Halo minna, aku balik lagi nih sama fic baru. Fic yang aku bikin ditengah-tengah ngejalanin ulangan semester..hhehhe

Semoga kalian suka^^

Disclaimer:

Masashi Kishimoto

Pair:

SasuNaru

Warning:

Sho-ai, Typo(s)

Konon, beberapa tahun silam, ada seorang pemuda yang terbunuh di ruang musik di lantai tiga. Dan hingga saat ini arwahnya masih berkeliaran di gedung sekolah ini. Kabarnya, jika kau pergi ke ruang musik ketika malam menjelang, kau akan mendengar suara biola yang sangat menyayat hati. Meskipun begitu, jangan berharap jika kau akan aman pada siang hari. Jadi, pastikan kau tidak sendirian saat berada di sekolah karena kita tidak tahu kapan 'dia' akan muncul.

'Teeeeeeeeettttttt'

Bel tanda masuk menjadi pertanda selesainya cerita Kiba. Semua sisiwa yang sedari tadi tak melepaskan pandangan dan pendengarannya, kini mulai berhamburan menuju kursi mereka masing-masing dengan kepala yang dipenuhi cerita yang baru saja mereka dengar.

"Hoam.. jangan bercerita yang tidak-tidak, Kiba," ujar Shikamaru yang sedari hanya tertidur selama pemuda di sampingnya sibuk bercerita.

"Aku tidak mengada-ada, Shika. Sudah banyak yang diganggu olehnya. Apa kau tidak percaya pada mereka?"

"Hoam... terserah padamu saja. Jangan selalu membicarakannya, bisa-bisa nanti kau yang diganggu olehnya," ujar Shikamau memperingati. Namun sepertinya hal itu hanya akan menjadi angin lalu bagi Kiba. Meskipun begitu, rasa tidak suka tetap terlukis diwajahnya, hal itu terlihat dari perubahan wajahnya yang menjadi masam setelah mendengar kata-kata Shikamaru.

'Ugh, menyebalkan sekali dia. Kenapa harus bilang seperti itu? Tapi, buat apa aku takut? Kalau aku tidak mengganggunya, aku yakin dia juga tidak akan menggangguku. Eh, tapi.. kenapa tiba-tiba tengkukku merinding seperti ini?' Dengan sedikit perasaan takut yang menyelinap didadanya, Kiba mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Tidak ada hal aneh di sana selain teman-temannya yang telah duduk rapi di kursinya masing-masing dan seorang guru yang kini tengah memasuki kelas. Merasa perasaan takutnya hanya merupakan kesalahan semata, Kiba segera menghilangkannya dan mulai menyibukkan diri dengan pelajaran di depannya. Sementara itu, sepasang mata onyx tiak melepaskan pandangannya pada sosok yang melayang menembus tembok sambil terkikik geli.

X . X . X . X . X

Sudah tiga jam pelajaran berlangsung dan sudah selama itu pula Kiba menahan hasrat untuk pergi ke toilet. Keringat dingin mulai mebasahi tubuhnya, sebenarnya bisa saja pemuda dengan segitiga merah terbalik di kedua pipinya itu meminta izin pada sang guru, namun bayang-bayang sang arwah penasaran mampu membuang keberaniannya. Diliriknya Sikamaru yang masih terlelap dalam tidurnya semenjak bel masuk berbunyi. Ingin rasanya kiba membangunkan pemuda itu untuk menemaninya, tapi mau ditaruh di mana mukanya nanti. Kiba tidak yakin jika pemuda berambut nanas itu tidak akan mengejeknya. Detik demi detik berlalu, keinginannya untuk mengeluarkan apa yang sedari tadi ditahannya sudah tak terbendung lagi. Dengan kecepatan penuh, Kiba berlari meninggalkan kelas dengan melupakan ketakutannya dan juga melupakan jika tengah ada guru yang sedang mengajar.

X . X . X . X . X

"Ah, leganya," ujar Kiba setelah berhasil mengeluarkan apa yang sedari tadi ditahannya. Kiba kembali merasakan bulu kuduknya berdiri ketika menayadari tidak ada seorang pun di toilet itu selain dirinya. Dengan bersenandung kecil -untuk menghilankan rasa takutnya- Kiba berjalan menuju wastafel.

"Hihihihi..."

Reflek Kiba menolehkan kepalanya untuk memastikan apa yang dia dengar. Namun Kiba kembali tak mendapatkan siapa pun di sana kecuali dirinya. Dengan asumsi kalau dia salah dengar, Kiba mulai mencuci tangannya sambil kembali bersenandung kecil.

"Hihihi..."

Kiba kembali menolehkan kepalanya, kali ini dia tidak hanya mendengar suara tawa, tetapi ia juga mendengar suara langkah berlari seseorang.

"Siapa di sana? Shika, kau kah itu?" Didekatinya salah satu bilik tertutup yang ada di sana. Belum sempat tangannya membuka pintu itu, pendengarannya kembali menangkap sebuah suara seseorang berlari dan memasuki salah satu bilik di belakangnya. Kiba membalikkan tubuhnya dengan cepat berharap dapat menangkap basah siapa yang melakukan hal itu. Sebuah seringaian tersungging dibibirnya ketika dirinya merasa melihat sosok seseorang dengan seragam seperti yang dipakainya. Perlahan-lahan Kiba berjalan mendekati bilik itu, sedetik kemudian dibukanya pintu yang menghalanginya dengan kasar, bermaksud mengagetkan siapa pun yang berada di dalamnya. Tanda tanya besar terbentuk di kepalanya ketika dirinya tidak menemukan siapa pun di sana. Tiba-tiba saja suasana berubah menjadi lebih mencekam dari sebelumnya, membuat bulu kuduk Kiba kembali berdiri. Entah kenapa Kiba merasakan ada seseorang di belakangnya. Meskipun hati kecilnya berkata untuk tidak membalikkan badan, Kiba tetap melakukannya. Betapa kagetnya Kiba ketika melihat seorang pemuda dengan wajah hancur dan darah yang mengalir dari luka-luka itu tengah berdiri dihadapannya. Tubuhnya tiba-tiba saja tidak mau digerakkan, lidahnya kelu, dan jantungnya seakan berhenti berdetak. Namun sedetik kemudian Kiba telah berlari sambil berteriak ketika meliat hantu itu tersenyum padanya.

X . X . X . X . X

"Huwaaa... hantttuuuuu..."

Sasuke hanya memutar kedua mata onyxnya ketika melihat Kiba keluar dari toilet dengan wajah pucat sambil berlari dan berteriak ketakutan. Tanpa mempedulikan apa yang telah terjadi pada teman sekelasnya itu, Sasuke pun melangkahkan kakinya memasuki toilet dengan santai dan tanpa rasa takut sedikit pun. Dari ambang pintu, Sasuke memeperhatikan sekelilingnya dengan mata yang sarat akan kebosanan. Setelah puas, Sasuke kembali melangkahkan kakinya ke dalam toilet dengan seringai tipis dibibirnya. Baru satu langkah pemuda berambut raven itu memasuki toilet, suasana langsung berubah menjadi lebih menakutkan.

'Cklek'

Sebuah seringaian dari makhluk tak terlihat mengiringi tertutupnya pintu secara perlahan.

X . X . X . X . X

"Hantu itu benar-benar menakutkan. Wajahnya rusak dan dipenuhi dengan luka yang masih mengeluarkan darah. Saat ini saja aku seperti masih mencium bau darah segarnya seperti beberapa saat lalu saat dia berada tepat dihadapanku." Kiba meminum jus jeruk yang dipesanannya beberapa saat lalu untuk menghilangkan rasa takut yang kini kembali muncul.

"Heh, kau tidak sedang membual pada kami kan?" tanya Tenten sedikit meragukan apa yang dia dengar.

"A-tentu saja tidak. Kau tahu, aku tidak akan setakut tadi jika aku tidak benar-benar melihatnya. Ya, kau boleh saja tidak percaya padaku, aku tidak akan memaksa kalian untuk percaya pada ceritaku. Aku yakin kalian akan lebih percaya jika 'dia' sudah berada dihadapan kalian seperti yang a-" Lidah Kiba menjadi kelu seketika, jantungnya berdebar cepat, wajahnya menjadi pucat dan matanya terbelalak melihat sosok yang sedang dibicarakannya tengah berdiri tak jauh dari tempatnya berada.

"Hei, Kiba, ada denganmu?" teman-teman Kiba menjadi takut seketika ketika melihat perubahan ekspresi pada temannya.

"Kiba, jangan main-main. Jangan buat kami takut!"

"Di-dia ada di sana," ujar Kiba terbata sambil menunjuk tempat makhluk itu berdiri. Teman-teman Kiba yang berada disekelilingnya saling pandang satu sama lain, meneguk ludah mereka terlebih dahulu sebelum menolehkan kepala ke arah yang ditunjuk Kiba. Alis mereka terangkat ketika tak mendapati sosok menyeramkan seperti yang diceritakan sang pemuda pecinta anjing itu. Tidak ada sosok menyeramkan di sana melainkan para murid yang lalu lalang untuk mengisi perut mereka. Belum sempat mereka menyatakan protes, Kiba sudah kembali berlari sambil berteriak ketika melihat sosok itu tersenyum dan melambaikan tangan padanya.

X . X . X . X . X

"Hah.. membosankan sekali. Apa tidak ada yang lebih menantang untuk ditakuti?" Tanya sosok itu pada dirinya sendiri. Tubuhnya melayang diudara menyusuri setiap ruang yang ada di Konoha High School. Sesekali dia menakuti siswa maupun guru atau siapa pun yang ditemuinya untuk menghilangkan rasa bosannya. Ketika sibuk mencari mangsa untuk ditakuti, mata safirnya tertuju pada seorang pemuda yang tengah tertidur di bangku taman.

"Akan kukerjai kau. Khukhukhukhu."

Dalam sekejap, tubuhnya telah berada didekat pemuda itu. Rasa dendam tersirat di matanya. Rasa dendam karena tidak berhasil menakuti pemuda itu. Entah dia yang salah atau pemuda itu yang tidak atau pura-pura tidak tahu ketika dia tengah berusaha menakutinya. Dengan ekspresi wajah yang tidak berubah, pemuda itu tetap mengluarkan air seninya ketika sosoknya muncul dari toilet dan membuatnya harus cepat-cepat menghilang jika kepalanya tidak mau terkena benda nista itu. Tidak sampai di situ, ketika sosoknya kembali berusaha menakutinya dengan melakukan apa yang dilakukannya pada Kiba, pemuda berambut raven itu malah berjalan menembus tubuh transparannya dengan wajah tanpa bersalah, membuatnya mengembungkan kedua pipinya ketika pemuda itu menghiraukannya.

Angin yang sedari tenang berubah berhembus dengan kencang, membuat dedaunan dan benda-benda yang dilaluinya berterbangan. Meskipun begitu, Uchiha bungsu itu masih tetap memejamkan matanya. Tidak puas dengan itu, 'sosoknya' mulai mendekati tubuh Sasuke dan menunduk tepat di wajahnya.

"Sasuke, a-" Perkataan Sakura terhenti ketika melihat sesosok pemuda tengah menundukkan wajahnya tepat di wajah Sasuke. Karena merasa terganggu, sosok itu menolehkan kepalanya ke arah Sakura dengan menampilkan wajah hancurnya yang penuh darah.

"Ha-hanttttttuuuuuu... Kyaaaa..." sosok itu tertawa terbahak-bahak melihat Sakura yang lari terbirit-birit setelah melihat wajahnya. Entah apa yang lucu dari wajah ketakutan seseorang, tapi baginya hal itu benar-benar mengocok perut dan menghibur.

"Ternyata kau bisa berguna juga," ujar Sasuke yang kini telah mengubah posisinya menjadi duduk dan membuat sosok yang sedari tadi tertawa itu menghentikan tawanya dan langsung menoleh kearahnya.

"Hah? Kau berbicara padaku?"

"Tentu saja, Dobe. Memangnya di sini ada siapa lagi selain kau dan aku?" tanyanya balik. Dasar hantu bodoh, batin Sasuke.

"Kau tidak takut padaku?"

"Tentu saja tidak."

Merasa aneh dengan sikap Sasuke, sosok itu pun menunjukkan kebolehannya dengan memutar kepalanya berkali-kali atau dengan menunjukkan hal-hal yang sangat tidak masuk akal bagi manusia, berharap pemuda dihadapannya dapat menunjukkan wajah ketakutannya dan membuatnya tertawa. Namun seertinya 'dia' harus membuang harapannya itu, karena pemuda dihadapannya sama sekali tidak merubah wajah stoicknya. Bukannya takut, pemuda bermata onyx itu malah menguap pertanda bosan. Sosok hantu itu pun hanya ber-sweatdrop ria ketika melihat tingkahnya. Eh, manusia seperti apa dia itu? Bisa-bisanya dia tidak takut denganku, batinnya.

"Hanya orang bodoh yang takut dengan hal kekanakan seperti itu," lanjut Sasuke dan membuat sosok itu geram mendengar kesombongannya.

"Kau!" Baru saja sosok itu akan menerjang tubuh pemuda dihadapannya jika saja tubuhnya tidak kaku tiba-tiba.

'Ada apa dengan tubuhku?'

"Ayo kita buat kesepakatan. Kau mengikuti segala perintahku dan aku tidak akan pernah mengusikmu."

"Kalau aku tidak mau?"

"Aku yakin saat ini tubuhmu tidak bisa digerakkan. Kau tahu, itu baru sedikit hal yang bisa aku lakukan pada arwah gentayangan sepertimu. Jika aku mau, aku bisa saja menghancurkan arwah tidak berguna sepertimu yang tahunya hanya menakuti orang. Kau tahu kan, kalau hal itu terjadi, kau tidak akan pernah bisa reinkarnasi," ujarnya tepat ditelinga sosok itu.

'Deg'

Perasaan tidak enak tiba-tiba hinggap dihatinya ketika mendengar kata-kata terakhirnya. Karena ego yang tinggi, dia pun menganggap hal itu hanyalah bualan semata meskipun hati kecilnya berkata lain.

"Kau pikir aku percaya padamu hah? Kau tidak bisa menipuku. Tubuhku memang sedang tidak bisa digerakkan, tapi ini terjadi karena aku terlalu lama terkena sinar matahari dan berada didekat seorang brengsek sepertimu."

'Ck, dia itu bodoh atau apa? Mana mungkin tidak bisa bergerak hanya karena terlalu lama terkena sinar matahari. Dasar dobe,' batin Sasuke.

"Kau perlu bukti? Baiklah, akan kubuktikan." Mata safir sosok itu tidak lepas menatap Sasuke yang kini tengah memejamkan kedua matanya. Langit berubah mendung seketika. Angin kembali bertiup kencang. Bersamaan dengan petir yang menyambar, sosok itu merasakan tubuhnya terasa panas seperti terbakar.

"Aarggh... ba-baik, aku percaya. He-hentikan! Aaaarggh..."

Mata Sasuke terbuka, memutus jalinan mantera yang dia rapalkan dalam hati dan membuat langit kembali cerah seketika. Tubuhnya pun ambruk setelah terlepas dari jeratan mantera itu.

"Ingat, ikuti semua perintahku. Na-ru-to."

X . X . X . X . X

Para penghuni Konoha High School masih heran dengan apa yang baru saja terjadi. Bagaimana bisa langit yang semula cerah tiba-tiba berubah menjadi mendung dengan petir yang saling bersahut-sahutan dan kembali cerah beberapa menit kemudian. Setiap orang mulai mengemukakan pendapatnya. Ada yang bilang itu merupakan sebuah kemarahan dewa, ada yang bilang itu adalah pertanda hal buruk akan menimpa. Orang-orang mungkin berpikiran seperti itu, tapi tidak dengan Shikamaru. Salah satu murid terpintar di KHS itu tidak melepaskan pandangannya pada dua sosok yang berlainan alam yang tengah bersitegang dari balik jendela lantai dua. Setelah melihat kedua sosok itu menghilang, Shikamaru pergi meninggalkan tempat itu.

X . X . X . X . X

"Kau tidak apa-apa?"

"Aku lelah sekali, Shika. Sepertinya semua tenagaku telah terkuras habis."

"Apa yang terjadi antara kau dan Sasuke?"

"Antara aku dengannya? Kau ingin tahu? Dia hampir memusnahkanku. Argh, kenapa kau tidak memberitahukanku ada orang lain yang bisa melihat arwah sepertiku?" Sungut sosok yang diketahui bernama Naruto itu seraya mengubah posisinya menjadi duduk dan memandang Shikamaru dengan pandangan menuntut penjelasan.

"Sasuke bisa melihatmu? Aku sama sekali tidak tahu tentang itu. Memang apa yang sudah dia lakukan padamu?"

Naruto memeluk kedua lututnya dan membenamkan wajahnya. Semilir angin bertiup pelan, membuat rambut mereka bergerak-gerak kecil mengikuti hembusannya.

"Dia menyuruhku mengikuti semua perintahnya," ujar Naruto tanpa mengangkat kepalanya.

"Menghilang saja. Pasti sangat mudah bagimu untuk melakukannya."

"Menghilang untuk selamanya maksudmu?" Naruto menatap tajam pemuda di sampingnya. "Dia itu tahu bagaimana cara memusnahkan arwah sepertiku, jadi tidak mungkin dia akan membiarkanku pergi begitu saja dengan menghilang. Kau tahu, aku sangat ingin reinkarnasi. Jika dia memusnahkanku, hilang sudah kesempatanku dan semua penantianku akan musnah seketika."

Geram melihat Naruto yang terliat pasrah, Shikamaru mencengkram kedua bahu pemuda itu dan membuatnya menatap dirinya.

"Kau tidak perlu takut jika dia akan menyakitimu, Naru. Akan kupastikan dia tidak akan melakukan hal-hal yang akan membuatmu tersakiti, apalagi sampai memusnahkanmu."

"Ah, terima kasih sudah mau menghibur dan membantuku. Bagaimana bisa aku melupakan teman sepertimu? Tapi, aku akan berusaha menyelesaikan hal ini sendiri. Senang bisa berkenalan dan berteman denganmu, aku harap kita masih bisa bertemu lagi di masa datang." Sebuah senyum tulus nan manis terukir di wajahnya. Tidak ada wajah hancur yang selalu dia perlihatkan pada setiap orang yang dia takuti, melainkan sebuah wajah tan dengan tiga garis halus di masing-masing pipinya dan sepasang mata safir yang dapat membuat perasaan menjadi tenang saat melihatnya. Shikamaru pun tak kuasa menahan bibirnya untuk membuat sebuah lengkungan ketika melihat pemuda itu telah kembali tersenyum.

"Aku pun merasa senang mempunyai teman sepertimu. Aku harap juga seperti itu. Jaga dirimu baik-baik dan jangan sungkan untuk datang kepadaku jika kau membutuhkan bantuan," ujar Shikamaru sambil mengacak-acak rambut pirang Naruto dan pergi meninggalkannya sendiri di atap.

"Hah.. aku harap semuanya berjalan sesuai rencana."

T . B . C

Aaaargh... gimana? Gimana? Gajekah? Anehkah?

Aargh.. gomen, bukannya ngelanjutin fic yang lain malah bikin yang baru. Abis yang ini kepikiran mulu sih..hhehe

Semua yang ada di atas itu cuma imajinasi aja yang terinspirasi dari film cina, tapi aku lupa itu judulnya apa. Jadi maaf ya kalo kalian menemukan ada yang familiar dari cerita ini.

Kritik? Saran?

~RnR please~