"Sedikit lagi kita sampai puncak!"

"Aku lapar, Boboiboy..."

"Ish, semangat lah! Kan kita sudah berjuang sejauh ini. Bertahanlah Gopal, teman teman!"

Keempat remaja yang ada di belakang pemuda yang dipanggil Boboiboy itu mengangguk. Mereka berusaha untuk tetap bertahan dan melewati medan berbahaya di pendakian. Boboiboy berada paling depan, tepat dibelakangnya terlihat ada seorang gadis berjilbab pink dan celana training dengan warna senada, memanggul tas ransel besarnya yang lagi lagi berwarna senada tengah melewati bebatuan besar yang licin. Lalu dibelakangnya lagi ada seorang gadis cina berkuncir dua dan memakai kupluk biru kuning yang tampaknya sudah sangat lelah dan seorang lelaki cina berkacamata ungu menyemangatinya. Sedangkan yang paling belakang ada pemuda bertubuh gempal menenteng 2 plastik kresek yang berisi makanan.

Semuanya bertahan dengan tenaga yang tersisa, karena melihat puncak gunung tak lama lagi akan dapat dicapai. Mereka berlima mendaki dengan penuh hati hati, sampai seorang gadis berkuncir dua berhenti.

"Ying, ada apa?" Yang ditanya meraba raba kepalanya.

"Kuplukku jatuh!" Mereka menoleh ke belakang, dan melihat kupluk Ying terjatuh tak jauh dari sana. Gadis itu, Ying, berlari kecil menuruni gunung, hendak mengambil kupluknya yang jatuh. Tapi sialnya, dia menginjak lumpur basah yang licin, dan tergelincir.

"AAAAAAAA!"

.

.

.

Halo!

Aku kembali dengan ff gajeku. Entah darimana aku dapet ide ini, tapi aku berusaha buat merealisasikan ide anehku ini dalam sebuah fiksi, ya paling kalo gak berhasil aku discontinue *digaplok* ya tergantung respon kalian semua sih. Pertamanya aku mau buat pake tokoh idol Korea saja, tapi mengingat aku udah unactive di website sebelah jadinya... gini deh. Maksa.

Padahal aku belum next ff lain ya, such as Love, Life, Light sama Remember. Udah ada ide sih, tapi belum ngefeel aja buat nulis yang itu. Ahsudahlah. Lupakan.

Oh iya, ff ini ide ceritanya kayak drama Korea 49 Days, bedanya dia nggak ngumpulin 3 airmata. Jadi harap maklum kalau cerita ini sangat drama. Dan oh iya, disini Boboiboy dkk. kelas 2 SMP ya.

Warning: AU, rating T, based on 49 Days drama, belum tau ada pairing atau nggak, gaje, absurd, baca aja deh

Boboiboy charas are Animonsta's

Happy reading!

.

.

.

"YING!"

Teriakan keempat sekawan itu serentak dengan terbenturnya kepala teman mereka yang satunya itu di pohon besar. Mereka berjalan dengan hati hati namun penuh kepanikan menuruni gunung, menuju pohon tersebut. Mereka menghampiri Ying dengan penuh kekalutan, bahkan gadis berjilbab pink sudah menangis. Kepala Ying mengucurkan darah, dan tangannya memucat.

"Ying... kita harus kebawah!" Mereka berempat pun membopong Ying yang sepertinya nyawanya hampir tak tertolong lagi.

Keempat sekawan itu memandang Ying dengan kesedihan yang amat dalam. Mereka tak menyangka liburan mereka akan berakhir seperti ini. Dengan perasaan yang campur aduk, mereka membopong Ying serta berharap seorang dewasa melintas lalu membantu mereka memberikan pertolongan. Dan mungkin Tuhan mendengar permintaan mereka... walau tidak terlalu tepat. Sebab, mereka melihat seorang kakek tua yang mencari kayu bakar, bukannya orang dewasa. Namun mereka tetap menghampiri kakek tersebut.

"Permisi, kek. Tolong bantu kami..." mata sang kakek yang tengah mencari kayu bakar bergulir kearah lima remaja di hadapannya. Seorang pemuda bertopi oranye yang tadi menegurnya, pemuda seumurannya yang berkacamata ungu dan yang satunya lagi berjaket hijau dan bertubuh gempal, seorang gadis berjilbab pink yang matanya sembab, dan gadis berkuncir dua yang mereka bopong pucat dan kepalanya berdarah.

Jelas sang kakek terkejut, namun tetap tenang. "Ada apa?"

"Teman kami... teman kami... tergelincir lalu begini kek..."

"Ya Tuhan, tunggu sebentar! Di mana ya..." Sang kakek berlari kecil kearah pohon yang tak jauh dari tempat mereka, dan memetik beberapa daun di pohon tersebut, lalu kembali dan menutup luka di kepala Ying dengan daun tersebut. Kucuran darah di kepala Ying terbukti melambat karena ditutup oleh daun itu. Sang kakek lalu memeriksa nadi Ying dan segala macamnya, membuat temannya yang lain terlihat bingung.

Sang kakek menyadari itu, lalu memperkenalkan diri. Hm, bisa dibilang begitu. "Saya tetua di daerah ini. Dan saya tahu betul apa yang terjadi pada teman kalian ini, dan saya tahu betul jika ia tak bisa diselamatkan dengan cara apapun..."

Keempat remaja yang lain menahan napas. Tidak, tidak mungkin. Bagaimana bisa? Apa yang harus mereka lakukan? Apa artinya Ying sudah...

"Kecuali satu cara."

Mata keempatnya seketika membulat lebar.

Sang Gadis berjilbab pink langsung histeris, tak dapat menahan emosinya. "Bernarkah? Apa Ying masih dapat diselamatkan kek? Cara apakah itu kek? Beritahu!" Yaya gemetar. Lalu yang lain menenangkan dirinya yang tak dapat menahan tangisnya itu.

"Sudah Yaya, tenang dulu." Ujar Boboiboy.

Dia, Yaya, menatap Boboiboy nanar. "Bagaimana aku bisa tenang? Ying itu sahabatku! Dan sekarang dia... dia.. dan aku..."

"Kalian harus mengabulkan harapan terdalam dari gadis ini."

Pemuda berkacamata ungu memasang tampang heran, lalu angkat bicara. "Maksudnya, kami harus mengabulkan apa yang paling Ying inginkan, begitu?" Sang kakek hanya mengangguk pelan. Mereka semua, minus sang kakek, melihat Ying.

Bagaimana mereka bisa tahu?

Tak peduli dengan tatapan heran sekawanan yang berada di hadapannya, sang kakek melanjutkan perkataannya. "Sebenarnya, ehem, seharusnya, teman kalian itu sudah mati, maksudnya meninggal. Tetapi ada alasan mengapa ia diberi kesempatan untuk hidup lagi.

"Mengapa?"

"Nanti kalian juga akan tahu. Sekarang pulanglah, semua berada di tangan kalian." Semuanya terlihat bingung, tak tahu harus berbuat apa.

"Apa kakek tak dapat membantu kami?" Ujar pemuda bertubuh gempal. Sang kakek hanya terdiam, lalu menggelengkan kepalanya pelan. Sedangkan yang lain hanya bisa mendesah pelan.

"Mmm... apa benar benar tak bisa?"

Untuk kedua kalinya kepala sang kakek menggeleng. "Tidak nak. Kakek bukan tabib atau dukun. Kakek hanya dapat mengetahui, bukan bertindak. Sekalipun kakek ini adalah dukun, kakek juga tak dapat menyembuhkannya. Semua benar benar ada di tangan kalian sekarang." Muka mereka semua seketika muram.

"Mm.. kalau begitu, kami pamit dulu ya kek. Terimakasih." Mereka berempat berpamitan dengan sang kakek lalu berlalu, menuruni gunung tersebut dengan kepala yang dipenuhi tanda tanya.

Mengetahui keinginan terbesar Ying... bagaimana bisa?

.

.

.

TBC/END?

A/N: Wah, jadi juga cerita absurd ini. Aku kira akan mentok di tengah prolog. Tapi ternyata... I've done it! Wow! *lebay*

Tapi kesan absurdnya tetap aja nggak ilang. Huft. Aku benci kemampuan menulisku yang hanya segini. Aku sedih (?). Pertamanya aku mau buat yang jatuh itu Yaya, tapi berhubung aku juga selalu menuliskan Yaya sebagai yang utama di ff aku, rasanya aku butuh penyegaran. Dan jadilah.

Aku harap aku bisa melanjutkan ff ini, dan ff ku yang lain, dengan baik. Dan terimakasih yang udah mau baca ff aku ^^ di review ya!