Fanfic yang dibuat karena saya telah kepeleset di dunia berlian. Hahaha

Fanfic suka-suka. Tadinya ini bakal dibuat jadi kayak kumpulan cerpen yang cast utamanya adalah anak-anak Seventeen. Tapi fanfic ini bakalan terus berkesinambungan, artinya nyambung dari satu fanfic ke fanfic yang lain.

.

.

.

Cast: Jeon Wonwoo dan member Seventeen lain (akan bertambah seiring jalannya cerita)

Sinopsis: Wonwoo yang telah mengalami perang batin atas wajahnya yang selalu tampak emo, bertemu dengan seorang anak laki-laki misterius. Kejadian ini membawanya pada cerita-cerita selanjutnya

.

.

.

Jeon Wonwoo, enam belas tahun, saat ini tengah mengalami pergolakan batin dahsyat. Dia tahu semua orang menganggapnya bocah emo hanya karena bentuk mata sialan yang selalu membuat orang-orang salah sangka. Dia bukan seorang penyendiri. Dia bukan manusia yang hanya dikellingi emosi negatif. Ini hanya masalah kontur wajah saja.

Sejujurnya dia bisa menjadi orang paling manis dan ramah sedunia. Dia bisa tersenyum. Dia bisa tertawa. Walau tetap masih saja ada bayi yang menangis ketika melihat mukanya. Seperti hari ini, sudah dua balita yang menjerit-jerit ketakutan saat disapa olehnya.

Damn, tolong ingatkan Wonwoo untuk pergi ke dokter bedah plastik untuk membuat wajahnya setampan Choi Siwon—aktor brewok manly yang saat ini tengah digilai ibunya.

Wonwoo meletakan pantatnya di atas kursi bus. Hari sudah mulai gelap dan seharian ini dia capek lahir batin setelah seharian berperang melawan tugas di sekolah serta minta maaf pada dua ibu muda, karena telah menyebabkan anak-anak mereka histeris macam orang kesurupan.

Ketika matanya sibuk menatap ke luar jendela, sebuah pergerakan dari arah samping membuat menoleh secara spontan. Seorang anak laki-laki (yang dia taksir seumuran dengannya) memilih untuk duduk di sampingnya. Wonwoo cuek. Toh, bangku di sebelahnya memang kosong karena hubungan statusnya pun sedang kosong.

"Huh." Wonwoo mendengus bosan. Baterai ponselnya mati dan dampaknya dia harus bengong sepanjang perjalanan.

Karena iseng dan tidak ada kerjaan, Wonwoo akhirnya melirik ke samping. Penampilan anak laki-laki itu cukup keren dengan rambut yang dicat cokelat. Kalau dia bersekolah di tempatnya, sudah pasti dia bakal dikejar-kejar oleh dewan kedisiplinan.

Untuk beberapa saat Wonwoo sibuk menganalisis anak itu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Namun sayang, sepertinya dia tahu kalau sedang diperhatikan. Sedetik kemudian anak laki-laki itu menoleh dan hal ini sukses membuat Wonwoo salah tingkah.

Wonwoo sengaja menjatuhkan tas ranselnya yang berat. Tapi masalahnya benda itu jatuh menimpa kakinya sendiri.

"Ough, shit!"

Wonwoo kira anak di sebelahnya bakal menjadi malaikat baik hati yang bakal menolong. Namun sayang, jangankan membantu, si bersangkutan malah tampak cuek dan membuang muka ke arah lain. Sialan. Malu kuadrat!

Kecanggungan tercipta setelahnya. Oleh karena itu Wonwoo memilih untuk makin memepetkan tubuhnya ke dinding bus dan sebisa mungkin menciptakan celah sebesar-besarnya dengan orang di sebelah. Sementara anak itu tetap memasang tampang cool sambil mendengarkan musik melalui headset. Sisa perjalanan yang cukup membosankan sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi. Wonwoo sudah mempermalukan dirinya dua kali di hadapan anak itu dan dia tidak mau menambahnya lagi.

Untungnya, dewi fortuna kali ini memihak kepadanya. Pemberhentian bus berikutnya adalah tujuannya. Namun, ternyata ada satu lagi masalah baru. Wonwoo galau. Apakah dia harus mengucapkan kalimat basa-basi seperti "permisi saya mau lewat" atau diam sambil nyelonong begitu saja?

Di tengah kegalauan—yang sangat tidak penting itu, sepertinya anak di sebelahnya mengerti kalau Wonwoo ingin bersiap-siap turun. Dan tanpa Wonwoo duga sama sekali anak itu berdiri untuk memberinya ruang.

"Terima kasih," ucap Wonwoo akhirnya. Ia kemudian keluar dari sekat kursi bus dengan cepat.

"Sama-sama."

Wonwoo menoleh spontan dan berhenti mendadak selama beberapa detik setelah mendengar balasan anak itu. Dunianya yang (kata orang) hanya diisi oleh emosi negatif mendadak terang benderang. Melihat senyuman anak itu membuat perut Wonwoo keroncongan. Sial. Dia memang belum makan. Tapi kenapa perutnya malah berbunyi di saat yang tidak tepat. Wonwoo memaki dalam hati.

"Hei kamu, kalau mau turun, cepat sedikit! Busnya mau berangkat lagi!"

Wonwoo gelagapan saat sang supir menyentaknya. Oleh karenanya dengan berat hati ia mempercepat langkah untuk keluar dari sana.

Setelah turun dari bus, Wonwoo baru menyadari kalau dompet tertinggal. Seketika ia berbalik dan menyadari kalau bus yang tadi ia tumpangi sudah pergi jauh.

"Shit! Shit! Shit!" sudah berapa kesialan yang dialaminya seharian ini?!