Tapi intensitasnya mungkin agak berbeda, pertama kali mungkin sasuke baru memakannya setelah Sakura pergi atau ketika semakin hari ke hari Sakura ingin melihat bento yang di bawanya di makan oleh dirinya tepat di depan gadis itu. Walaupun setidaknya dulu pemikiran dirinya mau memakannya saja mungkin sudah membuat dia senang.

"Kau tidak harus membawanya setiap kali menemuiku." Bukan karena rasa ketidaksukaannya baik dari cara Sakura membawakannya ataupun rasa dari makanan itu.

Tapi lebih kepada dia, Sasuke sendiri.

"Aku hanya ingin." Jawab Sakura santai.

Sakura tidak seperti yang dulu seingatnya, seperti menangis yang sudah jadi kebiasaannya, tidak bisa melakukan apapun dan Sasuke harus setiap kali menolongnya dalam setiap misi-dulu. Hingga yang terparah adalah sikap mengagungkan dirinya dengan binar-cinta dan bagi Sasuke itu menyebalkan.

Tapi, seperti pasir tersapu ombak pemikiran seperti itu tidak begitu melekat lagi di dalam kepala Sasuke mengenai Sakura. Sebab, jika dulu dia bisa menebak semua jalan pikiran Sakura, namun sekarang seperti tidak ada sedikitpun yang bisa dia bayangkan apa yang ada dalam kepala teman wanita setimnya itu dulu.

Dia semakin ditampar sedemikian keras, Sakura yang sekarang seperti sosok yang akan sulit di mengerti oleh siapapun bahkan olehnya sekalipun.

"Sakura..."

"Hmm?"

Jika sejak tadi saat Sasuke mendengarkan Sakura bicara ataupun saat memakan nasi onigiri pun wajahnya dia palingkan ke arah lain selain menatap langsung wajah gadis di depannya. Namun, saat ini lurus ke depan menatap mata Sakura dengan ekspresi datar serius, sempat membuat Sakura terlihat cukup bingung.

'Sakura benar-benar ingin menyelamatkanmu'

Kata-kata Kakashi kembali mengingatkannya akan kejahatan dirinya.

"Saat Kakashi berkata padaku, jika kau..."

Tidak. Ini bukan dirinya, terlebih lagi topik ini bukanlah salah satu yang harus dibicarakan lagi setelah kejadiannya berbulan-bulan yang lalu. Mengangkat pembicaraan ini akan terasa berat baginya dan juga bagi Sakura. Tepatnya keduanya sekaligus.

"Aku... apa?" Tanya Sakura menampilkan ekspresi lebih bingung lagi.

Lagi. Sasuke lebih suka menghindar, pembicaraan ini akan semakin berat bila dilanjutkan, "Tidak ada, Lupakan."

Sakura hanya mengangkat bahu, tapi itu tak membuat Sasuke tidak paham bahwa Sakura justru sangat mengerti akan perkataan ambigu dirinya. Ia sangat yakin dengan wajah penuh harap terpancar, meski sedikit karena tertutupi oleh wajah 'lain' yang saat ini tak Sasuke mengerti.

.

.

.

Keadaan seperti itu berlangsung hampir setiap hari, Sasuke yang duduk dibawah rindangnya pohon terlihat memikirkan sesuatu kemudian buyar saat Sakura datang menemuinya dengan bento seperti biasanya serta cerita yang mengalir dalam lantunan kalimat menjadi sebuah percakapan.

Kini, Sasuke terlihat mulai sedikit menanggapi, terkadang beradu argumen meski keras kepala keduanya harus berakhir dengan Sasuke dengan penjelasan logisnya. Terus seperti itu.

Perbincangan mereka hanya berkisar pada cerita yang di bawa oleh Sakura mengenai Naruto, Sai serta Kakashi sensei. Namun terkadang mengenai desa dan serikat tak ayal lepas dari sesuatu yang perlu dibahas. Hanya itu, tidak ada pembicaraan mengenai mereka berdua. Sama sekali, baik Sakura maupun Sasuke tak mempertanyakan kondisi mereka sendiri.

Terkadang meskipun Sasuke tak jarang bertemu Naruto dan teman seangkatan lainnya pun intensitas pertemuannya dengan Sakura jauh lebih banyak ketimbang dengan yang lain. Hingga mungkin orang-orang yang melihat menganggap bahwa mereka berdua ada dalam suatu hubungan.

Bagi Sasuke anggapan itu mungkin sedikit belebihan, dia dan Sakura tidak saling menuntut apapun, bagi Sasuke yang pernah kehilangan hampir semuanya, uluran tangan dari yang lain dan dari Sakura itu seperti obat. Hanya itu pikirnya.

Hingga tanpa sadar perasaan 'nyaman' dalam dirinya mulai tumbuh sedikit demi sedikit.

(1 tahun setelah Chapter 699)

Kakashi Hiden: ( Musim Semi )
• Kakashi akan diangkat menjadi Hokage ke-6.
• Kakashi memeriksa sebuah balon udara di dekat desa ombak bersama Guy.
• Kakashi diangkat menjadi Hokage ke-6.
• Sasuke pergi melakukan perjalanan dari desa Konoha.

.

.

Tidak terasa musim telah berganti semi, bunga-bunga dengan kelopak berwarna merah muda memenuhi bawah pohon dan terbang mengikuti arah angin. Rimbunnya bagai melihat kumpulan kasih sayang. Tak aneh bila piknik bersama keluarga ataupun dengan orang-orang tertentu menikmati kelopak berguguran menjadi sebuah tradisi yang tak boleh terlewatkan.

Seperti yang terlihat di sepanjang pohon ada saja kelompok-kelompok yang membawa tikar dan juga berbagai macam makanan serta minuman sebagai pelengkap. Bercengkrama dan saling berbincang seperti melepas beban.

Setidaknya itu yang dirasakan oleh team-team saat Genin dulu yang masih melekat hingga mereka dewasa sekalipun. Team 10 dan Team 3 walaupun pernah kehilangan salah satu anggota kelompok mereka pun tak mengurangi rasa bahagia setelah perang berlalu, karena meskipun begitu mereka yang sudah pergi akan selalu ada dalam hati mereka masing-masing itulah yang dikatakan Naruto ketika kehilangan Neji.

Team 8 bahkan kedatangan satu anggota baru yang usianya belum genap dua tahun, Seperti kata Guy sensei, bahwa daun yang layu akan gugur dan jatuh hingga menjadi pupuk lalu tiba saatnya daun baru akan muncul menggantikan mereka dengan semangat tekad api.

Kalimat diatas adalah apa yang di ucapkan Naruto pada dirinya. Semua yang dikatakan Naruto hampir jadi makanan tersendiri bagi Sasuke.

Sasuke melihat satu persatu raut wajah para teman-teman setimnya dulu, Naruto yang bercanda dengan orang bernama Sai yang sering diceritakan Sakura.

Bunga Sakura berjatuhan diatas kepalanya, menengadah melihat betapa tenangnya duduk dibawah pohon yang begitu rimbun meskipun sang kelopak terus berjatuhan. Angin sepoy menjadi pelengkap ia ingin bisa menikmati itu.

"Sakura...kah..."

"Ada apa, Sasuke-kun?"

"Ah!"
Sasuke tidak memanggil. Hanya, Sakura yang dia maksud pohon membuat pemilik nama Sakura yang semula sibuk dengan makanan menjadi teralihkan karena dirinya.

Sebelum Sasuke ingin memberi jawaban, suara nyaring Naruto membuatnya harus kembali menutup mulutnya. Sedangkan Sakura sedikit teralihkan berkat lengkingan teman kuning mereka.

"Yo semuanya! Kakashi Sensei adalah seorang hokage sekarang. Meskipun begitu gelar Sensei padanya akan menjadi selamanya bagi diriku dan khususnya adalah kami team 7. Oleh sebab itu, Kakashi Sensei. Selamat atas pelantikannya, dattebayo."

Begitulah dia tidak pernah berubah menjadi seseorang yang mengerti pentingnya sebuah kebersamaan, pertemanan, kehidupan.

Bentuk 'chers' dari dentingan gelas menjadi euforia sendiri sebagai ucapan selamat. Tak begitu dengan Sasuke sendiri yang lebih memilih tersenyum dalam hati terdalam.

Hingga ingatannya kembali muncul. Rencana dirinya selanjutnya.

Beberapa bulan ini dia sudah berpikir secara matang, rencana akan kemanakah dirinya setelah ini dan untuk apakah itu. Seperti tiada henti dirinya untuk meyakinkan tujuan sebenarnya. Bukan lagi untuk balas dendam tapi yang lebih baik dari pada itu. Meskipun jalannya nanti terasa mulai gelap, namun begitulah kehidupannya. Orang yang sudah pernah jatuh dalam kegelapan tak memungkiri kegelapan lain akan muncul dibelakangnya.

Tidak apa. Cukup hadapi dan berlari mencari cahaya adalah jawabannya.

Rasanya akan sangat sama seperti dulu jika ia mengendap pergi begitu saja tanpa sepatah katapun di tengah malam. Itu sama menyakitkannya baginya dan juga...

Saat berpikir begitu, tatapan Sasuke beralih pada sosok yang masih tertawa dengan begitu polosnya seperti tanpa beban... Sakura.

Acara menikmati pohon Sakura berakhir dengan kegembiraan. Naruto dan Sakura masih sibuk berjalan di depannya bercerita di sepanjang kaki-kaki mereka melangkah serta Kakashi yang berjalan di belakang dirinya. Ini persis sama ketika mereka Genin dengan pergi keluar desa menjalankan sebuah misi. Seperti dejavu.

Hingga langkah henti kaki Sasuke membuat Kakashi ikut menghentikan langkahnya. Begitupun dengan kedua teman di depannya.

"Ada apa, Sasuke-kun?"

Betul bukan ini dejavu. Selalu Sakura yang bertanya duluan.

Angin yang membawa dingin menerbangkan rambut mereka. Suasana hening menjadi pemicu lantaran sang pelaku utama masih diam seribu bungkam.

"Besok pagi berkumpulah di depan gerbang desa. Hanya itu, yang ingin kukatakan."

Kalimat itu bukan datang dari Kakashi yang dulu berkata selaku sensei jika ada misi. Itu perkataannya, Uchiha Sasuke.

Awan hitam menutupi sinar bulan tak ayal membuat pandangan mereka tidak bisa melihat sorot mata masing-masing. Itulah yang dirasakan Sasuke ketika bertemu pandang dengan Sakura. Tatapan itu lagi, benarkah jika dejavu bisa terus berulang seperti saat ini?

.
.

Bangun di pagi hari, menyiapkan sesuatu yang tak akan banyak dia bawa. Melangkah di sepanjang jalan desa, menikmati setiap inchi tempat kelahirannya. Menapaki sedikit demi sedikit perasaan yang akan tertinggal.

Sinar matahari belum begitu nampak, hanya embun pagi yang menjadi teman melangkahnya hingga gerbang desa sudah nampak di depan matanya. Hanya ada Kakashi dan Sakura. Raut keduanya berbeda.

Sesampainya di hadapan keduanya, Sasuke terlihat tenang seperti apa dirinya itu. Jubah hitam yang mengelilingi seluruh tubuhnya sudah lebih dari cukup tanpa ada bawaan lain selain pedang katana miliknya.

Perkataan Kakashi mengawali dengan mengutarakan kejujurannya akan kejahatan yang seharusnya dia pertanggungjawabkan dengan di penjara. Namun, lagi-lagi semua berkat Kakashi sendiri selaku hokage dan juga Naruto yang menyelamatkannya.

Selain itu petuh terakhir adalah jangan membuat masalah lagi. Hanya itu.

"Ya...maaf."

Jawaban seperti itu memang dirinya, 'kan?

"...Kau sudah mau pergi? Tsunade-sama baru saja menyelesaikan pengobatan tanganmu dengan bantuan sel hashirama." Ungkap Sakura yang tampak memiliki semua yang dia bisa agar Sasuke setidaknya tidak perlu pergi hari ini juga.

Tapi bagi Sasuke, perasaan ragu justru akan menghambatnya, sekarang mungkin saatnya dia mengungkapkan apa yang jadi rencana dan tujuannya sebenarnya kepada Kakashi dan juga Sakura.

"Aku... perlu menyaksikan sendiri seperti apa dunia ini. Semua hal yang selama ini kuabaikan, aku punya firasat kalau kali ini aku akan bisa melihat semua dengan lebih baik... dan jika aku melewatkan kesempatan itu... menurutku takkan ada kesempatan berikutnya_"

Sakura terlihat tidak mendengarkan apa yang Sasuke katakan, seperti sedang berpikir terlalu keras.

"_Selain itu, ada beberapa hal yang masih menggangguku." Ujar Sasuke di akhir kalimatnya.

Sakura menghembuskan nafas sejenak sebelum berkata, "Bagaimana... jika kukatakan kalau... aku...ingin ikut..." tersipu malu tidak berani melihat Sasuke secara langsung.

Benar apa yang dia pikirkan, tidak akan semudah itu baginya ataupun Sakura.

"Ini adalah perjalanan penebusan dosaku, kau tidak ada hubungannya dengan semua dosaku." Dengan segala kata terakhirnya, Sasuke seperti memukul telak tanpa tau kalimat tersebut seperti mengoyak perasaan dari gadis di depannya.

Tidak ada lagi... baginya ini cukup.

'Kau memang hanya butuh alasan ketika kau membenci seseorang! Dia baru saja bilang kalau dia ingin berada di sisimu 'kan?'

Sial. Ingatan itu lagi, apa Kakashi memberikan Genjutsu yang dia tidak tau apa itu namanya hingga kalimat itu seolah terulang terus-menerus tiada henti.

"Tidak ada... hubungannya... katamu?" Ungkap Sakura dengan ketidakberdayaannya lagi harus menanggapi ucapan yang menurutnya telak sampai di dada.

Langkah pertama Sasuke.

'—dia hanya ingin menyelamatkanmu, tidak lebih!'

Langkah keduanya semakin tanpa ragu.

'Gadis ini yang hampir kehilangan nyawanya sendiri karenamu… Dia masih tetap menangis setiap ia memikirkanmu.'

Hingga pas tepat dihadapan Sakura.

'Dan satu-satunya alasannya dia sangat menyukaimu, hingga terasa sakit!'

Tangan kanan miliknya menjadi satu-satunya tangan yang akan jadi saksi sebuah janji yang takkan ada halangan ataupun alasan untuk mengingkarinya.

Jari telunjuk menjadi bukti bahwa hanya ini satu-satunya yang saat ini bisa dia lakukan. Cukup ini, tidak boleh dari apapun karena akan dia anggap sebagai sebuah ungkapan tidak tau dirinya.

Jari tengah menjadi pelengkap kesempurnaan sebuah janji yang terikrar nyata bagai ikatan benang merah di sekitar keduanya. Melilit mengelilingi tubuh seperti tak kasat mata. Merengkuh bagai satu kesatuan.

"Aku akan menemuimu lagi."

Terucaplah kalimat yang nantinya akan menuntun keduanya. Tanda yang dibuat dengan menggabungkan kedua jari pada dahi menjadi titik kesempurnaan sebuah kata-kata.

"Terima kasih."

Dua kata penutup yang tidak akan pernah terlewatkan dari Sasuke untuk Sakura.

.

.

.

Contiuned

.

.

.

Cerita di sesuaikan dengan Timeline novel Naruto... berawal dari chapter 699 hingga Novel Sasuke Shinden nantinya.

Sign,
Najika